KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PERAIRAN KABUPATEN BINTAN DAN ALTERNATIF PENGELOLAANNYA FEBRIZAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PERAIRAN KABUPATEN BINTAN DAN ALTERNATIF PENGELOLAANNYA FEBRIZAL"

Transkripsi

1 KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PERAIRAN KABUPATEN BINTAN DAN ALTERNATIF PENGELOLAANNYA FEBRIZAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Kabupaten Bintan dan Alternatif Pengelolaanya adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Oktober 2009 Febrizal NRP. C

3 ABSTRACT FEBRIZAL. Coral Reef Ecosystem Conditions in Bintan District Waters and Its Alternative Management. Under the direction of ARIO DAMAR and NEVIATY P. ZAMANI. Coral reef ecosystem damage caused by natural and human activites. Any small change can provide a dramatic change in the condition of the dynamics and structure of coral reef ecosystems. With the lack of information and the condition of water quality conditions of living coral cover in the of Bintan coastal waters area, for it was a basic study and includes aspects of the importance of ecosystem management. The purpose of this study are: To determine the condition of coral reef ecosystems; and cause of the damage coral reefs ecosystem; also Finding an alternative management of coral reef ecosystems by developing lesson learn from existing reefs.the methods used were the square transect for determining of coral reefs and macroalgae cover. whereas for determination of fish community structur using modification of Line Intercept Transect and Underwater Fish Visual Cencus (UVC). The analysis used was standar ecologycal analysis, correlation with Principle Component Analysis and Corelation. The result showed that coral reef ecosystem in most location are still in good condition. The correlation analysis obtained the increase in the percentage of dead coral cover will increase the percentage cover of macroalgae, while the relationship herbivorous fish and algae cover inversel. The conclusion that all the activities that may damage the reefs will affect the coral ecosystem conditions that will cause the growth of macroalgae has dead coral cover. Herbivore is a control on the growth and help maintain reef communities in competition with macroalgae. Key Word: Human Activities, Coral reefs, Herbivory, Macroalgae

4 RINGKASAN FEBRIZAL. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Kabupaten Bintan dan Alternatif Pengelolaannya. Di bawah bimbingan Ario Damar dan Neviaty P. Zamani. Ekosistem terumbu karang menyediakan berbagai sumber kebutuhan hidup untuk masyarakat pesisir seperti hasil perikanan, budidaya dan pariwisata. Hampir 60 persen masyarakat Kabupaten Bintan berkonsentrasi di sepanjang pesisir untuk mencari penghidupan sepanjang tahunnya sehingga memberi tekanan pada sumberdaya pesisir dan laut melalui rentangan berbagai pengaruh. Kelebihan tangkap, kerusakan habitat dan peningkatan sedimen memberikan antropogenik yang sangat luas di Bintan sebagaimana informasi yang di peroleh dari CRITC Coremap II-LIPI. Tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui kondisi dan penyebab kerusakan di ekosistem terumbu karang di Kabupaten Bintan dan mencari alternatif pengelolaan ekosistem terumbu karang dengan pengembangan lesson learn dari existing terumbu karang. Penelitian ini dilakukan di perairan Kabupaten Bintan di dua wilayah yaitu wilayah Kecamatan Gunung Kijang (pantai Trikora) dan Pulau Mapur Provinsi Kepulauan Riau, pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli Persentase penutupan karang beserta penyusun substrat dasar lainnya diperoleh berdasarkan metode transek kuadrat. Pengamatan ikan karang dilakukan dengan metode sensus visual bawah air (Under Visual Census). Data kualitas air yang meliputi kondisi fisika, dan kimia perairan.dengan metode analisis kualitas air yang mangacu pada APHA (1989). Analisis yang digunakan untuk melihat hubungan variabel tutupan karang hidup, tutupan karang mati kelimpahan ikan herbivora dan makroalga adalah dengan analisis Korelasi Spearman dengan menggunakan software Microsoft Excel 2003, sedangakan untuk melihat pola pengelompokan variabel penyususn substrat dasar, ikan karang dan lingkungan, digunakan Analisia Komponen Utama (PCA) dengan menggunakan ExcelStat Hasil yang di peroleh adalah tutupan karang hidup antara 34,69 % - (99,84 %). Kerusakan terumbu karang terjadi disebabkan oleh adanya aktifitas manusia baik diwilayah perairan ataupun didaratan. Baik oleh kegiatan penangkapan maupun sedimentasi dari daratan. Total kelimpahan ikan sebanyak individu ikan dari keseluruhan stasiun pengamatan selama penelitian. Dan terindentifikasi sebanyak 57 spesies dengan 14 family ikan. Jumlah ikan herbivora yang ditemui selama pengamatan adalah 199 individu dari keseluruhan stasiun pengamatan dengan jumlah spesies 6 jenis dari famili pomacentridae, scaridae dan siganidae. Rendahnya tingkat kelimpahan ikan herbivora disebabkan oleh penangkapan ikan lebih dari masyarakat nelayan pada musim angin kencang di wilayah ini., terutama kan herbivora berukuran besar. Kelompok makroalga merupakan kelompok tutupan yang tertinggi terutama distasiun 1( 16,65%), diukuti dengan stasiun 4 (15,78%) serta stasiun 5 dan 8(10,99% dan 10,69) dibandingkan dengan turf algae ditemukan hanya pada stasiun 4 dan 5 ( 1,24% dan 1,66%) sedangkan coralin coralin algae ditemukan pada stasiun 2, 4 dan 5 (2,38%, 3,82% dan 0,39%). Tingginya tutupan alga di beberapa stasiun penelitian

5 menunjukan adanya hubungan kompetisi dalam pemakaian tempat antara karang dan makroalga.tingginya tutupan karang mati berpengaruh terhadap pertumbuhan makro algae yang bersipat sangat cepat mengisi ruang yang kosong sebagai tempat pertumbuhannya. Sehingga adanya hubungan positif antara peningkatan tutupan karang mati dengan tutupan makro alga. Kesimpulannya adalah kondisi terumbu karang di periaran Kabupaten Bintan secara umum termasuk dalam kondisi sedang hingga baik serkali.sedangkan di wilayah II di lokasi P. Mapur berada dalam kondisi sedang hingga baik sekali dengan kisaran diantar dua lokasi yaitu 34,69% hingga 99,84%.Kelimpahan ikan herbivora dan tutupan karang hidup berpengaruh negatif terhadap tutupan makroalgae. Secara umum kondisi perairan Kabupaten Bintan masih mendukung bagi pertumbuhan ekosistem terumbu karang. Alternatif pengelolaan yang dapat dilakukan terhadap kondisi ekosistem terumbu karang diperairan Kabupaten Bintan adalah (1) mempertahankan kondisi terumbu karang dari kegiatan penangkapan yg bersifat destruktif ; (2) Menangani Ikan herbivora secara khusus dan mendapat prioritas perlindungan di dalam pengelolaan terumbu karang. (3) Penegakan hukum dan pengawasan yang optimal dapat dilakukan dengan membuat aturan perundang-undangan daerah yang belum ditetapkan di daerah sebagai bentuk aksi perlindungan terhadap pemanfaatan terumbu karang sebagai sumberdaya laut tidak hanya dipandang sebagai nilai ekonomis tapi juga bernilai ekologis, (4) Implementasi pengelolaan secara terpadu dan berkelanjutan.

6 KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PERAIRAN KABUPATEN BINTAN DAN ALTERNATIF PENGELOLAANYA FEBRIZAL Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

7 Judul Penelitian Nama Mahasiswa Nomor Pokok : Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Kabupaten Bintan dan Alternatif Pengelolaannya : Febrizal : C Disetujui Komisi Pembimbing Dr.Ir. Ario Damar, M.Si Ketua Dr.Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof.Dr.Ir. Mennofatria Boer, DEA Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:

8 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

9 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyusun tesis dengan judul Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Kabupaten Bintan dan Alternatif Pengelolaannya. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kelautan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasihyang sebesarbesarnya kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Ario Damar, M.Si. dan Ibu Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc. selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas semua waktu, tenaga, sertas masukan dan saran selama penyusunan tesis ini. 2. Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Kepulauan Riau yang telah memberikan Bantuan dana kepada penulis. 3. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan serta Instansi Terkait yang telah banyak membantu dalam penyediaan informasi dan data dalam penelitian ini. 4. Keluarga tercinta (Ayahanda A. Rachman. T, Ibunda Nurma sari, Saudarasaudara tercinta) yang senantiasa memberikan doa dan restu selama penulis menempuh pendidikan. 5. Rekan-rekan kuliah Program Studi SPL-Sandwich coremap II-ADB yang telah memberikan inspirasi dan menjadi teman diskusi. Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terdapat berbagai kekurangan. Oleh karena itu penulus mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun untuk kesempurnaan tesis ini. Semoga hasil dari penelitian dan tesis ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan pengelolaan terumbu karang di masa yang akan datang. Bogor, Oktober 2009 Febrizal

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Selat Panjang pada tanggal 3 Febuari 1971 sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Penulis mengawali pendidikan dasar di SD Negeri 002 Buluh Kasap ( ). Penulis melanjutkan pendidikan di SMP YPLK Dumai pada tahun , dan pada tahun dilanjutkan di SMA Negeri 2 Dumai Selanjutnya penulis diterima di Program Studi Ilmu Kelautan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan Universitas Riau melalui jalur PMDK pada tahun 1989, dan lulus pada tahun 1995). Selama di Universitas Riau, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia (HIMAPIKANI). Untuk menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Kelautan FAPERIK UNRI, penulis melakukan penelitian dengan judul Kandungan Logam Berat (Pb,Cd, dan Zn di dalam tubuh Lokan (Geloena Coaxans) di Perairan Sungai Pakning Kabupaten Bengkalis Penulis dinyatakan lulus dan memperoleh gelar sarjana pada bulan Desember Pada tahun 2007, penulis melanjutkan pendidikan pascasarjana pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. Untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Magister Sains, penulis melakukan penelitian dengan judul Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Kabupaten Bintan dan Alternatif Pengelolaannya.

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR xiii xiv DAFTAR LAMPIRAN 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian... Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Batasan Wilayah Pesisir Ekologi Terumbu Karang Faktor-faktor Pembatas Faktor-faktor Penyebab Kerusakan Terumbu Karang Ikan Karang Hubung Ikan Karangan dengan Keanekaragaman Habitat Trophic Ekologi Ikan Karang Peran Herbivori Dalam ekosistem terumbu Karang Makroalga METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Peralatan yang di gunakan Penentuan Stasiun Penelitian Metode Pengumpulan Data Pengamatan Terumbu Karang dan Makro Alga Pengamatan Ikan Karang Pengukuran Variabel Kualitas Air Studi Pustaka Analisa Data Persentase Penutupan Karang dan Makro Algae Ikan Karang Kelimpahan Ikan Karang Variabel Kualitas Air Analisis Hubungan Hubungan antara Lingkungan dan Penutupan Subrat Dasar serta ikan karang Analisis Korelasi xvi 4 5 x

12 Halaman 4. HASIL Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan gunung Kijang (Pantai Trikora) Pulau Mapur Kondisi terumbu Karang Hubungan Parameter Lingkungan dengan Penutupan Substrat Dasar Kelimpahan Ikan Kelimpahan Ikan Herbivora Hubungan Parameter Lingkungan dengan Ikan Karang Kondisi Alga Kondisi Lingkungan Suhu Kecerahan Kedalaman Kecepatan Arus TSS (Total Suspended Solid) Salinitas Ortophosfat (PO 4 -P) Nitrat (NO 3- N) Nitrit (NO 2 ) Amonia (NH 3 ) DO (Disolved Oxygen) Korelasi Hubungan antara kelimpahan ikan Herbivora dan persentase tutupan alga Hubungan antara pesentase tutupan karang hidup dengan kelimpahan Ikan Karang (individu/transek) Hubungan antara persentase tutupan karang mati dengan persentase kelimpahan alga Hubungan persentase tutupan karang hidup dengan kelimpahan alga PEMBAHASAN Kondisi Penutupan Substrat Dasar Ekosistem Terumbu Karang Penyebab Kerusakan Terumbu Karang di Kabupaten Bintan Tutupan Karang Hidup, Kelimpahan Alga, Ikan herbivora dan Lingkungan Pembelajaran dari Existing Ekosistem Terumbu Karang Alternatif Pengelolaan Ekosistem terumbu Karang SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran xi

13 Halaman DAFTAR PUSTAKA 85 LAMPIRAN xii

14 DAFTAR TABEL Halaman 1. Parameter dan cara analisis kualitas air dalam penelitian Daftar penggolongan komponen dasar penyusun ekosistem terumbu karang berdasarkan life form karang dan kodenya Kriteria penilaian kondisi ekosistem terumbu karang berdasarkan persentase penutupan karang (Gomez dan Yap, 1988) Konsentrasi larutan Standar Nitrat-nitrogen Persentase tutupan karang keras, karang mati, alga, biota lain dan abiotik penyusun struktur bentik Nama-nama stasiun penelitian berdasarkan pembagian kawasan Distribusi persentase tutupan karang keras di lokasi penelitian Daftar family dan spesies ikan karang yg ditemukan dengan metode visual sensus bawah air di seluruh stasiun Daftar family dan spesies ikan herbivora yang ditemukan dengan metoda visual sensus diseluruh stasiun Kelimpahan spesies ikan herbivora individu per transek disetiap stasiun Persentase tutupan alga di tiap-tiap stasiun xiii

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Faktor-faktor yang membatasi pertumbuhan terumbu karang (Nybakken, 1988) Ikan-ikan karang yang berasosiasi dengan koloni karang bercabang (Nybakken,1988) Peta lokasi penelitian Metode pengamatan terumbu karang dengan transek kuadrat Pencatatan data kelimpahan dan bio massa sensus visual bawah air spesies ikan karang (Labrosse, 2002) Persentase penutupan kelompok bentik: karang hidup, karang mati, alga, biota lain, abiotik Persentase tutupan karang hidup berdasarkan genus Persentase tutupan karang hidup dari kategori Acropora: Acropora brancing (ACB), Acropora Digitate (ACD), Acropora Submasive (ACS), Acropora Tabulate (ACT) Persentase tutupan karang hidup dari kategori Non-Acropora: Coral Brancing (CB), Coral Encruisting (ACD), Coral Foliose (CF), Coral Massive (CM), Coral Sub-massive (CS), Coral Mushroom (CMR), Coral Meliopora (CME), Coral Heliopora (CHL) a. Biplot korelasi antara variabel.di seluruh stasiun b. Biplot observasi data variabel diseluruh stasiun Kelimpahan jenis ikan karang per stasiun Kelimpahan family ikan karang per stasiun Kelimpahan jenis ikan herbivora per stasiun xiv

16 Halaman 14 Kelimpahan family ikan herbivoara per stasiun Biplot korelasi antara data variabel di seluruh stasiun Kondisi persentase tutupan Alga di tiap-tiap stasiun penelitian Nilai rata-rata suhu di tiap-tiap stasiun pengamatan Nilai rata-rata kecerahan (m) di tiap-tiap stasiun pengamatan Nilai rata-rata kedalaman (m) di tiap-tiap stasiun pengamatan Nilai rata-rata kecepatan arus (cm) di tiap-tiap stasiun pengamatan Kondisi TSS (Total Suspended Solid) di tiap-tiap stasiun pengamatan Kondisi Salinitas ( ) di tiap-tiap stasiun pengamatan Kondisi Orthophosphate (PO 4 -P) di tiap-tiap stasiun pengamatan Kondisi Nitrat (NO 3 -N) di tiap-tiap stasiun pengamatan Kondisi DO (Oksigen terlarut) di tiap-tiap stasiun pengamatan xv

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Persentase penutupan karang hidup dan biota penyusun substrat dasar lainnya (%) pada lokasi penelitian yang berbeda Bentuk pertumbuhan karang batu (English et al. 1997) Kelimpahan jenis ikan karang tiap-tiap stasiun Total kelimpahan jenis ikan herbivora tiap stasiun Kondisi kualitas perairan tiap stasiun penelitian Korelasi antara kondisi tutupan substrat dasar yang ada dengan kondisi perairannya pada seluruh stasiun penelitian Sumarry statistik analisis PCA Korelasi antara kondisi family ikan karang yang ada dengan kondisi perairannya pada seluruh stasiun penelitian Nilai akar ciri variabel kondisi perairan dan family ikan karang Hasil perhitungan Analisis korelasi antara variabel Tutupan karang kelimpahan ikan herbivora dan tutupan alga xvi

18 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem terumbu karang secara ekologis mempunyai fungsi sebagai tempat untuk mencari makan (feeding ground), daerah asuhan (nursery ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) bagi organisme pendukung yang ada di ekosistem tersebut. Ekosistem terumbu karang menjadi demikian penting karena ekosistem tersebut memiliki keanekaragaman yang tinggi sehingga dapat memberikan cadangan sumberdaya untuk beberapa dekade (Knowlton 2001). Kerusakan Sumberdaya laut, khususnya terumbu karang disebabkan oleh banyak faktor yang dapat dikelompokan ke dalam dua bagian yaitu: faktor alamiah dan antropogenik. Kerusakan yang disebabkan oleh faktor alam antara lain terjadinya bencana alam seperti gempa dan tsunami. Sedangkan kerusakan yang berkaitan dengan perilaku manusia, umumnya dipicu oleh berbagai faktor seperti kemiskinan dan kurangnya sosialisasi tentang pentingnya pelestarian terumbu karang (Zaelani dalam Nagib et al. 2006). Menurut Dahuri et al. (1996) faktor-faktor penyebab kerusakan terumbu karang di Indonesia antara lain disebabkab oleh ; (1) penambangan batu karang untuk bahan bangunan, pembangunan jalan dan hiasan ( ornamen), (2) penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, bahan beracun dan alat tangkap yang operasinya menyebabkan rusaknya terumbu karang, seperti muroami, (3) pencemaran perairan oleh berbagai limbah industri, pertanian, rumah-tangga baik berasal dari kegiatan di darat ( land base activities), maupun kegiatan di laut (marine base activities), (4) pengendapan (sedimentasi) dan peningkatan kekeruhan air akibat erosi tanah di daratan, kegiatan penggalian di pantai dan penambangan disekitar terumbu karang, dan (5) eksploitasi berlebihan sumber daya perikanan karang. Sedimentasi yang terjadi di perairan terumbu karang akan memberikan pengaruh semakin menurunnya kemampuan karang untuk tumbuh dan berkembang.

19 2 Aktifitas daratan di Kabupaten Bintan seperti penambangan pasir dan batu granit yang telah beroperasi diwilayah ini sejak berpuluh tahun meskipun sebagian besar perusahaan telah tidak diberi izin lagi untuk pengoperasiannya, menghasilkan dampak terhadap ekosistem pesisir Kabupaten Bintan dengan tingginya tingkat sedimentasi di sekitar wilayah perairan Kabupaten Bintan. Pengaruh sedimen terhadap terumbu karang terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung sedimen yang terdeposit akan menutupi permukaan polip karang sehingga akan meningkatkan kebutuhan energi metabolik untuk menghilangkannya kembali. Secara tidak langsung sedimen yang tersuspensi dapat menghalangi masuknya penetrasi sinar matahari yang dibutuhkan untuk fotosintesis alga simbion karang zooxanthellae. Apabila jumlah sedimen cukup tinggi dan melebihi batas kemampuan polip karang untuk beradaptasi, maka akan terjadi kematian dan penurunan penutupan terumbu karang pada daerah tersebut. Di sisi lain apabila sedimen mengandung sejumlah besar bahan organik akan terjadi invasi oleh alga. Menurut Tomascik (1991), beberapa kegiatan manusia yang berhubungan erat dengan sedimentasi adalah semakin tingginya pemanfaatan hutan dan lahan pertanian, kegiatan pengerukan, pertambangan, dan pembangunan konstruksi. Sebagai salah satu ekosistem pantai, terumbu karang memiliki peranan penting dan erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat pesisir. Disadari maupun tidak, sebagian besar masyarakat pesisir menggantungkan perekonomian mereka pada sektor perikanan. Ekosistem terumbu karang hadir dengan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi, baik keanekaragaman jenis biota karang sebagai penyusun utama ekosistem tersebut maupun keanekaragaman biota laut lainnya. Berbagai macam jenis ikan, Moluska, Krustasea, serta Ekhinodermata yang memiliki nilai ekonomis tinggi hidup berasosiasi dalam ekosistem tersebut. Biota laut ekonomis merupakan target utama penangkapan nelayan yang telah menghidupi mereka secara turun temurun. Hampir 60 persen masyarakat Bintan berkonsentrasi di sepanjang pesisir untuk mencari penghidupan sepanjang tahunnya sehingga memberi tekanan pada sumberdaya pesisir dan laut melalui rentangan berbagai pengaruh. Limbah rumah tangga, kelebihan tangkap, kerusakan habitat dan peningkatan sedimen

20 3 memberikan antropogenik yang sangat luas di Bintan sebagaimana informasi yang di peroleh dari CRITC Coremap II-LIPI. Terumbu karang sangat membutuhkan kondisi yang seimbang terutama dari toleransi fisika perairan seperti suhu, salinitas, serta sedimen. Perubahan sekecil apapun dapat memberikan perubahan yang dramatikal pada kondisi dinamika dan struktur ekosistem di terumbu karang. Ekosistem merupakan konsep terpenting dalam studi ekologi dimana ekosistem merupakan interaksi semua bagian dari faktor fisik, biologi dan lingkungan manusia yang tidak terbatas areanya dan waktu. Mulai dari kolam sampai dengan seluruh biosphere bumi (Whitten et al. 1996). Tansley (1935) dalam Mackenzie (2001) menyebutkan bahwa ekosistem di dalamya termasuk fauna, flora dan interaksi fisik di ruang tersebut. Para ekologi modern cenderng berpikir bahwa ekosistem merupakan terminologi aliran energi, aliran carbon dan siklus nutrien (Mackenzie 2001). Keanekaragaman ekosistem dapat dikenali melalui pengamatan terhadap lingkungan fisik, dimana lingkungan fisik yang berbeda melahirkan komunitas kehidupan yang berbeda. Sifat fisik, seperti suhu, kejernihan air, pola arus dan kedalaman air mempengaruhi komunitas yang hidup didalamnya (Dahuri 2003). Ekosistem terumbu karang yang sangat sensitif terhadap pengaruh kegiatan manusia, pada umumnya sudah mengalami tekanan seperti eutrofikasi (penyuburan), pengembangan pesisir, sedimentasi dan penangkapan berlebih sehingga kondisi terumbu karang banyak mengalami penurunan (Lesser 2003). Akibat dari tekanan tersebut dapat mengakibatkan pergantian fase komunitas dimana makroalgae yang memiliki pertumbuhan lebih cepat daripada terumbu karang sendiri (Mc Manus et al. 2000, Jompa & Mc Cook 2002, Lardizabal 2007, Bachtiar 2008). Ikan karang merupakan biota yang sangat erat hubungannya dengan terumbu karang, oleh karena itu kelimpahan ikan karang sangat tergantung dengan kondisi terumbu karang. Jika terumbu karang mengalami penurunan maka kelimpahan ikan karang pun akan cenderung menurun. Ikan herbivor yang merupakan ikan karang sebagai biota yang memakan alga di ekosistem terumbu karang dan berfungsi sebagai pengontrol pertumbuhan alga disekitar ekosistem terumbu karang. Alga dan termbu karang sama-sama

21 4 merupakan biota yang menempel di substrat sehingga terumbu karang dan alga berkompetisi untuk mendapatkan ruang (Lardizabal 2007). Littler et al. (2006) menjelaskan bahwa ikan herbivor merupakan kontrol dari atas (top down control) bagi pertumbuhan makroalga melalui proses grazing. Sedangkan peningkatan nutrien merupakan kontrol dari bawah (bottom up control) bagi pertumbuhan makroalga. Untuk mencegah semakin memburuknya kondisi ekosistem terumbu karang, terutama dari aktifitas manusia, maka diperlukan pengelolaan ekosistem terumbu karang. Dimana hakekatnya merupakan suatu proses pengontrolan tindakan manusia, agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat dilakukan secara bijaksana dan mengindahkan kaidah kelestarian lingkungan. Sehingga pengelolaan secara terpadu oleh berbagai pihak dan instansi yang terkait sangat penting dilakukan Perumusan Masalah Semakin bertambahnya kebutuhan masyarakat akan sumberdaya yang ada diterumbu karang seperti ikan, udang, dan lain sebagainya, maka aktifitas masyarakat untuk memanfaatkan kondisi tersebut sangat besar pula. Dengan demikian tekanan ekologis terhadap ekosistem terumbu karang akan semakin besar pula. Hal ini akan menyebabkan menurunnya kondisi ekosistem terumbu karang di wilayah Kabupaten Bintan. Hal ini dibuktikan dengan berbagai hasil pengamatan tentang kondisi terumbu karang di wilayah ini yang mengalami degradasi dengan tingkat keruskan yang bervariasi. Hasil survey ekologi pusat Penelitian Oseanografi LIPI mengungkapkan sebagian besar kawasan perairan Pulau Mapur mempunyai tutupan karang dari 50 persen dan di beberapa stasiun penelitian dijumpai adanya kerusakan karang yang cukup parah dengan persentase tutupan karang hidup kurang dari 25 persen (P2O-LIPI, 2005). Meskipun hasil pengamatan CRITC COREMAP terakhir (2007) menunjukan kondisi terumbu karang di wilayah Kabupaten Bintan cenderung mengalami perbaikan dengan meningkatnya persentase tutupan karang sekitar 50 persen. Perairan Bintan Timur dari waktu kewaktu mengalami penurunan yang sangat dimungkinkan bahwa aktifitas manusia baik dalam pemanfaatan

22 5 sumberdaya laut dan aktifitas daratan akan mempengaruhi kondisi terumbu karang seiring dengan bertambahnya aktifitas manusia yang mendiami wilayah pesisir pantai. Menurut survey tentang kondisi terumbu karang yang dilakukan CRITC COREMAP Kabupaten Bintan pada tahun 2006, rata-rata tutupan karang hidup di beberapa lokasi pengamatan, termasuk dalam kategori sedang yaitu 32,05 persen. Sedangkan rata-rata karang mati mencapai 30,91 persen. Kondisi karang yang rusak atau mati diyakini disebabkan ilah manusia, antara lain akibat penggunaan bom dan jaring dasar untuk menangkap ikan yang dilakukan oleh nelayan, yang dibuktikan dengan adanya patahan karang yang banyak dijumpai antara lain di daerah Teluk Dalam, Desa Malang Rapat (CRITC COREMAP Kabupaten Bintan 2006). Pemanfaatan sumberdaya alam tanpa adanya perencanaan yang matang akan dapat mengancam kelestarian sumberdaya alam itu sendiri sehingga akan mempengaruhi ketersediaan sumberdaya alam itu sendiri. Sehingga pemanfaatan potensi sumberdaya perairan perlu memperhatikan azaz keberlanjutan. Dengan minimnya informasi kondisi kualitas perairan dan kondisi tutupan karang hidup di wilayah perairan pesisir Bintan Timur, untuk itu suatu studi yang mendasar dan mencakup aspek pengelolaan terhadap pentingnya ekosistem terumbu karang di wilayah tersebut sangat diperlukan. Dengan demikian maka akan didapatkan suatu pola pengelolaan ekosistem terumbu karang yang berkelanjutan (sustainable) untuk kesejahteraan masyarakat itu sendiri Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kondisi ekosistem terumbu karang. 2. Mengetahui penyebab kerusakan yang terjadi di ekostem terumbu karang. 3. Mencari alternatif pengelolaan ekosistem terumbu karang dengan pengembangan lesson learn dari existing terumbu karang Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dasar bagi kondisi ekosistem terumbu karang terhadap stress dari kegiatan manusia dan

23 6 allternatif pengembangan pengelolaannya, khususnya pemerintah agar dapat menentukan kebijakan yang sempurna berkaitan dengan upaya pelestarian sumberdaya alam, khususnya ekosistem terumbu karang.

24 7 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Batasan Wilayah Pesisir Wilayah Pesisir secara ekologis adalah suatu wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut, darat mencakup daratan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses kelautan sedangkan ke arah laut meliputi perairan laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alamiah dan kegiatan manusia di daratan (Beatly 1994; Dahuri et al. 1996; Clark 1996). Di dalam Naskah Akademik Pengelolaan Wilayah Pesisir (2001), pendefenisian wilayah pesisir dilakukan atas tiga pendekatan, yaitu pendekatan ekologis, pendekatan administratif dan pendekatan perencanaan. Dilihat dari aspek ekologis, wilayah pesisir adalah wilayah yang dipengaruhi oleh prosesproses laut, seperti pasang surut dan kearah laut dipengaruhi oleh proses-proses daratan seperti sedimentasi. Dari aspek administratif, wilayah pesisir adalah wilayah yang secara administratif pemerintahan mempunyai batasan terluar sebelah hulu dari kecamatan atau kabupaten atau kota yang mempunyai hulu dan kearah laut sejauh 12 mil dari garis pantai untuk propinsi atau sepertiga untuk kabupaten atau kota. Sedangkan apabila dilihat dari aspek perencanaan, wilayah pesisir adalah wilayah perencanaan pengeolaan difokuskan pada penanganan isu yang akan ditangani secara bertanggungjawab. Dengan demikian, wilayah pesisir adalah tempat berinteraksinya ekosistem darat dan laut, batasnya kearah darat mencakup administrasi suatu kecamatan, desa atau pantai dan kearah laut sejauh 12 mil dari garis pantai. Di wilayah pesisir terdapat ekosistem yang terkait satu dengan lainnya. Ekosistem pesisir merupakan suatu unit tatanan interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan secara bersama-sama menjalankan fungsinya masing-masing pada suatu tempat atau habitat (Odum 1971). Selanjutnya dikatakan bahwa komponen hayati dan nirhayati secara fungsional hubungan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu sistem. Apabila terjadi perubahan pada salah satu sistem dari kedua komponen tersebut, maka dapat mempengaruhi

25 8 keseluruhan sistem yang ada, baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun dalam keseimbangannya (Bengen 2002). Salah satu bentuk keterkaitan antara ekosistem di wilayah pesisir dapat dilihat dari pergerakan air sungai, aliran limpasan (run-off), aliran air tanah (ground water) dengan berbagai materi yang terkandung di dalamnya (nutrient, sedimentasi dan bahan pencemar) yang kesemuanya akan bermuara ke perairan pesisir. Selain itu, pola pergerakan massa air ini juga akan berperan dalam perpindahan biota perairan (plankton, ikan, udang) dan bahan pencemar dari satu lokasi ke lokasi lainnya (Bengen 2004). Secara prinsip, ekosistem pesisir mempunyai 4 (empat) fungsi pokok bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai penyedia sumberdaya alam, penerima limbah, penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan, dan penyedia jasa-jasa kenyamanan (Bengen 2001). Sedangkan menurut ( Dahuri et al. 1996), wilayah pesisir secara keseluruhan memiliki berbagai fungsi dan manfaat bagi manusia, sebagai berikut: 1. Penyedia sumberdaya alam hayati, seperti sumber pangan (protein) dan sebagai obat-obatan untuk kesehatan. 2. Penyedia sumberdaya alam non hayati, yakni dapat menyediakan lapangan pekerjaan seperti kegiatan industri, pertambangan dan sebagainya. 3. Penyedia energi, dengan menggunakan gelombang pasang-surut dapat membangkitkan tenaga listrik. 4. Sarana transportasi, untuk membangun pelabuhan atau dermaga sebagai bongkar muat barang. 5. Rekreasi dan pariwisata, yakni didukung oleh pasir putih, terumbu karang dan sebagainya. 6. Pengatur iklim dan lingkungan hidup, laut berperan mengatur suhu udara dan iklim laut, menyerap CO 2, menjaga lingkungan laut agar sirkulasi air dunia terjamin sehingga daerah tropis air laut tidak terlalu panas dan sebaliknya daerah subtropis. 7. Penampung limbah, bentuk apapun limbah yang dibuang ketempat terakhirnya adalah muara sungai di laut.

26 9 8. Sumber plasma nutfah, yakni tempat hidupnya beraneka ragam biota dan plasma nutfah sehingga merupakan bagian kepentingan manusia. 9. Pemukiman, yaitu menyediakan tempat tinggal bagi masyarakat yang mempunyai kegiatan di pesisir. 10. Kawasan Industri, yakni digunakan untuk pembangunan industri sehingga memudahkan kegiatan ekspor dan impor barang. 11. Pertahanan dan keamanan, wilayah pesisir megelilingi pulau sehingga pulau merupakan wilayah pengaman dan pendukung kekuatan hankam. Sebagai wilayah yang mempunyai karakteristik tersendiri, maka faktorfaktor lingkungan yang berpengaruh di wilayah pesisir seperti angin, gelombang, pasang surut, arus, serta faktor fisik dan kimia lainnya lebih bervariasi dibandingkan dengan ekosistem yang terdapat di laut lepas maupun yang terdapat di perairan darat. Karakteristik hidro-oseanografi yang sangat dinamis ini menjadikan pengelolaan wilayah pesisir baik untuk kepentingan perikanan budidaya, konstruksi, pariwisata, serta kegiatan lainnya harus dikerjakan secara bijak dan hati-hati Ekologi Terumbu Karang Pembentukan kerangka karang pada umumnya diinterpretasikan sebagai kenaikan massa kerangka kapur karang, di mana jaringan hidup hewan karang diliputi kerangka disusun oleh kalsium karbonat dalam bentuk aragonite (Kristal serat CaCO 3 ) dan kalsit (bentuk kristal yang umum CaCO 3 ) (Goreau et al. 1982). Proses fotosintesis bagi zooxanthellae tergantung dari penetrasi radiasi matahari yang masuk ke dalam kolom air, maka kedalaman dan kejernihan air merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan perkembangan terumbu dan koloni karang. Radiasi matahari yang cukup untuk mendukung proses fotosintesis zooxanthellae terumbu karang yang terjadi pada kedalaman tersebut dan kejernihan air terkait dengan kandungan sedimen alam perairan. Di satu sisi kandungan sedimen yang tinggi akan menghambat penetrasi radiasi matahari sehingga mengurangi jumlah radiasi yang diperlukan untuk proses fotosintesis, di sisi lain endapan sedimen di permukaan koloni karang menyebabkan karang

27 10 mengeluarkan banyak energi untuk membersihkan diri dari sedimen tersebut. Akibatnya karang kehilangan banyak energi, sementara proses fotosintesa untuk menghasilkan energi juga terhambat. Hal itulah yang menyebabkan karang terhambat pertumbuhannya (Nybakken 1992). Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang khas dikepulauan khususnya di wilayah tropis. Ekosistem ini terkenal dengan produktifitasnya yang tinggi karena proses daur ulang (siklus) unsur hara berlangsung sangat cepat di ekosistem ini. Ekosistem ini juga sangat penting bagi perairan disekitarnya mengingat banyak jenis ikan yang hidupnya bergantung dengan ekosistem ini walaupun ikan tersebut tidak menghabiskan waktunya hidup di terumbu karang. Kualitas perairan terumbu karang sangat tergantung pada faktor fisika laut seperti arus, pasang surut, suhu, kecerahan, kedalaman perairan, sedimentasi dan unsur hara dalam perairan, juga tergantung pada faktor kimia seperti salinitas, CO 2, O 2, PH dan faktor biologis seperti predator, penyakit, makanan, reproduksi, zooxanthellae (Sya rani 1982). Menurut Edinger et al. (2000) kualitas perairan berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan karang seperti kecepatan arus, kedalaman, suhu, salinitas, kecerahan, phosphat, silikat, nitrat, nitrit, oksigen terlarut dan ph. Jenis Terumbu Karang Menurut bentuk dan letaknya, pertumbuhan ekosistem terumbu karang dikelompokkan menjadi tiga tipe terumbu karang (Nybakken 1988), yaitu : 1. Terumbu Karang Pantai (Fringing Reef) Terumbu Karang ini berkembang dipantai dan mencapai kedalaman tidak lebih dari 40 meter. Terumbu Karang ini tumbuh keatas dan kearah laut. Pertumbuhan terbaik biasanya terdapat di bagian yang cukup arus. Sedangkan diantara pantai dan tepi luar terumbu, karang batu cenderung mempunyai pertumbuhan yang kurang baik, bahkan banyak yang mati karena sering mengalami kekeringan dan banyak endapan yang datang dari darat. 2. Terumbu Karang Penghalang (Barrier Reef) Terumbu Karang ini terletak agak jauh dari pantai dan dipisahkan dari pantai tersebut oleh dasar laut yang terlalu dalam untuk pertumbuhan karang batu

28 11 (40-70 meter). Terumbu Karang ini berakar pada kedalaman yang melebihi kedalaman maksimum dimana karang batu pembentuk terumbu dapat hidup. Umumnya terumbu tipe ini memanjang menyusuri pantai dan biasanya berputar seakan-akan merupakan penghalang bagi pendatang yang datang dari luar. 3. Terumbu Karang Cincin (Atoll) Terumbu Karang ini merupakan bentuk cincin yang melingkari suatu goba (Lagon). Menurut Kuenan (1950) dalam Sukarno (1983) kedalam rata-rata goba di dalam atol sekitar 45 meter, jarang sampai 100 meter. Terumbu karang ini juga bertumpu pada dasar laut yang dalamnya di luar batas kedalaman karang batu penyusun terumbu karang hidup Berdasarkan pada tipe ekosistem terumbu karang diatas ditemukan tiga macam bentuk permukaan dasar, yaitu : a. Bentuk permukaan dasar mendatar di tempat dangkal, yaitu daerah rataan terumbu (reef flat). b. Bentuk permukaan dasar yang miring ke arah tempat yang lebih dalam dan landai atau curam, yaitu lereng terumbu (reef slope). c. Bentuk permukaan dasar yang mendatar di tempat yangdalam, yaitu goba (lagoon floor) atau teras dasar (submarine terrace). Pertumbuhan terumbu karang akan menjadi terhambat apabila daerah terumbu karang tersebut mengalami kerusakan. Faktor-faktor yang sangat dominan dalam kerusakan terumbu karang adalah faktor alam dan faktor manusia. Kerusakan akibat faktor alam bagi terumbu karang terutama disebabkan oleh perusakan mekanik melalui badai tropis yang hebat sehingga koloni terumbu karang tersebut terangkat dari terumbu. Sedangkan kerusakan terbesar kedua adalah adanya fenomena El Nino dimana terjadi peningkatan suhu yang ekstrim sehingga terumbu karang tersebut mengalami proses bleaching Faktor-Faktor Pembatas Pertumbuhan Karang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik dan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dibandingkan dengan ekosistem lainnya. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat berlindung, tempat pemijahan, tempat bermain dan asuhan bagi

29 12 berbagai biota karang. Ekosistem terumbu karang memliki berbagai macam biota karang yang mempunyai nilai ekonomi penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang dan tiram mutiara (Dahuri et al. 1996). Fungsi optimum ini dapat tercapai apabila pertumbuhan terumbu karang dinamis. Menurut Nybakken (1988), pertumbuhan terumbu karang dibatasi oleh beberapa faktor, antara lain adalah : 1. Kedalaman Kebanyakan terumbu karang dapat hidup antara kedalaman 0 25 m dari permukaan laut. Tidak ada terumbu yang dapat hidup dan berkembang pada perairan yang lebih dalam antara m. Hal inilah yang menerangkan mengapa struktur terumbu terbatas hingga pinggiran benua-benua atau pulaupulau. Namun secara umum karang tumbuh baik pada kedalaman kurang dari 20 m (Kinsman 1964). Walaupun Tidak sedikit species karang yang tidak mampu bertahan pada kedalaman hanya satu meter, karena kekeruhan air dan tingkat sedimentasi yang tinggi, seperti banyak terjadi di pantura (pantai utara) Pulau Jawa (Suharsono 2007) 2. Suhu (Temperatur) Terumbu karang dapat hidup subur pada perairan yang mempunyai kisaran suhu antara 23 C 25 C. Tidak ada terumbu karang yang dapat berkembang pada suhu di bawah 18 C. Suhu ekstrim yang masih dapat ditoleransi berkisar antara 36 C 40 C. Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan terumbu karang dimana upwelling disebabkan oleh pengaruh suhu. Upwelling sendiri menyediakan persediaan makanan yang bergizi bagi pertumbuhan terumbu karang. 3. Cahaya Cahaya merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena cahaya sangat dibutuhkan bagi zooxanthellae untuk melakukan proses fotosintesis. Proses fotosintesis yang terjadi didalam air adalah sebagai berikut : cahaya CO 2 + H 2 O 6HCO 3 + 6O 2

30 13 Tanpa cahaya yang cukup laju fotosintesis akan berkurang dan kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat (CaCO 3 ) serta membentuk terumbu akan semakin berkurang. Titik kompensasi untuk karang yaitu kedalaman dimana intensitas cahaya berkurang hingga 15% 20% dari intensitas di permukaan. 4. Salinitas Karang tidak dapat bertahan pada salinitas diluar / 00. Namun pada kasus khusus di Teluk Persia, terumbu karang dapat hidup pada salinitas 42 0 / 00. Layaknya biota laut lainnya, terumbu karang pun mengalami tekanan dalam penerimaan cairan yang masuk. Sehingga apabila salinitas lebih rendah dari kisaran diatas terumbu karang akan kekurangan cairan sehingga tidak banyak nutrien yang masuk dan sebaliknya jika salinitas lebih tinggi akan menyebabkan cairan yang didalam tubuhnya akan keluar. Namun Suharsono (2007) mengatakan pengaruh salinitas terhadap kehidupan binatang karang sangat bervariasi tergantung pada kondisi perairan laut setempat dan/atau pengaruh alam, seperti run off, badai, hujan. Sehingga kisaran salinitas bisa sampai dari 17,5% - 52,5% (Vaughan 1919; Wells 1932). 5. Pengendapan Faktor lainnya yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan terumbu karang adalah pengendapan dimana pengendapan yang terjadi di dalam air atau diatas karang mempunyai pengaruh negatif terhadap karang. Endapan mengurangi cahaya yang dibutuhkan untuk fotosintesis oleh zooxanthellae dalam jaringan karang. Akibatnya, perkembangan terumbu karang di daerah yang pengendapannya lebih besar akan berkurang atau menghilang (Nybakken 1988). Gambar 1 Faktor-faktor yang membatasi pertumbuhan terumbu karang (Nybakken 1988).

31 14 Terumbu karang lebih subur pada daerah yang bergelombang besar. Gelombang itu memberi sumber air yang segar, oksigen dalam air, menghalangi pengendapan pada koloni karang (Nybakken 1988). Substrat yang keras dan bersih dari lumpur diperlukan untuk pelekatan planula (larva karang) yang akan membentuk koloni baru (Nontji 1987). Pertumbuhan terumbu karang kearah atas dibatasi oleh udara, dimana banyak karang yang mati karena terlalu lama berada di udara terbuka, sehingga pertumbuhan mereka keatas hanya terbatas sampai tingkat pasang surut terendah (Nybakken 1988). Beberapa faktor yang dapat mengendalikan populasi karang antara lain: cahaya, salinitas, suhu arus dan gelombang laut serta substrat untuk melekatkan tubuh. Cahaya diperlukan untuk fotosintesis alga simbiotik (zooxanthella) yang produknya kemudian disumbang ke hewan karang yang menjadi inangnya (Berwick 1983). Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan kemudian mengurangi kemampuan karang untuk membentuk kerangka (Nybakken 1988). Oleh karena itu distribusi vertikal terumbu karang dibatasi oleh kedalaman efektif sinar matahari yang masuk ke kolom air (Barnes 1980). Suhu mempengaruhi kecepatan metabolisme organisma. Dengan kenaikan suhu 10 C kegiatan metabolisme organisma yang diukur dengan konsumsi oksigen menjadi dua kali. Beberapa spesies karang dapat bertahan terhadap suhu 14 C akan tetapi laju klasifikasi menjadi sangat menurun. Demikian pula dengan suhu yang tinggi, metabolism meningkat sampai kecepatan tertentu hingga pertumbuhan kerangka menurun (Tomascik 1991), suhu optimum pertumbuhan karang adalah 25 C 30 C (Randall 1983). Air yang jernih adalah media yang baik untuk pertumbuhan karang. Semakin banyak partikel-partikel tersuspensi dalam kolom air berpengaruh negatif pada karang oleh karena proses fotosintesis karang terganggu (terhambat). Polip karang harus memproduksi banyak lendir untuk melepaskan partikelpartikel tersuspensi yang mengendap pada tubuhnya (Levinton 1982; Nybakken 1988). Kekeruhan juga mengurangi intensitas cahaya yang masuk ke kolom air sehingga menghambat fotosintesis zooxanthella. Menurut Ditlev (1980) pada

32 15 perairan yang keruh karang ditemukan hidup hanya sampai kedalaman 2 meter sedangkan pada air jernih dapat mencapai 80 meter. Arus di laut penting untuk transportasi zat hara, larva dan bahan sedimen. Arus penting untuk penggelontoran dan pencucian limbah dan untuk mempertahankan pola penggerusan dan pengurukan (Tomascik 1991). Oleh karena itu karang yang tumbuh di perairan dimana selalu teraduk arus dan ombak lebih baik dibanding di perairan yang tenang dan terlindung Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Terumbu Karang Sedimentasi merupakan masalah yang umum di daerah tropis, pengembangan di daerah pantai dan aktivitas-aktivitas manusia lainnya, seperti pengerukan, pertambangan, pengeboran minyak, pembukaan hutan, aktivitas pertanian, dapat membebaskan sedimen (terrigenous sediments) ke perairan pantai atau ke daerah terumbu karang. Aktivitas pertanian, pembukaan lahan dan pengolahan tanah di daratan lainnya biasanya membebaskan sedimen melalui larian permukaan (run- off). Sedimen yang dibebaskan oleh aktivitas-aktivitas ini cukup tinggi, yaitu dapat mencapai mg/cm/hari, seperti yang tercatat di sebelah timur Florida, Amerika serikat (Reed 1981 dalam Supriharyono 2000). Sedimentasi yang terjadi di Perairan terumbu karang akan memberikan pengaruh semakin menurunnya kemampuan karang untuk tumbuh dan berkembang. Menurut Tomascik (1991), beberapa kegiatan manusia yang berhubungan erat dengan sedimentasi adalah semakin tingginya pemanfaatan hutan dan lahan pertanian, kegiatan pengerukan, pertambangan dan pembangunan konstruksi. Pengaruh sedimentasi yang terjadi pada terumbu karang telah disimpulkan oleh beberapa peneliti, terdiri atas: 1) menyebabkan kematian karang apabila menutupi atau meliputi seluruh permukaan karang dengan sedimen ; 2) mengurangi pertumbuhan karang secara langsung; 3) menghambat planula karang untuk melekatkan diri dan berkembang disubstrat; 4) meningkatkan kemampuan adaptasi karang terhadap sedimen (Loya 1976). Dengan adanya anggapan bahwa laut merupakan tempat pembuangan limbah industri dan rumah tangga yang efisien, telah membawa dampak semakin

33 16 meningkatnya konsentrasi nutrient dalam perairan yang lebih lanjut meningkatkan biomassa alga dasar dan produksi primer dalam kolom air (Pastorok dan Bilyard 1985). Dari sekian banyak komponen limbah (antara lain; surfaktan, logam berat, bahan organik beracun dan bahan kimia), zat hara nitrogen dan fosfor merupakan faktor yang paling menentukan kerusakan terumbu karang (Tomascik 1991). Dengan populasi phytoplankton yang tinggi kan menekan karang hermatifik melalui dua cara yaitu mengurangi penetrasi cahaya bagi aktifitas zooxanthella dan meningkatkan laju pertumbuhan spesies hewan filter feeder seperti sponge dan bryozoa yang selanjutnya berkompetisi dengan karang dalam hal ruang (Pastorok dan Bilyard 1985). Terumbu karang mempunyai berbagai fungsi salah satunya adalah sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak. Walaupun terumbu karang tahan terhadap badai tropis yang hebat, tetapi pada umumnya sangat peka terhadap dampak lingkungan yang berkaitan dengan kegiatan manusia. Menurut Tomascik (1991), komunitas terumbu karang yang bersimbiosis dengan zooxanthelae (karang hermatifik, tridacna, anemon laut dan foraminifera) hidup berkembang dalam kondisi perairan yang jernih, sangat peka terhadap masukan unsur hara yang berlebihan dan bahan pencemar lain. Fosfat merupakan salah satu nutrisi yang dibutuhkan oleh mahluk hidup yang ada diperairan. Sumbangan fosfat terbesar berasal dari sedimentasi yang ada di dasar perairan. Oleh karena itu semakin dalam perairan, semakin besar kandungan posfatnya. Apabila kadar fosfat dipermukaan lebih tinggi dibanding kolom air yang lebih dalam, bila diperairan tersebut banyak mendapatkan pengaruh dari darat berupa sumbangan limbah penduduk. Limbah penduduk yang banyak menyumbang kadar fosfat diantaranya detergen. Konsentrasi bahan organik, unsur hara dan fitoplankton yang tinggi diperairan sangat dipengaruhi oleh daratan. Menurut Tomascik dan Sander (1985) bahwa masukan dari daratan (land run off) disertai hujan keras adalah fakor penting sebagai penekan (stress) musiman yang mempengaruhi komunitas karang dengan peningkatan turbiditas dan menemukan hubungan antara laju pertumbuhan karang dengan konsentrasi NO 3 /NO 2 -N dan PO 4. Laju pertumbuhan akan

34 17 semakin berkurang dengan semakin bertambahnya konsentrasi unsur hara. Unsur hara dan bahan organik dibutuhkan fitoplankton untuk pertumbuhan, karena itu bila konsentrasi unsur hara dan bahan organik tinggi, maka akan merangsang pertumbuhan dan kepadatan fitoplankton di perairan sehingga mengakibatkan akan menurunkan intensitas cahaya. Limbah kaya nutrisi dari pembuangan atau sumber lain amat mengganggu karena dapat meningkatkan perubahan besar dari struktur terumbu karang secara perlahan dan teratur. Alga mendominasi terumbu hingga pada akhirnya melenyapkan karang. Lebih lanjut Brown (1997), menyatakan bahwa terumbu yang pernah dihadapkan pada gangguan manusia yang berlanjut seringkali menunjukan kemampuan yang rendah untuk pulih. Menurut Gesamp (1976) dalam Supriharyono (2007), limbah domestik mempunyai sifat utama yaitu (1) mrngandung bakteri, parasit dan kemungkinan virus, dalam jumlah banyak, yang sering terkontaminasi dalam kerang (shellfish) dan area pariwisata bahari, (2) mengandung bahan organic dan padatan tersuspensi, sehingga BOD (Biological Oxygen Demand) biasanya tinggi, (3) kandungan unsur hara, terutama komponen fosfor dan nitrogen tinggi, sehingga sering menyebabkan terjadinya eutrofikasi, dan (4) mengandung bahan-bahan terapung, berupa bahan-bahan organik dan anorganik, dipermukaan air atau berada dalam bentuk tersuspensi Ikan karang Habitat ikan di daerah tropis mempunyai jumlah spesies yang lebih banyak daripada di daerah subtropis dan yang paling banyak jumlah ikannya adalah habitat spesies ikan karang dimana diduga ada sebanyak 4000 spesies (Allen et al. 1996). Di perairan Indonesia sendiri terdapat sekitar 3000 jenis yang termasuk dalam 17 ordo dan 100 famili (Kuiter 1992). Kebanyakan famili-famili ikan yang berada pada laut tropis sebagian besar merupakan famili ikan yang hidup di daerah terumbu karang dan beberapa famili hanya dapat ditemukan di daerah terumbu karang. Famili Chaetodontidae, Scaridae dan famili Labridae merupakan famili ikan yang hidup di daerah terumbu. Sedangkan family Acanthuridae, Holocentridae, Balistidae, Ostraciodontidae, Pomacentridae, Serranidae, Blennidae dan Muraenidae merupakan komponen famili ikan demersal dan

35 18 termasuk kedala jenis ikan pemakan bentos (epibentis). Beberapa famili ikan yang hidup di daerah pelagis (epipelagis) dan mempunyai hubungan erat dengan terumbu karang adalah ikan spesies Sphyrena dan famili Carangidae. Ikan-ikan karang tersebut rata-rata memiliki warna yang cerah dan mempunyai ciri khusus yang dapat membantu kita dalam mengidentifikasi spesies ikan tersebut. Selain itu, warna dan ciri tersebut dapat berfungsi untuk melindungi diri dari predator yang selalu mencari kesempatan untuk memakannya. Menurut Adrim (1993) kelompok ikan karang dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : 1. Kelompok ikan target, yaitu ikan-ikan karang yang mempunyai manfaat sebagai ikan konsumsi, seperti kelompok ikan Famili Serranidae, Lutjanidae, Haemulidae dan Lethrinidae. 2. Kelompok ikan indikator, yaitu kelompok ikan karang yang dinyatakan sebagai indikator kelangsungan hidup terumbu karang. Hanya 1 famili yang termasuk jenis kelompok ikan indikator, yaitu ikan dari famili Chaetodontidae. 3. Kelompok ikan utama (mayor), yaitu ikan yang berperan dalam rantai makanan, seperti ikan dari famili Pomacentridae, Scaridae, Acanthuridae, Caesionidae, Labridae, Siganidae, Mullidae dan Apogonidae Hubungan ikan karang dengan keanekaragaman habitat Secara umum setiap individu memiliki insting untuk mencari tempat tinggal dimana tempat tinggal tersebut berfungsi untuk melindungi mereka dari berbagai macam bahaya, seperti adanya predator yang selalu mengintai dan siap memangsa kapan saja. Oleh karena itulah karang batu Scleratinia sangat diminati oleh ikan karang sebagai tempat hidup. Choat and Bellwood (1991) membahas interaksi antara ikan karang dengan terumbu karang menyimpulkan 3 bentuk umum hubungan, yaitu: 1. Interaksi langsung, yaitu sebagai tempat berlindung dari predator atau pemangsa terutama bagi ikan-ikan muda.

36 19 2. Interaksi dalam mencari makanan, meliputi hubungan antara ikan karang dan biota yang hidup pada karang termasuk alga. 3. Interaksi tidak langsung sebagai akibat daristruktur karang dan kondisi hidrologi dan sedimen. Karang glomerate (jenis Porites sp) pada umumnya tidak memiliki celah yang dalam. Di daerah tersebut banyak terdapat ikan pemakan polip (polypgrazer) seperti ikan pakol (Balistidae) dan ikan kepe-kepe (Chaetodontidae). Karang bercabang (Acropora sp) merupakan tempat berlindung bagi ikan kecil (seperti ikan gobi dan ikan betok laut) yang berenang keluar mencari zooplankton sebagai makanannya dan segera kembali lagi ke terumbu. Gambar 2 Ikan-ikan karang yang berasosiasi dengan Koloni Karang Bercabang (Nybakken 1988) Interaksi ikan karang lainnya yang terjadi dalam ekosistem terumbu karang (Nybakken 1988) adalah: 1. Pemangsaan, dimana ada dua kelompok ikan yang secara aktif memakan koloni-koloni karang, yaitu spesies memakan polip-polip karang mereka sendiri, seperti ikan buntal (Tetraodontidae), ikan kuli pasir (Monacanthidae), ikan pakol (Balistidae) dan ikan kepe-kepe (Chetodontidae) dan sekelompok multivora (omnivora) yang memindahkan polip karang untuk mendapatkan

37 20 baik alga di dalam kerangka karang atau sebagai invertebrata yang hidup dalam lubung kerangka (Acanthuridae, Scaridae). 2. Grazing, dilakukan oleh ikan-ikan famili Siganidae, Pomacentridae, Acanthuridae dan Scaridae yang merupakan herbivora grazer pemakan alga sehingga pertumbuhan alga yang bersaing ruang hidup dengan karang dapat terkendali. Tipe pemangsaan yang paling banyak di Terumbu karang adalah karnivora, yakni ± 50% 70 % dari spesies ikan. Ikan herbivora dan pemakan karang merupakan kelompok besar kedua yaitu ± 15% dari spesies yang ada dan yang paling penting dari kelompok ini adalah famili Scaridae dan Acanthuridae. Sisanya diklafisikasikan sebagai omnivora atau multivora yaitu ikan-ikan dari famili Pomacentridae, Chaetodontidae, Pomachantidae, Monacanthidae Ostaciontidae dan Tetraodontidae. Ikan-ikan pemakan zooplankton memiliki ukuran tubuh yang kecil, yaitu ikan dari famili Clupidae dan Atherinidae (Nybakken 1988) Trophic ekologi ikan karang Trophic levels adalah posisi makan memakan di rantai makanan seperti produsen primer, herbivor, karnivor primer dan sebagainya. Tanaman hijau menempati trophic level pertama, herbivor yang kedua, karnivor ketiga bahkan keempat trophic level (Sale 1991). Menurut Hallacher (2003) tingkat trophic di laut dibagi menjadi lima yaitu : 1. Trophic tingkat 1 Tingkat pertama di laut terdiri dari tumbuhan laut yang mencakup fitoplankton, rumput laut dan beberapa jenis lamun. Tumbuhan ini adalah produsen primer yang menangkap energi matahari menjadi bentuk yang dapat digunakan makhluk lain di tingkat trophic lainnya. Rumput laut adalah jenis alga yang tumbuh di dasar perairan dangkal dimana terdapat cukup cahaya untuk berfotosintesa. Termasuk didalamnya adalah alga merah, hijau dan coklat. Warna alga berkaitan dengan pigmen penangkap cahaya yang bervariasi tergantung kedalaman habitatnya.

38 21 Fitoplankton sebagian besar terdiri dari tumbuhan bersel satu sehingga tidak terlihat sejelas rumput laut. Sebagian juga merupakan jenis alga, termasuk di dalamnya dinoflagelata yang merupakan bagian vital dari kelangsungan hidup di terumbu karang. Dalam grup ini juga termasuk bakteri fotosintesa. Bersama, mereka melayang dan hanyut bersama arus sehingga tersedia sebagai sumber pangan primer di seluruh ekosistem laut. Lamun adalah tanaman berbunga yang hidup di perairan dangkal. Lamun menjadi habitat komunitas-komunitas tertentu yang amat bergantung pada keberadaan mereka. 2. Trophic tingkat 2 Organisme pada tingkat ini memiliki keragaman yang tinggi dan memiliki cara yang sama beragamnya dalam menggunakan sumber makanan dalam tingkat trophic pertama. Termasuk di dalamnya adalah browsers dan grazer, filter feeders dan deposit feeders Zooplankton adalah plankton hewan yang melayang dan hanyut di laut seperti fitoplankton. Termasuk didalamnya hewan bersel satu, hewan laut dan pesisir dalam fase juvenil dan hewan yang lebih besar seperti ubur-ubur. Sumber pangan zooplankton terdiri dari berbagai macam jenis, sumber pangan utama adalah fitoplankton, namun karena grup ini juga terdiri dari makhluk larva dan juvenil, tak dapat dihindari bahwa zooplankton juga memangsa zooplankton lain yang lebih kecil. Browsers and grazers mencakup berbagai spesies, termasuk didalamnya moluska seperti siput gastropoda yang memiliki lidah bergigi atau radula yang mengikis alga. Babi laut juga termasuk dalam grup ini, apabila populasi babi laut tinggi maka akan berpengaruh pada jumlah alga ukuran besar seperti kelp. Beberapa ikan secara khusus memakan alga, contohnya farmer fish (sejenis damselfish ) yang merapihkan kumpulan alga sekaligus memakannya. Filter feeders memakan fitoplankton dan zooplankton. Jenis hewan ini menyaring air laut menggunakan berbagai jenis saringan dalam badan mereka (structural traps) untuk mendapatkan plankton. Umumnya filter feeder

39 22 ukuran kecil, seperti bebagai jenis cacing, spon dan bivalva, yang memakan fitoplankton. Deposit feeders mengkonsentrasikan diri ke substansi yang kaya akan bakteri yang melapisi batu-batuan dan pesisir berlumpur. Kelompok ini terdiri dari berbagai jenis cacing dan kepiting. 3. Trophic tingkat 3 Tingkat ini terdiri dari karnivora, yang secara aktif memburu dan memakan herbivora dari tingkat dua. Berbagai grup hewan termasuk didalamnya, namun disinilah jenis ikan berdiri sendiri. Ikan adalah grup dengan tingkat keragaman tinggi, meskipun beberapa termasuk tingkat dua sebagai grazers, mayoritas jenis ikan termasuk dalam tingkat tiga keatas. Apabila zooplankton telah memakan fitoplankton, berarti beberapa filter feeder menjadi termasuk dalam tingkat trophic berikutnya. Banyak filter feeder ukuran besar mendapatkan nutrisi mereka dari zooplankton. Termasuk di dalamnya hiu paus (whale sharks) dan beberapa jenis ikan paus yang melakukan aktifitas makan dalam skala yang amat besar. Dengan cara ini, mereka meniadakan hilangnya energi pada saat makanan meningkat ke trophic tingkattingkat berikutnya. Jaring makanan adalah hal yang rumit, dan ini hanyalah satu contoh yang menunjukan bahwa mengelompokan hewan yang memiliki siklus yang berbeda dapat menimbulkan masalah. Filter feeders dapat termasuk trophic tingkat dua dan tiga. 4. Trophic tingkat 4 Tingkat ini merupakan tingkat karnivora berikutnya, karnivora dalam tingkat ini memburu dan memakan karnivora dan herbivora tingkat lebih rendah. Hewan yang gtermasuk dalam tingkat ini pada umumnya berburu dengan gerakan cepat dan sering karena mereka harus menangkap banyak mangsa agar dapat memenuhi tingkat energi yang mereka butuhkan. 5. Trophic tingkat 5 Walaupun ikan yang saling memangsa membentuk rantai makanan yang amat panjang, pada ujung piramida makanan terdapat predator sejati. Pada ekosistem terumbu karang biasanya kedudukan kehormatan ini biasanya ditempati oleh seekor hiu.

40 Peran Herbivori Dalam Ekosistem Terumbu Karang Herbivori (herbivory) atau grazing adalah proses atau kegiatan hewan herbivora mengkonsumsi bagian tubuh tanaman, dimana tanaman tidak mati akibat kegiatan tersebut. Pada ekosistem terumbu karang, hewan pemakan tanaman atau herbivora merupakan komponen pengendali utama pertumbuhan tanaman makroalga. Herbivori merupakan satu proses ekologis yang sangat penting pada ekosistem terumbu karang, yang dapat mengendalikan kelimpahan makroalga, dimana kelimpahan makroalga yang tak terkendali akan mendominasi terumbu karang. Secara alami makroalga merupakan biota yang sangat cepat menempati setiap ruang yang kosong, untuk itu keberadaan herbivori untuk membuka ruang yang penuh alga sangat dibutuhkan oleh larva karang menempati ruang untuk penempelan. Dengan adanya hewan herbivora akan dibutuhkan oleh anakan karang agar makroalga tidak menghalanginya dari sinar matahari. Sebagaimana Lirman (2001) menyatakan bahwa laju kelulushidupan koloni karang dilaporkan rendah dengan adanya makroalga yang tumbuh didekatnya. Sedangkan Mc Cook (2001) pada awalnya meragukan apakah makroalga dapat menyerang karang secara agresif, atau hanya sekedar menutup karang dari sinar matahari. Dari hasil review Imam bachtiar (2009) mengatakan bahwa dari kajian pustaka hingga tahun 2001 tersebut, makroalga dianggap tidak dapat menyebabkan kematian karang melainkan secara tidak langsung menurunkan kelulusanhidup karang. Kecepatan tumbuh makroalga yang dapat memberikan dampak negatif terhadap komunitas karang dianggap hanya muncul jika terjadi pengkayaan nutrien.tetapi Jompa dan Mc Cook (2003a,b) melaporkan fakta baru bahwa turf algae Anotrichium tenue dan Corallophila huymansii dapat tumbuh menutupi dan melukai jaringan karang Porites. Kehadiran ikan karang herbivora dapat menjadi penyelamat karang tertentu dari agresivitas makroalga tersebut Makroalga Makroalga berbeda dengan mikroalga dimana makroalga memiliki banyak sel dan berkuran besar. Namun beberapa diantaranya seperti Acetabularia dan Caulerpa memiliki satu sel (Ladrizabal 2007).

41 24 Makroalga memiliki bentuk yang luas mulai dari jaringan kulit yang sederhana, foliose (daun melambai) sampai filamentous (menyerupai benang) dengan struktur cabang yang sederhana sampai bentuk yang komplek dengan memiliki spesialisasi untuk menangkap cahaya, reproduksi, pendukung, pengapungan dan menempel pada dasar perairan. Ukuran makroalga dapat mencapai 3 4 meter (seperti Sargassum). Makroalga juga dapat hidup pada terumbu karang yang sudah mati atau bebatuan, hampir semua spesies tidak dapat hidup pada perairan yang berlumpur dan berpasir karena tidak memiliki akar yang dapat menambat pada sedimen seperti lamun. Dibandingkan dengan tanaman yang memiliki jaringan lebih lengkap, makroalga memiliki siklus hidup yang lebih komplek, macam-macam cara reproduksi yaitu (1) kebanyakan alga bereproduksi secara sexual dan aseksual dengan mengeluarkan gamet dan spores (2) penyebaran vegetasi dan/atau berfragmentasi (membelah bagian tanaman untuk memproduksi individual baru) (Mc Cook 2001). Menurut Mc Cook (2008) Klasifikasi makroalga berdasarkan komposisi pigmen dalam proses fotosintesis adalah : 1. Rhodophyta (Red Algae) 2. Ochrophyta (Brown Algae) 3. Chlorophyta (Green Algae) 4. Cyanophyta (Blue-Green Algae) Berdasarkan pada fungsi karakteristik ekologi (seperti bentuk tanaman, ukuran, kekuatan, kemampuan berfotosintesis), kemampuan bertahan terhadap grazing (perumputan) dan pertumbuhan, makroalga dapat diklasifisikasikan sebagai berikut (Rogers et al dan Mc Cook 2001;) : 1. Turfs Algae : Kumpulan atau asosiasi beberapa spesies dari alga, sebagian besar filamentous dengan pertumbuhan yang cepat, produktivitas dan rata-rata berkoloni yang tinggi. Turf memiliki biomass yang rendah per unit area, tetapi mendominasi dalam proporsi yang besar pada area terumbu karang walaupun dalam terumbu karang yang sehat. 2. Fleshy macroalgae or rumput laut : Bentuk alga yang besar lebih kaku dan secara anatomi lebih komplek dibandingkan dengan turf alga, lebih sering ditemukan di daerah terumbu karang yang datar dan herbivor yang rendah

42 25 karena kadang mereka memproduksi partikel kimia yang menghalangi grazing oleh ikan. 3. Crustose Alga : Tanaman keras yang tumbuh sebagai kulit melekat pada terumbu karang dengan penampakan seperti lapisan cat daripada tanaman biasa, memiliki pertumbuhan yang lambat. Menghasilkan calcium carbonate (batu kapur) dan mungkin memiliki peran penting dalam sementasi kerangka terumbu karang secara bersama-sama Pada ekosistem terumbu karang makroalga terutama turf alga merupakan produsen primer penting karena dapat berfotosintesis makroalga menjadi makanan favorit bagi para herbivora (Morissey 1985) dan sebagai dasar pada jaring makanan di ekosistem terumbu karang, mereka membuat habitat bagi para invertebrata dan vertebrata pada kepentingan fungsi ekologi dan ekonomi, berbeda dengan biota lain yang menempati ekosistem terumbu karang seperti ikan karang, terumbu karang dan lamun dimana jika jumlahnya semakin banyak akan lebih baik, makroalga yang berlimpah membuat degradasi terumbu karang dimana terjadi pergantian fase dari terumbu karang menjadi makroalga walaupun tergantung pada jenis makroalganya (Jompa & Mc Cook 2002).

43 26 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perairan Kabupaten Bintan (Gambar 3.1.) dengan memilih dua wilayah yang dijadikan objek penelitian lokasi I (pertama) yaitu di muara pantai Trikora. Sedangkan lokasi II (kedua) adalah Pulau Mapur. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, dimulai dari bulan Mei sampai dengan bulan Juli Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang memerlukan analisis yang saling terkait antara kondisi kualitas perairan dengan kondisi tutupan karang hidup; kondisi tutupan karang hidup dengan ikan karang, kondisi ikan karang dengan tutupan alga, sehingga hasil yang diperoleh dapat memberikan informasi dan rekomendasi untuk alternatif pengelolaan Peralatan yang digunakan Pengambilan data terumbu karang, ikan karang, dan makroalga dilapangan diperlukan bahan-bahan dan peralatan pendukung sebagai berikut: Peralatan dasar selam, yang terdiri dari masker, snorkel dan fin Alat selam SCUBA (Self Contain Underwater Breathing Aparatus ), yang terdiri dari BCD, regulator, weight belt, tabung udara (kapasitas 3000 Psi); Roll meter Pelampung tanda Kamera Bawah air Sabak bawah air Perahu motor Transek kuadrat 1 m x 1 m dan 0.5 m x 0.5 m Alat tulis menulis bawah air Buku identifikasi karang, yaitu: Ditlev (1980); Wood (1983); Suharsono (1996); Stafford-Smith, Veron (2001) dan Laporan serta publikasi yang terkait dengan penelitian. Peralatan yang diperlukan kimia disajikan pada Tabel 1. untuk pengambilan data parameter fisik dan

44 27 Tabel 1 Parameter dan cara analisis kualitas air dalam penelitian No Parameter Satuan Alat/ Cara Analisis Keterangan A Fisika 1 Kecerahan cm Secchi Disc In situ 2 Suhu C Thermometer In situ 3 Padatan Tersuspensi mg/l Botol sampel; Ice Box; Laboratorium (TSS) Gravimetri B Kimia 1 Salinitas Refraktometer In situ 2 Oksigen terlarut mg/l DO meter In situ 3 Ammonia mg/l Botol sampel, Spektrofotometer Laboratorium 4 Nitrat (NO 3 -N) mg/l Botol sampel, Spektrofotometer Laboratorium 5 Nitrit (NO 2 -N) mg/l Botol sampel, Spektrofotometer Laboratorium 6 Phosphat (Ortophospate) mg/l Botol sampel, Spektrofotometer Laboratorium 3.4. Penentuan Stasiun Penelitian Wilayah Kabupaten Bintan dengan penggunaan ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, berkembang menjadi kawasan wisata, permukiman, industri, pertanian, perikanan, pertambangan, dan lain-lain menjadikan wilayah ini berkembang pesat. Dengan memilih dua wilayah yang dijadikan objek penelitian lokasi I (pertama) yaitu di muara pantai Trikora Kecamatan Gunung Kijang yang memiliki kategori tutupan karang rendah dan baik. Lokasi Kecamatan Gunung Kijang dipilih sebagai lokasi pengamatan penelitian dengan pertimbangan yaitu merupakan wilayah yang sangat dekat dengan aktifitas manusia baik di daratan maupun pesisirnya. Sedangkan lokasi II (kedua) adalah Pulau Mapur dengan kondisi tutupan karang dengan kategori baik sampai baik sekali dan dijadikan lokasi pengamatan dikarenakan kondisinya yang agak jauh dari aktifitas daratan (main land). Titik pengamatan diambil sebanyak 8 titik terdiri dari 5 (lima) titik yaitu Stasiun 1 (satu) sampai dengan stasiun 5 (lima) untuk kawasan I Kecamatan Gunung Kijang (pantai Trikora) Sedangkan 3 (tiga) titik untuk ikawasan II (Pulau Mapur) yaitu stasiun 6 (enam) sampai dengan stasiun 8 (delapan). Stasiun pengamatan dapat dilihat pada Gambar 3.

45 Gambar 3 Lokasi penelitian di kawasan pesisir Kecamatan Gunung Kijang dan Pulau Mapur 28

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem laut dangkal yang terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang dihasilkan terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu adalah serangkaian struktur kapur yang keras dan padat yang berada di dalam atau dekat permukaan air. Sedangkan karang adalah salah satu organisme laut yang tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting dan memiliki peran strategis bagi pembangunan Indonesia saat ini dan dimasa mendatang. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN Miswar Budi Mulya *) Abstract The research of living coral reef

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan pesisir terletak di wilayah bagian utara Jakarta yang saat ini telah diberikan perhatian khusus dalam hal kebijakan maupun

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Batasan Wilayah Pesisir

2. TINJAUAN PUSTAKA Batasan Wilayah Pesisir 7 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Batasan Wilayah Pesisir Wilayah Pesisir secara ekologis adalah suatu wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut, darat mencakup daratan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses

Lebih terperinci

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PERAIRAN KABUPATEN BINTAN DAN ALTERNATIF PENGELOLAANYA 1

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PERAIRAN KABUPATEN BINTAN DAN ALTERNATIF PENGELOLAANYA 1 KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PERAIRAN KABUPATEN BINTAN DAN ALTERNATIF PENGELOLAANYA 1 (Coral Reef Ecosystem Conditions in Bintan District Waters and It s Alternative Management) Febrizal 2, Ario

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang yang merupakan salah satu ekosistem wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting baik dari aspek ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis

Lebih terperinci

KONDISI TERUMBU KARANG DAN KAITANNYA DENGAN PROSES EUTROFIKASI DI KEPULAUAN SERIBU ACHMAD DJAELANI

KONDISI TERUMBU KARANG DAN KAITANNYA DENGAN PROSES EUTROFIKASI DI KEPULAUAN SERIBU ACHMAD DJAELANI KONDISI TERUMBU KARANG DAN KAITANNYA DENGAN PROSES EUTROFIKASI DI KEPULAUAN SERIBU ACHMAD DJAELANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA Tipologi ekosistem laut tropis Mangrove Terumbu Lamun Pencegah erosi Area pemeliharaan

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH Oleh: Livson C64102004 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sumberdaya terbarukan yang memiliki fungsi ekologis, sosial-ekonomis, dan budaya yang sangat penting terutama bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

macroborer seperti polychae~a, sponge dan bivalva yang mengakibatkan bioerosi PENDAHULUAN

macroborer seperti polychae~a, sponge dan bivalva yang mengakibatkan bioerosi PENDAHULUAN PENDAHULUAN Latar Belakang Terumbu karang mempakan habitat laut yang penting di perairan tropis yang berfungsi sebagai tempat hidup dan berlindung, mencari makan, memijah dan berkembang biak serta sebagai

Lebih terperinci

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini merupakan cabang dari ekologi dan Anda telah mempelajarinya. Pengetahuan Anda yang mendalam tentang ekologi sangat membantu karena ekologi laut adalah perluasan

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selat Lembeh merupakan suatu kawasan khas yang terletak di wilayah Indonesia bagian timur tepatnya di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara dengan berbagai potensi sumberdaya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Pulau Karya Tabel 2. Data parameter fisika dan kimia lokasi transplantasi di perairan Pulau Karya bulan September 2010 sampai dengan Juli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang mencapai 17.508 pulau dengan luas lautnya sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah lautan yang luas tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) Benteng, Selayar 22-24 Agustus 2006 TRANSPLANTASI KARANG Terumbu

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 39 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Terumbu Karang di Lokasi Penelitian 5.1.1 Kondisi Terumbu Karang Pulau Belanda Kondisi terumbu karang di Pulau Belanda berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reefs) tersebar hampir di seluruh perairan dunia dengan kondisi paling berkembang pada kawasan perairan tropis. Meski luas permukaan bumi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem terbesar kedua setelah hutan bakau dimana kesatuannya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Tutupan Karang di Pulau Semak Daun Pulau Semak Daun dikelilingi oleh paparan pulau yang cukup luas (island shelf) hingga 20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah sekitarnya. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu adalah kawasan pelestarian alam bahari di Indonesia yang terletak kurang lebih 150 km dari pantai Jakarta Utara. Kepulauan Seribu terletak pada 106

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis memiliki iklim tropis dan perairannya lumayan dangkal, sehingga menjadi tempat yang optimal bagi ekosistem terumbu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung biota laut, termasuk bagi beragam jenis ikan karang yang berasosiasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (biotik) dan komponen nir-hayati (abiotik) yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah beriklim tropis dan merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya perairan. Laut tropis

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat yang tinggal di pulau pulau kecil atau pesisir di Indonesia hidupnya sangat tergantung oleh hasil laut, karena masyarakat tersebut tidak mempunyai penghasilan

Lebih terperinci

ANALISIS KESUKAAN HABITAT IKAN KARANG DI SEKITAR PULAU BATAM, KEPULAUAN RZAU

ANALISIS KESUKAAN HABITAT IKAN KARANG DI SEKITAR PULAU BATAM, KEPULAUAN RZAU w h 6 5 ANALISIS KESUKAAN HABITAT IKAN KARANG DI SEKITAR PULAU BATAM, KEPULAUAN RZAU. RICKY TONNY SIBARANI SKRIPSI sebagai salah satu syarat untukmemperoleh gelar Sajana Perikanan pada Departemen Ilmu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai Brantas adalah sungai terpanjang yang ada di provinsi Jawa Timur. Panjangnya yaitu mencapai sekitar 320 km, dengan daerah aliran seluas sekitar 12.000 km 2

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KARTIKA NUGRAH PRAKITRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia terkenal memiliki potensi sumberdaya kelautan dan pesisir yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic

Lebih terperinci

JAKARTA (22/5/2015)

JAKARTA (22/5/2015) 2015/05/22 14:36 WIB - Kategori : Artikel Penyuluhan SELAMATKAN TERUMBU KARANG JAKARTA (22/5/2015) www.pusluh.kkp.go.id Istilah terumbu karang sangat sering kita dengar, namun belum banyak yang memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia memiliki banyak hutan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 0 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang mencapai 17.508 pulau dengan panjang pantai sekitar 81.000 km 2 dan luas laut mencapai 5,8

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisik dan Kimia Perairan Secara umum kondisi perairan di Pulau Sawah dan Lintea memiliki karakteristik yang mirip dari 8 stasiun yang diukur saat melakukan pengamatan

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai potensi sumberdaya alam pesisir dan lautan yang sangat besar. Potensi sumberdaya ini perlu dikelola dengan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu senggangnya (leisure time), dengan melakukan aktifitas wisata (Mulyaningrum, 2005). Lebih

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Bintan Pulau Bintan merupakan salah satu pulau di kepulauan Riau tepatnya di sebelah timur Pulau Sumatera. Pulau ini berhubungan langsung dengan selat

Lebih terperinci

PENGENALAN EKOSISTEM DI LAUT DANGKAL (Biologi(

PENGENALAN EKOSISTEM DI LAUT DANGKAL (Biologi( PENGENALAN EKOSISTEM DI LAUT DANGKAL (Biologi( Biologi) oleh : Yosephine Tuti Puslitbang Oseanologi - LIPI EKOSISTEM DI LAUT DANGKAL (BIOLOGI) I. EKOSISTEM TERUMBU KARANG / CORAL REEFS II. EKOSISTEM LAMUN

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Barus, 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau

BAB I PENDAHULUAN. (Barus, 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perairan yang menutupi seperempat bagian dari permukaan bumi dibagi dalam dua kategori utama, yaitu ekosistem air tawar dan ekosistem air laut (Barus, 1996).

Lebih terperinci

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA http://7.photobucket.com Oleh: Rizka Widyarini Grace Lucy Secioputri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor.

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor. DAFTAR PUSTAKA 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut. 2006. Buku Tahunan. Bogor. 2. Dahuri, Rokhmin. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN km dengan luas perairan pantai yang mencapai 5,8 km 2 dari 3,1 juta km 2

I. PENDAHULUAN km dengan luas perairan pantai yang mencapai 5,8 km 2 dari 3,1 juta km 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai garis pantai sepanjang 81.000 km dengan luas perairan pantai yang mencapai 5,8 km 2 dari 3,1 juta km 2 keseluruhan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Wilayah Penelitian Wilayah tempat substrat batu berada bersampingan dengan rumah makan Nusa Resto dan juga pabrik industri dimana kondisi fisik dan kimia perairan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia terdiri atas 13.667 pulau tetapi baru sekitar 6.000 pulau yang telah mempunyai nama, sedangkan yang berpenghuni sekitar 1000 pulau. Jumlah panjang garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terumbu karang merupakan komponen ekosistem utama pesisir dan laut

BAB I PENDAHULUAN. Terumbu karang merupakan komponen ekosistem utama pesisir dan laut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan komponen ekosistem utama pesisir dan laut yang mempunyai peran penting dalam mempertahankan fungsi pesisir dan laut. Terumbu karang berperan

Lebih terperinci