BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya eritropoiesis inefektif dan hemolisis eritrosit yang mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada talasemia mayor (TM), 1,2 sehingga diperlukan transfusi yang adekuat dan teratur untuk mengurangi komplikasi anemia, mendukung pertumbuhan yang normal, mengurangi keluhan dan tanda-tanda fisik yang abnormal. 1 Pola transfusi yang digunakan adalah untuk mempertahankan kadar hemoglobin pre-transfusi tidak melebihi 9.5 g/dl. 3,4 Sedangkan pada TM yang tidak mendapat transfusi, terjadi peningkatan absorpsi besi di usus 3-5 mg/ hari, 5 sehingga dapat menyebabkan peningkatan besi tubuh 2-5 g per tahun. 1 Transfusi reguler dimana tiap 1 ml darah konsentrat mengandung 0.5 mg Fe dan peningkatan penyerapan besi di usus untuk kebutuhan ekspansi sumsum tulang sebagai akibat kompensasi eritropoiesis inefektif menyebabkan kelebihan besi di tubuh yang menyebabkan hemokromatosis. 6-8 Hemokromatosis merupakan akibat yang tidak bisa dihindari pada pasien yang mendapat transfusi regular. Kelebihan besi pada awalnya akan ditimbun di hati dan retikuloendothelial sistem, namun bila jaringan ini menjadi jenuh, besi mulai ditimbun di organ lain seperti jantung dan kelenjar endokrin dalam bentuk feritin dan hemosiderin. 7,9 Tubuh manusia 1
mempunyai kemampuan yang terbatas dalam mengeliminasi kelebihan besi, sehingga bila tidak diterapi dengan kelasi yang adekuat akan terjadi fibrosis, sirosis hati, penyakit jantung, diabetes dan gangguan fertilitas. 10,11 Pengukuran konsentrasi besi hati atau Liver Iron Concentration (LIC) melalui biopsi hati merupakan metode yang sangat baik untuk menilai kandungan besi di hati pada pasien yang mendapat transfusi regular. 12 Namun karena sangat invasif, metode ini jarang dilakukan. 12 Alternatif pemeriksaan non invasif lain telah dikembangkan, misalnya magnetic resonance imaging (MRI) dan superconducting quantum interference devide (SQUID). Meskipun kedua metode ini sangat aman dan tidak invasif, namun sangat mahal dan memerlukan tenaga yang sangat ahli. 12,13 Pengukuran kadar serum feritin merupakan tes yang umum digunakan untuk menilai kelebihan besi pada pasien TM karena mudah dikerjakan, tersedia di banyak laboratorium dan relatif murah serta mempunyai korelasi yang baik dengan LIC yang diukur melalui biopsi hati. 6,7,14,15 Peningkatan kadar feritin serum mudah dipengaruhi oleh adanya inflamasi namun peningkatan tersebut kurang berarti dibanding peningkatan akibat transfusi darah yang reguler. 16 Menurut penelitian yang dilakukan Li CK dkk terhadap 300 penderita TM yang mendapat transfusi reguler dan kelasi besi, ternyata angka harapan hidup hanya sampai dekade ketiga. Dimana kardiomiopati merupakan penyebab kematian terbesar, walaupun demikian penyakit hati juga menjadi penyebab kematian yang penting dengan angka kejadian 2
fibrosis hati sebesar 40-80% dan berkembang menjadi sirosis hati sebesar 10-40%. 11 Menurut penelitian Cunningham dkk, dari 342 penderita TM yang mendapat transfusi reguler, 23% diantaranya mengalami hemokromatosis dengan kadar feritin berkisar antara 147 ng/ml sampai 11.010 ng/mldengan median 1690 ng/ml. 17 Sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Ladis dkk di Yunani, didapatkan 51% penderita TM yang mendapat transfusi reguler menderita hemokromatosis dari yang sedang sampai berat dengan nilai feritin masing-masing > 2000 ng/ml dan > 4000 ng/ml. 18 Nilai feritin yang telah digunakan sebagai cut-off untuk hemokromatosis bervariasi pada berbagai studi dari 1000 ng/ml sampai 3000 ng/ml. 19 Tiga penelitian berbeda sepakat bahwa kejadian sirosis hati sangat jarang terjadi pada penderita hemokromatosis dengan serum ferritin dibawah 1000 ng/ml. 20-22 Menurut penelitian Waalen J dkk, semua kasus sirosis pada penderita hemokromatosis terjadi dengan kadar feritin diatas 1000 ng/ml. 23 Penyakit hati yang disebabkan oleh hemokromatosis menjadi lebih buruk oleh infeksi hepatitis C dan merupakan salah satu penyebab kematian penderita TM. 1,9 Kelainan-kelainan hati yang terjadi dapat berupa hepatomegali, penurunan sintesisi albumin dan faktor koagulasi (faktor V dan VII), peningkatan sintesis AST, ALT dan LDH. 1,24 Akan tetapi tes fungsi hati tersebut di atas tidak spesifik untuk penyakit hati dan 3
semua parameter tersebut di atas dapat meningkat oleh keadaan patologis diluar hati. 25 Telah lama dikenal satu zat warna sintetis yaitu Indocyanine Green (ICG) yang telah digunakan untuk menguji cadangan hati yang merupakan gabungan fungsi hati yang dinilai melalui parenkim hati, sistem retikuloendotelial dan aliran darah pada hati yang terdiri dari arteri utama, vena porta, vena hepatika dan aliran darah mikrovaskuler. 26 Dimana zat tersebut 95% terikat pada albumin dan secara khusus dan cepat dipindahkan dari plasma oleh sel parenkim hati tanpa mengalami metabolisme ke dalam empedu. Indocyanine Green tidak mengalami sirkulasi enterohepatik atau ekstrahepatik. 27 Indocyanine Green mempunyai sensitivitas 85.7% dan spesifisitas 88.9% sebagai indikator prognostik pada gagal hati akut 28 dan mempunyai nilai retensi normal 3.5-10.6% pada menit ke-15 setelah diinjeksikan secara intravena. 29 Menurut Cooke dkk dalam penelitian penggunaan tes ICG untuk uji fungsi hati terhadap 92 pasien, didapatkan retensi pada subjek tanpa penyakit hati 0-20%, subjek dengan sirosis hati 6-77%, karsinoma sekunder pada hati 25-35%, infeksi hepatitis aktif 22-59%, hepatitis konvalesen 9-20%. Pada penelitian tersebut disimpulkan bahwa tes ICG dapat digunakan untuk uji fungsi hati yang ideal. 27 Berbagai penelitian tentang penggunaan tes ICG untuk menilai fungsi hati pada berbagai penyakit hati telah dilakukan. Fan dkk (1995) mendapatkan bahwa retensi ICG pada menit 15 sebesar 14% merupakan kriteria yang lebih baik untuk hepatektomi penderita karsinoma 4
hepatoceluler. 30 Sakka dkk (2002) mendapatkan bahwa tes ICG sebagai penanda fungsi dan perfusi hati, merupakan prediktor yang bagus untuk menilai harapan hidup pasien-pasien sakit kritis. 31 Sedangkan menurut Sheng dkk (2009) dalam penelitiannya yang membandingkan tes bersihan ICG dan skore Model for End-stage Liver Disease (MELD) dari pasien sirosis hati mendapatkan bahwa tes bersihan ICG dan skore MELD adalah parameter yang bagus untuk evaluasi fungsi hati dan tes bersihan ICG tersebut berkorelasi secara signifikan dengan skore MELD. 32 Sejauh mana gangguan fungsi hati pasien TM yang mengalami hemokromatosis akibat transfusi reguler belum banyak diketahui. Oleh karena itu penelitian ini bermaksud mengetahui sejauh mana gangguan fungsi hati terjadi pada penderita TM yang mengalami hemokromatosis dengan menggunakan tes ICG. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat di dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah ada dan berapa besar perbedaan retensi ICG menit ke 15 (R 15 ) pada penderita TM yang mengalami hemokromatosis dibandingkan dengan TM yang belum hemokromatosis? 2. Apakah peningkatan R 15 tersebut ada hubungannya dengan kadar feritin? 5
1.3. Hipotesa Penelitian 1. R 15 ICG meningkat pada penderita TM yang mengalami hemokromatosis ataupun fibrosis. 2. Peningkatan ICG R 15 pada penderita TM yang mengalami hemokromatosi berkorelasi dengan kadar ferritin 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana gangguan fungsi hati terjadi pada penderita TM yang mengalami hemokromatosis dengan menggunakan tes atau pemeriksaan ICG (R 15 ) 1.5. Manfaat Penelitian Diharapkan pengukuran fungsi hati dengan menggunakan ICG pada penderita TM yang mengalami hemokromatosis dapat membantu klinisi mengetahui sejauh mana gangguan fungsi hati terjadi pada penderita tersebut dan dapat membantu klinisi untuk mengetahui prognosa dari pasien tersebut. 6
1.6. Kerangka Konsepsional TM ERITROPOETIK INEFEKTIF HEMOLISIS ANEMIA KRONIS EKSPANSI SUMSUM TULANG PENINGKATAN ABSORPSI BESI TRANSFUSI REGULER PERUBAHAN SKELETAL HIPERMETABOLISME HEMOKROMATOSIS PENUMPUKAN BESI PERIKSA FERITIN INKLUSI : - Kadar Feritin > 1000 ug/dl - Bersedia ikut penelitian EKSKLUSI : - Kadar Feritin < 1000 ug/dl - Bilirubin > 4 mg/dl JANTUNG HATI ENDOKRIN PERIKSA INDOCYANINE GREEN 7