V. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

dokumen-dokumen yang mirip
METODOLOGI PENELITIAN

Distribusi Responden Berdasarkan Usia

BAB V ANALISIS HASIL

4. ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. seluruh karyawan yang menggunakan sistem ERP di PT Angkasa Pura II

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

VIII ANALISIS STRUCTURAL EQUATION MODEL (SEM)

LAMPIRAN 1 No. Responden : KUESIONER

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

KUESIONER. 2. Berapa usia anda? a tahun c tahun b tahun d. > 26 tahun

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Tutorial LISREL teorionline

KUESIONER PENELITIAN. Berilah tanda (X) pada satu pilihan yang sesuai dengan jawaban anda. 1. Jenis Kelamin: : a. Laki laki b.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

c) Usia: 1. Usia tahun 3. Usia tahun 2. Usia tahun

No. Responden:... (diisi peneliti)

PENGARUH HARGA DISKON TERHADAP NIAT BELI MELALUI STORE IMAGE PADA MATAHARI DEPARTMENT STORE SURABAYA. I. Data Responden Usia :

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Tutorial LISREL Teorionline

Lampiran 1 Kuesioner. Hormat saya, Selvia Indrawati. 1. Karakteristik responden. 1. Usia saya saat ini :

PENGANTAR. Yogyakarta, Penulis, Prof. Dr. H. Siswoyo Haryono, MM, MPd. NIDN : /NIRA :

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu yang saya lakukan dimulai bulan April 2015 sampai dengan bulan

Lampiran 1: Tabel Operasional Variabel Penelitian

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KOMITMEN ORGANISASIONAL MELALUI STRES PERAN PT.COCA-COLA BOTTLING INDONESIA JAWA TIMUR DI RUNGKUT SURABAYA

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN 1 Kuesioner Faktor-Faktor Pendorong Konsumen Melakukan Impulsive Buying pada Toko-Toko Ritel Fashion di Indonesia.

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Mohon berikan tanda ( ) pada jawaban yang anda pilih :

VIII ANALISIS SERVICE QUALITY DALAM MEMBENTUK KEPUASAN DAN LOYALITAS

KUESIONER PENELITIAN

Kepada Yth, Bapak/Ibu Pegawai Panin Bank Cabang Utama Palmerah Di Jakarta

Lampiran 1. Lembar kuesioner penilaian prestasi kerja dan promosi jabatan karyawan

IDENTITAS RESPONDEN. 2. Umur < 30 Tahun Tahun Tahun > 50 Tahun. 3. Masa Kerja 3-8 Tahun Tahun 9-14 Tahun >20 Tahun

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN 1 Instrumen Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

With AMOS Application

III. METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

Kuisioner Strategi Bersaing dan Customer Relationship Management terhadap. Loyalitas Pelanggan

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Berdasarkan tujuannya penelitian ini termasuk applied research atau

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Hasil Model Awal Model Persamaan Struktural untuk Pengaruh Sertifikasi terhadap Kinerja dan Kompetensi

UJIAN MID-SEMESTER SEM PATH-ANALYSIS. nonton TV, dan nilai merupakan variabel endogen. Penerapan analisis jalur. X dan belajar X

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini bertujuan untuk memberikan suatu dasar yang valid dan reliabel untuk

Lampiram 1. Hasil Pengujian Normalitas Data Test of Univariate Normality for Continuous Variables. Skewness Kurtosis Skewness and Kurtosis

Lampiran 1. Hasil Uji Validitas Kepuasan dan Loyalitas Pengunjung Taman Rekreasi Kampoeng Wisata Cinangneng

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tabel 3.1 Rincian waktu penelitian

KUESIONER. Profil Responden Nama Responden: Jenis Kelamin: ( ) Laki-laki ( ) Wanita. Usia: ( ) 20 tahun ( ) tahun ( ) tahun ( ) 50 tahun

LAMPIRAN. Gilang Pratama Fakultas Magister Managemen Universitas Esa Unggul Jakarta

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

ASUMSI MODEL SEM. d j

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berfokus pada pengujian Privacy Concerns, Entertaiment dan Peer

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., M.MA., MA.

Kata Pengantar. Contoh: Saya merasa jenuh bila bekerja sendirian

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

59

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penelitian ini adalah masyarakat kecamatan cengkareng jakarta barat. Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

VIII. ANALISIS STRUCTUAL EQUATION MODEL (SEM)

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN PRODUK ORGANIK DI SUMATERA UTARA

III. METODE PENELITIAN

KUESIONER. Hormat Saya. Peneliti

3. METODE PENELITIAN 3.1. Penentuan Waktu dan Lokasi 3.2. Jenis Penelitian 3.3. Teknik Pengambilan Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemicu bagi produsen lama untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produk

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Indonesia telah dikeluarkan, baik dalam bentuk peraturan perundang-undangan

BAB 3 METODE PENELITIAN

UJIAN FINAL MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL Dosen Pengampu : Prof. Dr. Badrun Kartowagiran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini bertujuan untuk memberikan landasan yang valid dan reliabel untuk

ANALISIS STRUCTURAL EQUATION MODEL (SEM)

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1 : Data Responden. Intensitas Mengakses Media Sosial Per Hari. Pengeluaran Per Bulan Untuk Kebutuhan Hiburan.

LAMPIRAN 1: HASIL OLAHAN DATA EKONOMETRIKA

BAB III METODE PENELITIAN. dalam menghasilkan data yang dapat diyakini kebenarannya, sehingga informasi

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian causal method yaitu

II. Bagian ini menyatakan daftar pertanyaan kepada responden.

BAB 5 ANALISIS HASIL STUDI. responden yang berada di Sumatera Utara. Karakteristik responden merupakan

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER

Transkripsi:

V. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. PROFIL RESPONDEN Kuesioner yang berjumlah 53 pertanyaan dibagikan kepada 70 responden dari Kantor Penjualan Wilayah (KPW) Jakarta PT. Sinar Sosro. Responden dalam penelitian ini adalah karyawan Kantor Penjualan Wilayah (KPW) Jakarta PT. Sinar Sosro yang meliputi departemen Marketing, Accounting and Finance, Personal Genaral Affair, dan Staff Logistik. Dari seluruh kuesioner yang yang telah disebarkan, kuesioner yang kembali adalah sebanyak 62 responden. Ini menujukkan response rate pada penelitian ini adalah sebesar 88.57%. Berikut ini akan dipaparkan data responden secara umum berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan terakhir, masa kerja, dan jabatan pekerjaan di perusahaan. 1. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Dari 62 responden yang ada, terdapat 44 responden berjenis kelamin laki-laki dan 18 responden berjenis kelamin perempuan. Sehingga persentase responden laki-laki dan perempuan jauh berbeda, yaitu 71.00% untuk laki-laki dan 29.00% untuk perempuan. Perbandingan jumlah karyawan berdasarkan jenis kelamin tersebut tidak berbeda jauh dengan jumlah karyawan laki-laki dan perempuan yang sebenarnya dimana jumlah karyawan laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan karyawan perempuan. Data responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 2. 36

Gambar 2. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 2. Data Responden Berdasarkan Usia Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa responden terbanyak berdasarkan dengan usia adalah karyawan dengan usia 31-40 tahun, yaitu 43.00%, dilanjutkan dengan usia 21-30 tahun sebesar 37.00%, dan diikuti dengan usia 41-50 tahun sebesar 18.00%, serta yang paling terkecil adalah pada usia lebih dari 50 tahun dengan persentase sebesar 2.00%. Data responden berdasarkan usia juga menggambarkan kondisi usia karyawan yang sebenarnya dimana karyawan kantor KPW Jakarta PT. Sinar Sosro sebagian besar berada pada usia yang produktif. Tidak terdapatnya responden dengan usia yang lebih kecil dari 21 tahun merupakan usia sekolah. Data responden berdasarkan usia dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Data Responden Berdasarkan Usia 37

3. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir Responden dalam penelitian ini memiliki latar belakang tingkat pendidikan terakhir yang berbeda-beda. Data karyawan yang menjadi subjek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan terakhir dapat dilihat pada Gambar 4. Pada gambar tersebut terdapat 39.00% (24 orang) responden berpendidikan SMA, diikuti dengan tingkat pendidikan sarjana strata satu dari berbagai jurusan sebanyak 18 orang karyawan (29.00%) dan tujuh belas karyawan (27.00%) berpendidikan diploma satu hingga tiga tahun. Sisanya memiliki tingkat pendidikan SMP, yaitu sebanyak 3 orang (5.00%). Gambar 4. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir Tingkat pendidikan sangat berpengaruh bagi karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Pendidikan menentukan seberapa besar pengetahuan dan wawasan seorang karyawan. Selain itu, tingkat pendidikan yang dimiliki karyawan berpengaruh bagi perusahaan dalam menentukan upah atau gaji maupun deskripsi kerja responden tersebut. 4. Data Responden Berdasarkan Masa Kerja Masa kerja karyawan dapat menunjukkan pengalaman yang dimiliki oleh karyawan sesuai dengan bidang pekerjaannya di KPW Jakarta PT. Sinar Sosro. Masa kerja juga dapat menunjukkan loyalitas karyawan di perusahaan. Masa kerja responden dikelompokkan menjadi 5, 38

yaitu dibawah 1 tahun, 1-2 tahun, 2.1-5 tahun, 5.1-10 tahun, dan lebih dari 10 tahun. Terdapat 2 orang (3.00%) responden yang bekerja dibawah 1 tahun, 9 orang (14.00%) responden dengan masa kerja 1-2 tahun, 11 orang (18.00%) responden dengan masa kerja 2.1-5 tahun, 16 orang (26.00%) responden dengan masa kerja 5.1-10 tahun, dan 24 orang (39.00%) responden dengan masa kerja lebih dari 10 tahun. Responden dinilai cukup loyal apabila dilihat dari persentase terbesar responden adalah yang bekerja dengan masa kerja lebih dari 10 tahun. Hal ini dikarenakan perusahaan memberikan kompensasi yang cukup memuaskan bagi karyawan. Selain itu, karyawan juga memilih untuk tetap bekerja di perusahaan mengingat sulitnya mendapatkan pekerjaan di kondisi persaingan kerja yang semakin ketat. Data responden berdasarkan masa kerja dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Data Responden Berdasarkan Masa Kerja 5. Data Responden Berdasarkan Jabatan Dari 62 responden, terdapat 49 orang (70.00%) responden menjabat sebagai staf, 6 orang (10.00%) responden menjabat sebagai asisten supervisor, 4 orang (6.00%) responden menjabat sebagai supervisor, dan 3 orang (5.00%) responden menjabat sebagai asisten manajer. Sebaran responden berdasarkan jabatan juga menunjukkan kondisi yang sebenarnya dimana semakin tinggi jabatan maka jumlah 39

karyawannya akan semakin sedikit. Data responden berdasarkan jabatan dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Data Responden Berdasarkan Jabatan B. ANALISIS MODEL PENGUKURAN Salah satu hal mendasar dan penting yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah analisis model pengukuran. Analisis ini bertujuan untuk mengukur validitas dan reliabilitas indikator-indikator penelitian yang digunakan sebagai instrumen pengukuran variabel laten. Model pengukuran memodelkan hubungan antara variabel laten dengan variabel-variabel teramati. Hubungannya bersifat reflektif dimana variabel-variabel teramati merupakan refleksi dari variabel laten terkait. Lazimnya dalam SEM hubungan ini bersifat con-generic, yaitu satu variabel teramati hanya mengukur atau merefleksikan sebuah variabel laten. Analisis model pengukuran ini disebut juga sebagai Confirmatory Factor Analysis (CFA). Hasil akhir sebuah CFA diperoleh melalui uji kecocokan model, analisis validitas dan reliabilitas. Uji kecocokan keseluruhan model dilakukan untuk mengevaluasi secara umum derajat kecocokan atau Goodness Of Fit (GOF) antara data dengan model. SEM mempunyai beberapa ukuran GOF atau Goodness Of Fit Indices (GOFI) yang dapat digunakan secara bersama-sama atau kombinasi. Hair et.al. (1998) mengelompokan GOFI menjadi tiga bagian, pertama adalah absolute fit measure (ukuran kecocokan absolut) yang terdiri dari chi-square 40

(χ 2 ), Non-Centrality Parameter (NCP), Goodness-of-Fit Index (GFI), Root Mean Residual (RMR) dan Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA). Kedua disebut dengan incremental fit measure (ukuran kecocokan inkremental) yang terdiri dari Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI), Non Normed Fit Index (NNFI), Normed Fit Index (NFI), Incremental Fit Index (IFI), dan Comparative Fit Index (CFI). Bagian terakhir disebut parsimonius fit measure (ukuran kecocokan parsimoni) yang terdiri dari Parsimonius Normed Fit Index (PNFI), Parsimonius Goodness of Fit Index (PGFI), Akaike Information Criterion (AIC) dan Consistent Akaike Information Criterion (CAIC). Uji validitas dilakukan untuk memeriksa apakah suatu variabel mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas variabel-variabel dalam Model Confirmatory Factor Analysis (CFA) menurut Doll, Xia dan Torkzadeh (1994) adalah jika model pengukuran merupakan model first order (tingkat pertama) maka estimasi validitas digambarkan oleh nilai standard loading factor (muatan faktor standar) variabel teramati (indikator) terhadap variabel laten (faktor). Sedangkan untuk model pengukuran second order (tingkat dua) yang lebih tinggi estimasi validitasnya diperoleh dengan memperhatikan nilai standard structural coefficient dari faktor (variabel laten) pada konstruk yang lebih tinggi. Suatu variabel dikatakan mempunyai validitas yang baik terhadap konstruk atau variabel latennya jika memiliki nilai-t muatan faktor lebih besar dari 1.96 (Rigdon dan Ferguson, 1991) dan nilai muatan faktor standar serta koefisien standarnya lebih besar dari 0.50 (Igbaria, 1997). Reliabilitas merupakan konsistensi suatu pengukuran. Reliabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa indikator-indikator mempunyai konsistensi yang tinggi dalam mengukur konstruk latennya. Evaluasi reliabilitas model pengukuran dalam SEM menggunakan composite reliability measure (ukuran reabilitas komposit) dan variance extraced (ukuran ekstrak varian). Hair et.al. (1998) menyatakan bahwa sebuah konstruk mempunyai reliabilitas yang baik jika ukuran reliabilitas kompositnya lebih besar dari 0.70 dan ukuran ekstrak variannya lebih besar dari 0.50. 41

Model pengukuran dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga bagian konstruk utama dan pada masing-masing konstruk dilakukan analisis faktor konfirmatori. Konstruk-konstruk tersebut adalah motivasi kerja, iklim komunikasi organisasi, dan produktivitas kerja. Ketiga konstruk tersebut merupakan konstruk dua tingkat (second order) sehingga analisis faktor konfirmatori juga merupakan analisis dua tingkat (2 nd CFA). Model tingkat pertama merupakan sebuah CFA yang menunjukkan hubungan antara variabel-variabel teramati sebagai indikator dari variabel laten terkait. Sedangkan model tingkat kedua adalah sebuah CFA yang menunjukkan hubungan antara variabel-variabel laten pada tingkat pertama sebagai indikator dari sebuah variabel laten tingkat kedua. 1. Confirmatory Factor Analysis (CFA) Konstruk Motivasi Kerja a. Uji Kecocokan Model CFA merupakan analisis model pengukuran yang dilakukan melalui evaluasi validitas dan reliabilitas hubungan variabel laten terhadap indikator-indikator pengukuran dalam model. Uji kecocokan model pengukuran dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan analisis pengukuran. Uji kecocokan (Goodness of Fit) keseluruhan model ditunjukkan untuk mengevaluasi kecocokan antara data dan model. Goodness of Fit (GOF) secara keseluruhan dari model motivasi dapat dilihat pada Tabel 2. 42

Tabel 2. Hasil Uji Kecocokan Model Konstruk Motivasi Kerja Ukuran GOF Chi-square df Nilai P RMSEA P (close fit) Target-Tingkat Kecocokan Nilai yang kecil Hasil Estimasi 164.31 df = 115 P = 0.00 0.084 P = 0.04 *M = 3.94 *S = 5.02 *I = 12.74 Tingkat Kecocokan Kurang baik P > 0.05 RMSEA 0.08 P 0.05 Kurang baik Nilai yang lebih ECVI kecil dari ECVI saturated dan Baik (good fit) independence Nilai yang lebih *M = 240.31 AIC kecil dari AIC *S = 306.00 saturated dan *I = 830.28 Baik (good fit) independence Nilai yang lebih *M = 359.14 CAIC kecil dari CAIC *S = 784.45 saturated dan *I = 830.28 Baik (good fit) independence NFI NFI 0.90 0.73 Kurang baik CFI CFI 0.90 0.86 Kurang baik IFI IFI 0.90 0.87 Kurang baik GFI GFI 0.90 0.76 Kurang baik AGFI AGFI 0.90 0.68 Kurang baik Berdasarkan Tabel 2 diatas, diketahui bahwa konstruk motivasi kerja memiliki nilai chi-square sebesar 164.31 dengan degrees of freedom (df) sebesar 115 dan nilai-p sebesar 0.00. Hasil tersebut menunjukkan bahwa model memiliki tingkat kecocokan yang tidak baik berdasarkan nilai chi-square karena ukuran kecocokan model yang baik adalah nilai chi-square yang lebih kecil dan signifikan (nilai-p) yang lebih besar dari 0.05. Ukuran kecocokan lain yang dihasilkan adalah RMSEA. Nilai ini menunjukkan rata-rata perbedaan setiap degrees of freedom yang diharapkan terjadi dalam populasi. Menurut Brown dan Cudeck (1993), nilai RMSEA yang kurang atau sama dengan 0.05 menunjukkan close fit, sedangkan 0.05 sampai 0.08 menunjukkan good fit. Lebih jauh McCallum (1996) menambahkan bahwa nilai RMSEA antara 0.08 sampai 0.10 menunjukkan model termasuk dalam kategori marginal fit, sedangkan 43

RMSEA yang lebih besar dari 0.10 mengindikasikan model fit yang sangat jelek (poor fit). Nilai RMSEA yang dihasilkan oleh model konstruk motivasi kerja adalah 0.084 sehingga dapat disimpulkan model memiliki tingkat kecocokan yang kurang baik (marginal fit). b. Uji Validitas dan Reliabilitas Model pengukuran konstruk motivasi kerja merupakan model pengukuran dua tingkat dengan tiga variabel laten. Model tingkat pertama merupakan sebuah CFA yang menunjukkan hubungan antara variabel-variabel teramati sebagai indikator dengan ketiga variabel latennya. Pada model pengukuran tingkat kedua, variabel laten pada tingkat pertama menjadi indikator dari variabel laten tingkat kedua. Evaluasi validitas model pengukuran dua tingkat dilakukan dengan melihat nilai-t, nilai muatan faktor standar dan koefisien struktural standar. Suatu variabel memiliki validitas yang baik jika memiliki nilai-t yang lebih besar dari nilai kritisnya ( 1.96) dengan standar kesalahan 5.00% dan nilai muatan standar serta koefisien struktural standarnya lebih besar atau sama dengan 0.50 (Igbaria, 1997). Hasil estimasi nilai-t dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Path Diagram Nilai-t Konstruk Motivasi kerja 44

Gambar 7 diatas menunjukkan path diagram estimasi nilai-t konstruk motivasi kerja. Berdasarkan Gambar 7 diatas diketahui bahwa nilai-t yang dihasilkan dari setiap indikator lebih besar dari 1.96, kecuali indikator HUBKER (hubungan kerja) yang memiliki nilai-t yang lebih kecil dari 1.96. Sedangkan hasil estimasi muatan faktor standar dan koefisien struktural standar dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Path Diagram Muatan Faktor Standar Konstruk Motivasi Kerja Berdasarkan Gambar 8 diatas diketahui muatan faktor standar dan koefisien struktural standar yang dihasilkan seluruhnya adalah sama dengan atau lebih besar dari 0.50, hanya indikator HUBKER (hubungan kerja) yang memiliki nilai muatan faktor dan koefisien struktural standar yang kurang dari 0.50. Sehingga indikator HUBKER (hubungan kerja) akan dihilangkan dalam tahapan analisis selanjutnya. Indikator HUBKER yang menunjukkan adanya validitas dan reliabilitas yang tidak bagus terhadap konstruk motivasi kerja diartikan bahwa para karyawan sudah tidak terlalu memikirkan hubungan kerja dalam bekerja. Ini bertentangan dengan konsep 45

motivasi Herzberg yang menyatakan bahwa hubungan kerja mempengaruhi motivasi kerja karyawan. Hal ni disebabkan karena sebagian besar karyawan bertugas di luar kantor (lapangan), sehingga frekuensi interaksi antara para pelaku organisasi sangat jarang. Berdasarkan hasil estimasi nilai-t, muatan faktor standar dan koefisien struktural standar dapat disimpulkan bahwa validitas seluruh variabel motivasi kerja (kecuali HUBKER) adalah baik dan semua indikator merupakan refleksi dari variabel latennya. Reliabilitas merupakan konsistensi suatu pengukuran. Reliabilitas yang semakin tinggi menunjukkan bahwa indikator mempunyai konsistensi tinggi dalam mengukur konstruk latennya. Evaluasi reliabilitas dilakukan dengan melihat ukuran reliabilitas komposit (CR) dan nilai ekstrak varian (VE). Sebuah konstruk mempunyai reliabilitas yang baik jika ukuran reliabilitas kompositnya (CR) lebih besar dari 0.70 dan ukuran ekstrak variannya (VE) lebih besar atau sama dengan 0.50 (Hair, 1998). Kedua nilai tersebut dan rangkuman validitas indikator-indikator konstruk motivasi kerja dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Daftar Validitas dan Reliabilitas Konstruk Motivasi Kerja Variabel 1 st CFA ROLE B1 B2 B3 B4 KONKER C1 C2 C3 C4 WAGE D1 D2 D3 Muatan Faktor Standar 0.69 0.71 0.71 0.50 0.52 0.71 0.59 0.78 0.65 0.80 0.79 Nilai-t 4,56 4,55 3,40 3,50 3,20 3,62 4,75 4,73 Reliabilitas CR 0.70 VR 0.50 0.75 0.50 0.75 0.50 0.79 0.56 Keterangan Reliabilitas baik Reliabilitas baik Reliabilitas baik 46

Variabel 2 nd CFA Motivasi Role Konker Wage Muatan Faktor Standar 0.90 0.77 0.78 Nilai-t 4,61 3,32 4,07 CR 0.70 Reliabilitas VR 0.50 Keterangan 0.85 0.66 Reliabilitas baik Berdasarkan Tabel 3 di atas diketahui bahwa hasil perhitungan ukuran reliabilitas komposit (CR) seluruh variabel laten motivasi kerja tingkat pertama maupun tingkat kedua lebih besar dari 0.70. Sedangkan untuk nilai ekstrak varian (VR) yang dihasilkan seluruhnya memiliki nilai lebih besar dari 0.50. Hasil tersebut menunjukkan model pengukuran variabel tingkat pertama dan tingkat kedua konstruk motivasi kerja memiliki reliabilitas yang baik. 2. Confirmatory Factor Analysis Konstruk Iklim Komunikasi Organisasi a. Uji Kecocokan Model Tahap pertama dalam analisis faktor konfirmatori adalah uji kecocokan model. Uji ini dilakukan untuk melihat apakah data yang dihasilkan dalam pengukuran empiris sesuai dengan model. Uji kecocokan model berkaitan dengan analisis Goodness of Fit (GOF) statistik. Adapun GOF yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Uji Kecocokan Model Konstruk Iklim Komunikasi Organisasi Ukuran GOF Chi-square df Nilai P RMSEA P (close fit) Target-Tingkat Kecocokan Nilai yang kecil P > 0.05 RMSEA 0.08 P 0.05 Hasil Estimasi 93.25 df = 79.00 P = 0.07 0.038 P = 0.87 Tingkat Kecocokan Baik (good fit) Baik (good fit) ECVI Nilai yang lebih kecil dari ECVI saturated dan independence *M = 2.00 *S = 2.98 *I = 10.92 Baik (good fit) 47

Ukuran GOF Target-Tingkat Hasil Tingkat Kecocokan Estimasi Kecocokan Nilai yang lebih *M = 117.48 AIC kecil dari AIC *S = 182.00 saturated dan *I = 666.29 Baik (good fit) independence Nilai yang lebih *M = 214.42 CAIC kecil dari CAIC *S = 466.57 saturated dan *I = 706.94 Baik (good fit) independence NFI NFI 0.90 0.90 Baik (good fit) CFI CFI 0.90 0.99 Baik (good fit) IFI IFI 0.90 0.99 Baik (good fit) GFI GFI 0.90 0.90 Baik (good fit) AGFI AGFI 0.90 0.91 Baik (good fit) Seperti terlihat pada Tabel 4 di atas nilai Chi-Square yang dihasilkan sebesar 93.25 dengan degrees of freedom (df) sebesar 79.00 dan nilai-p sebesar 0.07. Hasil tersebut menunjukkan model memiliki tingkat kecocokan yang baik dan berarti data empiris yang dihasilkan sesuai dengan model. Nilai RMSEA yang dihasilkan juga menggambarkan bahwa model memiliki tingkat kecocokan yang baik yaitu 0.038 karena batas minimal kecocokan yang baik berdasarkan RMSEA adalah sama dengan atau lebih kecil dari 0.05. Hasil uji kecocokan model yang lain seperti terlihat pada Tabel 4 menunjukkan indikator kecocokan model seperti ECVI, AIC dan CAIC yang ketiganya memiliki nilai yang lebih kecil dari nilai model saturated dan model independence-nya. Hal tersebut menunjukkan bahwa model memiliki kecocokan yang baik. Nilai NFI, CFI, IFI, GFI, dan AGFI juga menunjukkan bahwa model memiliki kecocokan yang baik karena menghasilkan nilai yang lebih besar dari 0.90. Secara keseluruhan berdasarkan hasil uji kecocokan model dapat disimpulkan bahwa model pengukuran konstruk iklim komuninikasi organisasi memiliki tingkat kecocokan yang baik. 48

b. Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas dilakukan dengan melihat nilai-t, muatan faktor standar dan koefisien struktural standar yang dihasilkan. Nilai-t model pengukuran iklim komunikasi organisasi dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Path Diagram Nilai-t Konstruk Iklim Komunikasi Organisasi Berdasarkan Gambar 9 tersebut diketahui bahwa seluruh nilai-t yang dihasilkan lebih besar dari batas kritisnya yaitu 1.96. Hasil estimasi muatan faktor standar dan koefisien struktural standar dapat dilihat pada Gambar 10. Muatan faktor standar dan koefisien struktural standar yang dihasilkan nilainya berkisar antara 0.56 hingga 0.95. Menurut Igbaria (1997) model memiliki validitas yang baik jika memiliki nilai muatan faktor standar dan koefisien struktural standar yang lebih besar dari 0.50 dan nilai-t yang lebih besar dari 1.96. Berdasarkan petunjuk tersebut maka dapat disimpulkan bahwa model pengukuran iklim komunikasi organisasi memiliki validitas yang baik. 49

Gambar 10. Path Diagram Muatan Faktor Standar Konstruk Iklim Komunikasi Orgamisasi Uji reliabilitas dilakukan dengan menghitung ukuran reliabilitas komposit (CR) dan ekstrak varian (VR). Menurut Hair et.al. (1998) sebuah konstruk mempunyai reliabilitas yang baik jika ukuran reliabilitas kompositnya lebih besar dari 0.70 (CR 0.70) dan ukuran ekstark variannya lebih besar dari 0.50 (VR 0.50). Hasil perhitungan ukuran reliabilitas komposit dan ekstrak varian menunjukkan model memiliki reliabilitas yang baik. Hal ini ditandai dengan hasil perhitungan reliabilitas komposit dan ekstrak varian dimana seluruh nilai reliabilitas komposit (CR) yang dihasilkan lebih besar dari 0.70 dan nilai ekstrak varian (VE) yang dihasilkan seluruhnya lebih besar dari 0.50 seperti terlihat pada Tabel 5. 50

Tabel 5. Daftar Validitas dan Reliabilitas Konstruk Iklim Komunikasi Organisasi Variabel 1 st CFA Percaya E1 E2 Putusan F1 F2 F3 F4 Jujur G1 G2 G3 Bawah H1 H2 H3 Atas I1 I2 I3 I4 Tujuan J1 J2 2 nd CFA Iklim Percaya Putusan Jujur Bawah Atas Tujuan Muatan Faktor Standar 0.90 0.63 0.66 0.61 0.64 0.67 0.72 0.59 0.79 0.67 0.82 0.67 0.66 0.79 0.86 0.65 0.86 0.76 0.55 0.95 0.89 0.64 0.74 0.69 Nilai-t 2.99 4.07 4.20 4.35 4.11 5.32 4.59 4.25 5.08 5.34 4.39 4.74 3.87 5.05 5.27 3.69 4.30 4.77 CR 0.70 0.75 0.82 0.76 0.77 0.83 0.70 Reliabilitas VR 0.50 0.69 0.56 0.53 0.55 0.61 0.78 Keterangan Reliabilitas baik Reliabilitas baik Reliabilitas baik Reliabilitas baik Reliabilitas baik Reliabilitas baik 0.89 0.64 Reliabilitas baik 3. Confirmatory Factor Analysis Konstruk Produktivitas Kerja a. Uji Kecocokan Model Tahap pertama dalam analisis faktor konfirmatori adalah uji kecocokan model. Uji ini dilakukan untuk melihat apakah data yang 51

dihasilkan dalam pengukuran empiris sesuai dengan model. Uji kecocokan model berkaitan dengan analisis Goodness of Fit (GOF) statistik. Adapun GOF yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Uji Kecocokan Model Konstruk Produktivitas Kerja Ukuran GOF Chi-square df Nilai P RMSEA P (close fit) Target-Tingkat Kecocokan Nilai yang kecil P > 0.05 Hasil Estimasi 78.96 df = 73.00 P = 0.30 0.037 P = 0.63 *M = 2.34 *S = 3.44 *I = 16.91 Tingkat Kecocokan Baik (good fit) RMSEA 0.08 P 0.05 Baik (good fit) Nilai yang lebih ECVI kecil dari ECVI saturated dan Baik (good fit) independence Nilai yang lebih *M = 142.96 AIC kecil dari AIC *S = 210.00 saturated dan *I = 1031.47 Baik (good fit) independence Nilai yang lebih *M = 243.03 CAIC kecil dari CAIC *S = 538.35 saturated dan *I = 1075.25 Baik (good fit) independence NFI NFI 0.90 0.91 Baik (good fit) CFI CFI 0.90 0.98 Baik (good fit) IFI IFI 0.90 0.98 Baik (good fit) GFI GFI 0.90 0.94 Baik (good fit) AGFI AGFI 0.90 0.91 Baik (good fit) Menurut Tabel 6 di atas, nilai chi-square yang dihasilkan adalah 78.96 dengan degrees of freedom (df) sebesar 73.00 dan nilai-p sebesar 0.30. Hasil tersebut menunjukkan model memiliki tingkat kecocokan yang baik dan berarti pula data empiris yang dihasilkan sesuai dengan model. Nilai RMSEA yang dihasilkan adalah 0.04 yang menggambarkan bahwa model tersebut memiliki tingkat kecocokan yang baik karena batas minimal kecocokan yang baik berdasarkan RMSEA adalah 0.05 atau lebih kecil. Hasil uji kecocokan model yang lain seperti terlihat pada Tabel 6 Menunjukkan indikator kecocokan model seperti ECVI, AIC 52

dan CAIC ketiganya memiliki nilai yang lebih kecil dari nilai model saturated dan model independence-nya. Hal tersebut menunjukkan bahwa model memiliki kecocokan yang baik. Nilai NFI, CFI, IFI, GFI, dan AGFI juga menunjukkan bahwa model memiliki kecocokan yang baik karena menghasilkan nilai yang lebih besar dari 0.90. Secara keseluruhan berdasarkan hasil uji kecocokan model dapat disimpulkan bahwa model pengukuran konstruk produktivitas kerja memiliki tingkat kecocokan yang baik. b. Uji Validitas dan Reliabilitas Setelah model memiliki tingkat kecocokan yang baik, maka tahap selanjutnya dalam analisis model pengukuran adalah uji validitas. Uji ini dilakukan dengan melihat nilai-t, muatan faktor standar dan koefisien struktural standar. Hasil estimasi nilai-t dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Path Diagram Nilai-t Konstruk Produktivitas Kerja Berdasarkan Gambar 11 di atas diketahui bahwa semua nilait yang dihasilkan lebih besar dari 1.96. Sedangkan estimasi muatan faktor standar dan koefisien struktural standar dapat dilihat pada Gambar 12. 53

Gambar 12. Path Diagram Muatan Faktor Standar Konstruk Produktivitas Kerja Hasil estimasi muatan faktor standar dan koefisien struktural standar seperti terlihat pada Gambar 12 semuanya lebih besar dari 0.50. Suatu variabel dikatakan mempunyai validitas yang baik terhadap konstruk atau variabel latennya jika memiliki nilai-t lebih besar dari 1.96 (Riqdom dan Ferguson, 1991) dan nilai muatan faktor standar dan koefisien struktural standarnya lebih besar dari 0.50 (Iqbaria, 1997). Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan validitas model pengukuran produktivitas kerja adalah baik. Setelah uji validitas memberikan hasil yang baik, maka dapat dilakukan uji selanjutnya yaitu uji reliabilitas. Uji ini dilakukan dengan menganalisis ukuran reliabilitas komposit (CR) dan ekstrak varian (VR). Kedua nilai tersebut dihitung dengan muatan faktor standar dan koefisien struktural standar beserta kesalahannya (error). Hasil perhitungan ukuran reliabilitas komposit (CR) seluruh variabel laten produktivitas kerja tingkat pertama maupun tingkat kedua adalah lebih besar dari 0.70 dan hasil perhitungan nilai ekstrak varian (VR) 54

seluruhnya memiliki nilai lebih besar dari 0.50 seperti dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 7. Daftar Validitas dan Reliabilitas Konstruk Produktivitas Kerja Variabel 1 st CFA Cakap Tinggi K1 K2 K3 L1 L2 L3 L4 L5 L6 Positif M1 M2 Dewasa N1 N2 N3 2 nd CFA Output Cakap Tinggi Positif Dewasa Muatan Faktor Standar 0.71 0.78 0.90 0.71 0.78 0.70 0.78 0.74 0.71 0.76 0.74 0.53 0.61 0.76 0.80 0.98 0.79 0.66 Nilai-t 5.58 6.14 5.69 5.15 5.69 5.46 5.23 4.60 3.11 3.29 4.86 5.72 4.78 3.07 Reliabilitas CR 0.70 VR 0.50 0.84 0.88 0.72 0.77 0.76 0.58 0.62 0.56 Keterangan Reliabilitas baik Reliabilitas baik Reliabilitas baik Reliabilitas baik 0.86 0.70 Reliabilitas baik Validitas baiik C. ANALISIS MODEL STRUKTURAL Analisis model struktural merupakan evaluasi terhadap koefisienkoefisien atau parameter-parameter yang menunjukkan hubungan kausal atau paengaruh antara variabel laten bebas terhadap variabel laten terikat. Analisis model struktural dilakukan setelah masing-masing konstruk memiliki kecocokan data dengan model, validitas dan reliabilitas yang baik. Dalam penelitian ini, jika seluruh konstruk merupakan konstruk dengan model 55

pengukuran dua tingkat, model akan memiliki variabel teramati sebanyak 48 buah. Bentler dan Chou (1987) menyarankan untuk melakukan analisis model struktural menggunakan metode maximum likelihood diperlukan minimal 5 resonden per variabel teramati, sedangkan analisis menggunakan metode weight least square diperlukan paling sedikit 10 responden per variabel teramati. Berdasarkan aturan tersebut diperlukan minimal 185 responden untuk mengestimasi model struktural dengan metode maximum likelihood dan 375 responden dengan metode weight least square. Berdasarkan syarat sampel yang disarankan oleh Bentler dan Chou (1987), sampel dalam penelitian ini tidak memenuhi syarat minimal sampel untuk melakukan analisis model struktural karena sampel dalam penelitian ini hanya 62 resonden. Untuk mengatasi masalah tersebut Wijanto (2008) menyarankan perlunya menyederhanakan model struktural dengan menghitung skor variabel laten. Dalam menghitung skor variabel laten, Wijanto (2008) menyarankan sebelum menghitung skor variabel laten pada program Lisrel 8.72, data mentah yang dimiliki harus berada dalam bentuk kontinu dan model pengukuran harus memiliki validitas dan reliabilitas yang baik. Hasil perhitungan skor variabel laten yang dihasilkan oleh program Lisrel 8.72 seluruhnya bertipe data kontinu, sehingga estimasi yang tepat digunakan untuk mengestimasi model struktural adalah metode estimasi maximum likelihood. Penyederhanaan model struktural menjadikan variabel laten tingkat pertama menjadi indikator untuk variabel laten tingkat berikutnya seperti terlihat pada Gambar 13. 56

Gambar 13. Path Diagram Koefisien Estimasi Model Struktural Dalam menghitung skor variabel laten, Wijanto (2008) menyarankan sebelum menghitung skor variabel laten pada program Lisrel 8.72, data mentah yang dimiliki harus berada dalam bentuk kontinu dan model pengukuran harus memiliki validitas dan reliabilitas yang baik. Hasil perhitungan skor variabel laten yang dihasilkan oleh program Lisrel 8.72 seluruhnya bertipe data kontinu, sehingga estimasi yang tepat digunakan untuk mengestimasi model struktural adalah metode estimasi maximum likelihood. 1. Uji Kecocokan Model Model struktural pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan kausal antara motivasi kerja dan iklim komunikasi organisasi yang menjadi variabel laten bebas dengan produktivitas kerja yang menjadi variabel laten terikat. Sebelum dilakukan analisis hubungan kausal, terlebih dahulu dilakukan uji kecocokan keseluruhan model dengan data. Uji ini dilakukan dengan melihat Goodness of Fit (GOF) statistik yang dihasilkan oleh program. Hasil dari GOF statistik model secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 5-7. Sedangkan rangkumannya dapat dilihat pada Tabel 8. 57

Tabel 8. Hasil Uji Kecocokan Keseluruhan Model Struktural Ukuran GOF Chi-square df Nilai P RMSEA P (close fit) Target-Tingkat Kecocokan Nilai yang kecil P > 0.05 Hasil Estimasi 64,12 df = 51.00 P = 0.23 0.035 P = 0.24 *M = 2.19 *S = 2.56 *I = 13.36 Tingkat Kecocokan Baik (good fit) RMSEA 0.08 P 0.05 Baik (good fit) Nilai yang lebih ECVI kecil dari ECVI saturated dan Baik (good fit) independence Nilai yang lebih *M = 133.31 AIC kecil dari AIC *S = 156.00 saturated dan *I = 814.97 Baik (good fit) independence Nilai yang lebih *M = 217.74 CAIC kecil dari CAIC *S = 399.92 saturated dan *I = 852.49 Baik (good fit) independence NFI NFI 0.90 0.91 Baik (good fit) CFI CFI 0.90 0.94 Baik (good fit) IFI IFI 0.90 0.94 Baik (good fit) GFI GFI 0.90 0.92 Baik (good fit) AGFI AGFI 0.90 0.93 Baik (good fit) Menurut Tabel 8 nilai chi-square yang diperoleh sebesar 64.12 dengan degrees of freedom (df) sebesar 51.00, nilai-p sebesar 0.23. Nilai chi-square menunjukkan penyimpangan sample covariance matrix dan model (fitted) covariance matrix. Ukuran kecocokan model yang baik berdasarkan nilai chi-square adalah nilai yang kecil dan mendekati degrees of freedom serta signifikansi yang lebih besar dari 0.05. Dari hasil estimasi diketahui nilai chi-square cukup kecil dan mendekati degrees of freedom, sedangkan nilai-p lebih besar dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa berdasarkan nilai chi-square, model struktural mempunyai kecocokan yang baik. RMSEA mengukur penyimpangan nilai parameter pada suatu model dengan model kovarian populasinya. Interpretasi nilai RMSEA menurut Browne dan Cudeck (1993) adalah nilai RMSEA yang kurang atau sama dengan 0.05 mengindikasikan adanya model yang close fit, dan 58

nilai RMSEA yang berada dalam kisaran antara 0.05 sampai 0.08 mengindikasikan model memiliki good fit. Lebih jauh McCallum (1996) menambahkan bahwa nilai RMSEA antara 0.08 sampai 0.10 menunjukkan model termasuk dalam kategori marginal fit, sedangkan RMSEA yang lebih besar dari 0.10 mengindikasikan model fit yang sangat jelek (poor fit). Nilai RMSEA yang diperoleh sebesar 0.04 menurut Browne dan Cudeck (1993) nilai ini masuk dalam kecocokan model yang baik (close fit). Hasil 90.00% confidence interval RMSEA adalah (0.00 ; 0.70), artinya estimasi nilai RMSEA mempunyai presisi yang baik karena nilai RMSEA yang dihasilkan berada pada rentang tersebut. Ukuran model kecocokan yang lain adalah nilai ECVI, AIC, dan CAIC. Ketiga ukuran kecocokan model tersebut membandingkan antara nilai model dengan nilai saturated dan independence model. Expected Cross-Validation Index (ECVI) mengukur penyimpangan antara kovarian matriks pada sampel yang dianalisis dengan kovarian matriks yang akan diperoleh pada sampel lain tetapi memiliki ukuran sampel yang sama besar. Model yang memiliki ECVI yang sangat rendah berarti model tersebut sangat potensial untuk direplikasi. Karena koefisien ECVI tidak dapat ditentukan, maka kita tidak dapat memberikan suatu judgement nilai ECVI berapa yang diharuskan agar model dapat dikatakan baik. Namun nilai ECVI yang lebih rendah daripada nilai ECVI yang dioperoleh pada saturated dan independence model, mengindikasikan bahwa model adalah fit (Byrne, 2001). Nilai ECVI model juga berada pada 90 persen confidence interval ECVI (1.85 ; 2.65). Artinya nilai ECVI yang dihasilkan memiliki presisi yang baik dan menunjukkan kecocokan model yang baik (good fit). Akaike Information Criterion (AIC) dan Consistent Akaike Information Criterion (CAIC) merupakan ukuran yang didasarkan atas informasi statistik dan digunakan untuk membandingkan beberapa model dengan jumlah konstruk yang berbeda. Perbedaan keduanya adalah AIC lebih sensitif dan dipengaruhi jumlah sampel, sedangkan CAIC tidak 59

sensitif terhadap jumlah sampel (Bandalos, 1993). Nilai AIC dan CAIC yang lebih kecil daripada AIC dan CAIC model saturated dan independence berarti model memiliki fit yang baik (good fit) (Hu dan bentler, 1992). Hasil estimasi uji kecocokan menunjukkan nilai AIC dam CAIC model berturut-turut adalah 133.31 dan 217.74. Kedua nilai tersebut lebih rendah dari nilai model saturated dan independence-nya, sehingga dapat disimpulkan model mempunyai kecocokan yang baik (good fit). Normed Fit Index (NFI) ditemukan oleh Bentler dan Bonetts (1980) merupakan alternatif untuk menentukan kecocokan model. Sedangkan Comparative Fit Index (CFI) merupakan ukuran penentuan kecocokan model sebagai revisi dari NFI yang dapat merendahkan kecocokan model pada sampel yang kecil. Nilai NFI dan CFI berkisar antara 0 sampai 1. Suatu model dikatakan memiliki kecocokan yang baik (good fit) apabila memiliki nilai NFI dan CFI lebih besar dari 0.90. Hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai NFI dan CFI yang diperoleh adalah sebesar 0.91 dan 0.94. Kedua nilai tersebut memiliki nilai yang lebih besar dari 0.90 sehingga menunjukkan model tersebut mempunyai kecocokan yang baik (good fit). Incrementary Fit Index (IFI) digunakan untuk mengatasi masalah parsimony dan ukuran sampel. Nilai IFI yang semakin tinggi menunjukkan kecocokan model yang semakin baik. Nilai IFI yang lebih besar dari 0.90 merupakan indikator kecocokan model yang baik (good fit), sedangkan nilai antara 0.80 sampai 0.90 menunjukkan marginal fit. Hasil estimasi menunjukkan nilai IFI model adalah 0.94. Nilai IFI yang dihasilkan lebih besar dari 0.90 sehingga diketahui berdasarkan nilai IFI model tersebut memiliki tingat kecocokan yang baik. Ukuran kecocokan model yang lain adalah Goodness of Fit Index (GFI) dan Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI). GFI merupakan suatu ukuran mengenai ketetapan model dalam menghasilkan observed matrix covarians. Sedangkan AGFI hamper sama dengan GFI tetapi lebih menyesuaikan dengan degrees of freedom model. Wijanto (2008) menyatakan bahwa nilai GFI dan AGFI yang lebih dari 0.90 merupakan 60

ukuran kecocokan model yang baik (good fit). Hasil estimasi menunjukkan nilai GFI dan AGFI model 0.92 dan 0.93. Nilai GFI dan AGFI yang dihasilkan lebih besar dari 0.90 sehingga menunjukkan model mempunyai kecocokan yang baik (good fit). Hasil uji kecocokan model struktural yang terlihat seperti pada Tabel 7 menunjukkan hamper semua ukuran kecocokan model memiliki tingkat kecocokan yang baik. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa model struktural dalam penelitian ini memiliki kecocokan yang baik (good fit). 2. Analisis Hubungan Kausal Analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kausal antara variabel laten bebas dan variabel laten terikat. Pada persamaan struktural (structural equation), nilai-t menunjukkan tingkat signifikansi koefisien yang menggambarkan besarnya pengaruh variabel laten bebas terhadap variabel laten terikat. Semakin besar nilai-t, maka pengaruh variabel laten bebas terhadap variabel laten terikat semakin signifikan. Nilai kritis uji t pada taraf nyata 5.00% adalah 1,96. Nilai muatan faktor (loading factor) merupakan koefisien yang menunjukkan seberapa besar tingkat kontribusi (pengaruh) variabel indikator terhadap variabel laten. Semakin besar nilai muatan faktor maka semakin besar pengaruh variabel indikator terhadap variabel laten. Nilai Square Multiple Correlation (SMC) atau R 2 merupakan koefisien determinasi atau penjelas, artinya menunjukkan seberapa besar variabel indikator dapat menjelaskan atau mempengaruhi variabel laten. Nilai SMC yang paling besar menunjukkan bahwa variabel indikator mempunyai bagian terbesar dalam membentuk (mempengaruhi) variabel laten. Hasil estimasi nilai-t model struktural dapat dilihat pada Gambar 14. 61

Gambar 14. Path Diagram Nilai-t Model Struktural Pada path diagram di atas dapat dilihat dari hasil estimasi nilai-t hubungan antara variabel bebas motivasi kerja (motivasi) dan iklim komunikasi organisasi (iklim) dengan variabel terikat produktivitas kerja (output). Nilai-t variabel motivasi kerja dan iklim komunikasi organisasi terhadap produktivitas kerja masing-masing adalah 2.32 dan 3.43. Kedua nilai tersebut lebih besar dari titik kritisnya yaitu 1.96 sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja dan iklim komunikasi organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas kerja. Besarnya kontribusi relatif laten independen (motivasi kerja dan iklim komunikasi organisasi) yang mempengaruhi variabel laten dependen (produktivitas kerja) dapat diketahui dengan melihat solusi standar (Ghozali, 2005). Estimasi solusi standar model struktural ditunjukkan pada Gambar 15. 62

0.78 0.98 Gambar 15. Path Diagram Solusi Standar Model Struktural Berdasarkan Gambar 15 di atas diketahui bahwa variabel iklim komunikasi organisasi memiliki pengaruh yang paling besar (0.65) dibandingkan dengan motivasi kerja (0.42). Selain dengan menggunakan solusi standar, besarnya kontribusi relatif variabel laten independen (motivasi kerja dan iklim komunikasi organisasi) yang mempengaruhi variabel laten dependen (produktivitas kerja) dapat diketahui dengan melihat persamaan struktural yang dihasilkan seperti terlihat pada Gambar 16. Structural Equations OUTPUT = 0.42*MOTIVASI + 0.65*IKLIM, Errorvar.= 0.25, R 2 = 0.75 (0.18) (0.19) (0.21) 2.45 3.50 3.57 Gambar 16. Persamaan Struktural Persamaan struktural di atas menunjukkan estimasi parameter yang tidak distandarisasi, nilainya serupa dengan regresi linear biasa, dimana perubahan variabel dependen dipengaruhi oleh besarnya nilai estimasi suatu variabel independen lainnya dengan mengasumsikan bahwa 63

seluruh seluruh variabel independen lainnya tetap. Arah pengaruh variabelnya dapat dilihat pada tanda hubungan. Berdasarkan persamaan struktural di atas diketahui bahwa variabel independen iklim komunikasi organisasi dan motivasi kerja memiliki pengaruh yang positif dan signifikan dengan besarnya koefisien regresi masing-masing adalah 0.65 dan 0.42. Nilai Square Multiple Correlation (SMC) pada persamaan diatas dilambangkan dengan R 2 yang nilainya adalah 0.75. Nilai ini memiliki arti bahwa kedua variabel independen dapat menjelaskan 75.00 % varians produktivitas kerja. Hasil penelitian seperti diuraikan di atas mengindikasikan bahwa aspek-aspek motivasi kerja dan iklim komunikasi organisasi menjadi determinan penting bagi produktivitas kerja karyawan. Hasil penelitian ini sekaligus mendukung hipotesis 1 dan 2 yang memprediksi bahwa motivasi kerja dan iklim komunikasi organisasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan. Hasil ini konsisten dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menyimpulkan bahwa adanya hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi kerja dengan produktivitas kerja karyawan (Victorinus, 2003) dan hubungan yang positif antara iklim komunikasi organisasi dengan produktivitas kerja karyawan (Sudarso, 2002). Motivasi kerja merupakan suatu kondisi yang mendorong atau menjadi penyebab seseorang melakukan sesuatu pekerjaan yang berlangsung secara sadar (Nawawi, 1997). Berdasarkan pengertian dimaksud dapat ditarik kesimpulan bahwa karyawan akan melakukan suatu pekerjaan dengan maksimal bilamana ada dorongan dalam dirinya, dorongan timbul manakala karyawan merasa senang, puas, tertarik, dan lain-lain. Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan antara motivasi dengan produktivitas kerja karyawan menguatkan pendapat Hasibuan (2001) yang menyatakan bahwa motivasi merupakan pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mu bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala 64

daya upayanya untuk mencapai kepuasan dan penigkatan produktivitas kerja. Kualitas kerja karyawan dapat meningkat seiring dengan membangkitkan motivasi secara terus-menerus. Motivasi dapat dibangkitkan dengan cara memberikan apresiasi atas produktivitas karyawan berdasarkan penilaian yang dilakukan kepada setiap karyawan. Dengan demikian, karyawan akan termotivasi untuk melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga kualitas kerjanya atau prestasi kerjanya diharapkan dapat meningkat. Variabel bebas lain yang memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan adalah iklim komunikasi organisasi. Iklim komunikasi organisasi merupakan gabungan dari persepsi-persepsi mengenai peristiwa komunikasi,perilaku manusia, respon pegawai terhadap pegawai lainnya, harapan-harapan, konflikkonflik antar pribadi, dan kesempatan bagi pertumbuhan organisasi tersebut. Iklim komunikasi organisasi jauh lebih penting daripada keterampilan atau teknik komunikasi dalam menciptkan suatu organisasi yang efektif (Pace dan Faules, 2000). Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan antara iklim komunikasi organisasi dengan produktivitas kerja karyawan menguatkan pendapat Bernard dalam Tubbs dan Moss (2000) yang menyatakan bahwa fungsi eksekutif pertama atau pimpinan oragnisasi adalah mengembangkan dan memelihara sistem komunikasi, karena terdapat hubungan yang pasti antara komunikasi dan produktivitas kerja karyawan. 3. Analisis Variabel Individual Analisis variabel individual bertujuan untuk mengetahui faktorfaktor yang berpengaruh terhadap variabel laten. Analisis ini dilakukan terhadap variabel laten independen yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan yaitu motivasi kerja dan iklim komunikasi organisasi. Selain itu, analisis juga dilakukan terhadap variabel dependen yaitu variabel produktivitas kerja. 65

Analisis variabel individual dilakukan dengan melihat nilai-t untuk menunjukkan tingkat signifikansi koefisien. Selain itu juga mengevaluasi nilai muatan faktor (loading factor) yang merupakan koefisien yang menunjukkan seberapa besar tingkat kontribusi (pengaruh) variabel indikator terhadap variabel laten. Nilai Square Multiple Correlation (SMC) merupakan koefisien determinasi atau penjelas, artinya menunjukkan seberapa besar variabel indikator dapat menjelaskan variabel laten. a. Variabel Motivasi Kerja Variabel motivasi kerja diukur dengan tiga indikator yaitu peraturan dan kebijakan perusahaan, kondisi kerja, dan kompensasi. Dari hasil estimasi diketahui bahwa nilai-t semua indikator lebih besar dari 1.96 sehingga semua indikator mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel laten motivasi kerja. Hasil estimasi dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil Estimasi Variabel Laten Independen Motivasi Kerja Variabel (indikator) Loading Factor (λ) Nilai-t SMC Peraturan dan Kebijakan Perusahaan 0.92 8.61 0.84 Kondisi Kerja 0.70 6.00 0.50 Kompensasi 0.77 6,70 0.59 Dari hasil estimasi seperti terlihat pada Tabel 9 di atas, diketahui bahwa ketiga indikator memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja (nilai-t 1.96). Indikator penentuan peraturan dan kebijakan perusahaan memiliki nilai muatan faktor sebesar 0.92 dengan nilai SMC 0.84 yang menunjukkan bahwa variabel tersebut dapat menjelaskan 84.00% variabel laten motivasi kerja. Pada Tabel 9 menjelaskan bahwa indikator peraturan dan kebijakan perusahaan merupakan indikator yang memiliki nilai SMC terbesar. Hasil ini mengindikasikan bahwa indikator peraturan dan kebijakan perusahaan merupakan indikator terpenting agar untuk 66

menentukan motivasi kerja karyawan. Peraturan dan kebijakan perusahaan yang adil dan transparan dapat mendorong timbulnya motivasi kerja yang lebih baik lagi dari para karyawan. Peraturan dan kebijakan perusahaan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh perusahaan dan berlaku bagi semua karyawan perusahaan. Peraturan dan kebijakan perusahaan terhadap karyawan merupakan salah satu faktor penentu produktivitas kerja karyawan. Peraturan dan kebijakan kerja dibuat demi kelancaran jalannya perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan (Pace dan Faules, 2000). Variabel kondisi kerja mempunyai nilai muatan faktor sebesar 0.70 dengan nilai SMC sebesar 0.50. Artinya variabel kondisi kerja dapat menjelaskan 50.00% variabel laten motivasi kerja. Hal ini menunjukkan bahwa indikator kodisi kerja dapat mempengaruhi motivasi kerja. Kondisi kerja merupakan keadaan lingkungan di tempat kerja karyawan yang biasanya dilengkapi dengan fasilitasfasilitas yang dibutuhkan untuk menunjang kelancaran pekerjaan karyawan. Berdasarkan hasil estimasi diatas, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden cukup termotivasi dengan kenyamanan tempat kerja, perlengkapan peralatan kerja, dan fasilitas keselamatan dan kesehatan kerja, serta fasilitas penunjang yang disediakan oleh KPW Jakarta PT. Sinar Sosro. Organisasi perusahaan kelas dunia menciptkan tempat kerja yang hidup dengan pemikiran wirausaha dan rasa kepemilikan (pembagian keuntungan dan pilihan saham) sebagai penulisan ulang posisi para pekerja mereka. Jika anda ingin mengetuk ke dalam motivasi sebenarnya dalam diri para karyawan, anda harus dengan sengaja menciptakan lingkungan yang kondusif untuk level paling tinggi bagi para karyawan (Bruce, 2003). Pemberian kompensasi adalah tindakan balas jasa yang diberikan perusahaan secara langsung (upah/gaji) maupun tidak langsung (fasilitas/tunjangan) atas pekerjaan yang telah dilakukan. 67

Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel ini memiliki nilai muatan faktor dan SMC masing-masing 0.77 dan 0.59. Artinya variabel kondisi kerja dapat menjelaskan 59.00% variabel laten motivasi kerja. Menurut Hasibuan (2006), kompensasi yang diterapkan dengan baik akan memberikan motivasi kerja bagi karyawan. Kompensasi diketahui terdiri dari kompensasi langsung dan tidak langsung. Jika perbandingan kedua kompensasi ditetapkan sedemikian rupa maka motivasi karyawan akan lebih baik. b. Variabel Iklim Komunikasi Organisasi Iklim komunikasi organisasi dalam menentukan produktivitas kerja karyawan berhubungan dengan interaksi sosial yang terjadi antara anggota organisasi dalam perusahaan baik antara bawahan dengan atasan atau dengan rekan sejawatnya. Menurut Pace dan Faules (2000) menjelaskan bahwa iklim komunikasi organisasi merupakan suasana komunikasi yang diciptakan oleh pola hubungan antar pribadi yang berlaku dalam organisasi. Iklim komunikasi organisasi merupakan gabungan dari persepsi-persepsi mengenai peristiwa komunikasi, perilaku manusia, respon pegawai terhadap pegawai lainnya, harapan-harapan, konflik-konflik antar pribadi, dan kesempatan bagi pertumbuhan dalam organisasi tersebut. Variabel iklim komunikasi organisasi diukur dengan menggunakan enam indikator yaitu kepercayaan, pembuatan keputusan bersama, kejujuran, keterbukaan dalam komunikasi ke bawah, mandengarkan dalam komunikasi ke atas, dan perhatian pada tujuan berkinerja tinggi. Hasil estimasi muatan faktor, nilai-t dan SMC variabel iklim komunikasi organisasi dapat dilihat pada Tabel 10. 68

Tabel 10. Hasil Estimasi Variabel Laten Independen Iklim Komunikasi Organisasi Variabel (indikator) Loading Factor (λ) Nilai-t SMC Kepercayaan 0.56 4.65 0.51 Pembuaatan Keputusan Bersama 0.93 9.47 0.87 Kejujuran 0.89 8.71 0.79 Keterbukaan dalam Komunikasi Ke bawah Mendengarkan dalam Komunikasi Ke atas Perhatian pada Tujuan Berkinerja Tinggi 0.65 5.54 0.52 0.75 6.72 0.56 0.71 6.27 0.55 Dari hasil estimasi seperti terlihat pada Tabel 10 di atas, diketahui bahwa keenam indikator memiliki pengaruh yang signifikan terhadap iklim komunikasi organisasi (nilai-t 1.96). Indikator kepercayaan memiliki nilai muatan faktor sebesar 0.56 dengan nilai SMC 0.51 yang menunjukkan bahwa variabel tersebut dapat menjelaskan 51 persen variabel iklim komunikasi organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa indikator kepercayaan dapat mempengaruhi iklim komunikasi organisasi. Muhammad (1995) mengatakan bahwa hubungan atasan dan bawahan adalah jantung pengelolaan yang efektif suatu organisasi. Agar hubungan ini berhasil harus ada kepercayaan dan keterbukaan antara atasan dan bawahan. Bila ada kepercayaan, pegawai mungkin lebih berani mengemukakan gagasan dan perasaannya dengan lebih bebas dan atasan dapat menafsirkan apa yang dimaksud pegawai dengan lebih cermat. Di KPW Jakarta PT. Sinar Sosro, kepercayaan yang diberikan atasan berupa pendelegasian tugas-tugas kepada pegawai, disesuaikan dengan kemampuan yang luas termasuk kemampuan mental dalam melaksanakan pekerjaan, misalnya kejujuran, tanggung jawab, inisiatif, dan kreativitas. Menurut Nitisemito (1982) 69

mangatakan bahwa faktor kepercayaan adalah sangat penting dan menentukan dalam melaksanakan pendelegasian wewenang. Variabel pembuatan keputusan bersama mempunyai nilai muatan faktor dan SMC yang terbesar diantara indikator iklim komunikasi organisasi yang lain yaitu masing-masing 0.93 dan 0.87. Hal ini menunjukkan bahwa indikator pembuatan keputusan bersama dapat mempengaruhi iklim komunikasi organisasi. Pembuatan keputusan bersama harus melibatkan sebagian besar anggota organisasi. Dengan melibatkan pegawai dalam pembuatan keputusan bersama, alternatif pemecahan masalah yang akan diperoleh akan lebih baik, karena dengan keterlibatan bawahan akan memungkinkan munculnya beberapa pengalaman dan ide yang beraneka ragam, serta latar belakang peninjauan masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda-beda. Selain itu, karena diikutsertakan dalam pembuatan keputusan, maka para pegawai lebih memiliki komitmen dan bertanggung jawab dalam melaksanakan hasil keputusan. Sujak (1990) mengatakan bahwa penggunaan partisipasi dalam pengambilan keputusan akan menjadikan suatu organisasi lebih efektif. Pada waktu pimpinan dihadapkan suatu masalah yang sangat rumit dan tidak dapat didefinisikan dengan jelas, dimana dituntut pengambilan keputusan yang tepat, partisipasi bawahan akan sangat membantu dalam proses pengembangan alternatif pemecahan masalah. Variabel kejujuran mempunyai nilai muatan faktor sebesar 0.89 dan nilai SMC sebesar 0.79. Artinya variabel kejujuran dapat menjelaskan 79.00% variabel laten iklim komunikasi organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa indikator kejujuran dapat mempengaruhi iklim komunikasi organisasi. Pada dasarnya kondisi ini terbentuk sebagai akibat atau implikasi dari iklim kepercayaan yang telah terbentuk dengan baik. Sebagaimana yang dikatakan Muhammad (1995) bahwa salah satu alasan yang sering dikemukakan mengapa bawahan menyembunyikan atau mengubah komunikasi adalah karena bawahan sering percaya 70