BAB II DASAR TEORI. atau gedung. Dengan performa dan keamanan yang dapat diandalkan,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II STUDI PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Propagasi Gelombang Radio

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM. Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL

ANALISA PROPAGASI GELOMBANG RADIO DALAM RUANG PADA KOMUNIKASI RADIO BERGERAK

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Dasar Jaringan Komputer Pengertian Jaringan Komputer

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

Radio dan Medan Elektromagnetik

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 2/Mei 2014

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

ANALISA PERBANDINGAN PROPAGASI LOS DAN NLOS DALAM RUANG PADA JARINGAN WI-FI

Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem D-MIMO

BAB II PROPAGASI SINYAL. kondisi dari komunikasi seluler yaitu path loss, shadowing dan multipath fading.

ANALISIS PATH LOSS MODEL PROPAGASI DALAM RUANGAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

BAB II DASAR TEORI. cara menitipkan -nya pada suatu gelombang pembawa (carrier). Proses ini

BAB II LANDASAN TEORI

Perencanaan Transmisi. Pengajar Muhammad Febrianto

BAB II PROPAGASI GELOMBANG RADIO DALAM PERENCANAAN JARINGAN SISTEM SELULAR

BAB 1 PENDAHULUAN. dinamakan hotspot. Batas hotspot ditentukan oleh frekuensi, kekuatan pancar

Analisa Perencanaan Indoor WIFI IEEE n Pada Gedung Tokong Nanas (Telkom University Lecture Center)

ANALISIS MODEL PROPAGASI PATH LOSS SEMI- DETERMINISTIK UNTUK APLIKASI TRIPLE BAND DI DAERAH URBAN METROPOLITAN CENTRE

Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem C-MIMO

BAB 2 DASAR TEORI. Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi

BAB II LANDASAN TEORI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Hasil Perhitungan Link Budget

Istilah istilah umum Radio Wireless (db, dbm, dbi,...) db (Decibel)

BAB I PENDAHULUAN. dan dengan siapa saja. Teknologi wireless merupakan teknologi yang dapat

ANALISIS PERHITUNGAN FRESNEL ZONE WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

BAB II LANDASAN TEORI

Teknologi Komunikasi Data Jaringan Nirkabel. Adri Priadana - ilkomadri.com

KOMUNIKASI DATA ST014 Komunikasi data nirkabel dan topologi jaringan

Visualisasi Propagasi Gelombang Indoor Pada Wi-Fi 2,4 GHz

BAB II LANDASAN TEORI. II. 1. Jenis dan Standar dari Wireless Local Area Network

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO

KONSEP CELLULAR DENNY CHARTER, ST. Websites :

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Data 2.2 Infrastruktur Jaringan Telekomunikasi

OPTIMALISASI PERENCANAAN KONFIGURASI WIRELESS LAN DENGAN METODE DRIVE TEST (Studi kasus : Kantor Wireless Broadband Telkom Malang)

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI EMPIRIS COST-231 MULTI-WALL PADA GEDUNG SWALAYAN YANG DIMODELKAN

Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat

Jaringan Wireless. Komponen utama pembangun jaringan wireless. 1. PC Personal Computer)

Kata Kunci : Radio Link, Pathloss, Received Signal Level (RSL)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI. menggunakan media gelombang mikro, serat optik, hingga ke model wireless.

BAB IV DATA DAN ANALISA SERTA APLIKASI ANTENA. OMNIDIRECTIONAL 2,4 GHz

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB II KOMUNIKASI SELULER INDOOR. dalam gedung untuk mendukung sistem luar gedung (makrosel dan mikrosel

BAB III PERENCANAAN MINILINK ERICSSON

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III PRINSIP DASAR MODEL PROPAGASI

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh informasi baik dari manusia maupun dunia maya semakin

BAB IV PENGUKURAN ANTENA

Pertemuan 6 PROPAGASI GELOMBANG RADIO. DAHLAN ABDULLAH

Dukungan yang diberikan

BAB II TEORI DASAR. Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang. elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS JENIS MATERIAL TERHADAP JUMLAH KUAT SINYAL WIRELESS LAN MENGGUNAKAN METODE COST-231 MULTIWALL INDOOR

Sistem Transmisi Telekomunikasi. Kuliah 6 Jalur Gelombang Mikro

Antenna NYOMAN SURYADIPTA, ST, CCNP

BAB II DASAR TEORI ANTENA MIKROSTRIP DAN WIRELESS LAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SEKILAS WIRELESS LAN

WIRELESS NETWORK. Pertemuan VI. Pengertian Wireless Network. Klasifikasi Wireless Network

RANCANG BANGUN ANTENA YAGI UDA UNTUK MEMPERKUAT SINYAL WIRELESS FIDELITY (WI-FI) FREKUENSI 2,4 GHz PADA JARAK 300 METER

SIMULASI MODEL INDOOR CEILING MOUNT ANTENNA SEBAGAI PENGUAT SINYAL WI-FI MENGGUNAKAN SIMULATOR ANSOFT HFSS V10.0

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

ANTENA OMNIDIREKT10NAL 2,4 GHZ

Pengukuran Coverage Outdoor Wireless LAN dengan Metode Visualisasi Di. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

BAB II LANDASAN TEORI

III. METODE PENELITIAN

Transmisi Signal Wireless. Pertemuan IV

Topologi WiFi. Topotogi Ad Hoc

Pengantar Wireless LAN. Olivia Kembuan, S.Kom, M.Eng PTIK UNIMA

ANALISIS RUGI-RUGI LINTASAN GELOMBANG RADIO DARI LUAR KE DALAM GEDUNG ANTARA PADA SISTEM GSM1800 DAN 3G

TAKARIR. Kapasitas transmisi dari sambungan elektronik. Percakapan melalui jaringan intenet.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PPET-LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS RSSI (RECEIVE SIGNAL STRENGTH INDICATOR) TERHADAP KETINGGIAN PERANGKAT WI-FI DI LINGKUNGAN INDOOR

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Antena mikrostrip..., Slamet Purwo Santosa, FT UI., 2008.

STANDARISASI JARINGAN WIRELESS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA INTERFERENSI ELEKTROMAGNETIK PADA PROPAGASI Wi-Fi INDOOR

PROPAGASI. REFF : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL PROPAGASI UNTUK KOMUNIKASI BERGERAK PADA SISTEM GSM 900. pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. perang ataupun sebagai bagian dari sistem navigasi pada kapal [1].

Pengukuran Karakteristik Propagasi Kanal HF Untuk Komunikasi Data Pada Band Maritim

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum Jaringan wireless LAN sangat efektif digunakan di dalam sebuah kawasan atau gedung. Dengan performa dan keamanan yang dapat diandalkan, pengembangan jaringan wireless LAN menjadi tren baru pengembangan jaringan untuk menggantikan jaringan wired atau jaringan kabel. Pengembangan jaringan wireless LAN dapat mencakup sebuah kawasan rumah, kantor, perusahaan hingga ke area publik [1]. 2.2 Wireless LAN Wireless LAN adalah sebuah sistem komunikasi data yang fleksibel yang dapat diaplikasikan sebagai ekstensi ataupun sebagai alternatif pengganti untuk jaringan LAN kabel. Wireless LAN menggunakan teknologi frekuensi radio mengirim dan menerima data melalui media udara [2]. Dibandingkan dengan jaringan LAN berkabel, jaringan WLAN memiliki beberapa keuntungan, yaitu [2]: 1. Mendukung mobilitas user, meningkatkan produktivitas penggunaan data. 2. Pengembangan jaringan mudah dan cepat. Tidak seperti penggunaan kabel yang agak sulit dalam proses instalasinya ketika harus menambahkan jaringan. Selain itu, instalasi kabel membutuhkan waktu dan biaya yang lebih.

3. Fleksibel. User dapat langsung menggunakan fasilitas tanpa harus memasang kabel terlebih dahulu, sehingga dapat digunakan seketika saat dibutuhkan dan di mana saja selama masih dalam area hot spot. 4. Biaya untuk jaringan wireless dapat lebih berkurang. Misalnya, penggunaan 802,11 dapat menghubungkan dua bangunan tanpa harus keluar biaya peralatan perangkat jaringan outdoor tambahan. Struktur dasar dari sebuah WLAN disebut BSS (Basic Service Set) ditunjukkan pada Gambar 2.1, dimana jaringan terdiri dari AP dan beberapa perangkat nirkabel. Ketika perangkat ini mencoba untuk berkomunikasi antara mereka sendiri, mereka menyebarkan data mereka melalui perangkat AP. AP menyebarkan SSID (Service Set Identifier) untuk memungkinkan orang lain untuk bergabung dengan jaringan [2]. Gambar 2.1 Topologi Basic Service Set (BSS) [1] 2.3 Standar WLAN Langkah awal yang sangat penting dalam membangun perencanaan WLAN adalah mengenali beberapa jenis standar IEEE 802.11. Sistem 802.11 secara umum disebut Wireless Fidelity atau Wi-Fi. Saat ini terdapat beberapa

kategori standar WLAN IEEE 802.11, yaitu standar protokol dasar yang lengkap untuk system Wi-Fi, seperti 802.11a, 802.11b, dan 802.11g, dan pengembangan dari standar yang ada dengan beberapa tambahan fungsional untuk menutupi kelemahan standar yang sudah ada [1]. Pada Table 2.1 secara garis besar terlihat tiga varian dasar standar jenis IEEE 802.11[1]. Tabel 2.1 Spesifikasi Wi-Fi berdasarkan standar IEEE 802.11 Standar Frekuensi Cakupan Data rate 802.11a 5 GHz 100 m 54 Mbps 802.11b 2,4 GHz 50 m 11 Mbps 802.11g 2,4 GHz 100 m 54 Mbps Wi-Fi 802.11b/g beroperasi pada 2.400 MHz sampai 2.483,50 MHz. Wi-Fi bekerja dalam 11 kanal (masing-masing 5 MHz), berpusat di frekuensi berikut [2]: a. Kanal 1-2412 MHz b. Kanal 2-2417 MHz c. Kanal 3-2422 MHz d. Kanal 4-2427 MHz e. Kanal 5-2432 MHz f. Kanal 6-2437 MHz g. Kanal 7-2442 MHz h. Kanal 8-2447 MHz i. Kanal 9-2452 MHz j. Kanal 10-2457 MHz k. Kanal 11-2462 MHz

2.3.1. Wireless Fidelity (Wi-Fi) Wireless Fidelity (Wi-Fi) adalah merupakan merek dagang wireless LAN yang diperkenalkan dan distandarisasi oleh Wireless Fidelity Alliance. Standar Wi-Fi didasarkan pada standar 802.11. Wi-Fi pertama kali membentuk Wireless Ethernet Compatibility Alliance (WECA), sebuah organisasi nonprofit yang mempunyai fokus pada pemasaran serta mengurusi interoperabilitas. Pada produk wireless LAN 802.11i, Wi-Fi Alliance juga memprakarsai keamanan pada 802.11i yang disebut Wireless Fidelity Protected Access (WPA) [1]. 2.3.2 Access Point Access point digunakan untuk melakukan pengaturan lalu lintas jaringan dari mobile radio ke jaringan kabel atau dari backbone jaringan wireless clien/server. Pengaturan ini digunakan untuk melakukan koordinasi dari semua node jaringan dalam mempergunakan layanan dasar jaringan serta memastikan penanganan lalu lintas dapat berjalan dengan baik. Access point akan merutekan aliran data antara pusat jaringan dengan jaringan wireless yang lain. Dalam sebuah WLAN pengaturan jaringan akan dilakukan oleh access point pusat yang mempunyai performa troughput yang lebih baik [1]. 2.4 Mekanisme Propagasi Hal mendasar yang mempengaruhi mekanisme propagasi radio sehingga mempengaruhi rugi-rugi lintasan pada komunikasi bergerak adalah peristiwa refleksi (pemantulan), difraksi (pembiasan) dan scattering (penghamburan) [6]. Refleksi terjadi ketika gelombang elektromagnetik yang sedang berpropagasi mengenai/menabrak sebuah objek dengan dimensi yang sangat besar

bila dibandingkan dengan panjang gelombang elektromagnetik tersebut. Refleksi terjadi dari permukaan tanah, gedung-gedung dan dinding-dinding [7]. Difraksi (pembiasan) terjadi ketika jalur radio antara pemancar dan penerima dihalangi oleh sebuah permukaan yang memiliki tepi yang tajam. Gelombang-gelombang kedua yang dihasilkan dari permukaan tajam yang menghalanginya tersebut terurai di ruang bebas dan bahkan di belakang penghalang tersebut, yang menyebabkan adanya gelombang-gelombang yang melengkung di sekitar penghalang, bahkan ketika jalur Line Of Sight (LOS) tidak ada di antara pemancar dan penerima. Untuk frekuensi tinggi, difraksi sama seperti refleksi, yaitu tergantung pada geometri objek, baik amplitudo, fasa maupun polarisasi dari gelombang datang di titik difraksinya [7]. Scattering (penghamburan) terjadi ketika medium tempat gelombang berpropagasi terdiri dari objek dengan dimensi yang lebih kecil dibandingkan dengan panjang gelombangnya dengan jumlah penghalang yang relatif besar. Gelombang hamburan dihasilkan oleh kekasaran permukaan tanah, objek-objek yang kecil atau karena ketidakteraturan lainnya di kanal. Pada kenyataanya pepohonan, rambu-rambu jalan dan tiang-tiang listrik menimbulkan hamburan di dalam sistem komunikasi bergerak [7]. Berdasarkan sudut pandang propagasi radio ketiga hal tersebut dipengaruhi oleh efek medium. Efek dari suatu medium dapat ditentukan dengan tiga parameter pokok, yaitu konduktivitas ( ), permitivitas ( ) dan permeabilitas ( ) [6]. 2.5 Rugi-Rugi Lintasan (Path Loss)

Elemen yang paling utama dalam perancangan jaringan radio adalah rugirugi lintasan. Elemen rugi-rugi lintasan mencakup free space loss (rugi-rugi ruang bebas), rugi-rugi atmosfer, penyerapan uap air, pengendapan, fading, multipath dan berbagai efek lainnya berdasarkan frekuensi dan lingkungannya [7]. Jika jalur utama propagasi merupakan ruang bebas maka rugi-rugi lintasan yang diakibatkan oleh ruang bebas dapat dihitung menggunakan persamaan rugi-rugi ruang bebas Friis yang dinyatakan pada Persamaan 2.1 [8]. (2.1) atau dengan Persamaan 2.2 [7], yaitu. (2.2) dimana: L = Rugi-rugi lintasan (db) G T = Gain antena pemancar (dbi) G R = Gain antena penerima (dbi) λ = Panjang gelombang (m) d = Jarak antara pemancar dan penerima (m) Pada beberapa aplikasi, gain antena tidak termasuk dalam persamaan rugirugi lintasan, sehingga persamaan rugi-rugi ruang bebas Friis dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.3 [8]. (2.3)

dimana L fsl adalah rugi-rugi lintasan ruang bebas (db). Secara umum, model propagasi rugi-rugi lintasan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu model empiris, model semi-deterministik dan model deterministik [6]: 1. Model empiris adalah model yang digunakan berdasarkan hasil observasi dan pengukuran, bersifat sederhana karena hanya memerlukan beberapa parameter saja, tetapi hasilnya tidak begitu akurat. Contoh model empiris ini adalah model Okumura, model Hata, model Cost231MultiWall dan model ITU-R [3]. 2. Model semi-deterministik adalah model empiris yang menggunakan beberapa komponen model deterministik. Model ini memiliki kelebihan berupa tidak dibutuhkannya terlalu banyak data untuk perhitungan seperti pada model deterministik, namun tetap memiliki akurasi yang lebih tinggi dari pada model empiris. Contoh model ini adalah model Cost231Hata, Cost231WI, model Cost231 [5], model Miura dan model K rner. 3. Model deterministik adalah model yang sangat spesifik, membutuhkan banyak informasi tentang letak geografis dari sebuah kota atau bangunan, kemampuan komputasi yang baik namun hasilnya akurat. 2.6 Model Propagasi Dalam Bangunan Model propagasi di dalam bangunan mendeskripsikan bahwa pemancar dan penerima berada pada bangunan yang sama. Sama halnya dengan model propagasi di luar bangunan, model propagasi di dalam bangunan juga banyak tersedia. Namun pada penelitian ini hanya membahas model propagasi empiris dengan pertimbangan bahwa model ini lebih cocok digunakan di dalam bangunan

dari pada model deterministik. Kecocokan itu terlihat pada model empiris tidak memerlukan data yang terperinci mengenai keadaan di dalam bangunan yang dapat berupa perabot, kepadatan manusia dan lain sebagainya dimana kesemuanya itu merupakan data yang selalu berubah dan belum tentu sama dengan bangunan lain yang masih berada dalam satu cakupan pemancar yang sama. Hal ini disebabkan karena pada model empiris rugi-rugi transmisi yang diakibatkan oleh penghalang-penghalang tersebut telah diwakili secara implisit oleh variabel tertentu di dalam formula model propagasi tersebut [3] [5]. Pada penelitian ini, model propagasi yang digunakan dalam perhitungan rugi-rugi lintasan di dalam bangunan hanya model ITU-R, model Keenan Motley, model Cost231MultiWall. Dengan pertimbangan bahwa model tersebut merupakan model empiris sehingga lebih cocok digunakan di dalam bangunan yang mana terdapat banyak penghalang yang cepat berubah baik kerapatannya maupun posisinya [3] [5]. 2.6.1 Model Propagasi ITU-R Perhitungan rugi-rugi lintasan pada model propagasi ITU-R di dalam bangunan mengasumsikan bahwa pemancar dan penerima berada di dalam bangunan yang sama. Rugi-rugi lintasan gelombang radio dari pemancar menuju penerima di dalam bangunan dapat diperkirakan dengan dua model yaitu sitegeneral model (model dengan informasi keadaan yang umum) dan site-specific model (model dengan informasi keadaan yang spesifik). Namun pada penelitian ini hanya menggunakan site-general model sehingga teori mengenai site-general model lebih ditekankan [3]. Dengan pertimbangan bahwa pada model site-specific

model memerlukan data yang spesifik mengenai keadaan di dalam bangunan yang cenderung mudah berubah. Site-general model adalah jenis model yang hanya memerlukan sedikit informasi mengenai keadaan daerah cakupan pemancar yang akan diteliti dalam menentukan rugi-rugi lintasan. Model ini juga menjelaskan bahwa rugi-rugi lintasan gelombang radio di dalam bangunan ditandai oleh rugi-rugi lintasan ratarata dan hal-hal yang terkait dengan nilai fading shadow [3]. Kebanyakan model propagasi di dalam bangunan melakukan perhitungan pelemahan sinyal akibat menembus beberapa dinding dan/atau lantai. Namun pada model ini tidak memperhitungkan rugi-rugi lintasan akibat menembus dinding tetapi memperhitungkan rugi-rugi daya sinyal akibat menembus lantai. Hal ini dilakukan untuk memperediksi luas cakupan penggunaan frekuensi yang sama diantara lantai. Model ini menambahkan koefisien rugi-rugi daya (distance power loss coefficient) di dalam perhitungan rugi-rugi lintasan yang telah ditentukan seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.2, yaitu parameter-parameter khusus berdasarkan hasil berbagai perhitungan. Frekuensi Tabel 2.2 Koefisien Power Loss, N [3] Bangunan Tempat Tinggal Bangunan Perkantoran Bangunan Tempat Perbelanjaan 900 MUz - 33 20 1,2-1,3 GHz - 32 22 1,8-2 GHz 28 30 22 2,4 GHz 28 30-3,5 GHz - 27-4 GHz - 28 22

5,2 GHz 30 (Apartemen) 28 (Rumah) 31-5,8 GHz - 24-60 GHz - 22 17 70 GHz - 22 - Tabel 2.2 menunjukkan bahwa besar nilai koefisien power loss ditentukan oleh jenis pemanfaatan bangunan dan frekuensi yang digunakan, dimana koefisien ini telah mewakili rugi-rugi transmisi akibat dinding, perabot di dalam bangunan serta mekanisme rugi-rugi lintasan lain yang mirip yang terdapat di dalam gedung sehingga memungkinkan sinyal tersebut dapat digunakan pada lantai yang sama. Pada site-specific model rugi-rugi lintasan akibat dinding dihitung secara eksplisit. Persamaan 2.4 merupakan persamaan prediksi rugi-rugi lintasan untuk model sitespecific [3]. (2.4) dimana : N f d = Koefisien jarak rugi-rugi daya (distance power loss coefficient) = Frekuensi (MHz) = Jarak pisah diantara pemancar dan penerima dimana pemancar dan penerima berada di dalam bangunan yang sama (dimana d >1m) L f = Faktor rugi-rugi penyerapan oleh lantai (db) n = Jumlah lantai diantara pemancar dan penerima (n 1)

Untuk besarnya rugi-rugi lintasan akibat penyerapan lantai diperlihatkan pada Tabel 2.3 [3]. Tabel 2.3 Faktor Rugi-Rugi Penyerapan Daya Terhadap Lantai, L f (db) [3] Frekuensi Bangunan Tempat Tinggal 900 MHz - Bangunan Perkantoran 9 (1 lantai) 19 (2 lantai) 24 (3 lantai) Bangunan Tempat Perbelanjaan 1,8-2 GHz 4n 15+4(n-1) 6+3(n-1) 2,4 GHz 10 (Apartemen) 5 (Rumah) 14-3,5 GHz - 5,2 GHz 13 (Apartemen) 7 (Rumah) 5,8 GHz - 18 (1 lantai) 26 (2 lantai) 16 (1 lantai) - 22 (1 lantai) 28 (2 lantai) - - - Penggunaan jenis pita frekuensi yang lain dimana koefisien power loss tidak ada untuk bangunan tempat tinggal, maka nilai tersebut dapat digunakan dari bangunan kantor. Standar deviasi dan log-normal dari nilai fading shadow di dalam bangunan ditunjukkan pada Tabel 2.4 [3]. Frekuensi (GHz) Tabel 2.4 Standar Deviasi Fading Shadow [3] Bangunan Tempat Tinggal (db) Bangunan Perkantoran (db) Bangunan Tempat Perbelanjaan (db) 1,8-2 8 10 10 3,5-8 - 5,2-12 - 5,8-17 - 2.6.2 Model Propagasi Keenan Motley

Salah satu model propagasi yang dapat diterapkan di dalam ruangan yaitu model yang disebut Model Keenan-Motley. Didalam rumusannya memasukkan elemen penghalang lintasan sinyal yang mempengaruhi nilai rugi-rugi lintasan [4]. Adapun nilai L o dituliskan pada Persamaan 2.5 dan P o pada Persamaan 2.6. dimana : (2.5) (2.6) R p = jarak antara pemancar dan penerima (meter) = jumlah dinding antara pemancar dan penerima WAF = Wall attenuation Factor (factor redaman yang dipengaruhi dinding) k FAF = jumlah lantai antara pemancar dan penerima = Floor Attenuation Factor (factor redaman yang dipengaruhi lantai) Nilai WAF ditentukan dari struktur dinding, dimana WAF sebesar 3 db untuk gedung modern sementara gedung dengan dinding beton biasa sebesar 10 db. FAF sendiri tergantung dari kontruksi gedung, namun memiliki kisaran nilai sebesar 13 db sampai 18 db. 2.6.4 Model Propagasi Cost231MultiWall Total rugi-rugi lintasan pada model Cost231MultiWall yang terjadi di dalam bangunan merupakan jumlah dari rugi-rugi lintasan ruang bebas, rugi-rugi lintasan akibat menembus lantai dan rugi-rugi lintasan akibat menembus dinding yang berada diantara pemancar dan penerima. Telah diteliti bahwa total rugi-rugi gelombang radio akibat menembus beberapa lantai bukanlah merupakan fungsi linear terhadap peningkatan jumlah lantai. Melainkan merupakan fungsi

eksponensial yang dipengaruhi oleh faktor empiris ( ) seperti yang diperlihatkan pada Persamaan 2.7 [5]. (2.7) Variabel L FSPLi ditentukan menggunakan Persamaan 2.8. (2.8) dimana : L MW L FSPLi L C k wi k f L wi L f b I = Rugi-rugi lintasan total (db) = Rugi-rugi ruang bebas di dalam bangunan (db) = Konstanta rugi-rugi = Jumlah dinding yang ditembus pada jenis ke-i = Jumlah lantai yang ditembus = Rugi-rugi dinding yang ditembus pada jenis ke-i (db) = Rugi-rugi lantai yang ditembus (db) = Faktor empiris = Jumlah jenis dinding Rugi-rugi L C merupakan variabel yang besarnya ditentukan dari hasil pengukuran terhadap rugi-rugi akibat penyerapan oleh dinding yang dilalui sinyal dengan menggunakan metode regresi linear bertingkat. Biasanya besar nilai konstanta tersebut mendekati nol. Untuk alasan praktis dalam menentukan rugirugi lintasan akibat penyerapan dinding maka jumlah jenis dinding yang berbeda yang dilalui oleh gelombang radio harus tetap sedikit. Jika sebaliknya, maka perbedaan diantara jenis dinding menjadi kecil dan penempatannya di dalam

model ini menjadi tidak jelas. Maka dibuatlah pembagian jenis dinding ke dalam dua tipe seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.5 [5]. Tabel 2.5 Pembagian Jenis Dinding pada Model Cost231 Multi Wall [5] Jenis Dinding Dinding Tipis (L w1 ) Dinding Tebal (L w2 ) Deskripsi Sebuah dinding yang tidak dibebani oleh suatu bantalan pada salah satu atau kedua sisi dinding seperti dinding eternit, dinding papan dan diding beton tipis dengan ketebalan kurang dari 10 cm. Sebuah dinding yang dibebani oleh suatu bantalan atau jenis dinding yang lainnya dengan ketebalan dinding lebih dari 10 cm yang terbuat dari bahan berat, seperti beton atau batu bata. Besar nilai variabel-variabel pada model ini telah ditentukan berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh organisasi-organisasi komunikasi seperti Alcatel, CNET, TUW, UPC, VTT dan Ericsson. Meskipun organisasi-organisasi tersebut melakukan pengukuran dengan metode dan peralatan yang berbeda. Namun setiap pengukuran harus dilakukan dengan aturan umum yang telah ditentukan sebelumnya yaitu posisi pemancar ditempatkan pada pusat gedung sedangkan posisi penerima berpindah ke beberapa tempat yang masih tercakup oleh pemancar, ketinggian pemancar dari lantai sekitar 1,5 3,0 m, antena yang digunakan jenis omnidireksional dengan besar gain 1,3 2,2 db, daya pancar 10-30 dbm dan jenis polarisasi yang digunakan adalah vertikal untuk setiap pengukuran [5]. Pengukuran tersebut dilakukan sebanyak 10-50 sampel dengan rata-rata panjang gelombang 1-6 λ pada sebagian besar pengukuran oleh setiap organisasi.

Perlu diketahui bahwa seluruh hasil pengukuran tersebut secara implisit telah termasuk rugi-rugi yang disebabkan oleh berbagai jenis perabot yang terdapat di dalam bangunan dan koridor-koridor yang dilalui oleh gelombang radio tersebut. Kemudian hasil pengukuran pada setiap kategori lingkungan tersebut dihitung nilai rata-ratanya sehingga diperoleh pendekatan hasil terhadap nilai variabelvariabel pada model ini seperti pada Tabel 2.6 [5]. Tabel 2.6 Nilai Variabel-Variabel pada Model Cost231MultiWall [5] Keadaan Bangunan L wi [db] L w2 [db] L f [db] B Padat Satu Lantai Dua Lantai 3,4 6,9 18,3 0,46 Beberapa Lantai Terbuka 3,4 6,9 18,3 0,46 Luas 3,4 6,9 18,3 0,46 Koridor 3,4 6,9 18,3 0,46 Penjelasan mengenai jenis keadaan bangunan pada Tabel 2.5 diperlihatkan pada Tabel 2.7. Pada katagori bangunan padat pengukuran dilakukan pada keadaan satu lantai, dua lantai dan beberapa lantai. Hal ini secara berturut-turut dengan maksud agar pengukuran dilakukan pada saat posisi pemancar dan penerima berada pada lantai yang sama, berada diantara dua lantai yang berdekatan dan berada pada lebih dari dua lantai [5]. Tabel 2.7 Penjelasan Kategori Lingkungan Dalam Bangunan [5] Kategori Lingkungan Padat (Dense) Terbuka (Open) Deskripsi Keadaan lingkungan pada bangunan-bangunan kecil misalnya pada sebuah kantor dimana tiap-tiap karyawan menempati ruangannya masing-masing; sering terjadi peristiwa NLOS. Keadaan lingkungan pada ruangan yang luas; misalnya pada sebuah ruangan terdapat beberapa karyawan; sering terjadi peristiwa LOS (Line Of Sight) ataupun

Luas (Large) Koridor (Corridor) OLOS (Obstacled Line Of Sight). Keadaan lingkungan pada bangunan yang sangat luas; seperti pada pabrik, pusat perbelanjaan atau bandara; sering terjadi peristiwa LOS ataupun NLOS. Keadaan lingkungan dimana penerima dan pemancar berada pada koridor yang sama sehingga sering terjadi peristiwa LOS. 2.7 Menentukan Area Cakupan Cell dalam Bangunan Pada Tugas Akhir ini, Area batas cakupan yang mampu dicapai access point untuk beroperasi disebut dengan cell. Cell diasumsikan berbentuk segi enam atau heksagonal. Hal ini dilakukan untuk memudahkan penggambaran pola radiasi omnidirectional dari antena pemancar yang digunakan. Untuk menghitung luas cakupan segi enam, dapat dilakukan dengan terlebih dahulu membagi cell menjadi enam segi tiga sama sisi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3. Segi tiga - segi tiga tersebut membentuk sudut 60 o dengan R merupakan radius (jari-jari). Maka, untuk luas satu buah segi tiga di dalamnya dapat dihitung dengan Persamaan 2.9. (2.9) Selanjutnya, untuk menghitung luas cell atau segi enam, dapat dilakukan dengan perhitungan pada Persamaan 2.10. (2.10)

Gambar 2.2 Cell atau Segi Enam Untuk menentukan luas cakupan cell, maka perlu diketahui nilai rugi-rugi lintasan dari pemancar ke penerima dihitung dengan menerapkan model propagasi radio yang telah ditentukan. Oleh sebab itu, jari-jari cell dihitung berdasarkan dari jarak dengan kondisi terburuk berdasarkan nilai sensitivitas yang diterima dari pemancar.