4.2 ANALISA TOPOGRAFI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

No. Klasifikasi Medan Jalan Raya Utama 1 Datar (D) 0 9,9 % 2 Perbukitan (B) 10 24,9 % 3 Pegunungan (G) >24,9 %

BAB III METODOLOGI. Bab III Metodologi 3.1. PERSIAPAN

BAB III DATA DAN ANALISA TANAH 3.2 METODE PEMBUATAN TUGAS AKHIR

BAB IV ANALISA DATA BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA IV - 1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 3.1 Lokasi pembangunan Apartemen Sudirman One Tang-City

BAB IV ANALISIS DATA

PENYELIDIKAN TANAH (SOIL INVESTIGATION)

BAB III DATA PERENCANAAN

BAB III DASAR PERENCANAAN. Martadinata perhitungan berdasarkan spesifikasi pembebanan dibawah ini. Dan data pembebanan dapat dilihat pada lampiran.

BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV ANALISA DATA Ketersediaan Data

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB IV ANALISA DATA. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam alinyemen horizontal, diantaranya adalah sebagai berikut :

BAB V ANALISIS PEMILIHAN ALTERNATIF JEMBATAN

BAB III DATA PERENCANAAN

BAB 3 Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Pondasi adalah suatu konstruksi pada bagian dasar struktur bangunan yang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Definisi dan Klasifikasi jembatan serta standar struktur jembatan I.1.1 Definisi Jembatan : Jembatan adalah suatu struktur yang

4.1 ANALISA ASPEK TEKNIS

Penyusunan laporan dari pengumpulan data sampai pengambilan kesimpulan beserta saran diwujudkan dalam bagan alir sebagai berikut :

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN. lapisan tanah dan menentukan jenis pondasi yang paling memadai untuk mendukung

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V METODE PELAKSANAAN. pelaksanaan di lapangan penulis melakukan pengumpulan data berupa : pekerja) dan disertai dengan dokumentasi di lapangan,

Analisis Daya Dukung Tanah Dan Bahan Untuk Pondasi Strous Pada Pembangunan Jembatan Karangwinongan Kec. Mojoagung Kab.Jombang

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI

PERENCANAAN JEMBATAN SUNGAI LEMPUYANG KABUPATEN DEMAK

BAB IV ANALISA DATA 4.1 PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN

BAB III METODOLOGI Persiapan Metode Pengumpulan Data Data Primer

STANDAR JEMBATAN DAN SNI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Kajian Daya Dukung Pondasi Abutment Jembatan Bawas Kabupaten Kubu Raya Andy Mahendra*,

METODE PENYELIDIKAN DAN PENGUJIAN TANAH

BAB III METODOLOGI 3.2. Metode Pengumpulan Data Data Primer

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN RANGKA BAJA KALI CIBEREUM KABUPATEN CILACAP JAWA TENGAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DAFTAR ISI. Judul DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN RUMUSAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN 2

BAB III METODOLOGI PRA RENCANA STRUKTUR BAWAH

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI JEMBATAN. Lokasi Jembatan Genit ini berada di jalan Tubagus Angke jalan Peternakan

Disusun Oleh: ADIB FAUZY L2A ERSY PERDHANA L2A Semarang, Nopember 2010 Disetujui :

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data

4.1. ANALISA TOPOGRAFI

KAJIAN KEMAMPUAN DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG PADA ABUTMENT JEMBATAN BERDASAR BEDAH BUKU BOWLES

Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penulisan penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dimana cara

METODA KONTRUKSI PENUNJANG DAN PERHITUNGAN HIDROLIS BENDUNG KARET (RUBBER DUM) DI SUNGAI CISANGKUY PROVINSI BANTEN

BAB III METODOLOGI. 3.2 TAHAPAN PENULISAN TUGAS AKHIR Bagan Alir Penulisan Tugas Akhir START. Persiapan

PERENCANAAN JEMBATAN MALANGSARI MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR RANGKA TIPE THROUGH - ARCH. : Faizal Oky Setyawan

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN GEDUNG APARTEMEN MALIOBORO CITY YOGYAKARTA (TOWER B) terpisah dari kesatuan dengan keseluruhan struktur dengan dilatasi.

BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

BAB III STUDI KASUS. 3.1 Data Teknis

LAPORAN PENYELIDIKAN TANAH PADA LOKASI RENCANA BANGUNAN GEDUNG JALAN FATMAWATI NO. 15 SEMARANG

PENGARUH KEPADATAN DAN KADAR AIR TERHADAP HAMBATAN PENETRASI SONDIR PADA TANAH PASIR (Studi kasus: Pasir Sungai Palu)

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangmya kemajuan teknologi dewasa ini, telah banyak jenis

LAMPIRAN 1 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK NAVFAC KASUS 1. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. serta penurunan pondasi yang berlebihan. Dengan demikian, perencanaan pondasi

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA LENGKUNG SENDANG MULYO DI KOTA SEMARANG

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN STABILITAS DINDING PENAHAN

2.5.1 Pengujian Lapangan Pengujian Laboratorium... 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. paling bawah dari suatu konstruksi yang kuat dan stabil (solid).

ACARA BIMBINGAN TUGAS

BAB IV ANALISA DATA Pengumpulan Data

HALAMAN PENGESAHAN PERENCANAAN DUPLIKASI JALAN ARTERI UTARA SEMARANG STA

OLEH : ANDREANUS DEVA C.B DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS

[BAB II DATA PROYEK] Proyek pembangunan Gedung KCU BCA Bintaro Tangerang Selatan 2015 BAB II DATA PROYEK. Gambar 2.1 Peta Lokasi Pekerjaan II 1

PEMETAAN KONSISTENSI TANAH BERDASARKAN NILAI SONDIR DI KOTA PONTIANAK

TANYA JAWAB SOAL-SOAL MEKANIKA TANAH DAN TEKNIK PONDASI. 1. Soal : sebutkan 3 bagian yang ada dalam tanah.? Jawab : butiran tanah, air, dan udara.

BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI STROUS PILE PADA PEMBANGUNAN GEDUNG MINI HOSPITAL UNIVERSITAS KADIRI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Rekayasa Pondasi. Achmad Muchtar.,ST.,MT UnNar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

BAB III METODOLOGI III.1 Persiapan III.2. Pengumpulan Data

DAFTAR ISI.. KATA PENGANTAR i DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN..

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN RANGKA BAJA KALI KRASAK II

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN JUANDA DENGAN METODE BUSUR RANGKA BAJA DI KOTA DEPOK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN BANGILTAK DESA KEDUNG RINGIN KECAMATAN BEJI KABUPATEN PASURUAN DENGAN BUSUR RANGKA BAJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti

BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Umum

PENGANTAR PONDASI DALAM

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

Kata kunci: AHP, Kriteria, Penanganan, Alternatif Gelagar Balok Tipe T, Pile Slab, Gelagar Girder Baja

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi, yaitu konstruksi struktur atas dan struktur bawah jembatan. Bagianbagian

PENGARUH KEPADATAN DAN KADAR AIR TERHADAP HAMBATAN PENETRASI SONDIR PADA TANAU LANAU (Studi kasus: Lanau di Tondo Kota Palu)

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

BAB IV PERENCANAAN PONDASI. Berdasarkan hasil data pengujian di lapangan dan di laboratorium, maka

Transkripsi:

51 BAB IV 4.1 TINJAUAN UMUM Dalam proses perencanaan jembatan, setelah dilakukan pengumpulan data primer maupun sekunder, dilanjutkan dengan evaluasi data, berikutnya dilakukan analisis untuk penentuan tipe, bentang, maupun kelas jembatan dan lain-lain serta melakukan perhitungan detail jembatan. Langkah-langkah yang dilakukan meliputi : 1. Analisa topografi 2. Analisa lalu lintas 3. Analisa hidrologi 4. Analisa tanah 5. Pemilihan altenatif jembatan 4.2 ANALISA TOPOGRAFI Dari pengamatan langsung di lapangan, penulis dapat menyimpulkan bahwa keadaan topografi di lokasi jembatan mempunyai keadaan tanah yang datar. Sedangkan dari pengamatan terhadap gambar kerja dari PU dapat disimpulkan keadaan struktur jembatan yang lama yakni: 1. Lokasi jembatan berada pada belokan alur sungai 2. Lebar sungai ± 60 m. 3. Elevasi dasar sungai + 6,718 m 4. Bentang jembatan ± 100 m 5. Lebar total DAS ± 375 m 4.3 ANALISA LALU LINTAS Analisa data lalu lintas di sini meliputi penentuan kelas jalan, kelas jembatan dan lebar jalan jembatan. 4.3.1 Data Lalu Lintas Pada tahap perncanaan jembatan data yang diperoleh diolah terlebih dahulu lalu kemudian dilakukan analisa untuk menentukan alternatif-alternatif pemecahan

52 terhadap masalah yang dihadapi. Data Lalu lintas Harian Rata-rata/ LHR yang diperoleh dari Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah tahun 2001 sampai 2006 adalah: Tabel 4.1 Data Lalu Lintas Tahun 2001-2006 Ruas Jalan Semarang Pati GOLONGAN KENDARAAN TAHUN 1 2 3 4 5 6 7 8 LHR 0,25 1 1 1 2,5 2,5 3 7 smp 2001 14859 2559 3082 1829 519 846 374 4573 28641 2002 11681 2744 3073 1989 680 1154 1243 3681 37302 2003 - - - - - - - - - 2004 3127 4122 4770 3173 4782 5022 6540-31535 2005 3409 4986 5172 4129 5607 7440 8724 51922 91389 2006 6883 2574 2474 1177 1957 5961 1105 16590 38720 4.3.2 Kelas Jalan Pada tabel di atas, data lalu lintas (LHR) tahun 2001-2006 ruas jalan Semarang Pati, menunjukkan nilai smp rata-rata > 20.000 smp (PPGJR No13 1970), sehingga termasuk kategori jalan kelas I primer 4.3.3 Kelas Jembatan Karena ruas jalan Semarang Pati termasuk jalan kelas I, maka kelas jembatannya adalah kelas B. 4.3.4 Lebar Jembatan Menurut Standard Steel Bridging For Indonesia PU Bina Marga Republik Indonesia, jembatan kelas B mempunyai lebar perkerasan sebesar 6 m dan lebar trotoar sebesar 2*0,5 m, sehingga lebar keseluruhan jembatan adalah 6+(2*0,5) = 7m 4.3.5 Jumlah Lajur Karena lebar perkerasan 6 m, maka lebar lajur adalah 2*3,50 m. atau sesuai dengan PPGJR No 13 1970, lebar lajur lalu lintas normal untuk jalan kelas I, IIA dan IIB diambil 3,50 m.

53 4.4 ANALISA HIDROLOGI Data hidrologi di butuhkan untuk menentukan besarnya debit banjir pada suatu sungai. Dari besarnya debit banjir yang terjadi kemudian ditentukan muka air tertinggi, sehingga dapat ditentukan freeboard jembatannya. 4.4.1 Ketersediaan Data Besarnya debit banjir rencana dapat ditentukan dengan beberapa metode sesuai dengan data yang tersedia untuk perhitungan debit banjir tersebut. Muka air sungai di lokasi jembatan Kali Ngantru ditentukan oleh muka air sungai di bendung Glapan, sehingga untuk mencari besar debit banjir sungai dapat ditentukan oleh besarnya debit limpasan pada bendung tersebut. Data yang tersedia dan digunakan dalam penentuan debit banjir rencana dalam laporan ini adalah data-data debit banjir puncak tahunan yang tercatat dari pos pengamatan debit di bendung tersebut dari tahun 1955-2004 Tabel 4.2 Data Debit Banjir Maksimum Kali Ngantru NO TAHUN TGL/BLN SPB LIMPAS (m) DEBIT (m 3 /dt) 1 1955 20 Nop 18,18 2,52 416,55 2 1956 - - - - 3 1957 - - - - 4 1958 13 Mar 18,62 2,33 365,99 5 1959 2 Jul 18,85 2,56 428,11 6 1960 29 Mei 18,56 2,27 350,53 7 1961 3 Mei 19,03 2,74 479,87 8 1962 21 Jan 18,31 2,02 289,46 9 1963 10 Jan 19,53 3,24 637,95 10 1964 1 Feb 18,40 2,11 310,83 11 1965 9 Apr 19,91 3,62 771,95 12 1966 18 Feb 18,59 2,30 358,22 13 1967 2 Jan 18,46 2,17 325,46 14 1968 2 Jan 19,06 2,77 488,26 15 1969 18 Feb 18,78 2,49 408,72 16 1970 5 Apr 18,31 2,02 289,46 17 1971 11 Apr 18,70 2,441 387,08 18 1972 18 Des 18,83 2,54 422,53 19 1973 29 Mei 19,18 2,89 525,10 20 1974 5 Mar 19,00 2,71 471,05 21 1975 25 Mei 18,89 2,60 439,38 22 1976 19 Mar 19,53 3,24 637,95

54 23 1977 30 Nop 18,86 2,57 430,31 24 1978 19 Jan 18,47 2,18 327,93 25 1979 16 Jan 18,98 2,69 465,22 26 1980 22 Jan 20,71 4,61 1088,18 27 1981 21 Apr 19,37 3,08 586,09 28 1982 6 Feb 19,77 3,48 721,21 29 1983 22 Feb 20,70 4,50 1083,86 30 1984 1 Feb 19,58 3,29 658,32 31 1985 22 Feb 19,07 2,78 491,65 32 1986 4 Jun 19,29 3,00 559,46 33 1987 25 Feb 19,17 2,88 522,02 34 1988 10 Feb 19,03 2,74 479,87 35 1989 13 Feb 20,12 3,83 851,09 36 1990 25 Feb 18,51 2,22 337,29 37 1991-18,40 2,11 310,83 38 1992 3 Des 18,85 2,56 428,11 39 1993 29 Jan 20,55 4,26 1024,27 40 1994 13 Feb 18,80 2,51 414,22 41 1995 10 Mei 19,55 3,26 644,71 42 1996 5 Des 19,20 2,91 531,27 43 1997 14 Apr 19,05 2,76 485,79 44 1998 21 Feb 19,25 2,96 546,85 45 1999 2 Nop 19,10 2,81 500,74 46 2000 21 Mar 20,40 4,11 962,17 47 2001 25 Mar 19,15 2,86 515,90 48 2002 11 Mar 19,20 2,91 531,27 49 2003 3 Mar 18,85 2,56 428,11 50 2004 3 Feb 20,75 4,55 1067,42 ΣX 4-50 25382,06 Karena didapatkan data debit yang cukup panjang, maka dapat langsung dipergunakan metode analisa frekuensi dengan tidak meninjau kembali kejadian curah hujannya. Debit banjir rencana akan dihitung untuk periode ulang 1,2,5,10,25,50 dan 100 tahun. 4.4.2 Perhitungan Debit Banjir Rencana (Q r ) Debit banjir rencana pada laporan ini dihitung dengan metode Distribusi Gumbell Tipe I, yakni: 1. Rata-rata debit banjir

55 Xi X = n 25382,06 X = = 540,0438 m 3 /dt 47 2. Standar deviasi ( Xi X ) Sn = n 1 Sn = 2 2137406,106 47 1 = 215,5582 3. Faktor frekuensi (Gumbell Extreme Value) K Y T Dimana: Y T YT Yn = Sn T = ln*ln T 1 = reduce variate, tergantung dari T Y n = reduce mean, tergantung jumlah sampel (n) lihat tabel lampiran Sn T =reduce standard deviation, tergantung jumlah sampel (n) lihat tabel lampiran 4. Debit banjir = periode ulang (tahun) Q= X +(K*Sn) Hasil perhitungan disajikan dalam tabel berikut: Tabel 4.3 Perhitungan Analisa Debit Banjir Rencana Metode Gumbell Tipe I PERIODE ULANG (T) REDUCE VARIATE (Y T) FAKTOR DEBIT BANJIR FREKUENSI (K) ( X +(K*Sn) 1,01-1,5293-1,7968 152,7288 2 0,3665-0,1564 506,3305 5 1,4999 0,8243 717,7284 10 2,2500 1,4733 857,6257 25 3,1985 2,2940 1034,5343 50 3,9019 2,9026 1165,7230 100 4,6000 3,5067 1295,9417

56 4.4.3 Tinggi Bebas/ Freeboard Jembatan Menurut BMS 1992 bahwa tinggi bebas yang disyaratkan untuk jembatan minimal 1,00 m diatas muka air banjir 50 tahunan. 4.5 PEMILIHAN STRUKTUR ATAS JEMBATAN Permasalahan utama penggantian jembatan Kali Ngantru ini adalah jembatan lama sering kali terendam air banjir saat musim hujan, maka dapat disimpulkan bahwa struktur jembatan yang baru harus bisa mengatasi masalah tersebut. Yakni mengganti struktur jembatan yang lama, menambah bentang efektif jembatan, meninggikan level jembatan dan memperluas penampang basah sungainya, sehingga bisa diharapkan jembatan baru tidak terendam air banjir lagi. Dari keterangan di atas, maka struktur jembatan yang baru lebih cocok menggunakan rangka baja daripada beton pratekan, ini dikarenakan: 1. Dari tabel 2.23 dapat dilihat bahwa pada elevasi lantai jembatan yang sama, penggunaan jembatan beton pratekan dengan perbandingan h/l yang besar mengakibatkan jarak tinggi bebas/ Freeboard menjadi kecil, sehingga kemungkinan jembatan terendam air menjadi lebih besar. Bila elevasi lantai kendaraan dinaikkan, maka oprit jembatan akan menjadi lebih tinggi. 2. Dapat dilihat juga variasi bentangnya. Untuk jembatan berbentang lebih dari 100 m, penggunaan struktur beton pratekan akan memerlukan bentang yang lebih banyak dan mengakibatkan penggunaan pilar, satu atau bahkan lebih. Dari kedua alasan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk pekerjaan jembatan Kali Ngantru ini, penggunaan struktur jembatan beton pratekan adalah tidak ekonomis, sehingga dipakai struktur rangka baja karena dapat lebih memungkinkan dan lebih ekonomis. Selain itu penggunaan struktur rangka baja pada jembatan di Indonesia yang biasanya prafabrikasi, juga mempunyai beberapa keuntungan yaitu: 1. Perencanaan lebih sederhana dan hanya memerlukan pendetailan bangunan bawah saja 2. Komponen standar, dapat disimpan siap pakai untuk diangkut ke jembatan 3. Mudah diangkut, lewat laut atau darat/ jalan ke lokasi jembatan 4. Hubungan/ sambungan di lapangan adalah sederhana

57 5. Umumnya jembatan baja prafabrikasi dapat dipasang dalam 12 bulan atau sering lebih cepat. Hal ini penting dimana jembatan lama sudah tidak memadai lagi, dan lain-lain. 4.5.1 Penentuan Bentang Jembatan Setelah pemilihan struktur jembatan selesai, berikutnya adalah penentuan bentang jembatan yang sesuai. Menurut BMS 1992 dan dengan mempertimbangkan beberapa aspek seperti: 1. Biaya pekerjaan 2. Bentang rangka baja prafabrikasi yang tersedia (Transfield A60,A55,A50,A45,A40,A35) atau (Centunion A60,A50,A40) 3. Debit rencana 4. Jumlah dan penempatan pilar 5. Normalisasi penampang sungai maka direncanakanlah jembatan rangka baja dengan bentang 2*50 m dan menggunakan elemen khusus (gorong-gorong) disebagian lebar daerah sungai seperti yang terlihat dalam gambar dibawah ini: Gorong-gorong MAB MAN 35 35 35 35 35 35 187,5 m 50 m 55 m Gambar 4.5 Rencana Bentang Jembatan Dengan adanya konstruksi gorong-gorong maka akan menghemat penggunaan bentang rangka baja sehingga dapat menekan besarnya biaya, akan tetapi dengan adanya gorong-gorong tersebut, harus tidak mengganggu kelancaran arus sungai saat terjadi banjir dan air tidak meluap kepermukaan jalan. Untuk itu tinggi bebas vertikal bisa dinaikkan menjadi 1,5 m. 4.6 TANAH Pekerjaan penyelidikan tanah yang dilaksanakan meliputi pekerjaan di lapangan seperti pekerjaan sondir mesin dan pekerjaan boring mesin, serta

58 pengambilan contoh tanah/ sampling yang dibawa ke laboratorium untuk diselidiki mengenai sifat fisis dan sifat mekanis tanah. 4.6.1 Penyelidikan Lapangan dan sondir. Penyelidikan lapangan yang dilaksanakan yaitu meliputi pekerjaan pengeboran 1. Pekerjaan Sondir Jumlah titik sondir yang dilaksanakan ada 2 titik yaitu titik SM-1 dan titik SM- 2 sedangkan alat yang digunakan adalah sondir mesin Hidraulis Tipe Dutch Cone Penetrometer dengan kapasitas 10 ton dan tahanan konus/ Cone Resistance maksimum qc = 700 kg/cm 2. Hasil pengujian sondir tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 4.4 Hasil Pengujian Sondir TITIK SM-1 TITIK SM-2 Kedalaman (m) Tahanan Konus Tahanan Konus Kedalaman (m) qc (kg/cm 2 ) qc (kg/cm 2 ) 0,40-12,00 4,0-10,0 0,60-7,40 2,0-8,0 12,20-15,00 6,0-40,0 7,60-29,20 6,0-16,0 15,20-32,40 10,0-30,0 29,40-33,20 20,0-50,0 32,60-34,80 44,0-360,0 33,40-35,00 76,0-380,0 qc=360 kg/cm 2 34,80 qc=380 kg/cm 2 JHP=1482,67 35,00 JHP=1264 kg/cm 2 kg/cm 2 2. Pekerjaan boring Jumlah titik bor yang dilaksanakan hanya ada 1 titik bor yaitu titik BH-1, yang dilakukan hingga kedalaman 40 m dari permukaan tanah setempat sedangkan alat yang digunakan adalah bor mesin/ Drilling Bore dengan diameter 3 inch. Hasil pengujian boring tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 4.5 Hasil Pengujian Boring KEDALAMAN (m) JENIS TANAH DESKRIPSI TANAH N-SPT 0-4 Pasir halus 4-6 Lempung 6-12,4 Lempung kepasiran Coklat kekuningan, lepas Coklat kekuningan lunak Abu-abu kehitaman, kaku 5 4 5-6

59 12,4-20 Lempung Abu-abu kehitaman, kaku 13-16 20-31 Lempung Hitam, kaku sampai sangat kaku 15-17 31-40 Lempung Hitam, sangat kaku 20-28 4.6.2 Penyelidikan Laboratorium Penyelidikan Laboratorium yang dilaksanakan meliputi pekerjaan sifat-sifat fisis dan sifat-sifat mekanis tanah. 1. Sifat fisis/ physical properties Metode yang digunakan untuk mencari sifat fisis di atas adalah dengan standar ASTM, sedangkan parameter yang dicari adalah: - Specific Gravity Gs - Bulk Density γ b (gram/cm 3 ) - Dry Density γ d (gram/cm 3 ) - Atterberg Limit LL,PL,IP (%) - Water Content w (%) - Void Ratio e - Porosity n (%) 2. Sifat mekanis/ mechanical properties Untuk pekerjaan ini digunakan alat Direct Shear Test dan Consolidation Test. Dari tes dengan peralatan tersebut didapatkan harga-harga sifat makanis antara lain: - Cohesion Cu (kg/cm 2 ) - Angle of Internal Friction Ø derajat - Coefficient of Consolidation Cv - Compression Index Cc Untuk nilainya dapat dilihat di lampiran penyelidikan tanah. 4.7 PEMILIHAN STRUKTUR BAWAH JEMBATAN Setelah melakukan studi mengenai beberapa alternatif pemilihan bangunan bawah jembatan dan penyelidikan tanah di lokasi, maka dapat segera dipilih struktur bangunan bawah serta jenis pondasinya.

60 4.7.1 Abutmen (Abutment) dan Pilar (Peir) Abutmen disini dipilih tipe pangkal tembok penahan kontrafort karena selain dapat difungsikan sebagai dinding penahan tanah yang dilengkapi sayap samping, konstruksinya juga ramping dan lebih ringan, sehingga otomatis dapat mengurangi jumlah beban mati/ dead load yang akan diteruskan ke struktur pondasi dan secara keseluruhan perencanaannya dapat lebih ekonomis. Sedangkan pilar yang letak konstruksinya bakal berada dalam aliran muka air banjir dipilih tipe pilar portal dua tingkat (H p = 10-25 m), karena selain konstruksinya yang tinggi, juga mempunyai dua kolom penyangga yang diperkuat oleh balok diafragma yang akan menambah kokoh konstruksinya. Selain itu penampang kolom berbentuk bulat sehingga dalam segala arah arus banjir mempunyai bidang kontak yang sama dengan diameter kolom dan menjadikan arus banjir menjadi lancar. Data tanah yang diperlukan untuk keperluan perencanaannya antara lain nilai kohesi tanah Cu, sudut geser tanah &, berat jenis tanah γ t dan data soil properties lainnya. Dalam perencanaannya nanti perlu juga ditinjau kestabilan terhadap sliding, guling, bidang runtuh tanah serta penurunan tanahnya/ settlement. Gambar 4.7 Tipe Abutment dan Peir 4.7.2 Pondasi dan Poer Mengingat daerah sekitar lokasi jembatan Kali Ngantru, tanah keras dijumpai pada kedalaman ± 35 m dari permukaan tanah asli atau terletak pada lapisan tanah dalam, maka pondasi jembatan direncanakan menggunakan pondasi tiang pancang. Sedangkan Poer atau Pile Cap adalah sebagai kepala dari kumpulan tiang pancang, berfungsi untuk mengikat beberapa tiang pancang menjadi satu kesatuan agar letak atau posisi dari tiang pancang tidak berubah dan beban dari struktur atas dapat disalurkan dengan sempurna ke lapisan tanah keras melalui pondasi tiang

61 pancang tersebut, sehingga sruktur jembatan dapat berdiri dengan stabil dan kuat sesuai dengan umur rencana. 4.7.3 Dinding Penahan Tanah Konstruksi dinding penahan tanah direncanakan untuk mencegah bahaya keruntuhan tanah pada bagian curam/ lereng, pada belokan alur sungai ataupun pada tanah yang tidak dijamin kestabilannya. Rencana bentuk konstruksi dinding penahan tanah adalah seperti di bawah ini: Gambar 4.8 Rencana Bentuk Dinding Penahan Tanah