1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem terumbu karang secara ekologis mempunyai fungsi sebagai tempat untuk mencari makan (feeding ground), daerah asuhan (nursery ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) bagi organisme pendukung yang ada di ekosistem tersebut. Ekosistem terumbu karang menjadi demikian penting karena ekosistem tersebut memiliki keanekaragaman yang tinggi sehingga dapat memberikan cadangan sumberdaya untuk beberapa dekade (Knowlton 2001). Kerusakan Sumberdaya laut, khususnya terumbu karang disebabkan oleh banyak faktor yang dapat dikelompokan ke dalam dua bagian yaitu: faktor alamiah dan antropogenik. Kerusakan yang disebabkan oleh faktor alam antara lain terjadinya bencana alam seperti gempa dan tsunami. Sedangkan kerusakan yang berkaitan dengan perilaku manusia, umumnya dipicu oleh berbagai faktor seperti kemiskinan dan kurangnya sosialisasi tentang pentingnya pelestarian terumbu karang (Zaelani dalam Nagib et al. 2006). Menurut Dahuri et al. (1996) faktor-faktor penyebab kerusakan terumbu karang di Indonesia antara lain disebabkab oleh ; (1) penambangan batu karang untuk bahan bangunan, pembangunan jalan dan hiasan ( ornamen), (2) penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, bahan beracun dan alat tangkap yang operasinya menyebabkan rusaknya terumbu karang, seperti muroami, (3) pencemaran perairan oleh berbagai limbah industri, pertanian, rumah-tangga baik berasal dari kegiatan di darat ( land base activities), maupun kegiatan di laut (marine base activities), (4) pengendapan (sedimentasi) dan peningkatan kekeruhan air akibat erosi tanah di daratan, kegiatan penggalian di pantai dan penambangan disekitar terumbu karang, dan (5) eksploitasi berlebihan sumber daya perikanan karang. Sedimentasi yang terjadi di perairan terumbu karang akan memberikan pengaruh semakin menurunnya kemampuan karang untuk tumbuh dan berkembang.
2 Aktifitas daratan di Kabupaten Bintan seperti penambangan pasir dan batu granit yang telah beroperasi diwilayah ini sejak berpuluh tahun meskipun sebagian besar perusahaan telah tidak diberi izin lagi untuk pengoperasiannya, menghasilkan dampak terhadap ekosistem pesisir Kabupaten Bintan dengan tingginya tingkat sedimentasi di sekitar wilayah perairan Kabupaten Bintan. Pengaruh sedimen terhadap terumbu karang terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung sedimen yang terdeposit akan menutupi permukaan polip karang sehingga akan meningkatkan kebutuhan energi metabolik untuk menghilangkannya kembali. Secara tidak langsung sedimen yang tersuspensi dapat menghalangi masuknya penetrasi sinar matahari yang dibutuhkan untuk fotosintesis alga simbion karang zooxanthellae. Apabila jumlah sedimen cukup tinggi dan melebihi batas kemampuan polip karang untuk beradaptasi, maka akan terjadi kematian dan penurunan penutupan terumbu karang pada daerah tersebut. Di sisi lain apabila sedimen mengandung sejumlah besar bahan organik akan terjadi invasi oleh alga. Menurut Tomascik (1991), beberapa kegiatan manusia yang berhubungan erat dengan sedimentasi adalah semakin tingginya pemanfaatan hutan dan lahan pertanian, kegiatan pengerukan, pertambangan, dan pembangunan konstruksi. Sebagai salah satu ekosistem pantai, terumbu karang memiliki peranan penting dan erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat pesisir. Disadari maupun tidak, sebagian besar masyarakat pesisir menggantungkan perekonomian mereka pada sektor perikanan. Ekosistem terumbu karang hadir dengan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi, baik keanekaragaman jenis biota karang sebagai penyusun utama ekosistem tersebut maupun keanekaragaman biota laut lainnya. Berbagai macam jenis ikan, Moluska, Krustasea, serta Ekhinodermata yang memiliki nilai ekonomis tinggi hidup berasosiasi dalam ekosistem tersebut. Biota laut ekonomis merupakan target utama penangkapan nelayan yang telah menghidupi mereka secara turun temurun. Hampir 60 persen masyarakat Bintan berkonsentrasi di sepanjang pesisir untuk mencari penghidupan sepanjang tahunnya sehingga memberi tekanan pada sumberdaya pesisir dan laut melalui rentangan berbagai pengaruh. Limbah rumah tangga, kelebihan tangkap, kerusakan habitat dan peningkatan sedimen
3 memberikan antropogenik yang sangat luas di Bintan sebagaimana informasi yang di peroleh dari CRITC Coremap II-LIPI. Terumbu karang sangat membutuhkan kondisi yang seimbang terutama dari toleransi fisika perairan seperti suhu, salinitas, serta sedimen. Perubahan sekecil apapun dapat memberikan perubahan yang dramatikal pada kondisi dinamika dan struktur ekosistem di terumbu karang. Ekosistem merupakan konsep terpenting dalam studi ekologi dimana ekosistem merupakan interaksi semua bagian dari faktor fisik, biologi dan lingkungan manusia yang tidak terbatas areanya dan waktu. Mulai dari kolam sampai dengan seluruh biosphere bumi (Whitten et al. 1996). Tansley (1935) dalam Mackenzie (2001) menyebutkan bahwa ekosistem di dalamya termasuk fauna, flora dan interaksi fisik di ruang tersebut. Para ekologi modern cenderng berpikir bahwa ekosistem merupakan terminologi aliran energi, aliran carbon dan siklus nutrien (Mackenzie 2001). Keanekaragaman ekosistem dapat dikenali melalui pengamatan terhadap lingkungan fisik, dimana lingkungan fisik yang berbeda melahirkan komunitas kehidupan yang berbeda. Sifat fisik, seperti suhu, kejernihan air, pola arus dan kedalaman air mempengaruhi komunitas yang hidup didalamnya (Dahuri 2003). Ekosistem terumbu karang yang sangat sensitif terhadap pengaruh kegiatan manusia, pada umumnya sudah mengalami tekanan seperti eutrofikasi (penyuburan), pengembangan pesisir, sedimentasi dan penangkapan berlebih sehingga kondisi terumbu karang banyak mengalami penurunan (Lesser 2003). Akibat dari tekanan tersebut dapat mengakibatkan pergantian fase komunitas dimana makroalgae yang memiliki pertumbuhan lebih cepat daripada terumbu karang sendiri (Mc Manus et al. 2000, Jompa & Mc Cook 2002, Lardizabal 2007, Bachtiar 2008). Ikan karang merupakan biota yang sangat erat hubungannya dengan terumbu karang, oleh karena itu kelimpahan ikan karang sangat tergantung dengan kondisi terumbu karang. Jika terumbu karang mengalami penurunan maka kelimpahan ikan karang pun akan cenderung menurun. Ikan herbivor yang merupakan ikan karang sebagai biota yang memakan alga di ekosistem terumbu karang dan berfungsi sebagai pengontrol pertumbuhan alga disekitar ekosistem terumbu karang. Alga dan termbu karang sama-sama
4 merupakan biota yang menempel di substrat sehingga terumbu karang dan alga berkompetisi untuk mendapatkan ruang (Lardizabal 2007). Littler et al. (2006) menjelaskan bahwa ikan herbivor merupakan kontrol dari atas (top down control) bagi pertumbuhan makroalga melalui proses grazing. Sedangkan peningkatan nutrien merupakan kontrol dari bawah (bottom up control) bagi pertumbuhan makroalga. Untuk mencegah semakin memburuknya kondisi ekosistem terumbu karang, terutama dari aktifitas manusia, maka diperlukan pengelolaan ekosistem terumbu karang. Dimana hakekatnya merupakan suatu proses pengontrolan tindakan manusia, agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat dilakukan secara bijaksana dan mengindahkan kaidah kelestarian lingkungan. Sehingga pengelolaan secara terpadu oleh berbagai pihak dan instansi yang terkait sangat penting dilakukan. 1.2. Perumusan Masalah Semakin bertambahnya kebutuhan masyarakat akan sumberdaya yang ada diterumbu karang seperti ikan, udang, dan lain sebagainya, maka aktifitas masyarakat untuk memanfaatkan kondisi tersebut sangat besar pula. Dengan demikian tekanan ekologis terhadap ekosistem terumbu karang akan semakin besar pula. Hal ini akan menyebabkan menurunnya kondisi ekosistem terumbu karang di wilayah Kabupaten Bintan. Hal ini dibuktikan dengan berbagai hasil pengamatan tentang kondisi terumbu karang di wilayah ini yang mengalami degradasi dengan tingkat keruskan yang bervariasi. Hasil survey ekologi pusat Penelitian Oseanografi LIPI mengungkapkan sebagian besar kawasan perairan Pulau Mapur mempunyai tutupan karang dari 50 persen dan di beberapa stasiun penelitian dijumpai adanya kerusakan karang yang cukup parah dengan persentase tutupan karang hidup kurang dari 25 persen (P2O-LIPI, 2005). Meskipun hasil pengamatan CRITC COREMAP terakhir (2007) menunjukan kondisi terumbu karang di wilayah Kabupaten Bintan cenderung mengalami perbaikan dengan meningkatnya persentase tutupan karang sekitar 50 persen. Perairan Bintan Timur dari waktu kewaktu mengalami penurunan yang sangat dimungkinkan bahwa aktifitas manusia baik dalam pemanfaatan
5 sumberdaya laut dan aktifitas daratan akan mempengaruhi kondisi terumbu karang seiring dengan bertambahnya aktifitas manusia yang mendiami wilayah pesisir pantai. Menurut survey tentang kondisi terumbu karang yang dilakukan CRITC COREMAP Kabupaten Bintan pada tahun 2006, rata-rata tutupan karang hidup di beberapa lokasi pengamatan, termasuk dalam kategori sedang yaitu 32,05 persen. Sedangkan rata-rata karang mati mencapai 30,91 persen. Kondisi karang yang rusak atau mati diyakini disebabkan ilah manusia, antara lain akibat penggunaan bom dan jaring dasar untuk menangkap ikan yang dilakukan oleh nelayan, yang dibuktikan dengan adanya patahan karang yang banyak dijumpai antara lain di daerah Teluk Dalam, Desa Malang Rapat (CRITC COREMAP Kabupaten Bintan 2006). Pemanfaatan sumberdaya alam tanpa adanya perencanaan yang matang akan dapat mengancam kelestarian sumberdaya alam itu sendiri sehingga akan mempengaruhi ketersediaan sumberdaya alam itu sendiri. Sehingga pemanfaatan potensi sumberdaya perairan perlu memperhatikan azaz keberlanjutan. Dengan minimnya informasi kondisi kualitas perairan dan kondisi tutupan karang hidup di wilayah perairan pesisir Bintan Timur, untuk itu suatu studi yang mendasar dan mencakup aspek pengelolaan terhadap pentingnya ekosistem terumbu karang di wilayah tersebut sangat diperlukan. Dengan demikian maka akan didapatkan suatu pola pengelolaan ekosistem terumbu karang yang berkelanjutan (sustainable) untuk kesejahteraan masyarakat itu sendiri. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kondisi ekosistem terumbu karang. 2. Mengetahui penyebab kerusakan yang terjadi di ekostem terumbu karang. 3. Mencari alternatif pengelolaan ekosistem terumbu karang dengan pengembangan lesson learn dari existing terumbu karang. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dasar bagi kondisi ekosistem terumbu karang terhadap stress dari kegiatan manusia dan
6 allternatif pengembangan pengelolaannya, khususnya pemerintah agar dapat menentukan kebijakan yang sempurna berkaitan dengan upaya pelestarian sumberdaya alam, khususnya ekosistem terumbu karang.