4. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
ESTIMASI KLOROFIL-A DAN SUHU PERMUKAAN LAUT DARI CITRA SATELIT MULTI SENSOR DAN MULTI TEMPORAL DI TELUK JAKARTA

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN DISKUSI

Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

(a) Profil kecepatan arus IM03. (b) Profil arah arus IM03. Gambar III.19 Perekaman profil arus dan pasut stasiun IM03 III-17

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

Identifikasi Sebaran Sedimentasi dan Perubahan Garis Pantai Di Pesisir Muara Perancak-Bali Menggunakan Data Citra Satelit ALOS AVNIR-2 Dan SPOT-4

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

ANALISA PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN PARAMETER FISIKA MAUPUN KIMIA MENGGUNAKAN CITRA TERRA MODIS DI DAERAH SELAT MADURA

Gambar 1. Diagram TS

STUDI PERSEBARAN KONSENTRASI MUATAN PADATAN TERSUSPENSI MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA MODIS DI SELAT MADURA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA AQUA MODIS

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

JURNAL TEKNIK ITS Vol. X, No. X, (2016) ISSN: ( Print) 1

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Endang Prinina 1, Lalu Muhamad Jaelani 1, Salam Tarigan 2 1

Pola Sebaran Total Suspended Solid (TSS) di Teluk Jakarta Sebelum dan Sesudah Reklamasi

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C

Perubahan Nilai Konsentrasi TSM dan Klorofil-a serta Kaitan terhadap Perubahan Land Cover di Kawasan Pesisir Tegal antara Tahun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS

2. TINJAUAN PUSTAKA. Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta yang dibatasi oleh garis bujur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga

ESTIMASI KONSENTRASI PADATAN TERSUSPENSI (TSS) DAN KLOROFIL-A DARI CITRA MODIS HUBUNGANNYA DENGAN MARAK ALGA DI PERAIRAN TELUK JAKARTA

Analisa Kondisi Perairan UntukMenentukan Lokasi Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) C-130

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

5. HASIL PENELITIAN 5.1 Distribusi Spasial dan Temporal Upaya Penangkapan Udang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

MASPARI JOURNAL Juli 2015, 7(2):25-32

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et

ix

3 METODE PENELITIAN. Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI KONSENTRASI KLOROFIL-A BERDASARKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH

TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUIH NOPEMBER SURABAYA

Studi Perubahan Fisik Kawasan Pesisir Surabaya dan Madura Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu Menggunakan Citra Satelit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN WILAYAH PERAIRAN PESISIR SURABAYA TIMUR SIDOARJO DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTITEMPORAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

label 1. Karakteristik Sensor Landsat TM (Sulastri, 2002) 2.3. Pantai

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009

PEMBAHASAN ... (3) RMSE =

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDUGAAN KONSENTRASI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT

Pemodelan Hidrodinamika 3-Dimensi Pola Persebaran Sedimentasi Pra dan Pasca Reklamasi Teluk Jakarta

MASPARI JOURNAL Januari 2017, 9(1):33-42

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

PENENTUAN ARUS PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT NOAA DAN METODE MAXIMUM CROSS CORRELATION

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015, ISSN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal KELAUTAN, Volume 4, No.1 April 2011 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. dapat dimanfaatkan secara tepat tergantung peruntukkannya. perkembangan yang sangat pesat. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. HASIL. clan di mulut utara Selat Bali berkisar

Transkripsi:

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan algoritma empiris klorofil-a Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10 dibawah ini adalah percobaan pembuatan algoritma empiris dibuat dari data stasiun nomor ganjil, sedangkan nilai RMS error adalah nilai bias dihitung dengan nilai pada stasiun nomor genap. Algoritma yang bercetak tebal adalah algoritma yang digunakan. Algoritma yang dipilih untuk digunakan memiliki nilai R (koefisien determinasi) tertinggi diantaranya, juga memiliki nilai RMS error paling kecil. Tabel 8. Hubungan nilai klorofil-a in situ dengan nilai radian Landsat 7 ETM+ tanggal 21 Juni 2004 dan 23 Juli 2004. No Rasio Kanal Radian Persamaan R RMS error 1 K1 = 0.027 2 1.452 + 19.978 0.176 0.621 2 K2 = 0.027 2 1.375 + 17.890 0.267 0.595 3 K3 = 0.018 2 0.640 + 5.800 0.474 0.631 4 K1/(K1+K2+K3) = 640.850 2 494.560 + 95.709 0.549 0.489 5 K2/(K1+K2+K3) = 2272.20 2 + 1632.50 292.490 0.122 0.692 6 K3/(K1+K2+K3) = 670.330 2 341.780 + 43.785 0.633 0.526 7 K1/K2 = 41.260 2 91.614 + 51.115 0.367 0.594 8 K1/K3 = 9.882 2 29.704 + 22.557 0.604 0.467 9 K2/K3 = 19.282 2 55.819 + 40.508 0.550 0.526 10 K2/K1 = 38.722 2 68.588 + 30.618 0.363 0.597 11 K3/K1 =.. +. 0.617 0.452 12 K3/K2 = 67.702 2 94.758 + 33.313 0.594 0.512 Keterangan: K1= kanal 1 (0.45-0.52 µm) K2= kanal 2 (0.52-0.60 µm) K3= kanal 3 (0.63-0.69 µm) 28

29 Tabel 9. Hubungan nilai klorofil-a in situ dengan nilai radian ASTER tanggal 21 Juni 2004 dan 27 Juni 2004. No Rasio Kanal Radian Persamaan R RMS error 1 K1 = 0.025 2 0.330 + 1.685 0.521 0.553 2 K2 = 0.017 2 0.089 + 0.612 0.562 0.426 3 K3 =.. +. 0.568 0.394 4 K1/(K1+K2+K3) = 46.898 2 41.414 + 9.784 0.133 0.669 5 K2/(K1+K2+K3) = 73.990 2 36.106 + 4.889 0.176 0.606 6 K3/(K1+K2+K3) = 29.348 2 15.489 + 2.832 0.016 0.707 7 K1/K2 = 2.592 2 7.861 + 6.514 0.202 0.663 8 K1/K3 = 0.781 2 2.781 + 3.111 0.113 0.726 9 K2/K3 = 2.638 2 + 6.601 3.175 0.050 0.685 10 K2/K1 = 4.253 2 5.389 + 2.354 0.146 0.669 11 K3/K1 = 0.959 2 0.876 + 0.939 0.040 0.669 12 K3/K2 = 2.162 2 + 3.152 0.189 0.051 0.688 Keterangan: K1= kanal 1 (0.52-0.60 µm) K2= kanal 2 (0.63-0.69 µm) K3= kanal 3 (0.78-0.86 µm) Tabel 10. Hubungan nilai klorofil-a in situ dengan nilai radian Landsat 7 ETM+ tanggal 9 September dan 1 Oktober 2006. No Rasio Kanal Radian Persamaan R 2 RMS error 1 K1 = 0.001 2 0.152 + 4.426 0.035 0.656 2 K2 = 0.013 2 0.659 + 8.389 0.637 0.651 3 K3 = 0.016 2 0.547 + 4.759 0.533 0.630 4 K1/(K1+K2+K3) = 408.300 2 342.200 + 71.930 0.640 0.419 5 K2/(K1+K2+K3) = 452.400 2 287.700 + 45.660 0.483 0.502 6 K3/(K1+K2+K3) = 1065.000 2 490.500 + 56.670 0.526 0.452 7 K1/K2 = 17.700 2 43.810 + 27.310 0.597 0.441 8 K1/K3 = 8.726 2 30.940 + 27.580 0.622 0.418 9 K2/K3 = 25.330 2 + 69.360 46.430 0.158 0.506 10 K2/K1 = 20.830 2 32.900 + 13.210 0.610 0.434 11 K3/K1 =.. +. 0.655 0.416 12 K3/K2 = 148.60 2 + 214.200 76.200 0.166 0.503 Keterangan: K1= kanal 1 (0.45-0.52 µm) K2= kanal 2 (0.52-0.60 µm) K3= kanal 3 (0.63-0.69 µm)

30 Algoritma yang dipilih untuk mengestimasi klorofil-a berdasarkan tabel di atas antara lain: (1) Musim timur dari citra Landsat-7 ETM+ yaitu: rad kanal 3 c ( 3 ) = 31.169 rad kanal 1 2 41.648 dengan R sebesar 0.617 (Gambar 5). (2) Musim timur dari citra Terra ASTER yaitu: rad kanal 3 rad kanal 1 + 14.189 (10) ( 3 ) = 0.035(rad kanal 3) 2 0.318(rad kanal 3) + 1.336 (11) dengan R sebesar 0.568 (Gambar 6). (3) Musim peralihan 2 dari citra Landsat-7 ETM+ yaitu: rad kanal 3 ( 3 ) = 47.692 rad kanal 1 2 53.655 dengan R sebesar 0.655 (Gambar 7). rad kanal 3 rad kanal 1 + 15.309 (12) Estimasi klorofil-a dari citra Landsat-7 ETM+ untuk musim timur dan musim peralihan 2 menggunakan rasio kanal 3 banding dengan kanal 1. Meskipun persamaan (10) tidak memiliki nilai R yang paling tinggi diantara persamaan pada musim timur, namun memiliki nilai RMS error (root mean square error) paling kecil dibandingkan persamaan lain yaitu 0.452. Secara teoritis seluruh plankton menyerap kuat cahaya pada dua daerah di spektrum gelombang tampak karena adanya klorofil-a. Penyerapan maksimum pertama pada kisaran cahaya biru (400-500 nm), dan kedua pada kisaran cahaya merah (600-700 nm) dengan puncak di sekitar 680-685 nm (Kirk, 1983; Maul, 1985; Yentch, 1983 dalam Wouthuyzen, 2006). Ekstrand (1998) mengemukakan rasio kanal 3 (merah) dengan kanal 1 (biru) pada citra satelit Landsat TM baik untuk pendugaan konsentrasi klorofil-a di perairan pesisir dan perairan tawar, karena kanal tersebut sedikit dipengaruhi oleh sedimen tersuspensi.

31 Estimasi klorofil-a pada Terra ASTER menggunakan kanal 3 (infra merah dekat 0.78-0.86 µm). Beberapa studi menyimpulkan bahwa pantulan panjang gelombang infra merah dekat memiliki hubungan yang sangat kuat dengan klorofil-a. (Gitelson, 1992 dan Quibell, 1992 dalam Ekstrand, 1998) menemukan bahwa kanal tunggal infra merah dekat terutama pada 705 nm merupakan yang paling baik untuk mengestimasi klorofil-a. Klorofil-a (mg/m 3 ) 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 y = 31.169x2-41.648x + 14.189 R² = 0.617; n=37 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 Radian K3/K1 Landsat-7 ETM+ Gambar 5. Algoritma estimasi klorofil-a Musim Timur citra Landsat-7 ETM+ menggunakan data stasiun nomor ganjil. Klorofil-a (mg/m3) 2,5 2 1,5 1 0,5 0 y = 0.035x 2-0.318x + 1.336 R² = 0.568; n=27 2 4 6 8 10 12 Radian K3 Terra ASTER Gambar 6. Algoritma estimasi klorofil-a Musim Timur citra Terra ASTER menggunakan data stasiun nomor ganjil.

32 Klorofil-a (mg/m3) 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 y = 47.69x 2-53.65x + 15.30 R² = 0.655; n= 30 0,5 0,55 0,6 0,65 0,7 0,75 0,8 0,85 Radian K3/K1 Landsat-7 ETM+ Gambar 7. Algoritma estimasi klorofil-a Musim Peralihan2 citra Landsat-7 ETM+ menggunakan data stasiun nomor ganjil 4.2 Validasi algoritma empiris estimasi klorofil-a Validasi algoritma dihitung pada nilai pada stasiun nomor genap, dengan uji beda nilai tengah. Apabila t hitung < t tabel, maka nilai in situ tidak berbeda nyata dengan nilai hasil estimasi (µ klorofil-a in situ = µ klorofil-a estimasi ) dan algoritma tersebut dapat digunakan. (1) Pada persamaan (10) t hitung : 1.46; t tabel : 2.02 maka klorofil-a in situ dan klorofil-a estimasi tidak berbeda nyata. (2) Pada persamaan (11) t hitung : 0.23; t tabel : 2.02 maka klorofil-a in situ dan klorofil-a estimasi tidak berbeda nyata. (3) Pada persamaan (12) t hitung : 0.65; t tabel : 2.03 maka klorofil-a in situ dan klorofil-a estimasi tidak berbeda nyata. Berdasarkan hasil uji beda nilai tengah di atas, ketiga algoritma empiris dapat digunakan untuk mengestimasi klorofil-a. Perbandingan nilai klorofil-a in situ dan nilai klorofil-a hasil estimasi musim timur dari citra Landsat-7 ETM+ disajikan pada Gambar 8, perbandingan nilai klorofil-a estimasi musim timur dari

33 citra Terra ASTER pada Gambar 9 sedangkan perbandingan nilai klorofil-a estimasi musim peralihan 2 dari citra Landsat-7 ETM+ pada Gambar 10. 3,0 2,5 Klorofil-a (mg/m3) 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 2 68 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48 50 52 54 56 5826 10 12 14 16 18 20 22 24 21 Juni 2004 23 Juli 2004 Stasiun klorofil-a insitu klorofil-a estimasi Gambar 8. Perbandingan nilai klorofil-a estimasi dan in situ pada Musim Timur citra Landsat 7 ETM+ menggunakan nilai pada stasiun nomor genap. Klorofil-a (mg/m 3 ) 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 2 68 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48 50 52 54 56 5824 6 8 10 12 14 16 18 21 Juni 2004 27 Juni 2006 Stasiun Klorofil-a insitu Klorofil-a estimasi Gambar 9. Perbandingan nilai klorofil-a estimasi dan in situ pada Musim Timur citra Terra ASTER menggunakan nilai pada stasiun nomor genap.

34 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 2 46 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48 50 5224 6 8 10 12 14 16 18 Klorofil-a (mg/m 3 ) 09 September 2004 1 Oktober 2006 Stasiun Klorofil-a insitu Klorofil-a estimasi Gambar 10. Perbandingan nilai klorofil-a estimasi dan in situ pada Musim Peralihan 2 citra Landsat-7 ETM+ menggunakan nilai pada stasiun nomor genap. Berdasarkan Gambar 8, Gambar 9, dan Gambar 10 bahwa secara umum pola klorofil-a hasil estimasi cukup mendekati klorofil-a in situ, walaupun terdapat perbedaan yang signifikan pada beberapa titik stasiun. Penyebab adanya perbedaan tersebut antara lain waktu pengambilan data in situ yang tidak bertepatan dengan perekaman citra. Pengambilan data in situ klorofil-a dilaksanakan pada pukul 08:00-13:00, sedangkan perekaman citra Landsat-7 ETM+ pada pukul 10:00 dan citra Terra ASTER pada pukul 10:30. Kondisi perairan yang mudah berubah juga sebagai faktor adanya perbedaan nilai in situ dan nilai hasil estimasi. Gambar 11 memperlihatkan plot antara nilai klorofil-a in situ dan klorofil-a estimasi. Sebaran nilai klorofil-a yang berkumpul pada garis 1:1 menunjukkan keeratan antara nilai klorofil-a in situ dan klorofil-a estimasi.

35 4 4 Klorofil-a in situ (mg/m 3 ) 3 2 1 0 0 1 2 3 4 Klorofil-a in situ (mg/m 3 ) 3 2 1 0 0 1 2 3 4 Klorofil-a estimasi (mg/m 3 ) Klorofil-a estimasi (mg/m 3 ) (a) (b) 4,00 Klorofil-a in situ (mg/m 3 ) 3,00 2,00 1,00 0,00 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 Klorofil-a estimasi (mg/m 3 ) Gambar 11. Diagram plot nilai klorofil-a hasil estimasi dengan klorofil-a in situ (a) musim timur citra Landsat-7 ETM+ (b) musim timur citra Terra ASTER (c) musim peralihan 2 citra Landsat-7 ETM+ (c) Secara visual hubungan keeratan antara klorofil-a in situ dan klorofil-a estimasi cukup baik dengan nilai koefisien korelasi antara klorofil-a in situ dengan klorofila estimasi musim timur Landsat-7 ETM+, musim timur Terra ASTER dan musim peralihan 2 Landsat-7 ETM+ berturut-turut sebesar 0.818; 0.827; dan 0.781. Serta memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 0.669; 0.683; dan 0.609. Maka

36 algoritma estimasi klorofil-a musim timur Landsat-7 ETM+ dapat mewakili 66.9% nilai klorofil-a in situ (Lampiran 1). 4.3 Sebaran klorofil-a Sebaran klorofil-a Musim Timur pada citra Landsat 7 ETM+ (Gambar 12 (a) dan (b)) dan citra Terra ASTER (Gambar 13 (a) dan (b)). (a) (b) Gambar 12. Sebaran klorofil-a di Teluk Jakarta dari citra satelit Landsat 7 ETM+ (a) 21 Juni 2004 (b) 23 Juli 2004.

37 (a) (b) Gambar 13. Sebaran klorofil-a di Teluk Jakarta dari citra satelit Terra ASTER (a) 21 Juni 2004 (b) 27 Juni 2006 Gambar 12 dan Gambar 13 menunjukkan pola sebaran konsentrasi klorofil-a lebih tinggi pada daerah dekat daratan dan semakin rendah ke arah laut lepas. Pada citra Landsat-7 ETM+ tanggal 21 Juni 2004 di perairan Teluk Jakarta (Gambar 12a), sebaran konsentrasi klorofil-a lebih tinggi di daerah pesisir/dekat

38 daratan dan menurun ke arah laut lepas. Klorofil-a yang tinggi > 4 mg/m 3 berada pada bagian pesisir timur Teluk Jakarta, sedangkan yang paling rendah berkisar antara 0.25-0.50 mg/m 3 berada pada mulut teluk. Nilai konsentrasi klorofil-a yang dominan berkisar antara 0.50-0.75 mg/m 3 dan 0.75-1 mg/m 3. Pada Gambar 12b citra Landsat 7 ETM+ tanggal 23 Juli 2004 konsentrasi klorofil-a lebih tinggi di pesisir/dekat daratan khususnya pesisir timur Teluk Jakarta, dan beberapa dekat Tanjung Pasir yang bermuara Sungai Cisadane. Jika dilihat pada Gambar 12b. kisaran konsentrasi klorofil-a 0.25-0.50 mg/m 3 dominan tersebar di mulut Teluk, serta kisaran 0.75-1.25 mg/m 3 mendekati pesisir. Pada citra Terra ASTER tanggal 21 Juni 2004 (Gambar 13a) nilai kisaran nilai konsentrasi klorofil-a 0.5-0.75 mg/m 3 dominan tersebar di Teluk Jakarta. Terlihat konsentrasi klorofil-a yang tinggi pada daerah barat Teluk Jakarta 1.75-2.50 mg/m 3 juga pada sedikit di pesisir timur Teluk. Konsentrasi klorofil-a yang cukup tinggi di daerah barat daya diperkirakan karena adanya arus ke arah barat daya, secara umum di lapisan permukaan arah arus sepanjang Teluk Jakarta dominan menuju ke arah barat daya hingga barat laut (Razak, 2004). Sedangkan pada tanggal 27 Juni 2006 (Gambar 13b) sebaran konsentrasi klorofil-a cenderung lebih merata dan terdapat konsentrasi klorofil-a yang tinggi pada daerah barat Teluk Jakarta berkisar 1.5-1.75 mg/m 3. Sebaran klorofil-a Musim Peralihan 2 pada citra Landsat 7 ETM+ (Gambar 14 (a) dan (b)).

39 (a) (b) Gambar 14. Sebaran klorofil-a Teluk Jakarta dari citra satelit Landsat 7 ETM+ Musim Peralihan 2 (a) tanggal 9 September 2004 (b) 1 Oktober 2006. Gambar 14 (a) adalah sebaran klorofil-a citra Landsat 7 ETM+ akuisisi tanggal 9 September 2004. Nilai konsentrasi klorofil-a berkisar sebesar 0.25 mg/m3 mendominasi Teluk Jakarta. Konsentrasi klorofil-a cukup tinggi pada pesisir timur Teluk Jakarta dengan nilai sebesar >4 mg/m3.

40 Gambar 14 (b) menunjukkan sebaran klorofil-a citra Landsat 7 ETM+ akuisisi tanggal 1 Oktober 2006. Konsentrasi klorofil-a tinggi di daerah dekat pesisir serta di daerah timur Teluk, dan rendah ke arah mulut Teluk. Konsentrasi klorofil-a 0.75-1.25 mg/m 3 dominan terdapat di Teluk Jakarta, dengan konsentrasi klorofil-a >4 mg/m 3 terdapat di sepanjang timur Teluk Jakarta. Pada Pesisir timur Teluk Jakarta tersebut terdapat delta Cibeel yang mengalir dan bermuara sungai di bagian Tenggara perairan Teluk Jakarta. Muara sungai ini adalah gabungan dari beberapa sungai yang merupakan sungai pembuangan limbah dari berbagai kegiatan masyarakat terutama kegiatan industri di Bekasi dan Cikarang. Material sedimen maupun sampah dari Bekasi, Cikarang, dan Cibitung menuju Teluk Jakarta melewati muara ini (Ongkosongo, 2004). Daerah Tanjung Pasir merupakan muara Sungai Citarum. Daerah ini mengalami erosi dan akresi yang tinggi sehingga menyebabkan sedimentasi. Menurut Arifin (2004) Sungai Citarum dan Sungai Cisadane memiliki cakupan sebesar 6000 km 2 mengalir di pinggiran Teluk Jakarta dari Tanjung Pasir dan Tanjung Karawang. Pada musim peralihan 2 adalah musim peralihan dari musim barat ke musim timur. Di bagian barat Indonesia terjadi curah hujan yang lebih tinggi pada musim barat, oleh karena itu musim peralihan 2 terdapat curah hujan yang tinggi. Hal ini menambah pasokan nutrien dari daratan terutama dari aliran sungai-sungai yang bermuara di Teluk Jakarta. Curah hujan yang tinggi tersebut tidak secara langsung mempengaruhi tinggi atau rendahnya kadar konsentrasi klorofil-a, namun setelah beberapa bulan setelah terjadi curah hujan yang tinggi.

41 4.4 Pembuatan algoritma empiris SPL Percobaan pembuatan algoritma empiris untuk estimasi SPL yaitu: (1) Musim Timur citra Landsat-7 ETM+: ( ) = 0.0373( 62) 2 + 0.7715( 62) + 20.0145 (13) dengan R sebesar 0.1033 (Gambar 15) (2) Musim Timur citra Terra ASTER ( ) = 0.7025( 13) 2 12.0714( 13) + 81.3179 (14) dengan R sebesar 0.0134 (Gambar 16) (3) Musim peralihan 2 citra Landsat-7 ETM+ ( ) = 32.65( 62) 2 577( 62) + 2578... (15) dengan R sebesar 0.839 (Gambar 17) Bagi permukaan bumi (tanah, vegetasi, air) yang suhu rata-ratanya 300 K, pancaran maksimum tercapai pada panjang gelombang 9.7 µm. Kisaran panjang gelombang antara 8-14µm adalah lebih tepat untuk mengindera suhu benda-benda di permukaan bumi. (Sutanto, 1987). SPL ( C) 31,00 30,50 30,00 29,50 y = 0.0373x2 + 0.7715x + 20.0145 R² = 0.1033; n=15 29,00 8,5 8,6 8,7 8,8 8,9 Radian Kanal 6 Landsat-7 ETM Gambar 15. Algoritma estimasi SPL Musim Timur citra Landsat-7 ETM+

42 SPL ( C) 31,00 30,50 30,00 29,50 y = 0.7025x2-12.0714x + 81.3179 R² = 0.0134; n=15 29,00 8,8 8,9 9 9,1 9,2 Radian Kanal TIR 13 Citra ASTER Gambar 16. Algoritma estimasi SPL Musim Timur citra Terra ASTER SPL ( C) 31 30,5 30 29,5 y = 32.65x2-577.0x + 2578 R² = 0.839; n= 19 29 8,85 8,9 8,95 9 9,05 Radian Kanal62 Landsat-7 ETM+ Gambar 17. Algoritma estimasi SPL Musim Peralihan 2 citra Landsat-7 ETM+ 4.5 Validasi algoritma empiris estimasi SPL Validasi algoritma dengan uji beda nilai tengah. Apabila t hitung < t tabel, maka nilai in situ tidak berbeda nyata dengan nilai hasil estimasi (µ SPL in situ = µ SPL estimasi) dan algoritma tersebut dapat digunakan. (1) Pada persamaan (13), t hitung 2.43; t tabel : 2.26 maka SPL in situ dan SPL estimasi berbeda nyata. (2) Pada persamaan (14), t hitung : 3.34; t tabel : 2.26 maka SPL in situ dan SPL estimasi berbeda nyata. (3) Pada persamaan (15), t hitung : 0.21; t tabel : 2.09 maka SPL in situ dan SPL estimasi tidak berbeda nyata.

43 Berdasarkan hasil uji beda nilai tengah di atas, hanya satu algoritma empiris yang dapat digunakan untuk mengestimasi SPL. Algoritma estimasi SPL untuk musim timur tidak dapat digunakan. Perubahan kondisi perairan yang cepat (pengaruh angin yang keras pada Musim Timur) maupun human error saat pengambilan data in situ dimungkinkan menjadi faktor penyebab kecilnya nilai koefisien determinasi kedua algoritma tersebut (Persamaan 13 dan 14). Perbandingan nilai SPL in situ dan nilai SPL estimasi Musim Timur dari citra Landsat-7 ETM+ pada Gambar 18, musim timur dari citra Terra ASTER pada Gambar 19 sedangkan musim peralihan 2 dari citra Landsat-7 ETM+ pada Gambar 20. Suhu ( C) 30 29,8 29,6 29,4 29,2 29 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Stasiun SPL in situ ( C) SPL Estimasi ( C) Gambar 18. Perbandingan nilai SPL estimasi dan in situ pada Musim Timur citra Landsat-7 ETM+ Suhu ( C) 30 29,8 29,6 29,4 29,2 29 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Stasiun SPL in situ ( C) SPL Estimasi ( C) Gambar 19. Perbandingan nilai SPL estimasi dan in situ pada Musim Timur citra Terra ASTER

44 SPL ( C) 31,5 31 30,5 30 29,5 29 28,5 28 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48 50 52 4 6 10 12 14 16 18 09 September 2004 Stasiun 1 Oktober 2006 Suhu insitu Suhu estimasi Gambar 20. Perbandingan nilai SPL estimasi dan in situ pada Musim Peralihan 2 citra Landsat-7 ETM+. 31,0 31,0 SPL in situ ( C) 30,5 30,0 29,5 SPl in situ ( C) 30,5 30,0 29,5 29,0 29 29,5 30 30,5 31 29,0 29 29,5 30 30,5 31 SPL estimasi ( C) SPL estimasi ( C) (a) (b) 31 SPL in situ ( C) 30,5 30 29,5 29 29 29,5 30 30,5 31 SPL estimasi ( C) Gambar 21. Diagram plot nilai SPL estimasi dan in situ (a) musim timur citra Landsat-7 ETM+ (b) musim timur citra Terra ASTER (c) musim peralihan 2 citra Landsat-7 ETM+ (c)

45 Berdasarkan Gambar 18 dan Gambar 19 bahwa pola SPL estimasi tidak mendekati pola SPL in situ, hal ini juga dikarenakan algoritma estimasi SPL persamaan 13 dan 14 tidak dapat digunakan. Gambar 20 yaitu pola SPL estimasi musim peralihan 2 citra Landsat-7 ETM+ cukup mendekati SPL in situ walaupun terdapat perbedaan pada beberapa titik stasiun. Gambar 21 memperlihatkan hubungan keeratan SPL in situ dan SPL estimasi. Sebaran nilai SPL yang berkumpul pada garis 1:1 menunjukkan keeratan antara nilai SPL in situ dan SPL estimasi. Secara visual ditunjukkan pada Gambar 21 (a) dan (b) menunjukkan hubungan antara SPL in situ dan SPL estimasi pada Musim Timur tidak erat, ditandai dengan sebaran titik yang menjauhi garis 1:1 serta nilai koefisien korelasi SPL in situ dengan SPL estimasi musim timur Landsat-7 ETM+ dan musim timur Terra ASTER berturut-turut sebesar 0.114; 0.199 (Lampiran 1). Gambar 21 (c) menunjukkan keeratan nilai SPL in situ dan SPL estimasi Musim Peralihan 2 dari citra Landsat-7 ETM+ cukup baik, ditandai dengan sebaran titik yang mendekati garis linear serta nilai koefisien korelasi antara SPL in situ dengan SPL estimasi sebesar 0.774 (Lampiran 1). 4.6 Sebaran SPL Gambar 22 (a) dan (b) menggambarkan sebaran suhu permukaan laut (SPL) pada Musim Peralihan 2. Semakin ke arah daratan suhu permukaan laut cenderung meningkat, dan sebaliknya ke arah laut lepas.

46 (a) (b) Gambar 22. Sebaran SPL di Teluk Jakarta dari citra satelit Landsat-7 ETM+ (a) 9 September 2004 (b) 1 Oktober 2006 Gambar 22(a) merupakan sebaran SPL tanggal 9 September 2004 dengan kisaran suhu 28.75-31.5 C. Suhu permukaan laut pada Gambar 22a tersebut cenderung homogen dengan rata-rata suhu 29.50-29.75 C. Hal yang sama terlihat

47 pada Gambar 22(b) yang merupakan sebaran SPL tanggal 1 Oktober 2006. Pada kedua Gambar 22(a) dan (b) juga terjadi peningkatan suhu permukaan laut di daerah dekat dengan PLTU Muara Karang dengan nilai SPL >31.5 C. Sebaran suhu permukaan laut juga dipengaruhi arah angin yang melintas pada kawasan tersebut. Sebaran suhu permukaan laut di Teluk Jakarta cenderung homogen, namun pada bagian daerah barat daya dekat pesisir Teluk Jakarta (Muara Karang) terdapat peningkatan suhu, hal ini disebabkan terdapat sebaran buangan limbah termal yang berasal dari PLTU Muara Karang yang dapat tersebar luas hingga mencapai jarak 1.700 m dari pantai (Burhanuddin, 1993).