BAB II STUDI PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II STUDI PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara"

Transkripsi

1 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Mekanisme Propagasi Hal mendasar yang mempengaruhi mekanisme propagasi radio sehingga mempengaruhi rugi-rugi lintasan pada komunikasi bergerak adalah peristiwa refleksi (pemantulan), difaksi (pembiasan) dan scattering (penghamburan) [6]. Refleksi terjadi ketika gelombang elektromagnetik yang sedang berpropagasi mengenai/menabrak sebuah objek dengan dimensi yang sangat besar bila dibandingkan dengan panjang gelombang elektromagnetik tersebut. Refleksi terjadi dari permukaan tanah, gedung-gedung dan dinding-dinding [7]. Difraksi terjadi ketika jalur radio antara pemancar dan penerima dihalangi oleh sebuah permukaan yang memiliki tepi yang tajam. Gelombang-gelombang kedua yang dihasilkan dari permukaan tajam yang menghalanginya tersebut terurai di ruang bebas dan bahkan di belakang penghalang tersebut, yang menyebabkan adanya gelombang-gelombang yang melengkung di sekitar penghalang, bahkan ketika jalur Line Of Sight (LOS) tidak ada di antara pemancar dan penerima. Untuk frekuensi tinggi, difraksi sama seperti refleksi, yaitu tergantung pada geometri objek, baik amplitudo, fasa maupun polarisasi dari gelombang datang di titik difraksinya [7]. Scattering terjadi ketika medium tempat gelombang berpropagasi terdiri dari objek dengan dimensi yang lebih kecil dibandingkan dengan panjang gelombangnya dengan jumlah penghalang yang relatif besar. Gelombang hamburan dihasilkan oleh kekasaran permukaan tanah, objek-objek yang kecil atau karena ketidakteraturan lainnya di kanal. Pada kenyataanya pepohonan, rambu-rambu jalan dan tiang-tiang listrik menimbulkan hamburan di dalam sistem komunikasi bergerak [7]. Berdasarkan sudut pandang propagasi radio ketiga hal tersebut dipengaruhi oleh efek medium. Efek dari suatu medium dapat ditentukan dengan tiga parameter pokok, yaitu konduktivitas ( ), permitivitas ( ) dan permeabilitas ( ) [6].

2 Peristiwa perambatan seberkas gelombang (sinar) radio dari suatu medium dengan permitivitas 1 ( ) dan permeabilitas 1 ( ) ke medium lain yang berbeda dengan permitivitas 2 ( ) dan permeabilitas 2 ( ), maka peristiwa pemantulan dan pembiasan gelombang akan terjadi pada perbatasan dari kedua medium tersebut seperti pada Gambar 2.1 [6]. Gelombang Pantul Gelombang Bias Medium 1:, Medium 2:, Gelombang Datang Gambar 2.1 Gelombang Pantul dan Gelombang Bias [6] Gelombang pantul dan gelombang bias yang dihasilkan memiliki frekuensi yang sama persis dengan gelombang datang. Arah dari kedua gelombang tersebut mengikuti hukum pemantulan Snell pada Persamaan 2.1 dan hukum pembiasan Snell pada Persamaan 2.2 [6]. (2.1) (2.2) dimana, dan secara berurut masing-masing adalah sudut datang, sudut pantul dan sudut bias. Parameter n adalah indeks bias yang mana besar nilainya tergantung dari permitivitas relatif dan permeabilitas relatif yang dapat ditentukan menggunakan Persamaan 2.3 [6]. (2.3)

3 2.2 Rugi-Rugi Lintasan (Path Loss) Elemen yang paling utama dalam perancangan jaringan radio adalah rugirugi lintasan. Elemen rugi-rugi lintasan mencakup free space loss (rugi-rugi ruang bebas), rugi-rugi atmosfer, penyerapan uap air, pengendapan, fading, multipath dan berbagai efek lainnya berdasarkan frekuensi dan lingkungannya [8]. Jika jalur utama propagasi merupakan ruang bebas maka rugi-rugi lintasan yang diakibatkan oleh ruang bebas dapat dihitung menggunakan persamaan rugi-rugi ruang bebas Friis yang dinyatakan pada Persamaan 2.4 [8].. / (2.4) atau dengan Persamaan 2.5 [8], yaitu. ( ) ( ) (2.5) dimana: L = Rugi-rugi lintasan (db) G T = Gain antena pemancar (dbi) G R = Gain antena penerima (dbi) λ = Panjang gelombang (m) d = Jarak antara pemancar dan penerima (m) Pada beberapa aplikasi, gain antena tidak termasuk dalam persamaan rugirugi lintasan, sehingga persamaan rugi-rugi ruang bebas Friis dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.6 [8].. / (2.6) dimana L fsl adalah rugi-rugi lintasan ruang bebas (db)

4 2.3 Model Propagasi Gelombang Radio dari Luar ke Dalam Bangunan Rugi-rugi lintasan yang terjadi dari pemancar di luar bangunan hingga ke penerima di dalam bangunan dapat diperkirakan dengan membagi prediksi rugirugi lintasan ke dalam tiga bagian. Proses perhitungan untuk ketiga bagian prediksi rugi-rugi lintasan tersebut dapat dilakukan secara terpisah. Sehingga rugirugi lintasan yang terjadi diantara pemancar dan penerima merupakan hasil penjumlah dari ketiga prediksi rugi-rugi lintasan tersebut yang dapat dinyatakan pada Persamaan (2.7) [1]. (2.7) Dimana merupakan total rugi-rugi lintasan yang terjadi diantara pemancar dan penerima. merupakan rugi-rugi lintasan dari pemancar di luar bangunan hingga tepat pada bangunan. L pn merupakan rugi-rugi lintasan akibat gelombang radio di dalam bangunan. Kemudian, L in merupakan rugi-rugi lintasan di dalam bangunan [1]. Secara umum, model propagasi rugi-rugi lintasan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu model empiris, model semi-deterministik dan model deterministik. Model empiris adalah model yang digunakan berdasarkan hasil observasi dan pengukuran, bersifat sederhana karena hanya memerlukan beberapa parameter saja, tetapi hasilnya tidak begitu akurat. Contoh model empiris ini adalah model Okumura. model Hata, model Paulsen, model COST231 Multi Wall [3] dan model ITU-R [5]. Model semi-deterministik adalah model empiris yang menggunakan beberapa komponen model deterministik. Contoh model ini adalah model COST231 Hata COST231 WI, model COST231 [4], model Miura [1] dan model K rner [9]. Model deterministik adalah model yang sangat spesifik, membutuhkan banyak informasi tentang letak geografis dari sebuah kota atau bangunan, kemampuan komputasi yang baik namun hasilnya akurat. Contoh model deterministik ini adalah model Ray Tracing [6]. Beberapa model propagasi di dalam bangunan menggunakan pemancar dari luar bangunan (Outdoor to Indoor) adalah model Paulsen [3], model Miura [1], model K rner [9] dan lain sebagainya. Pada penelitian ini hanya

5 menggunakan model Paulsen karena model Paulsen merupakan model empiris sehingga lebih cocok digunakan pada penelitian ini untuk memprediksi rugi-rugi lintasan dari luar bangunan hingga ke dalam bangunan. Hal ini disebabkan karena pada model Paulsen, prediksi rugi-rugi lintasan di luar bangunan ditentukan dengan model propagasi luar bangunan yang sesuai dengan kondisi penelitian. Sedangkan rugi-rugi lintasan di dalam bangunan hanya dipengaruhi oleh dinding dan jumlah lantai di dalam gedung [3]. Model Miura tidak digunakan di dalam penelitian ini karena model ini merupakan pengembangan dari model COST231 yang mengasumsikan bahwa gelombang radio dominan yang diterima oleh penerima di dalam bangunan berasal dari bagian bangunan yang terbuka, seperti pintu dan jendela [1]. Pada Penelitian [1] model Miura lebih mendekati terhadap hasil pengukuran daripada model COST231. Namun pada saat ini belum tentu semua bangunan memiliki pintu dan jendela dalam kondisi terbuka disebabkan hampir semua bangunan memiliki pengatur suhu ruangan (Air Conditional). Kemudian pada model Miura diperlukan pula ukuran dan posisi pintu terhadap pemancar untuk memprediksi besar sudut pantul akibat gelombang radio yang menabrak pintu ataupun jendela yang mana sudut tersebut digunakan untuk memprediksi rugi-rugi lintasan [1]. Berbeda halnya dengan model Paulsen yang menyatakan bahwa berkurangnya rugi-rugi lintasan pada suatu bangunan akibat bagian dinding yang terbuka telah diperhitungkan secara implisit bersamaan dengan rugi-rugi lintasan akibat menembus dinding. Model Paulsen juga mengasumsikan bahwa besarnya daya gelombang radio yang sampai pada dinding terluar di suatu bangunan adalah sama kuat [3]. Model K rner mengandung tiga faktor penyerapan empiris (empirical penetration factor) dalam menentukan prediksi rugi-rugi lintasan yang terjadi, yaitu faktor penyerapan empiris yang menggambarkan penambahan rugi-rugi penyerapan akibat sudut datang gelombang menuju 0 0 terhadap dinding terluar bangunan (L par ), faktor penyerapan empiris yang menggambarkan rugi-rugi penyerapan akibat sudut datang gelombang yang tegak lurus terhadap dinding terluar bangunan (L perp ). Dan faktor penyerapan empiris yang menggambarkan rugi-rugi lintasan secara empiris di dalam bangunan (L emp ). Model K rner tidak

6 digunakan dalam penelitian ini karena model ini memiliki dua faktor penyerapan empiris yang bersifat semideterministik, yaitu L par dan L perp. Dimana untuk menghitung rugi-rugi lintasan menggunakan rumus ini diperlukan besar sudut datang gelombang radio terhadap dinding terluar. Kemudian model ini juga membagi perhitungan rugi-rugi lintasan dari pemancar di luar bangunan hingga tepat pada bangunan (L Out ) ke dalam tiga model, yaitu model bidang vertikal (Vertical Plane Model VPM), model lintasan jamak (Multipath Model MPM) dan model tumbuhan (Vegetation Model VegMod). Dimana ketiga model memiliki parameter yang mudah berubah seperti berubahnya pohon-pohon menjadi bangunan atau ketinggian bangunan yang semakin tinggi dan jumlah bangunan yang rapat. Ilustrasi propagasi gelombang radio model K rner seperti pada Gambar 2.2 [9]. Model Lintasan Jamak (MPM) Model Tumbuhan (VegMod) Model Bidang Vertikal (VPM) Gambar 2.2 Ilustrasi Propagasi Gelombang Radio Model K rner [9] Terdapat dua keadaan pada model Paulsen yang mempengaruhi total rugirugi lintasan hingga ke dalam bangunan, yaitu [3] : 1. Pemancar didefinisikan sebagai makrosel (antena pemancar berada pada ketinggian jauh di atas bangunan tempat penerima berada)

7 2. Pemancar didefinisikan sebagai mikrosel (antena pemancar berada pada ketinggian hampir sama dengan bangunan tempat penerima berada) Perhitungan rugi-rugi penyerapan sinyal pada daerah makrosel digunakan Persamaan 2.8 [3]. ( ) ( ) (2.8) dimana : L Mak L(d) L we L wi n w n f G h = Total rugi-rugi lintasan dari pemancar ke penerima (db) = Rugi-rugi lintasan dari luar bangunan hingga ke gedung (db) = Penyerapan gelombang radio oleh dinding luar (db) = Penyerapan gelombang radio oleh dinding dalam (db) = Jumlah dinding dalam diantara pemancar dan penerima = Jumlah lantai, dimana lantai dasar sama dengan nol = Kenaikan gain tiap lantai (height gain per floor), kenaikan gain terjadi karena kenaikan daya di penerima ketika penerima menuju lantai yang lebih tinggi. v i = Sudut datang (seperti pada Gambar 2.3) v h = Deviasi secara horizontal terhadap bidang datar Besar konstanta L we dan L wi dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan G h bernilai 2 db untuk setiap kenaikan lantai. Jika diantara pemancar dan penerima tidak terdapat sinyal langsung (LOS) maka daya yang diterima pada setiap permukaan dinding terluar pada bangunan akan dianggap sama besar. Dalam kasus ini, dinding dalam harus dihitung dari dinding luar karena dinding luar tidak berhadapan langsung dengan gelombang radio dari pemancar sehingga dinding luar dianggap sama dengan nol. Gambar 2.3 merupakan penjelasan secara ilustrasi mengenai variabel-variabel yang digunakan dalam model ini [3].

8 Pemancar L we v i v i n.gh Penerima L (d) d (in) Gambar 2.3 Ilustrasi Sinyal Datang Gelombang Radio [3] Ilustrasi tampilan sudut deviasi sinyal datang secara horizontal terhadap bidang datar (v h ) diperlihatkan pada Gambar 2.4 [3]. Pemancar v h R x R x R x R x Penerima Gambar 2.4 Ilustrasi Deviasi Secara Horizontal Terhadap Bidang Datar [3] Perhitungan rugi-rugi penyerapan sinyal pada daerah mikrosel digunakan Persamaan 2.9 [3]. Pada keadaan ini terdapat sinyal langsung diantara bangunan dan pemancar. Untuk menghitung rugi-rugi lintasan di dalam kasus ini digunakan Persamaan 2.9 dengan asumsi bahwa v h (sudut deviasi horizontal) kecil yaitu v h < 10 0 [3]. ( ) ( ) (2.9) Dimana nilai L we dan L wi diperlihatkan pada Tabel 2.1. Jika pemancar terletak sangat dekat dengan bangunan dan penerima berada pada posisi yang tinggi di dalam bangunan, kemudian v h menjadi besar. Maka dalam kasus ini digunakan pola radiasi antena secara vertikal serta jarak geometri yang

9 sebenarnya untuk menghitung rugi-rugi lintasan di luar bangunan. Jika besar sudut datang gelombang terhadap dinding luar meningkat maka akan menambah besar rugi-rugi penyerapan seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.1. Besar rugi-rugi pada kasus ini dapat digunakan Persamaan 2.10 [3]. ( ) ( ) (2.10) Dimana L (d geometri, pola radiasi vertical ) adalah rugi-rugi lintasan luar bangunan dari pemancar hingga dinding luar bangunan dimana perhitungan dilakukan sesuai dengan jarak yang sebenarnya dengan pola radiasi antena pemancar vertikal [3]. Tabel 2.1 Pelemahan Daya Sinyal Terhadap Jenis Material Dinding [3] Jenis Dinding L wall (db) L wall (db) L wall (db) Min Normalnya Max Beton (25 cm) dengan celah yang lebar Beton (25 cm) dengan celah dan sudut datang yang lebar Beton (25 cm) tanpa celah Beton (2x20 cm), di dalam bangunan Beton (10 cm), di dalam bangunan Dinding bata dengan celah yang kecil Dinding baja (1 cm) dengan celah yang lebar Beton (10 cm), di dalam bangunan Dinding kaca Dinding kaca tebal Beton (20 cm) dengan celah yang luas - 5,4 - Beton (30 cm) - 9,4 - Bata (63 cm) - 4,0 - Bata (70 cm) - 4,5 - Beton berpori - 6,6 -

10 Variabel L(d) pada model Paulsen ditentukan menggunakan model propagasi luar bangunan, seperti model Ikegami, model Okumura, mode Hata, model Walfisch-ikegami, model COSt231 Hata, model Bartoni dan lain sebagainya. Pemilihan model propagasi bangunan yang digunakan sesuai dengan kecocokan model tersebut terhadap kondisi lingkungan yang diteliti [3]. 2.4 Model Propagasi Luar Bangunan Model propagasi di luar bangunan mendeskripsikan bahwa pemacar dan penerima berada di luar bangunan. Model propagasi gelombang radio di luar bangunan khususnya pada daerah berkembang sangat dipengaruhi oleh ukuran dan kerapatan gedung. Ada 6 faktor yang digunakan dalam mengkalisifikasikan jenis lingkungan, yaitu [8]: 1. Kerapatan gedung 2. Ukuran gedung 3. Tinggi gedung 4. Lokasi gedung 5. Kerapatan tumbuh-tumbuhan 6. Undulasi daerah terrain Peristiwa propagasi lingkungan diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu rural, suburban dan urban. Daerah rural adalah daerah persawahan dengan sedikit rumah-rumah di sekitarnya, dan masih banyak terdapat daerah terbuka atau lebih dikenal dengan daerah pedesaan. Daerah suburban atau kota kecil adalah daerah perumahan dengan kerapatan yang rendah. Daerah urban atau perkotaan adalah daerah dengan gedung-gedung bertingkat dengan kerapatan yang tinggi. Klasifikasi daerah urban ini terdiri dari dua jenis, yaitu small atau medium-sized city (kota kecil atau sedang) dan large city atau metropolitan centre (kota besar). Daerah urban medium-sized city merupakan daerah perkotaan dengan gedunggedung bertingkat dengan tinggi rata-rata kurang dari 5 tingkat dan lebar jalan kurang dari 15 m. Sedangkan daerah urban metropolitan centre merupakan daerah perkotaan dengan gedung-gedung bertingkat dengan tinggi rata-rata lebih dari 5 tingkat dan lebar jalan lebih besar dari 15 m [8].

11 Sejumlah model propagasi rugi-rugi lintasan telah dikembangkan dalam memprediksi redaman pada lintasan sinyal. Model-model ini ditujukan untuk memprediksi kekuatan sinyal di titik lokasi penerimaan tertentu dengan metode yang bervariasi dalam pendekatannya, kerumitannya maupun ketepatannya. Jarak antara pemancar dan penerima, tinggi antena pemancar dan penerima serta frekuensi pembawanya merupakan variabel-variabel dalam proses perhitungan nilai redaman [8]. Penelitian ini hanya menggunakan model semi deterministik yaitu model propagasi COST231 WI untuk menghitung rugi-rugi transmisi yang dialami gelombang radio dari pemancar hingga tepat pada bangunan yang diteliti (L Out ). Hal yang mendasari pemilihan model COST231 WI sebagai sebagai pensubstitusi variabel L(d) pada model Paulsen adalah model COST231 WI merupakan hasil pengembangan dari model-model sebelumnya, seperti model Ikegami, model Okumura, model Bartoni, model Walfisch dan model Hata [4]. Model COST231 Hata tidak digunakan dalam penelitian ini walaupun model ini juga merupakan hasil pengembangan dari model-model sebelumnya karena model COST231 Hata tidak mempertimbangkan tinggi gedung rata-rata di daerah pusat kota yang menjadi lokasi penelitian [4]. Dimana pertumbuhan infrastruktur bangunan di pusat kota cepat berkembang sehingga rugi-rugi lintasan akan cepat berubah. Berbeda halnya dengan model COST231 WI yang mempertimbangkan ketinggian rata-rata bangunan [4]. Model COST231 WI merupakan model yang cocok digunakan untuk memprediksi rugi-rugi lintasan di daerah kota [4]. Model ini diaplikasikan untuk daerah dimana pemancar tidak kelihatan secara langsung oleh penerima disebabkan banyaknya objek penghalang di antara pemancar dan penerima seperti yang terlihat pada Gambar 2.5 [3].

12 Gambar 2.5 Ilustrasi Model COST231 WI pada Daerah Urban [3] Gambar 2.5 menunjukkan bahwa pemancar dan penerima bersifat Non Line Of Sight (NLOS), sehingga dalam hal ini penerima hanya menerima sinyalsinyal hasil difraksi dari penghalang-penghalang yang ada di antara pemancar dan penerima (multiedge or rooftop difraction) [4]. Geometri dari model COST231 WI ini dapat dilihat pada Gambar 2.6 [4]. Gambar 2.6 Geometri Model COST231 WI [4] Gambar 2.6 menunjukkan beberapa mekanisme propagasi dari model COST231 WI ini. Jalur 1 dan 2 merupakan jalur propagasi utama ke penerima, yang berpropagasi di atas gedung yang ada di sekitarnya dengan gedung yang terdekat dengan penerima. Jalur 3 merupakan propagasi penetrasi gedung (penembusan gedung) dan jalur 4 merupakan propagasi dari difraksi dan refleksi bertingkat [4].

13 Ada 4 faktor yang diikutsertakan dalam perhitungan rugi-rugi lintasan untuk model ini, yaitu [4]: 1. Tinggi gedung (h) 2. Lebar jalan (w) 3. Jarak antar gedung (b) 4. Orientasi jalan yang berkaitan dengan jalur LOS (φ) Model ini membedakan antara propagasi LOS dan NLOS. Untuk propagasi LOS, model ini menggunakan Persamaan 2.11 [4]. ( ) ( ) untuk d out 20 m (2.11) dimana adalah jarak antara pemancar dan bangunan (km) dan f c adalah frekuensi pembawa (MHz). Sedangkan untuk propagasi NLOS, model ini menggunakan Persamaan 2.12 [4]. (2.12) dengan Persamaan 2.13 [4]. adalah rugi-rugi ruang bebas di luar bangunan yang dihitung ( ) ( ) (2.13) L rts adalah rugi-rugi yang disebabkan oleh difraksi atap bangunan hingga ke jalan (rooftop to street), yang besarnya dihitung dengan Persamaan 2.14 [4]. ( ) ( ) ( ) (2.14) Dimana h adalah tinggi gedung (m), h m adalah tinggi antena penerima (m) dan L ori adalah faktor orientasi jalan terhadap sinyal datang yang dihitung dengan Persamaan 2.15 [4].

14 { ( ) ( ) (2.15) dimana φ adalah sudut orientasi jalan, yaitu sudut yang dibentuk oleh sinyal langsung (direct path) dan jalan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7 dan dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.16 [4].. / (2.16) dimana h adalah tinggi rata-rata gedung (m). Gambar 2.7 Sudut Orientasi Jalan φ [4] Rugi-rugi multiple screen difraction (L msd ) adalah rugi-rugi yang diperkirakan akibat adanya pengaruh difraksi dari banyaknya objek penghalang antara pemancar dan gedung yang terdekat dengan penerima. L msd dihitung dengan Persamaan 2.17 [4]. ( ) ( ) ( ) (2.17) dimana L bsh, k a, k d dan k f dihitung dengan Persamaan 2.18, Persamaan 2.19, Persamaan 2.20 dan Persamaan 2.21 [4].

15 {, ( )- (2.18) { ( ) ( ) (2.19) { ( ) (2.20) {. /. / (2.21) k a mempresentasikan kenaikan rugi-rugi lintasan ketika antena pemancar berada di bawah ketinggian atap. k d dan k f adalah faktor rugi-rugi difraksi yang besarnya ditentukan oleh frekuensi dan ketinggian antena pemancar dengan bangunan [3]. Jika data ketinggian gedung tidak diperoleh, maka model ini memberikan nilai toleransi yang direkomendasikan, seperti pada Persamaan 2.22 [4] dengan { ( ) (2.22) jarak antar gedung (b) sekitar 20 m sampai dengan 50 m, lebar jalan (w) sebesar b/2 dan sudut orientasi jalan (φ) sebesar 90 o. Batasan untuk model COST231 WI ini [4], yaitu : 1. Frekuensi kerja (f c ) = 800 MHz MHz 2. Tinggi antena pemancar (h b ) = 4 m - 50 m 3. Tinggi antena penerima (h m ) = 1 m - 3 m 4. Jarak antara pemancar dan penerima (d) = 0,02 km - 5 km. Model ini telah diterima oleh badan standarisasi internasional ITU-R dan dapat diaplikasikan untuk tinggi antena pemancar di atas ketinggian bangunan.

16 Mean error yang dizinkan adalah sebesar ± 3 db dan standar deviasi sebesar 4 8 db [4]. 2.5 Model Propagasi Dalam Bangunan Model propagasi di dalam bangunan mendeskripsikan bahwa pemancar dan penerima berada pada bangunan yang sama. Sama halnya dengan model propagasi di luar bangunan, model propagasi di dalam bangunan juga banyak tersedia. Namun pada penelitian ini hanya membahas model propagasi empiris dengan pertimbangan bahwa model ini lebih cocok digunakan di dalam bangunan dari pada model deterministik. Kecocokan itu terlihat pada model empiris tidak memerlukan data yang terperinci mengenai keadaan di dalam bangunan yang dapat berupa perabot, kepadatan manusia dan lain sebagainya dimana kesemuanya itu merupakan data yang selalu berubah dan belum tentu sama dengan bangunan lain yang masih berada dalam satu cakupan pemancar yang sama. Hal ini disebabkan karena pada model empiris rugi-rugi transmisi yang diakibatkan oleh penghalang-penghalang tersebut telah diwakili secara implisit oleh variabel tertentu di dalam formula model propagasi tersebut [4] [5]. Beberapa model propagasi di dalam bangunan, yaitu model COST231 Multi Wall (MW) [4], model ITU-R [5], model Keenan, model Motley, model Keenan-Motley [10], model Resolution Frequency Domain Parflow (MR-FDPF) [11] dan lain sebagainya. Pada penelitian ini, model propagasi yang digunakan dalam perhitungan rugi-rugi lintasan di dalam bangunan hanya model propagasi COST231 MW dan model propagasi ITU-R. Dengan pertimbangan bahwa model COST231 MW dan model ITU-R merupakan model empiris sehingga lebih cocok digunakan di dalam bangunan yang mana terdapat banyak penghalang yang cepat berubah baik kerapatannya maupun posisinya [4] [5]. Kemudian model COST231 MW merupakan pengembangan dari model Keenan-Motley dimana model Keenan-Motley merupakan pengembangan dari model Keenan dan model Motley [10]. Model ITU-R merupakan model empiris hasil akhir dari organisasi ITU. Model MR-FDPF tidak digunakan dalam penelitian ini karena model ini merupakan model stokastik yang memerlukan informasi yang spesifik di dalam bangunan [11]

17 2.5.1 Model Propagasi COST231 Multi Wall Model COST231 MW merupakan pengembangan dari model Keenan- Motley [4] [10]. Perbedaan yang mencolok pada kedua jenis model ini terletak pada penjelasan formula rugi-rugi lintasan akibat penyerapan daya sinyal yang menembus beberapa lantai yang berada diantara pemancar dan penerima. Model Keenan-Motley menyatakan bahwa besarnya daya sinyal yang hilang akibat melalui beberapa lantai dapat digambarkan sebagai fungsi linear terhadap kenaikan jumlah lantai yang ditembus oleh sinyal. Sedangkan pada model COST231 MW besarnya daya yang hilang tersebut tidak dapat digambarkan sebagai fungsi linear melainkan sebagai fungsi eksponensial yang dipengaruhi oleh faktor empiris [4]. Total rugi-rugi lintasan pada model COST231 MW yang terjadi di dalam bangunan merupakan jumlah dari rugi-rugi lintasan ruang bebas, rugi-rugi lintasan akibat menembus lantai dan rugi-rugi lintasan akibat menembus dinding yang berada diantara pemancar dan penerima. Telah diteliti bahwa total rugi-rugi gelombang radio akibat menembus beberapa lantai bukanlah merupakan fungsi linear terhadap peningkatan jumlah lantai. Melainkan merupakan fungsi eksponensial seperti yang diperlihatkan pada Persamaan 2.23 [4]. [ ] (2.23) Variabel L FSPLi ditentukan menggunakan Persamaan 2.24 [4]. ( ) ( ) (2.24) dimana : L MW L FSPLi L C k wi k fi L wi = Rugi-rugi lintasan total (db) = Rugi-rugi ruang bebas di dalam bangunan (db) = Konstanta rugi-rugi = Jumlah dinding yang ditembus pada jenis ke-i = Jumlah lantai yang ditembus pada jenis ke-i = Rugi-rugi dinding yang ditembus pada jenis ke-i (db)

18 L fi b mw I = Rugi-rugi lantai yang ditembus pada jenis ke-i (db) = Faktor empiris = Jumlah jenis dinding Rugi-rugi L C merupakan variabel yang besarnya ditentukan dari hasil pengukuran terhadap rugi-rugi akibat penyerapan oleh dinding yang dilalui sinyal dengan menggunakan metode regresi linear bertingkat. Biasanya besar nilai konstanta tersebut mendekati nol. Untuk alasan praktis dalam menentukan rugirugi lintasan akibat penyerapan dinding maka jumlah jenis dinding yang berbeda yang dilalui oleh gelombang radio harus tetap sedikit. Jika sebaliknya, maka perbedaan diantara jenis dinding menjadi kecil dan penempatannya di dalam model ini menjadi tidak jelas. Maka dibuatlah pembagian jenis dinding ke dalam dua tipe seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.2 [4]. Tabel 2.2 Pembagian Jenis Dinding pada Model COST231 MW [4] Jenis Dinding Deskripsi Sebuah dinding yang tidak dibebani oleh suatu bantalan pada salah satu atau kedua sisi dinding seperti Dinding Tipis (L w1 ) dinding eternit, dinding papan dan diding beton tipis dengan ketebalan kurang dari 10 cm. Sebuah dinding yang dibebani oleh suatu bantalan atau jenis dinding yang lainnya dengan ketebalan dinding Dinding Tebal (L w2 ) lebih dari 10 cm yang terbuat dari bahan berat, seperti beton atau batu bata. Besar nilai variabel-variabel pada model ini telah ditentukan berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh organisasi-organisasi komunikasi seperti Alcatel, CNET, TUW, UPC, VTT dan Ericsson. Meskipun organisasi-organisasi tersebut melakukan pengukuran dengan metode dan peralatan yang berbeda. Namun setiap pengukuran harus dilakukan dengan aturan umum yang telah ditentukan sebelumnya yaitu posisi pemancar ditempatkan pada pusat gedung sedangkan posisi penerima berpindah ke beberapa tempat yang masih tercakup

19 oleh pemancar, ketinggian pemancar dari lantai sekitar 1,5 3,0 m, antena yang digunakan jenis omnidireksional dengan besar gain 1,3 2,2 db, daya pancar dbm dan jenis polarisasi yang digunakan adalah vertikal untuk setiap pengukuran [4]. Pengukuran tersebut dilakukan sebanyak sampel dengan rata-rata panjang gelombang 1-6 λ pada sebagian besar pengukuran oleh setiap organisasi. Perlu diketahui bahwa seluruh hasil pengukuran tersebut secara implisit telah termasuk rug-rugi yang disebabkan oleh berbagai jenis perabot yang terdapat di dalam bangunan dan koridor-koridor yang dilalui oleh gelombang radio tersebut. Kemudian hasil pengukuran pada setiap kategori lingkungan tersebut dihitung nilai rata-ratanya sehingga diperoleh pendekatan hasil terhadap nilai variabelvariabel pada model ini seperti pada Tabel 2.3 [4]. Tabel 2.3 Nilai Variabel-Variabel pada Model COST 231 MW [4] Keadaan Bangunan L wi [db] L w2 [db] L f [db] Padat Satu Lantai Dua Lantai 3,4 6,9 18,3 0,46 Beberapa Lantai Terbuka 3,4 6,9 18,3 0,46 Luas 3,4 6,9 18,3 0,46 koridor 3,4 6,9 18,3 0,46 Penjelasan mengenai jenis keadaan bangunan pada Tabel 2.3 diperlihatkan pada Tabel 2.4. Pada katagori bangunan padat pengukuran dilakukan pada keadaan satu lantai, dua lantai dan beberapa lantai. Hal ini secara berturut-turut dengan maksud agar pengukuran dilakukan pada saat posisi pemancar dan penerima berada pada lantai yang sama, berada diantara dua lantai yang berdekatan dan berada pada lebih dari dua lantai [4].

20 Tabel 2.4 Penjelasan Kategori Lingkungan Dalam Bangunan [4] Kategori Lingkungan Deskripsi Keadaan lingkungan pada bangunan-bangunan kecil misalnya pada sebuah kantor dimana tiap-tiap karyawan Padat (Dense) menempati ruangannya masing-masing; sering terjadi peristiwa NLOS. Keadaan lingkungan pada ruangan yang luas; misalnya pada sebuah ruangan terdapat beberapa karyawan; Terbuka (Open) sering terjadi peristiwa LOS (Line Of Sight) ataupun OLOS (Obstacled Line Of Sight). Keadaan lingkungan pada bangunan yang sangat luas; Luas (Large) seperti pada pabrik, pusat perbelanjaan atau bandara; sering terjadi peristiwa LOS ataupun NLOS. Keadaan lingkungan dimana pemancar dan penerima Koridor (Corridor) berada pada koridor yang sama sehingga sering terjadi perstiwa LOS Model Propagasi ITU-R Perhitungan rugi-rugi lintasan pada model propagasi ITU-R di dalam bangunan mengasumsikan bahwa pemancar dan penerima berada di dalam bangunan yang sama. Rugi-rugi lintasan gelombang radio dari pemancar menuju penerima di dalam bangunan dapat diperkirakan dengan dua model yaitu sitegeneral model (model dengan informasi keadaan yang umum) dan site-specific model (model dengan informasi keadaan yang spesifik). Namun pada penelitian ini hanya menggunakan site-general model sehingga teori mengenai site-general model lebih ditekankan [5]. Dengan pertimbangan bahwa pada model site-specific model memerlukan data yang spesifik mengenai keadaan di dalam bangunan yang cendrung mudah berubah. Site-general model adalah jenis model yang hanya memerlukan sedikit informasi mengenai keadaan daerah cakupan pemancar yang akan diteliti dalam menentukan rugi-rugi lintasan. Model ini juga menjelaskan bahwa rugi-rugi

21 lintasan gelombang radio di dalam bangunan ditandai oleh rugi-rugi lintasan ratarata dan hal-hal yang terkait dengan nilai fading shadow [5]. Kebanyakan model propagasi di dalam bangunan melakukan perhitungan pelemahan sinyal akibat menembus beberapa dinding dan/atau lantai. Namun pada model ini tidak memperhitungkan rugi-rugi lintasan akibat menembus dinding tetapi memperhitungkan rugi-rugi daya sinyal akibat menembus lantai. Hal ini dilakukan untuk memperediksi luas cakupan penggunaan frekuensi yang sama diantara lantai. Model ini menambahkan koefisien rugi-rugi daya (distance power loss coefficient) di dalam perhitungan rugi-rugi lintasan yang telah ditentukan seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.5. Dimana koefisien ini telah mewakili rugi-rugi transmisi akibat dinding, perabot di dalam bangunan serta mekanisme rugi-rugi lintasan lain yang mirip yang terdapat di dalam gedung sehingga memungkinkan sinyal tersebut dapat digunakan pada lantai yang sama. Pada site-specific model rugi-rugi lintasan akibat dinding dihitung secara eksplisit. Persamaan 2.25 merupakan persamaan prediksi rugi-rugi lintasan untuk model site-specific [5]. ( ) ( ) ( ) (2.25) dimana : N = Koefisien jarak rugi-rugi daya (distance power loss coefficient) f = Frekuensi (MHz) d in L f = Jarak pisah diantara pemancar dan penerima dimana pemancar dan penerima berada di dalam bangunan yang sama (dimana d >1m) = Faktor rugi-rugi penyerapan oleh lantai (db) n = Jumlah lantai diantara pemancar dan penerima (n 1) parameter-parameter khusus berdasarkan hasil berbagai pengukuran diperlihatkan pada Tabel 2.5 [5].

22 Tabel 2.5 Koefisien Power Loss, N [5] Frekuensi Bangunan Tempat Bangunan Bangunan Tempat Tinggal Perkantoran Perbelanjaan 900 MUz ,2-1,3 GHz ,8-2 GHz ,4 GHz ,5 GHz GHz ,2 GHz 30 (Apartemen) 28 (Rumah) 31-5,8 GHz GHz GHz Tabel 2.5 menunjukkan bahwa besar nilai koefisien power loss ditentukan oleh jenis pemanfaatan bangunan dan frekuensi yang digunakan. Sedangkan untuk besarnya rugi-rugi lintasan akibat penyerapan lantai diperlihatkan pada Tabel 2.6 [5]. Tabel 2.6 Faktor Rugi-Rugi Penyerapan Daya Terhadap Lantai, L f (db) [5] Frekuensi Bangunan Tempat Bangunan Bangunan Tempat Tinggal Perkantoran Perbelanjaan 900 MHz - 9 (1 lantai) 19 (2 lantai) - 24 (3 lantai) 1,8-2 GHz 4n 15+4(n-1) 6+3(n-1) 2,4 GHz 10 (Apartemen) 5 (Rumah) 14-3,5 GHz - 18 (1 lantai) 26 (2 lantai) - 5,2 GHz 13 (Apartemen) 7 (Rumah) 16 (1 lantai) - 5,8 GHz - 22 (1 lantai) 28 (2 lantai) -

23 Penggunaan jenis pita frekuensi yang lain dimana koefisien power loss tidak ada untuk bangunan tempat tinggal, maka nilai tersebut dapat digunakan dari bangunan kantor. Standar deviasi dan log-normal dari nilai fading shadow di dalam bangunan ditunjukkan pada Tabel 2.7 [5]. Tabel 2.7 Standar Deviasi Fading Shadow [4] Frekuensi (GHz) Bangunan Tempat Tinggal (db) Bangunan Perkantoran (db) Bangunan Tempat Perbelanjaan (db) 1, , , ,8-17 -

BAB II DASAR TEORI. atau gedung. Dengan performa dan keamanan yang dapat diandalkan,

BAB II DASAR TEORI. atau gedung. Dengan performa dan keamanan yang dapat diandalkan, BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum Jaringan wireless LAN sangat efektif digunakan di dalam sebuah kawasan atau gedung. Dengan performa dan keamanan yang dapat diandalkan, pengembangan jaringan wireless LAN menjadi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Propagasi Gelombang Radio

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Propagasi Gelombang Radio 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Propagasi Gelombang Radio Propagasi gelombang elektromagnetik sebagaimana yang dinyatakan oleh Persamaan Maxwell adalah adanya perubahan medan magnet akan menghasilkan medan listrik

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL PROPAGASI PATH LOSS SEMI- DETERMINISTIK UNTUK APLIKASI TRIPLE BAND DI DAERAH URBAN METROPOLITAN CENTRE

ANALISIS MODEL PROPAGASI PATH LOSS SEMI- DETERMINISTIK UNTUK APLIKASI TRIPLE BAND DI DAERAH URBAN METROPOLITAN CENTRE ANALISIS MODEL PROPAGASI PATH LOSS SEMI- DETERMINISTIK UNTUK APLIKASI TRIPLE BAND DI DAERAH URBAN METROPOLITAN CENTRE Nining Triana, Maksum Pinem Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro

Lebih terperinci

BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM. Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima

BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM. Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima (Receiver / Rx ) pada komunikasi radio bergerak adalah merupakan line of sight dan dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK 2.1 Umum elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik seperti yang diilustrasikan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan infrastruktur bangunan di perkotaan terlihat sangat signifikan. Hal ini ditandai dengan banyaknya gedung-gedung pencakar langit yang dibangun. Gedung-gedung

Lebih terperinci

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel BAB II PEMODELAN PROPAGASI 2.1 Umum Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel ke sel yang lain. Secara umum terdapat 3 komponen propagasi yang menggambarkan kondisi dari

Lebih terperinci

Radio dan Medan Elektromagnetik

Radio dan Medan Elektromagnetik Radio dan Medan Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat, Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang dengan beberapa karakter yang bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini telepon selular sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Penggunaan telepon selular sudah melingkupi masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS RUGI-RUGI LINTASAN GELOMBANG RADIO DARI LUAR KE DALAM GEDUNG ANTARA PADA SISTEM GSM1800 DAN 3G

ANALISIS RUGI-RUGI LINTASAN GELOMBANG RADIO DARI LUAR KE DALAM GEDUNG ANTARA PADA SISTEM GSM1800 DAN 3G TUGAS AKHIR ANALISIS RUGI-RUGI LINTASAN GELOMBANG RADIO DARI LUAR KE DALAM GEDUNG ANTARA PADA SISTEM GSM1800 DAN 3G Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana

Lebih terperinci

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI Zulkha Sarjudin, Imam Santoso, Ajub A. Zahra Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB II PROPAGASI SINYAL. kondisi dari komunikasi seluler yaitu path loss, shadowing dan multipath fading.

BAB II PROPAGASI SINYAL. kondisi dari komunikasi seluler yaitu path loss, shadowing dan multipath fading. BAB II PROPAGASI SINYAL 2.1 Umum Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel ke sel yang lain. Secara umum terdapat 3 komponen propagasi yang menggambarkan kondisi dari komunikasi

Lebih terperinci

ANALISA PROPAGASI GELOMBANG RADIO DALAM RUANG PADA KOMUNIKASI RADIO BERGERAK

ANALISA PROPAGASI GELOMBANG RADIO DALAM RUANG PADA KOMUNIKASI RADIO BERGERAK ANALISA PROPAGASI GELOMBANG RADIO DALAM RUANG PADA KOMUNIKASI RADIO BERGERAK Amir D Program Studi Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Lhokseumawe Jln. Banda Aceh Medan Km. 280.5

Lebih terperinci

BAB II PROPAGASI GELOMBANG RADIO DALAM PERENCANAAN JARINGAN SISTEM SELULAR

BAB II PROPAGASI GELOMBANG RADIO DALAM PERENCANAAN JARINGAN SISTEM SELULAR BAB II PROPAGASI GELOMBANG RADIO DALAM PERENCANAAN JARINGAN SISTEM SELULAR 2.1 Propagasi Gelombang Radio Propagasi gelombang radio merupakan sesuatu yang penting untuk mengetahui dan mengerti rintangan

Lebih terperinci

Perencanaan Transmisi. Pengajar Muhammad Febrianto

Perencanaan Transmisi. Pengajar Muhammad Febrianto Perencanaan Transmisi Pengajar Muhammad Febrianto Agenda : PATH LOSS (attenuation & propagation model) FADING NOISE & INTERFERENCE G Tx REDAMAN PROPAGASI (komunikasi point to point) SKEMA DASAR PENGARUH

Lebih terperinci

ANALISIS PATH LOSS MODEL PROPAGASI DALAM RUANGAN

ANALISIS PATH LOSS MODEL PROPAGASI DALAM RUANGAN ANALISIS PATH LOSS MODEL PROPAGASI DALAM RUANGAN Ummu Handasah, Maksum Pinem Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU) Jl. Almamater,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terkait Berdasarkan topik kajian yang akan dilakukan, ada beberapa penelitian terkait dengan dalam penelitian ini diantaranya : 1. Sofyan Harefa (2011) Analisis perbandingan

Lebih terperinci

ANALISIS RUGI-RUGI LINTASAN GELOMBANG RADIO DARI LUAR KE DALAM GEDUNG ANTARA PADA SISTEM GSM1800 DAN 3G

ANALISIS RUGI-RUGI LINTASAN GELOMBANG RADIO DARI LUAR KE DALAM GEDUNG ANTARA PADA SISTEM GSM1800 DAN 3G ANALISIS RUGI-RUGI LINTASAN GELOMBANG RADIO DARI LUAR KE DALAM GEDUNG ANTARA PADA SISTEM GSM0 DAN 3G Panangian M Sihombing, Maksum Pinem Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terkait Harefa (2011) dengan penelitiannya tentang Perbandingan Model Propagasi untuk Komunikasi Bergerak. Dalam penelitian ini menjelaskan bahwa pemodelan propagasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Point to Point Komunikasi point to point (titik ke titik ) adalah suatu sistem komunikasi antara dua perangkat untuk membentuk sebuah jaringan. Sehingga dalam

Lebih terperinci

BAB II KOMUNIKASI SELULER INDOOR. dalam gedung untuk mendukung sistem luar gedung (makrosel dan mikrosel

BAB II KOMUNIKASI SELULER INDOOR. dalam gedung untuk mendukung sistem luar gedung (makrosel dan mikrosel BAB II KOMUNIKASI SELULER INDOOR 2.1 Umum Komunikasi jaringan indoor merupakan suatu sistem yang diterapkan dalam gedung untuk mendukung sistem luar gedung (makrosel dan mikrosel outdoor) dalam memenuhi

Lebih terperinci

Sistem Transmisi Telekomunikasi. Kuliah 6 Jalur Gelombang Mikro

Sistem Transmisi Telekomunikasi. Kuliah 6 Jalur Gelombang Mikro TKE 8329W Sistem Transmisi Telekomunikasi Kuliah 6 Jalur Gelombang Mikro Indah Susilawati, S.T., M.Eng. Program Studi Teknik Elektro Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas

Lebih terperinci

Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat

Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat bergantung pada keadaan cuaca dan fenomena luar angkasa yang

Lebih terperinci

BAB III PRINSIP DASAR MODEL PROPAGASI

BAB III PRINSIP DASAR MODEL PROPAGASI BAB III PRINSIP DASAR MODEL PROPAGASI 3.1 Pengertian Propagasi Seperti kita ketahui, bahwa dalam pentransmisian sinyal informasi dari satu tempat ke tempat lain dapat dilakukan melalui beberapa media,

Lebih terperinci

Dasar Sistem Transmisi

Dasar Sistem Transmisi Dasar Sistem Transmisi Dasar Sistem Transmisi Sistem transmisi merupakan usaha untuk mengirimkan suatu bentuk informasi dari suatu tempat yang merupakan sumber ke tempat lain yang menjadi tujuan. Pada

Lebih terperinci

PROPAGASI. REFF : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

PROPAGASI. REFF : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO POPAGASI EFF : Freeman FAKULAS EKNIK ELEKO 1 edaman uang Bebas Daya diterima antenna dgn luas permukaan efektif A terletak pada permukaan bola : P P. A 4d 2 Sumber titik radiator isotropis A terletak di

Lebih terperinci

SIMULASI MODEL EMPIRIS OKUMURA-HATA DAN MODEL COST 231 UNTUK RUGI-RUGI SALURAN PADA KOMUNIKASI SELULAR

SIMULASI MODEL EMPIRIS OKUMURA-HATA DAN MODEL COST 231 UNTUK RUGI-RUGI SALURAN PADA KOMUNIKASI SELULAR SIMULASI MODEL EMPIRIS OKUMURA-HATA DAN MODEL COST 231 UNTUK RUGI-RUGI SALURAN PADA KOMUNIKASI SELULAR Sindak Hutauruk P.S. Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas HKBP Nommensen Medan 20234 E-mail

Lebih terperinci

Pertemuan 6 PROPAGASI GELOMBANG RADIO. DAHLAN ABDULLAH

Pertemuan 6 PROPAGASI GELOMBANG RADIO. DAHLAN ABDULLAH Pertemuan 6 PROPAGASI GELOMBANG RADIO DAHLAN ABDULLAH dahlan@unimal.ac.id APA DIPELAJARI?? Prinsip Umum Propagasi Ruang Bebas Propagasi Antar Dua Titik di Bumi Gelombang Permukaan Efek Ketinggian Antena

Lebih terperinci

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

Materi II TEORI DASAR ANTENNA Materi II TEORI DASAR ANTENNA 2.1 Radiasi Gelombang Elektromagnetik Antena (antenna atau areal) adalah perangkat yang berfungsi untuk memindahkan energi gelombang elektromagnetik dari media kabel ke udara

Lebih terperinci

Visualisasi Propagasi Gelombang Indoor Pada Wi-Fi 2,4 GHz

Visualisasi Propagasi Gelombang Indoor Pada Wi-Fi 2,4 GHz Visualisasi Propagasi Gelombang Indoor Pada Wi-Fi 2,4 GHz Nur Khasanah, Tri Budi Santoso 1, Hani ah Mahmudah 2 Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Jurusan Teknik Telekomunikasi 1 Laboratorium Digital

Lebih terperinci

ATMOSPHERIC EFFECTS ON PROPAGATION

ATMOSPHERIC EFFECTS ON PROPAGATION ATMOSPHERIC EFFECTS ON PROPAGATION Introduction Jika pancaran radio di propagasikan di ruang bebas yang tidak terdapat Atmosphere maka pancaran akan berupa garis lurus. Gas Atmosphere akan menyerap dan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang. elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang

BAB II TEORI DASAR. Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang. elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang BAB II TEORI DASAR 2.1. PROPAGASI GELOMBANG Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang didesain untuk memancarkan sinyal

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3 BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3 3.1 Jaringan 3G UMTS dan HSDPA Jaringan HSDPA diimplementasikan pada beberapa wilayah. Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terkait Berdasarkan topik kajian penelitian tentang model propagasi kanal radio bergerak pada frekuensi 1800 di kota Pekanbaru yang dilakukan, ada beberapa penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM Kevin Kristian Pinem, Naemah Mubarakah Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departement Teknik Elektro

Lebih terperinci

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH. GELOMBANG MENENGAH Berdasarkan spektrum frekuensi radio, pita frekuensi menengah adalah gelombang dengan rentang frekuensi yang terletak antara 300 khz sampai 3 MHz

Lebih terperinci

Modul 7 EE 4712 Sistem Komunikasi Bergerak Prediksi Redaman Propagasi Oleh : Nachwan Mufti A, ST 7. Prediksi Redaman Propagasi

Modul 7 EE 4712 Sistem Komunikasi Bergerak Prediksi Redaman Propagasi Oleh : Nachwan Mufti A, ST 7. Prediksi Redaman Propagasi Modul 7 EE 47 Sistem Komunikasi Bergerak Prediksi Redaman Propagasi Oleh : Nachwan Mufti A, ST 7. Prediksi Redaman Propagasi Organisasi Modul 6 Prediksi Redaman Propagasi A. Pendahuluan page 3 B. Pemodelan

Lebih terperinci

Transmisi Signal Wireless. Pertemuan IV

Transmisi Signal Wireless. Pertemuan IV Transmisi Signal Wireless Pertemuan IV 1. Panjang Gelombang (Wavelength) Adalah jarak antar 1 ujung puncak gelombang dengan puncak lainnya secara horizontal. Gelombang adalah sinyal sinus. Sinyal ini awalnya

Lebih terperinci

Pengukuran Karakteristik Propagasi Kanal HF Untuk Komunikasi Data Pada Band Maritim

Pengukuran Karakteristik Propagasi Kanal HF Untuk Komunikasi Data Pada Band Maritim Jurnal Teknik Elektro dan Komputer, Vol. 2, No. 2, Oktober 2014, 207-216 207 Pengukuran Karakteristik Propagasi Kanal HF Untuk Komunikasi Data Pada Band Maritim Wahyuni Khabzli Program Studi Teknik Elektronika

Lebih terperinci

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3) Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3) Tri Nopiani Damayanti,ST.,MT Dadan Nur Ramadan,S.Pd,MT Yuyun Siti Rohmah, ST.,MT Suci Aulia,ST.,MT PREDIKSI REDAMAN PROPAGASI (PATH LOSS MODEL) A. Pendahuluan Mode gelombang

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PROGRAM RUGI-RUGI LINTASAN GELOMBANG RADIO JARINGAN INDOOR

RANCANG BANGUN PROGRAM RUGI-RUGI LINTASAN GELOMBANG RADIO JARINGAN INDOOR RANCANG BANGUN PROGRAM RUGI-RUGI INTASAN GEOMBANG RADIO JARINGAN INDOOR BERBASIS GRAPHICA USER INTERFACE (GUI) MATAB Budi ), Fitri Imansyah 2), Redi Ratiandi Yacoub 3) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas

Lebih terperinci

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i Sifat gelombang elektromagnetik Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i Pantulan (Refleksi) Pemantulan gelombang terjadi ketika gelombang

Lebih terperinci

Proses. Pengolahan. Pembuatan Peta. Analisa. Kesimpulan

Proses. Pengolahan. Pembuatan Peta. Analisa. Kesimpulan Sistem Informasi Frequency Utilization sebagai Infrastruktur Jaringan Komunikasi Nirkabel di Surabaya Okkie Puspitorini, Nur Adi Siswandari Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL PROPAGASI WALFISCH-IKEGAMI

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL PROPAGASI WALFISCH-IKEGAMI ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL PROPAGASI WALFISCH-IKEGAMI Retno Niti Amalia 1), Dasril 2), Fitri Imansyah 3) 1,2,3) Program Studi Teknik Elektro, Jurusan Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS

BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS.1 Karakteristik Kanal Nirkabel Perambatan sinyal pada kanal yang dipakai dalam komunikasi terjadi di atmosfer dan dekat dengan permukaan tanah, sehingga model perambatan

Lebih terperinci

FADING REF : FREEMAN FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO 1

FADING REF : FREEMAN FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO 1 FADING REF : FREEMAN 1 Pantulan Bumi Gel radio yg datang dipermukaan bumi tidak dipantulkan oleh titik tetapi oleh wilayah permukaan bumi yg cukup luasnya. Daerah pantulan bias melingkupi wilayah beberapa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Pengertian sistem jaringan komunikasi Radio Gelombang Mikro yang paling sederhana adalah saling berkomunikasinya antara titik A dan titik B dengan menggunakan perangkat

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G Maria Ulfah 1*, Nurwahidah Jamal 2 1,2 Jurusan Teknik Elektronika, Politeknik Negeri Balikpapan * e-mail : maria.ulfah@poltekba.ac.id Abstract Wave propagation through

Lebih terperinci

ANALISIS RATA-RATA LINTASAN REDAMAN MODEL PROPAGASI PADA LAYANAN BASE TRANSEIVER STATION

ANALISIS RATA-RATA LINTASAN REDAMAN MODEL PROPAGASI PADA LAYANAN BASE TRANSEIVER STATION ANALISIS RATA-RATA LINTASAN REDAMAN MODEL PROPAGASI PADA LAYANAN BASE TRANSEIVER STATION (BTS) BERSAMA AREA KOTA PONTIANAK Rudi Sartino 1 ), Fitri Imansyah 2 ), F. Trias Pontia W 3 ) Jurusan Teknik Elektro,

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD Agastya, A.A.N.I. 1, Sudiarta, P.K 2, Diafari, I.G.A.K. 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PERENCANAAN LINK MICROWAVE Tujuan utama dari perencanaan link microwave adalah untuk memastikan bahwa jaringan microwave dapat beroperasi dengan kinerja yang tinggi pada segala

Lebih terperinci

Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem D-MIMO

Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem D-MIMO Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem D-MIMO Siherly Ardianta 1, Tri Budi Santoso 2, Okkie Puspitorini 2 1 Politeknik Elektronika Negeri Surabaya,

Lebih terperinci

Radio Propagation. 2

Radio Propagation.  2 Propagation Model ALFIN HIKMATUROKHMAN., ST.,MT S1 TEKNIK TELEKOMUNIKASI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM PURWOKERTO http://alfin.dosen.st3telkom.ac.id/profile/ Radio Propagation The radio propagation

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PEMODELAN PROPAGASI NILAI LEVEL DAYA TERIMA PADA SISTEM DCS 1800 DI KOTA PONTIANAK

ANALISIS PERBANDINGAN PEMODELAN PROPAGASI NILAI LEVEL DAYA TERIMA PADA SISTEM DCS 1800 DI KOTA PONTIANAK ANALISIS PERBANDINGAN PEMODELAN PROPAGASI NILAI LEVEL DAYA TERIMA PADA SISTEM DCS 1800 DI KOTA PONTIANAK Wawan Tristiyanto), Fitri Imansyah 2 ), F. Trias Pontia W 3 ) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO No Percobaan : 01 Judul Percobaan Nama Praktikan : Perambatan Gelombang Mikro : Arien Maharani NIM : TEKNIK TELEKOMUNIKASI D3 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL PROPAGASI UNTUK KOMUNIKASI BERGERAK PADA SISTEM GSM 900. pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro.

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL PROPAGASI UNTUK KOMUNIKASI BERGERAK PADA SISTEM GSM 900. pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro. ANALISIS PERBANDINGAN MODEL PROPAGASI UNTUK KOMUNIKASI BERGERAK PADA SISTEM GSM 900 Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN PROPAGASI LOS DAN NLOS DALAM RUANG PADA JARINGAN WI-FI

ANALISA PERBANDINGAN PROPAGASI LOS DAN NLOS DALAM RUANG PADA JARINGAN WI-FI ANALISA PERBANDINGAN PROPAGASI DAN DALAM RUANG PADA JARINGAN WI-FI Joneva Mangku Wibowo, Hani ah Mahmudah, ST,MT, Ari Wijayanti, ST, MT Jurusan Teknik Telekomunkasi - Politeknik Elektronika Negeri Surabaya

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Dasar Jaringan Komputer Pengertian Jaringan Komputer

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Dasar Jaringan Komputer Pengertian Jaringan Komputer BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Dasar Jaringan Komputer 2.1.1 Pengertian Jaringan Komputer Dengan berkembangnya teknologi komputer dan informatika suatu model komputer tunggal yang melayani seluruh tugas-tugas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Hasil Perhitungan Link Budget

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Hasil Perhitungan Link Budget IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Perancangan dan Analisa 1. Perancangan Ideal Tabel 5. Hasil Perhitungan Link Budget FSL (db) 101,687 Absorption Loss (db) 0,006 Total Loss 101,693 Tx Power (dbm) 28 Received

Lebih terperinci

No Pita Frekuensi Rentang Frekuensi

No Pita Frekuensi Rentang Frekuensi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gelombang Radio Gelombang radio merupakan gelombang yang memiliki frekuensi paling kecil dan panjang gelombang paling panjang, gelombang radio berada dalam rentang frekuensi

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Path loss propagasi suatu daerah sangat penting dalam membuat perencanaan suatu jaringan wireless, termasuk diantaranya adalah jaringan broadcasting.

Lebih terperinci

Perancangan MMSE Equalizer dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

Perancangan MMSE Equalizer dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak Perancangan MMSE Equalizer dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak Winda Aulia Dewi 1, Yoedy moegiharto 2, 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Telekomunikasi, 2 Dosen Jurusan Teknik Telekomunikasi Politeknik

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN ANTENA

BAB IV PENGUKURAN ANTENA BAB IV PENGUKURAN ANTENA 4.1 METODOLOGI PENGUKURAN PARAMETER ANTENA Parameter antena yang diukur pada skripsi ini adalah return loss, VSWR, diagram pola radiasi, dan gain. Ke-empat parameter antena yang

Lebih terperinci

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN 2.1 Perencanaan Cakupan. Perencanaan cakupan adalah kegiatan dalam mendesain jaringan mobile WiMAX. Faktor utama yang dipertimbangkan dalam menentukan perencanaan jaringan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi

BAB 2 DASAR TEORI. Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Konsep Seluler Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi bergerak adalah sistem komunikasi tanpa kabel (wireless) yaitu sistem komunikasi radio lengkap dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Dua unit komputer 2. Path Profile 3. Kalkulator 4. GPS 5. Software D-ITG

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR ANTENA DAN PROPAGASI GELOMBANG RADIO

BAB II TEORI DASAR ANTENA DAN PROPAGASI GELOMBANG RADIO BAB II TEORI DASAR ANTENA DAN PROPAGASI GELOMBANG RADIO 2.1 Umum Salah satu teknologi pengamatan vertikal atmosfer dari permukaan adalah peluncuran balon sonde atau radiosonde. Radiosonde adalah sebuah

Lebih terperinci

Jenis dan Sifat Gelombang

Jenis dan Sifat Gelombang Jenis dan Sifat Gelombang Gelombang Transversal, Gelombang Longitudinal, Gelombang Permukaan Gelombang Transversal Gelombang transversal merupakan gelombang yang arah pergerakan partikel pada medium (arah

Lebih terperinci

BAB II SALURAN TRANSMISI MIKROSTRIP

BAB II SALURAN TRANSMISI MIKROSTRIP BAB II SALURAN TRANSMISI MIKROSTRIP 2.1 Umum Suatu informasi dari suatu sumber informasi dapat diterima oleh penerima informasi dapat terwujud bila ada suatu sistem atau penghubung diantara keduanya. Sistem

Lebih terperinci

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT Putri Kusuma Ningtyas 2206100144 1) 1) Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya-6011

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 18 BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Konsep Perencanaan Sistem Seluler Implementasi suatu jaringan telekomunikasi di suatu wilayah disamping berhadapan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Pada penelitian terdahulu, rangkaian receiver dan transmitter dibuat dengan prinsip kerjanya menggunakan pantulan gelombang. Penggunaannya, rangkaian transmitter

Lebih terperinci

Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem C-MIMO

Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem C-MIMO Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem C-MIMO Nurista Wahyu Kirana 1, Tri Budi Santoso 2, Okkie Puspitorini 2 1 Politeknik Elektronika Negeri Surabaya,

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN MINILINK ERICSSON

BAB III PERENCANAAN MINILINK ERICSSON BAB III PERENCANAAN MINILINK ERICSSON Tujuan utama dari perancangan Minilink Ericsson ini khususnya pada BTS Micro Cell adalah merencanakan jaringan Microwave untuk mengaktifkan BTS BTS Micro baru agar

Lebih terperinci

Kata Kunci : Radio Link, Pathloss, Received Signal Level (RSL)

Kata Kunci : Radio Link, Pathloss, Received Signal Level (RSL) Makalah Seminar Kerja Praktek ANALISIS KEKUATAN DAYA RECEIVE SIGNAL LEVEL(RSL) MENGGUNAKAN PIRANTI SAGEM LINK TERMINAL DI PT PERTAMINA EP REGION JAWA Oleh : Hanief Tegar Pambudhi L2F006045 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk merancang dan membuat jaringan WLAN dan penempatan Access Point sesuai dengan keadaan bangunan yang berada di gedung

Lebih terperinci

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING Widya Teknika Vol.19 No. 1 Maret 2011 ISSN 1411 0660 : 34 39 PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING Dedi Usman Effendy 1) Abstrak Dalam

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA PENGUKURAN DAN PERHITUNGAN PATHLOSS DI DAERAH PERKOTAAN

TUGAS AKHIR ANALISA PENGUKURAN DAN PERHITUNGAN PATHLOSS DI DAERAH PERKOTAAN TUGAS AKHIR ANALISA PENGUKURAN DAN PERHITUNGAN PATHLOSS DI DAERAH PERKOTAAN Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S-1) OLEH: Nama : Ira Irnawani S NIM : 4140411-056

Lebih terperinci

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI HIGH FREQUENCY BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI HIGH FREQUENCY BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI HIGH FREQUENCY BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT LUCKY FATHMA TRISNANTI NRP 2206100062 Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini, akan menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan untuk menyelesaikan penelitian Tugas Akhir ini dengan membandingkan interferensi maksimum dengan interferensi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR TE Desain Antena Log Periodik Mikrostrip untuk Aplikasi Pengukuran EMC pada Frekuensi 2 GHz 3.5 GHz.

TUGAS AKHIR TE Desain Antena Log Periodik Mikrostrip untuk Aplikasi Pengukuran EMC pada Frekuensi 2 GHz 3.5 GHz. TUGAS AKHIR TE 091399 Desain Antena Log Periodik Mikrostrip untuk Aplikasi Pengukuran EMC pada Frekuensi 2 GHz 3.5 GHz. Tara Aga Puspita NRP 2207100070 Dosen Pembimbing Eko Setijadi,ST.,MT.,Ph.D Ir.Aries

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN PEMODELAN PROPAGASI PADA SISTEM DCS 1800 DI KOTA SEMARANG

ANALISA PERBANDINGAN PEMODELAN PROPAGASI PADA SISTEM DCS 1800 DI KOTA SEMARANG Makalah Seminar Tugas Akhir ANALISA PERBANDINGAN PEMODELAN PROPAGASI PADA SISTEM DCS 1800 DI KOTA SEMARANG Oleh : YULIE WIRASATI Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN EFISIENSI BAHAN PADA PEMBUATAN ANTENA HORN SEKTORAL BIDANG MEDAN LISTRIK (E)

STUDI PERBANDINGAN EFISIENSI BAHAN PADA PEMBUATAN ANTENA HORN SEKTORAL BIDANG MEDAN LISTRIK (E) STUDI PERBANDINGAN EFISIENSI BAHAN PADA PEMBUATAN ANTENA HORN SEKTORAL BIDANG MEDAN LISTRIK (E) Budi Aswoyo Dosen Teknik Telekomunikasi Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB 3 ANTENA MIKROSTRIP SLOT SATU DAN DUA ELEMEN DENGAN BENTUK RADIATOR SEGIEMPAT

BAB 3 ANTENA MIKROSTRIP SLOT SATU DAN DUA ELEMEN DENGAN BENTUK RADIATOR SEGIEMPAT BAB 3 ANTENA MIKROSTRIP SLOT SATU DAN DUA ELEMEN DENGAN BENTUK RADIATOR SEGIEMPAT 3.1. Pendahuluan Antena slot mikrostrip menggunakan slot berbentuk persegi panjang ini merupakan modifikasi dari desain-desain

Lebih terperinci

PROPAGASI GELOMBANG RADIO (GELOMBANG ELEKTROMANETIK, GEM)

PROPAGASI GELOMBANG RADIO (GELOMBANG ELEKTROMANETIK, GEM) PROPAGASI GELOMBANG RADIO (GELOMBANG ELEKTROMANETIK, GEM) Pengertian GEM GEM merupakan gelombang transversal yang dihasilkan oleh perambatan serentak medan elektrik dan medan magnetic. Muka Gelombang (wave

Lebih terperinci

PENGARUH FADING PADA SISTEM KOMUNIKASI GELOMBANG MIKRO TETAP DAN BERGERAK

PENGARUH FADING PADA SISTEM KOMUNIKASI GELOMBANG MIKRO TETAP DAN BERGERAK 33 PENGARUH FADING PADA SISTEM KOMUNIKASI GELOMBANG MIKRO TETAP DAN BERGERAK Sugeng Purbawanto ABSTRAK Pada sistem komunikasi gelombang mikro, terjadinya fading merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas

Lebih terperinci

DASAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI

DASAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI DTG1E3 DASAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI Klasifikasi Sistem Telekomunikasi By : Dwi Andi Nurmantris Dimana Kita? Dimana Kita? BLOK SISTEM TELEKOMUNIKASI Message Input Sinyal Input Sinyal Kirim Message Output

Lebih terperinci

LINK BUDGET. Ref : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

LINK BUDGET. Ref : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO LINK BUDGET Ref : Freeman 1 LINK BUDGET Yang mempengaruhi perhitungan Link Budget adalah Frekuensi operasi (operating frequency) Spektrum yang dialokasikan Keandalan (link reliability) Komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk

BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA Kompetensi: Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk komunikasi, salah satunya pada rentang band High Frequency (HF). Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK I. SOAL PILIHAN GANDA Diketahui c = 0 8 m/s; µ 0 = 0-7 Wb A - m - ; ε 0 = 8,85 0 - C N - m -. 0. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut : () Di udara kecepatannya cenderung

Lebih terperinci

TEKNOLOGI WIMAX UNTUK LINGKUNGAN NON LINE OF SIGHT (Arni Litha)

TEKNOLOGI WIMAX UNTUK LINGKUNGAN NON LINE OF SIGHT (Arni Litha) 21 TEKNOLOGI WIMAX UNTUK LINGKUNGAN NON LINE OF SIGHT Arni Litha Dosen Program Studi Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Ujung Pandang Abstrak Walaupun banyak teknologi saat

Lebih terperinci

Dikumpulkan pada Hari Sabtu, tanggal 27 Februari 2016 Jam di N107, berupa copy file, bukan file asli.

Dikumpulkan pada Hari Sabtu, tanggal 27 Februari 2016 Jam di N107, berupa copy file, bukan file asli. Nama: NIM : Kuis I Elektromagnetika II TT38G1 Dikumpulkan pada Hari Sabtu, tanggal 27 Februari 2016 Jam 14.30 15.00 di N107, berupa copy file, bukan file asli. Kasus #1. Medium A (4 0, 0, x < 0) berbatasan

Lebih terperinci

PERANCANGAN ANTENA YAGI UDA 11 ELEMEN PADA FREKUENSI MHz (TVONE) MENGGUNAKAN SOFTWARE NEC-Win Pro V e

PERANCANGAN ANTENA YAGI UDA 11 ELEMEN PADA FREKUENSI MHz (TVONE) MENGGUNAKAN SOFTWARE NEC-Win Pro V e PERANCANGAN ANTENA YAGI UDA 11 ELEMEN PADA FREKUENSI 727.25 MHz (TVONE) MENGGUNAKAN SOFTWARE NEC-Win Pro V. 1.6.2e Andi Azizah andiazizah_az@yahoo.co.id Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

PERBANDINGAN NILAI BREAKPOINT DI DAERAH RURAL, URBAN DAN SUB URBAN PADA FREKWENSI CDMA

PERBANDINGAN NILAI BREAKPOINT DI DAERAH RURAL, URBAN DAN SUB URBAN PADA FREKWENSI CDMA PERBANDINGAN NILAI BREAKPOINT DI DAERAH RURAL, URBAN DAN SUB URBAN PADA FREKWENSI CDMA Yudha Mulia Romadhon 1, Ir. Nur Adi Siswandari,MT 2, Okkie Puspitorini, ST. MT 2. 1 Mahasiswa Politeknik Elektronika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. digunakan adalah dengan melakukan pengukuran interference test yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. digunakan adalah dengan melakukan pengukuran interference test yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.. Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat pengamatan aktual. Metoda penelitian yang digunakan adalah dengan melakukan pengukuran interference test yaitu scan frekuensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan BTS (Base Transceiver Station) untuk jaringan WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access) atau jaringan generasi ketiga (3G) dari GSM (Global System

Lebih terperinci

PENGUJIAN DAYA PANCAR ANTENA YAGI TERHADAP EMPAT JENIS ANTENA PENERIMA

PENGUJIAN DAYA PANCAR ANTENA YAGI TERHADAP EMPAT JENIS ANTENA PENERIMA PENGUJIAN DAYA PANCAR ANTENA YAGI TERHADAP EMPAT JENIS ANTENA PENERIMA Andi Sri Irtawaty 1, Maria Ulfah 2, Hadiyanto 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektronika Politeknik Negeri Balikpapan E-mail: andi.sri@poltekba.ac.id,

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. Balanis Constatantine, A John Wiley - Sons Analysis And Design Antena Theory Third Edition.

DAFTAR PUSTAKA. 1. Balanis Constatantine, A John Wiley - Sons Analysis And Design Antena Theory Third Edition. DAFTAR PUSTAKA 1. Balanis Constatantine, A John Wiley - Sons.2005. Analysis And Design Antena Theory Third Edition. 2. Pozar,DM. Mikrostrip Antenna. Proceeding of the IEEE,Vol 80.No : 1, January 1992 3.

Lebih terperinci

TEKNIK TELEKOMUNIKASI DASAR. Kuliah 9 Komunikasi Radio

TEKNIK TELEKOMUNIKASI DASAR. Kuliah 9 Komunikasi Radio TKE 2102 TEKNIK TELEKOMUNIKASI DASAR Kuliah 9 Komunikasi Radio Indah Susilawati, S.T., M.Eng. Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Mercu Buana Yogyakarta 2009 B A

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Pada tahap ini akan dibahas tahap dan parameter perencanaan frekuensi dan hasil analisa pada frekuensi mana yang layak diimplemantasikan di wilayah Jakarta. 4.1 Parameter

Lebih terperinci