KAJIAN MAKANAN DAN KAITANNYA DENGAN REPRODUKSI IKAN SENGGARINGAN (Mystus nigriceps) DI SUNGAI KLAWING PURBALINGGA JAWA TENGAH BENNY HELTONIKA

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN MAKANAN DAN KAITANNYA DENGAN REPRODUKSI IKAN SENGGARINGAN (Mystus nigriceps) DI SUNGAI KLAWING PURBALINGGA JAWA TENGAH BENNY HELTONIKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan Senggaringan ( Mystus negriceps

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

hati, viseral, yang lebih tepatnya penumpukan lipid pada intraperitoneal serta pada sirip lemak telah dipergunakan untuk proses perkembangan gonad,

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 4(1) :22-26 (2016) ISSN :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

BAB I. PENDAHULUAN. Protein adalah jenis asupan makan yang penting bagi kelangsungan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Kelangsungan Hidup

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

3. METODE PENELITIAN

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

3. METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

MANAJEMEN KUALITAS AIR

DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari

PERKEMBANGAN GAMET KARANG LUNAK Sinularia dura HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi ikan koi (Cyprinus carpio) Ikan koi mulai dikembangkan di Jepang sejak tahun1820, tepatnya di kota

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

3.KUALITAS TELUR IKAN

I. PENDAHULUAN. Usaha budidaya ikan baung telah berkembang, tetapi perkembangan budidaya

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk

PENGARUH TEPUNG IKAN LOKAL DALAM PAKAN INDUK TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS TELUR IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. METODE PENELITIAN

USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

Transkripsi:

KAJIAN MAKANAN DAN KAITANNYA DENGAN REPRODUKSI IKAN SENGGARINGAN (Mystus nigriceps) DI SUNGAI KLAWING PURBALINGGA JAWA TENGAH BENNY HELTONIKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Makanan dan Kaitannya dengan Reproduksi Ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) di Sungai Klawing Purbalingga Jawa Tengah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, 23 Februari 2009 Benny Heltonika NIM B351060061

ABSTRACT BENNY HELTONIKA. The Studied of food habits for reproduction of Senggaringan (Mystus nigriceps) on Klawing River Purbalingga Central Java. Under direction of Iman Supriatna and Ridwan Affandi Aimed of this research, to known relation between food habits and deposits energy on some organs (muscle, viresa, adephose fin, heart and gonad) with reproduction parameters (CF, VSI, AFI, HIS and GSI). The result of stomach content analisys showed that food composition change with increasing of maturity, and its indicated by increasing of flesh composition of food. To support the reproduction, this fish consumpt Pleurocea sp (mollusca). During gonad development, some parameter which related to reproduction, as well as condition factor (CF), viscero somatic index (VSI), adephose fin index (AFI), hepato somatic index (HSI) and gonado somatic index (GSI) had positive correlation with gonad development. Doposits energy content in each organ contributed to gonad maturation. Key word : food habits, deposits energy, reproduction parameters

RINGKASAN BENNY HELTONIKA Kajian Makanan dan Kaitannya dengan Reproduksi Ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) di Sungai Klawing Purbalingga Jawa Tengah. Dibimbing oleh IMAN SUPRIATNA dan RIDWAN AFFANDI. Ikan senggaringan merupakan ikan liar yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Hasil tangkapan ikan senggaringan cenderung mengalami penurunan dari tahun ketahun (dari tahun 1998 hingga 2002 hasil tangkapan menurun dari 14,3 ton menjadi 8,9 ton) (Putro 2002). Bila hal ini dibiarkan maka kemungkinan jenis ikan ini di alam akan mengalami kepunahan, sehingga untuk mencegah kepunahan perlu upaya konservasi. Untuk mengembangkan usaha budidaya ikan ini, diperlukan proses domestifikasi dan dalam upaya domestifikasi dibutuhkan antara lain informasi tentang aspek makanan dan reproduksi ikan tersebut di alam. Berdasarkan hal diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang kajian makanan dan kaitannya dengan reproduksi ikan senggaringan. Pada penelitian ini dilakukan pengambilan contoh ikan di alam kemudian dilakukan analsis kebiasaan makanan dengan mengukur index of stomach content (ISC) dan index of propenderence. Sedangkan untuk mengetahui aspek reproduksi dilakukan penghitungan indeks-indeks morfoanatomi antara lain gonado somatic index (GSI), hepato somatic index (HSI), visero somatic index (VSI), faktor kondisi dan adephose fin index (AFI). Disamping itu juga dilakukan penghitungan nilai b (hubungan panjang dan berat total tubuh), fekunditas, diameter telur, juga perkembangan gonad (secara histologis). Data-data yang diperoleh selanjutnya dianalisis statistik deskriptif dan komperatif. Hasil analisis isi lambung menunjukkan adanya kecenderungan ikan senggaringan untuk meningkatkan jenis makanan hewan untuk menyokong proses reproduksinya, hal ini erat kaitannya dengan kebutuhan protein untuk perkembangan gonad. Selanjutnya ada kecenderungan dalam memenuhi kebutuhan kolesterol ikan senggaringan meningkatkan konsumsi gastropoda, Pleurocea sp. Namun belum diketahui seberapa besar kandungan kolesterol Pleurocea sp sehingga menjadi pilihan bagi ikan senggaringan. Ikan ini mempunyai tipe mulut sub terminal dan dilengkapi dengan gigi yang tajam. Ukuran lebar bukaan mulut ikan senggaringan yang diperoleh berkisar 1-1,9 cm. Rasio panjang intestine dibanding panjang total tubuh berkisar antara 0.8-1.1 dengan rataan 0.9, berdasarkan data rasio usus dan kebiasaan makanan maka ikan senggaringan termasuk ikan omnivora yang cenderung karnivora. Analisis statistik hubungan panjang total dan berat tubuh ikan senggaringan dalam persamaan hubungan panjang total dengan berat tubuh menunjukkan bahwa nilai koefesian regresi (b) untuk ikan senggaringan (betina) pertkg secara berturut adalah 3,069, 3,160, 3,044, 2,757 dan 3,106, hal ini menunjukkan antara panjang tubuh dan berat tubuh berada pada kisaran nilai normalnya nilai b (3). Hubungan panjang berat menurut Effendie (2002) nilai b ini berada pada kisaran 2,4 3,5, bila berada diluar kisaran tersebut, maka bentuk tubuh ikan tersebut di luar batas kebiasaan bentuk tubuh ikan secara umum. Turkmen et al. (2002), mengungkapkan faktor fisik seperti nilai b diduga berkaitan dengan kondisi lingkungan, perbedaan umur, persediaan makanan,

perkembangan gonad, penyakit dan tekanan parasit. Soumakil (1996) menambahkan, adanya perbedaan nilai b pada ikan karena adanya perbedaan tingkat kematangan gonad, musim, kesuburan perairan. Hasil pengamatan faktor kondisi ikan senggaringan untuk setiap tingkat kematangan gonad menunjukkan bahwa nilai rataan faktor kondisi berkisar antara 0.6925-0.8264. Peningkatan yang cukup besar itu terjadi pada TKG III dan IV. Dilihat dari kandungan energi otot dorsal per-tkg, menunjukkan peranan protein otot dorsal sebagai sumber energi bagi perkembangan gonad. Nilai kisaran VSI berada antara 2.5467 11.4319. Dalam pengamatan secara visual pada TKG II, III dan IV terdapat lemak intraperitonial, dan lemak ini paling banyak ditemukan pada TKG III. Jika dilihat dari material energi pada visera menunjukkan peningkatan, mencapai puncak pada TKG III, hal ini menunjukkan peranan visera sebagai sumber lemak bagi perkembangan gonad. Nilai AFI didapat nilainya antara 4.7059 hingga 12.7273. Puncak nilai AFI berada TKG III. Hal ini erat dengan kandungan material energi pada asephose fin. Dilihat dari kandungan lemak pada adephose fin, terdapat kontribusi adephose fin sebagai penyuplai lemak bagi perkembangan gonad. Nilai HSI berkisar antara 0.6067 sampai 5.2357. Pada TKG III HSI mengalami kenaikan setelah itu turun kembali pada TKG IV, kenaikan ini erat kaitannya dengan proses vitelogenesis. Dilihat dari kandungan energi terlihat uncaknya pada TKG III, hal ini memperkuat jika puncak vitelogenesis pada ikan senggaringan terjadi pada TKG III. Hasil pengamatan nilai IGS berkisar antara 0.0189 sampai 14.9830. sedangkan puncaknya pada TKG IV, begitu juga dengan kandungan material energi mencapai puncaknya pada TKG IV, hal ini erat kaitannya dengan keberadaan energi yang telah dimobilisasi dari beberapa organ ke gonad dalam menyokong proses perkembangan dan pematangan sel telur. Dari hasil pengamatan yang dilakukan dari 25 sampel gonad didapat rataan nilai fekunditas 20710.34 dengan kisaran antara 3025 50018. Jika dilihat dari hubungan antara panjang total tubuh terhadap nilai fekunditas didapat nilai nilai koefisien korelasinya (r) sebesar 0.482, hal ini menunjukkan ktidak ada korelasi antara panjang total tubuh dan nilai fekunditas. Nilai diameter telur berkisar antara 392.0935-604.7016 µm. Pengukuran kualitas fisika air selama penelitian didapat kedalam tepi berkisar 0.25-1.36 m dan tengah berkisar antara 0.99-5.2 m. Kecepatan arus berkisar antara 0.99 5.2 m/s. Kualitas kimia air didapat nilai ph antara 6.5 7.5, oksigen terlarut antara 4.2 8.4 ppm, alkalinitas berkisar antara 70.56 87.49 mg/l dan CO2 bekisar antara 1.76-8.58 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi fisika kimia perairan tersebut sangat mendukung kehidupan ikan senggaringan.

Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tertulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr drh M Agus Setiadi

Judul Nama Mahasiswa NIM : Kajian makanan dan kaitannya dengan reproduksi ikan senggaringan (Mystus nigriceps) di Sungai Klawing Purbalingga Jawa Tengah : Benny Heltonika : B351060061 Disetujui Komisi Pembimbing Dr. drh. Iman Supriatna Ketua Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA Anggota Ketua Mayor Biologi Reproduksi Diketahui Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. drh. Iman Supriatna Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 23 Ferbruari 2009 Tanggal Lulus :

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2008 ini adalah reproduksi ikan, dengan judul Kajian makanan dan kaitannya dengan reproduksi ikan senggaringan (Mystus nigriceps) di Sungai Klawing Purbalingga Jawa Tengah ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih penulis ucapkan kepada dosen pembimbing yaitu Dr. drh. Iman Supriatna dan Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA disela kesibukannya masih bersedia meluangkan waktu untuk mengarahkan penulis dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Selain itu ucapan terima kasih tersampaikan kepada Dr. Ir. Isdy Sulistyo atas saran dan bantuannya, kepada teman-teman mahasiswa Unsoed, bapak Letkol (Purn) Sunarko sekeluarga atas bantuannya, mas Taufik BP dan teman-teman BRP, staf pengajar mayor BRP, teman-teman Himmpass IPB, Indra, Rinaldi, Endang, Erlangga, Da Akhyar dan teman-teman yang tidak dapat disebut satu persatu. Juga kepada guru-guru yang telah mendidik penulis. Karya ini terutama dipersembahkan buat Bapak dan Ibu, terima kasih atas semua motivasi dan kasih sayang yang tak pernah putus, juga kepada Harri Novriadi dan Putri Yanasari (buatlah kedua orang tua kita menjadi bangga dengan jerih payahnya). Terima kasih kepada semua pihak yang telah menyokong penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, 23 Februari 2009 Benny Heltonika

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 12 Nopember 1981 dari ayah H. Selamat Antoni dan ibu Hj. Helmi Amd. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2006 penulis lulus dari Universitas Riau jurusan Budidaya Perairan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis memilih Mayor Biologi Reproduksi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan.

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman DAFTAR ISI Latar Belakang... 1 Kerangka Pemikiran... 3 Tujuan Penelitian... 4 Manfaat Penelitian... 5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan Senggaringan (Mystus negriceps)... 6 Energi Pertumbuhan dan Reproduksi... 7 Indek Morfoanatomi... 12 Kebiasaan Jenis Makanan... 13 Kualitas Air... 15 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian... 18 Bahan dan Alat (prosedur penelitian)... 18 Metode Penelitian... 19 Pengumpulan Data (Sampling ikan dan Fisika-Kimia air)... 19 Pengukuran Panjang dan Berat Tubuh serta Adepose fin... 19 Pengukuran Energi Organ Sampel (Analisa Proksimat)... 19 Struktur Histologis Gonad... 20 Pengukuran Fisika dan Kimia Air... 20 Parameter yang Diamati... 21 Analisis Data... 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil... 25 Kebiasaan Jenis Makanan... 25 Index Stomach Content (ISC)... 25 Kebiasaan Makanan (IP)... 26 Karakter Morfologi Tropik... 28 Aspek Reproduksi... 29 Perkembangan Gonad... 29 Ukuran Pertama Kali Gonad Berkembang... 32 Deposit Energi Berdasarkan TKG... 33 Indek Indek Morfoanatomi... 36 Hubungan Panjang Berat... 36 Faktor Kondisi (FK)... 37 xi xiii xiv xv

Visera Somatic Index (VSI)... 38 Adephose Fin Index (AFI)... 38 Hepato Somatic Index (HSI)... 39 Gonad Somatic Index (GSI)... 40 Fekunditas dan Diameter Telur... 41 Fisika kimia Air... 42 Pembahasan... 43 KESIMPULAN DAN SARAN... 56 DAFTAR PUSTAKA... 57 LAMPIRAN... 65

DAFTAR TABEL Halaman 1. Struktur morfologis gonad... 18 2. Morfologi dan histologis ovarium ikan senggaringan... 31

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bagan kerangka pemikiran... 4 2. Ikan senggaringan... 6 3. Indek kepenuhan isi lambung (ISC) per TKG... 25 4. Indeks kepenuhan isi lambung (ISC) per bulan... 26 5. Komposisi makanan ikan senggaringan per-tkg... 26 6. Komposisi makanan ikan senggaringan bedasarkan ukuran... 28 7. Histologis ovarium ikan senggaringan... 30 8. Hubungan panjang total tubuh dan GSI ikan senggaringan per-tkg.. 32 9. Hubungan tingkat kematangan gonad dan panjang total tubuh... 33 10. Kandungan energi pada beberapa organ tubuh... 35 11. Nilai faktor kondisi ikan senggaringan per-tkg... 37 12. Nilai visero somatik index ikan senggaringan per-tkg... 38 13. Nilai adephose fin index ikan senggaringan per-tkg... 39 14. Nilai indeks hepato somatik index ikan senggaringan per-tkg... 40 15. Nilai gonado somatik index ikan senggaringan per-tkg... 40 16. Hubungan panjang total tubuh terhadap fekunditas ikan senggaringan 41 17. Sebaran telur perkelompok ukuran diameter telur... 42

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta sungai Klawing Purbalingga... 66 2. Analisa protein... 67 3. Analisa lemak... 68 4. Pembuatan preparat histologi... 69 5. Indeks isi lambung (ISC)... 70 6. Analisa isi lambung ikan senggaringan TKG I... 71 7. Analisa isi lambung ikan senggaringan TKG II... 72 8. Analisa isi lambung ikan senggaringan TKG III... 73 9. Analisa isi lambung ikan senggaringan TKG IV... 74 10. Analisa isi lambung ikan senggaringan TKG V... 75 11. Analisa isi lambung ikan senggaringan per Ukuran... 76 12. Analisa lambung per TKG... 77 13. Ukuran pertama kali matang gonad... 78 14. Energi otot dorsal... 79 15. Energi visera... 79 16. Energi adephose fin... 79 17. Energi hati... 79 18. Energi gonad... 79 19. Lemak intraperitoneal pada ikan senggaringan... 80 20. Hubungan panjang berat ikan senggaringan per TKG... 80 21. Nilai faktor kondisi ikan senggaringan per TKG... 81 22. Nilai visera somatik indek per TKG... 82 23. Nilai adephose fin indek per TKG... 82 24. Nilai hepato somatik indek per TKG... 82 25. Nilai gonado somatik indek per TKG... 82 26. Nilai fekunditas ikan senggaringan... 83 27. Jumlah sel telur per-ukuran diameter telur ikan sneggaringan... 83 28. Fisika kimia air perbulan... 84 29. Nilai indeks morfoanatomi TKG I... 85

30. Nilai indeks morfoanatomi TKG II... 86 31. Nilai indeks morfoanatomi TKG III... 87 32. Nilai indeks morfoanatomi TKG IV... 89 33. Nilai indeks morfoanatomi TKG V... 91 34. Sungai Klawing saat banjir... 92 35. Sungai Klawing saat kering (kemarau)... 92 36. Aktifitas di sungai Klawing... 93

PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan senggaringan merupakan ikan liar yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Dalam beberapa tahun ini, ikan ini menjadi perhatian para peneliti untuk dijadikan bahan riset, karena dimasa mendatang ikan ini diharapkan dapat dijadikan komoditi budidaya. Hasil tangkapan ikan senggaringan cenderung mengalami penurunan, sebagaimana yang diungkapkan Putro (2003) bahwa antara tahun 1998 hingga 2002 hasil perolehan tangkapan di sungai Klawing untuk ikan senggaringan menurun dari 14,3 ton menjadi 8,9 ton. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh penangkapan yang intensif dan mulai menurunnya kualitas habitat hidupnya. Jika hal ini dibiarkan maka kemungkinan populasi jenis ikan ini di alam akan berkurang dan lama kelamaan dapat punah bila tidak dilakukan upaya konservasi. Untuk menjaga keberadaan ikan senggaringan diperlukan upaya budidaya, yang kelak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan ikan-ikan tersebut, serta mendapatkan stok untuk usaha restoking diperairan umum yang ada untuk menjaga keberadaan di habitat aslinya. Dalam usaha budidaya diperlukan benih, untuk melakukan pembenihan perlu diketahui aspek-aspek reproduksinya. Penelitian terdahulu tentang ikan senggaringan yang dilakukan oleh Sulistyo dan Setijanto (2002), dan Rukayah et al. (2003), baru dapat menyajikan informasi terbatas tentang aspek reproduktif (dua bulan dari satu siklus) yakni indeks morfoanatomi dan fekunditas. Informasi tentang musim pemijahan serta faktor utama lainnya untuk dapat dilakukannya usaha domestifikasi serta budidaya pada ikan ini msih perlu dikaji. Upaya pembudidayaan serta usaha pembenihan ikan ini belum berhasil, karena masih sering mengalami kegagalan. Lebih lanjut Sulistyo (1998) menguraikan bahwa informasi lengkap dan utuh tentang siklus reproduksi ikan bermanfaat untuk penerapan manipulasi pertumbuhan dan reproduksi di lingkungan budidaya.

Domestifikasi (sebagai konservasi ex-situ) ikan-ikan liar memerlukan pengetahuan tentang karakteristik ekologi pakan dan perilaku makan (Cahu et al. 2004), serta ritme biologis karena perubahan ekologis (Anras & Lagardère 2004). Salah satu informasi dasar yang dibutuhkan adalah kandungan deposit energi pada ikan, sumber energi ini berasal dari makanan maupun pemanfaatan energi yang ditimbun di beberapa organ dalam bentuk lemak dan protein. Hal ini didukung oleh pendapat Craig et al. (2000) yang menyatakan bahwa energi baik dari pakan maupun yang telah ditimbun di dalam tubuh digunakan untuk perawatan tubuh, pertumbuhan dan reproduksi. Selanjutnya Craig et al. (2000) menyatakan bahwa selama perkembangan tubuh, lemak, protein dan mineral ditimbun dalam beberapa bentuk, sedangkan protein dan lemak akan digunakan untuk perkembangan gonad. Energi yang diperlukan dalam perkembangan gonad ini dipengaruhi oleh tingkat perkembangan gonad dan jenis kelamin ikan. Effendie (2002) menyatakan bahwa selama proses perkembangan gonad sebagian besar hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad. Setiap tingkat perkembangan gonad memerlukan energi yang berbeda-beda. Selanjutnya Czesny et al. (2000) menggambarkan ada hubungan positif antara penimbunan asam lemak dan protein di tubuh dengan perkembangan telur pada ikan sturgeon. Li et al. (2009) mengungkapkan untuk menyokong strategi manajemen budidaya, perlu diketahui kondisi variasi dalam indek kondisi, kebutuhan energi dan imunitas ikan. Litaay & Silva (2003) menjelaskan pengetahuan faktor waktu produksi gamet hingga waktu reproduksi serta sumber energi yang digunakan untuk pematangan gamet sangat berguna untuk perbaikan induk dan menajemen hatchery menjadi lebih efektif. Sehingga data berdasarkan pada komposisi tubuh merupakan informasi dasar penting, yang dapat digunakan dalam mengevaluasi kualitas dan kondisi fisiologi ikan yang dibudidayakan. Selain itu pengetahuan tentang kondisi ikan di alam dapat menggambarkan kontrol lingkungan dan fisiologi pertumbuhan dan pemanfaatan pakan sehingga dapat membantu dalam perbaikan pertumbuhan dan kualitas produk akhir pada budidaya (Craig et al. 2000).

Berdasarkan keterangan diatas maka perlu dilakukan penelitian dasar tentang aspek reproduksi pada ikan senggaringan (Mystus nigriceps) serta peranan kebiasaan makanan dan deposit energi dalam menyokong reproduksinya. Kerangka Pemikiran Keberadaan ikan dengan adanya reproduksi sangat tergantung dengan mutu individu induk, perkembangan gonad sangat tergantung dengan asupan energi yang dibutuhkan sedangkan dalam proses reproduksi ikan akan memerlukan asupan energi yang cukup besar. Makanan yang dikonsumsi oleh ikan akan dipengaruhi oleh kebutuhan ikan akan energi, salah satunya adalah energi untuk perkembangan gonad. Saat ikan melakukan proses reproduksi akhir (menjelang pemijahan) sebagian ada yang melakukan puasa, untuk sumber energi perkembangan gonad dan pemijahan itu sendiri berasal dari energi yang dideposit di dalam tubuh berupa material energi (protein, lemak dan karbohidrat). Perkembangan gonad didukung oleh energi yang disimpan pada otot dan disekitar saluran pencernaan (viseral) (Pazos et al. 2003), hati dan viseral (Rukayah et al. 2005). Keberadaan energi yang tersedia sangat tergantung pada asupan pakan serta kondisi lingkungan. Pertumbuhan terjadi karena adanya penambahan berat tubuh ikan, hal ini menunjukkan jika kandungan energi dalam makanan yang dikonsumsi melebihi kebutuhan energi yang dibutuhkan untuk maintanance tubuh (Suprayudi et al. 1994). Pada proses pencernaan protein akan dihidrolisa menjadi bentuk asam amino, lemak pun akan dihidrolisa menjadi bentuk asam lemak dan karbohidrat dihidrolisa menjadi bentuk glukosa, bagian terkecil dari material akan diserap oleh enterosit (intracellular digestion) di saluran pencernaan (Affandi et al. 2005). Dalam pemenuhan kebutuhannya akan energi, material energi ini akan dikatabolisme sehingga terbentuk ATP sebagai keluaran utama untuk pemenuhan energi tubuh, kelebihan material energi ini akan dianabolisme menjadi molekul yang lebih komplek untuk disimpan pada beberapa bagian tubuh (Koolman & Rohm 2001). Selanjutnya material energi yang dideposit pada beberapa organ akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ikan baik somatik maupun gonad (Gambar 1).

Kebiasaan makanan (komposisi makanan dan indeks kepenuhan isi lambung) per-tingkat kematangan gonad (TKG) Deposit energi pada beberapa organ target (otot, hati, visseral, gonad dan adepose fin) Indikator pertumbuhan somatik dan gonad 1. Indek kepenuhan isi lambung (ISC) dan kebiasaan makanan (IP) 2. Morfoanatomi gonad (GSI), hati (HSI), visceral (VSI) serta faktor kondisi, nilai b dan indeks adepose fin (AFI). 3. Gametogenesis 4. TKG, diameter telur dan fekunditas Gambar 1 Bagan alur kerangka pemikiran penelitian. Diketahuinya gambaran kebiasaan jenis makanan dan keberadaan material energi yang tersimpan pada beberapa organ tubuh, diharapkan dapat menggambarkan kebutuhan material energi ikan senggaringan dalam menyokong perkembangan gonad. Berdasarkan data tersebut, diharapkan nantinya dapat memberikan informasi untuk penelitian selanjutnya dalam menyokong usaha budidaya terutama pembenihan baik secara manipulasi internal maupun eksternal. Internal berupa kualitas pakan dan induk, serta eksternal berupa manipulasi lingkungan. Data tentang aspek reproduksi ikan ini secara utuh diharapkan nantinya dapat memberikan sumbangsih besar guna menjaga kebutuhan ikan ini baik di alam maupun dalam wadah budidaya. Dasar untuk manipulasi 1. Nutrisi 2. Hormonal dan 3. Lingkungan

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji jenis makanan yang dikonsumsi dan deposit material energi pada beberapa organ dalam rangka reproduksi ikan senggaringan (Mystus nigriceps). Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk manipulasi nutrisi, hormonal dan lingkungan dalam rangka upaya memacu keberhasilan pengembangbiakkan ikan senggaringan (Mystus nigriceps).

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan Senggaringan (Mystus negriceps) Ikan senggaringan dilihat dari morfologisnya termasuk dalam kelompok ikan bersungut dari ordo Siluriformes, subordo Siluroidei, famili Bagridae, genus Mystus, spesies Mystus nigriceps untuk ikan senggaringan (Saanin 1986, Kottelat et al. 1993). Gambar 2 Ikan senggaringan (Mystus nigriceps). Jenis ikan yang termasuk genus Mystus terdapat di perairan umum Indonesia ditaksir tidak kurang dari 11 jenis. Jenis tersebut selain M. nemurus adalah M. baramensisi, M. bimaculatus, M. gulio, M. microcanthus, M. nigriceps, M. olyroides, M. planiceps, M. sabanus, M. wolffi dan M. wyckii (Yustina 2001). Di India, Mijkherjee et al. (2002) melaporkan beberapa genus Mystus terancam keberadaannya sebagai akibat eksploitasi berlebih, polusi pestisida di perairan, penyakit, pemasukan ikan eksotik yang tidak terkontrol, industrialisasi yang mengganggu habitat, dan pemanfaatan air secara berlebihan Penyebaran ikan senggaringan meliputi daerah Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Di berbagai daerah jenis Mystus nigriceps dikenal dengan nama ikan keting, kating atau ingir-ingir dan di Jawa Tengah dikenal dengan nama ikan senggaringan (Saanin 1986).

Ikan senggaringan merupakan ikan yang bersifat karnivora dan cenderung menyukai makanan berupa crustacea dan insekta air (Sulistyo & Setijanto 2002). Karakteristik habitat yang disukai meliputi daerah perairan yang dangkal maupun dalam, terlindung, berarus lemah (0,08 0,16 m/s). Substrat dasar biasanya berupa campuran pasir, kerikil dan batuan, terkadang ditumbuhi lumut (Sulistyo & Setijanto 2002). Rukayah et al. (2003), melaporkan bahwa strategi reproduktif ikan senggaringan ditinjau dari fekunditas mutlak berkisar antara 10005 39621,61 butir, sedangkan proporsi ukuran diameter telur pada musim kemarau masih didominasi oleh ukuran 50-100 µm. Nilai IGS cenderung meningkat dari 9,33±1,67% hingga mencapai 14,72±3,17% saat memasuki perkembangan ovarium. Peningkatan IGS tersebut juga mengakibatkan penurunan IHS sebesar 6,62% dan IVS sebesar 14,52%. Energi Pertumbuhan dan Reproduksi Dalam pemijahan sebagian besar ikan air tawar melakukan pemijahan pada awal dan pertengahan musim penghujan (Bardach et al. 1972). Puncak aktivitas reproduksi sering dihubungkan dengan hujan dan banjir atau siklus bulan (Vlaming, Connell diacu dalam Lam 1983). Hardy et al. diacu dalam Almansa et al. (1999) mengungkapkan keberadaan asam lemak pada otot dan telur yang berkembang pada ikan salmon menunjukkan keberadaan asam lemak pakan setelah dua bulan dikonsumsi ikan. Tubuh ikan tersusun dari beberapa komponen diantaranya air, protein, lemak, karbohidrat dan mineral yang dinyatakan dengan abu tubuh. Air dan protein secara kuantitatif sebagai komponen terbesar (Stickney diacu dalam Subagyo 2004). Bentuk substrat energi yang dapat digunakan untuk menyokong aktifitas hidup adalah dalam bentuk protein, lemak dan karbohidrat (Moreau et al. 1992). Protein merupakan komponen terbesar sesudah air. Ikan mensintesis protein tubuh dari protein pakan yang bermutu. Kebutuhan protein tubuh antara lain bergantung pada ukuran tubuh ikan, mutu protein pakan, energi dan kesuburan perairan. Sedangkan lemak bagi ikan merupakan sumber energi kedua

setelah protein, yang digunakan untuk pertumbuhan, pemeliharaan tubuh dan proses metabolisme (Zonneveld et al. 1991). Perkembangan gonad didukung oleh material energi yang disimpan pada otot dan saluran pencernaan (Pazos et al. 2003), hati dan viseral (Rukayah et al. 2005), hati, viseral dan otot (Gelineau et al. 2001). Pematangan gonad sering dihubungkan dengan penurunan pertumbuhan somatik dan pengambilan makanan, dapat juga berpengaruh pada penurunan kualitas daging ikan (Damsgard et al. 1999). Meningkatnya proses reproduksi akan terjadi usaha meningkatkan produksi anakan dari tiap makanan yang dikonsumsi, proses ini akan menyebabkan penurunan biaya energi yang diperuntukkan untuk perawatan tubuh dan pertumbuhan somatik tubuh (Wootton 1985). Tingkat pertumbuhan dan penyimpanan energi mesti lebih tinggi selama masa kritis untuk perkembangan seksual (gonad), ikan yang matang gonad memiliki kadar lemak yang tinggi jika dibandingkan dengan yang tidak matang ( Silverstein et al. 1999). Ikan membutuhkan energi yang besar untuk reproduksi baik dalam tingkah laku maupun pematangan gonad. Setiap spesies ikan terdapat variasi jumlah energi yang dibutuhkan dalam proses reproduksi seperti mencari tempat bertelur, migrasi, tingkah laku menarik lawan jenis, cara penjagaan, produksi telur dan sperma. Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah umur, fekunditas, kelulusan hidup dan frekuensi reproduksi (Moile & Cech 2000). Proses reproduksi biasanya membutuhkan lebih banyak energi yang bukan saja diperuntukkan untuk produksi gamet (Miller diacu dalam Wootton 1985). Lebih jauh Wootton (1985) mengungkapkan kebutuhan energi ini kemungkinan dipergunakan untuk perkembangan karakteristik secondary sexsual seperti warna saat pemijahan dan bentuk morfologi, produksi pheromons dan sekresi lainnya yang juga termasuk mucus untuk menempelnya telur pada substrat atau untuk membuat sarang. Semua ini akan membutuhkan energi selain dibutuhkannya energi untuk perkembangan dan pematangan gamet. Frekuensi reproduksi tergantung juga terhadap kebiasaan ikan seperti migrasi ke area pemijahan, pertahanan daerah pemijahan dari gangguan, tingkah laku pemijahan serta proses pengasuhan dan kebiasaaan ini tentu membutuhkan energi. Sehingga dapat disimpulkan ada tiga bagian kebutuhan energi dalam reproduksi yang pertama untuk produksi sexsual

primer yang mencakup produksi telur dan sperma, yang kedua untuk perkembangan karakteristik sekunder dan ketiga diperuntukkan untuk kebiasaan reproduksi. Menurut Xie et al. (1998) total energi dalam tubuh yang digunakan untuk reproduksi adalah 20,7% untuk ikan jantan dan 23,8% untuk ikan betina. Investasi energi pada ikan betina akan semakin besar sejalan dengan ukuran tubuhnya. Ikan dengan ukuran kecil akan menginvestasikan lebih banyak energinya untuk pertumbuhan (Moile & Cech 2000). Buwono (2000) menjelaskan bahwa kelebihan energi disimpan dalam bentuk lemak di dalam perut ikan yaitu di dalam organ-organ visceral. Lemak juga dapat disimpan sebagai cadangan energi untuk kebutuhan energi jangka panjang selama periode aktivitas penuh atau selama periode tanpa makan pada pemijahan (Zonneveld et al. 1991). Cadangan energi umumnya disimpan pada sekitar organ pencernaan dan otot (Litaay & Silva 2003). Suatu aspek yang menarik dari reproduksi adalah usaha dan energi yang berbeda yang dikeluarkan oleh spesies dan sering berhubungan dengan pola riwayat hidup suatu spesies (Helfman et al. 2002). Usaha reproduktif meliputi gambaran masukan makanan dan perpindahan material energi menuju gonad, seperti halnya penggunaan energi somatik untuk pertumbuhan gonad. Pada ikan betina, kematangan oosit melibatkan mobilisasi atau pengerahan dari lipid dan protein dari bagian lain dari tubuh ke ovarium. (Helfman et al. 2002). Perpindahan material energi ini akan menentukan keberlangsungan bagi perkembangan telur dan larva nantinya, sebagaimana Kamler (1992) mengungkapkan pada pertumbuhan dan metabolisme larva akan membutuhkan energi yang berasal dari kuning telur, pada saat ini larva ikan berada dalam periode endogenous feeding, dan material energi yang berada di dalam kuning telur sendiri berasal dari deposit yang yang dialokasikan pada saat perkembangan dan pertumbuhan ovari pada induk. Kebutuhan energi reproduksi meliputi pengeluaran atau penggunaan energi selama migrasi reproduktif, mencari pasangan, pemijahan, fertilisasi internal, dan hal lain yang berkenaan dengan perawatan induk (Helfman et al. 2002). Kepadatan energi, faktor kondisi, dan persentase lipid pada ikan sesudah

pemijahan lebih rendah dibandingkan sebelum pemijahan (Xie et al. 1998), informasi tersebut menunjukkan bahwa investasi energi yang disimpan digunakan untuk proses pemijahan. Aktifitas reproduksi ikan didukung dengan ketersediaan lipid yang cukup pada makanan terutama dari hewan, dan diperkirakan jika material energi dan nutrien dimobilisasi dari intraperitoneal fat (IPF) dan hati untuk menyokong perkembangan reproduksi dan pemijahan ikan (Craig et al. 2000), didapatnya komposisi yang tinggi pada jaringan dan sel telur, dihubungkan dengan suksesnya pemijahan dan reproduksi, tingginya lipid pada ikan di alam selama musim panas diindikasikan jika terjadi biosintesis lipid pada hati untuk menyediakan persediaan energi yang dapat digunakan untuk perkembangan somatik maupun reproduksi (Cejas et al. 2003). Oleh sebab itu induk ikan mesti memakan pakan yang berkualitas tinggi selama beberapa bulan sebelum musim pemijahan (Almansa et al. 1999). Lee et al. diacu dalam Rachmawati et al. (2003) menyatakan kadar lipid tubuh ikan flounder hanya dipengaruhi oleh kadar energi pakan, dimana kadar lipid tubuh meningkat dengan semakin meningkatnya kadar energi dalam pakan. Lemak merupakan bagian dari kimia yang unik dimana semua organism membutuhkannya untuk hidup. Lemak digunakan sebagai sumber energi yang utama, penyusun stuktur membran dan hormon (Watanabe 1982). Studi tentang kebutuhan energi pada ikan yang telah ditunjukkan pada ikan karnivora, seperti Oncorhynchus, dimana mempunyai keterbatasan dalam memanfaatkan karbohidrat sebagai sumber energi. Lemak mempunyai peranan penting dalam menyediakan energi, selain itu protein juga memiliki peranan sebagai sumber energi (Nomura & Davis 2005) Lemak merupakan elemen penting sebagai sumber energi. Nilai energi yang terkandung di dalamnya lebih tinggi dari nilai energi protein dan karbohidrat. Dalam satuan berat yang sama, nilai pengali energi lemak adalah 9,5 kkal/g; protein 5,6 kkal/g dan karbohidrat 4,1 kkal/g dari persen berat keringnya (Azwar diacu dalam Suryanti 2007), 39,5 kj/g untuk lemak, 23,6 kj/g untuk protein dan 17,1 kj/g untuk glikogen (Lambert & Dutil 1996). Faktor lain yang tidak kalah pentingnya, adalah lemak berperan menimbulkan daya apung

telur-telur ikan tertentu sehingga terjamin kualitasnya. Kebutuhan lemak dalam reproduksi sangat bervariasi antara spesies ikan. Kekurangan lemak mengakibatkan protein akan digunakan sebagai sumber energi. Sehingga akan mempengaruhi aktivitas reproduksi ikan. Kadar lemak yang terlalu tinggi juga dapat mengakibatkan terjadinya akumulasi berlebih dalam ovarium sehingga mengganggu perkembangan gonad dan aktivitas ikan (Azwar diacu dalam Suryanti 2007) Pada ikan, protein digunakan sebagai sumber energi dan protein dibutuhkan untuk pertumbuhan yang maksimal (Gelineau et al. 2001). Ikan umumnya menggunakan protein untuk tumbuh bila kebutuhan energi untuk metabolisme basal dan aktifitas otot telah terpenuhi dari pakan. Namun, bila energi pakan rendah, protein pakan digunakan sebagai sumber energi Lee et al. diacu dalam Rachmawati et al. (2003). Protein merupakan salah satu nutrien yang dibutuhkan ikan dan perlu dipenuhi untuk mencapai pertumbuhan optimal. Protein merupakan bahan organik terbesar pada jaringan ikan, kurang lebih 65 85% total dalam berat kering. Ikan mengkonsumsi protein untuk mendapatkan asam amino yang akan digunakan untuk sintesis protein baru, pertumbuhan, reproduksi dan mengganti jaringan yang rusak (Halver diacu dalam Awaludin 2003). Protein menurut Sachwan (2001) mempunyai tiga fungsi tubuh yaitu: 1) sebagai zat pembangun yang membentuk berbagai jaringan yang rusak dan bereproduksi, 2) sebagai zat pengatur yang berperan dalam pembentukan enzim dan mengatur berbagai proses metabolisme dalam tubuh ikan dan 3) sebagai zat pembakar karena unsur karbon yang terkandung dapat difungsikan sebagai sumber energi pada saat kebutuhan energi tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Keberadaan karbohidrat relatif kecil pada komposisi tubuh, penggunaan karbohidrat dihubungkan dengan ketersediaannya pada pakan. Tingginya kadar karbohidrat pada pakan umumnya dihubungkan dengan tingginya deposisi lemak pada tubuh, pada kondisi ini karbohidrat tidak digunakan sebagai sumber energi namun diubah menjadi lemak (Moreau et al. 1992).

Indeks Morfoanatomi Pertumbuhan merupakan karakteristik dari setiap makhluk hidup termasuk ikan. Dalam pertumbuhan terdapat siklus reproduksi dan juga perubahanperubahan yang terjadi baik dari segi morfologi, seperti panjang dan berat serta anatomi, seperti gonad, hati dan viseral (Helfman et al. 2002). Indeks morfoanatomi merupakan metode yang dapat dilakukan untuk memprediksi kinerja reproduktif ikan. Pertumbuhan dan kinerja reproduktif dikaji melalui pendekatan variabel indeks morfologi berupa gonad somatic index (GSI), hepato somatic index (HSI), viscera somatic index (VSI) dan faktor kondisi (FK). Gonado somatic index (GSI) yang disebut dengan indeks gonad somatik, merupakan suatu perhitungan dalam persen dari berat tubuh ikan yang dialokasikan untuk material gonad (Helfman et al. 2002). Perkembangan gonad akan semakin besar dan matang hingga fase pemijahan. Selama fase tersebut sebagian besar energi yang diperoleh dari hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonadnya. Effendie (1997) menyatakan bahwa tanda utama untuk membedakan kematangan gonad adalah berdasarkan berat gonadnya. Sedangkan berat gonad tergantung pada ukuran ikan dan tingkat pertumbuhan gonadnya (Vlaming et al. 1982). Rasio ini (berat gonad/berat tubuh x 100%) disebut sebagai indeks gonad somatik (IGS) (Sulistyo et al. 2000). Dalam kegiatan perikanan GSI digunakan secara luas sebagai sebuah indeks dari aktifitas gonad dan sebagai sebuah indeks untuk menyatakan persiapan pemijahan dari suatu spesies ikan (Vlaming et al. 1982). Kinerja reproduksi ikan digambarkan dengan jelas pula dengan hepato somatic index (HSI) yaitu nilai dalam persen sebagai hasil dari perbandingan berat hati dengan berat tubuh ikan dikalikan 100% (Sulistyo et al. 2000). Energi yang tersimpan dalam bentuk glikogen pada hati sebelum masa reproduksi akan diubah menjadi energi pada saat memasuki fase reproduksi (Lucifora et al. 2002). Menurut Fujaya (2002), sel memiliki batas tertentu dalam menimbun protein, dan bila telah mencapai batas ini setiap penambahan asam amino dalam cairan tubuh akan dipecah dan digunakan untuk energi atau disimpan sebagai lemak dalam

otot, hati dan viseral. Adanya perubahan ukuran berat pada hati ini dinyatakan sebagai hepato somatik indek (HSI) Viscera somatic index (VSI) merupakan salah satu parameter pertumbuhan yang dinyatakan dengan persentase perbandingan antara berat viseral dengan berat tubuh ikan (Sulityo et al. 1998). Viscera merupakan organ dalam tubuh yang meliputi sistem gastrointretinal dari oesopagus hingga anus termasuk lemak yang terdapat didalamnya, selain gonad dan hati. Viscera somatic merupakan salah satu parameter pertumbuhan yang dinyatakan dengan viscera somatic index. Buwono (2000) menjelaskan bahwa kelebihan energi disimpan dalam bentuk lemak di dalam perut ikan yaitu di dalam organ-organ visceral. Lemak juga dapat disimpan sebagai cadangan energi untuk kebutuhan energi jangka panjang selama periode aktifitas penuh atau selama periode tanpa makan pada pemijahan (Zonneveld et al. 1991). Nilai faktor kondisi berupa K1 diperoleh dengan memperhitungkan berat tubuh dan berat gonad dalam perbandingkan dengan panjang tubuh, sementara nilai K2 diperoleh tanpa memasukkan berat gonad dalam perhitungannya. Cren (1951) menguraikan bahwa perubahan nilai K2 merupakan petunjuk dikerahkannya timbunan energi yang diperuntukkan bagi perkembangan gonad. viscera somatic index (VSI) dan faktor kondisi (K) selain untuk memprediksi kinerja reproduktif juga digunakan sebagai indikator pertumbuhan (Massou et al. 2002). Kebiasaan Jenis Makanan Makanan sangat penting bagi ikan karena makanan merupakan sumber energi yang akan menentukan semua aktivitas yang akan dilakukan. Disamping itu makanan juga diperlukan untuk tumbuh, berkembang, reproduksi dan aktifitas metabolisme lainnya. Informasi tentang pakan yang dimakan oleh ikan tersebut juga dapat dipakai untuk mengetahui dengan lebih baik tentang kebiasaan makanannya termasuk pertumbuhan, migrasi dan penting pula dalam pengelolaan perikanan secara komersil (Bal & Rao 1984). Kebiasaan makan ikan menurut Effendie (2002) adalah jenis, kuantitas dan kualitas makanan yang dimakan oleh ikan. Sedangkan kebiasaan cara makan

adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan waktu, tempat dan cara makanan tersebut didapat. Selanjutnya kebiasaan makanan ikan perlu dipelajari untuk menentukan nilai gizi alamiah ikan tersebut. Selain itu dapat dilihat hubungan antar ekologi diantara organisme dalam perairan itu. Jumlah makanan yang dibutuhkan oleh suatu jenis ikan tergantung pada macam makanan, kebiasaan makanan, kelimpahan makanan, suhu perairan dan kondisi umum ikan itu sendiri (Beckman diacu dalam Wibisana 2000). Berdasarkan kebiasaan makanannya, ikan dapat digolongkan atas ikan herbivora, kernivora dan omnivora. Affandi (1993) pada ikan gurame didapat rasio panjang usus dan panjang total tubuh mengalami peningkatan dengan adanya pertumbuhan, sehingga selama pertumbuhannya ikan gurame mengalami perubahan karakter ikan karnivora ke karakter ikan omnivora atau herbivora. Penggolongan ini didasarkan pada morfologi alat pencernaannya. Ciri khas ikan karnivora adalah lambung dan usus yang pendek sedangkan pada ikan herbivora, tidak ditemukan lambung tetapi usus yang panjang (Huet 1971). Mujiman dalam Najamuddin (2004) menyatakan berdasarkan macam makanan yang dimakan, secara garis besar ikan dapat digolongkan menjadi herbivora, karnivora, predator, pemakan plankton, pemakan detritus dan lain sebagainya, tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan adanya ikan yang memakan semua jenis makanan yang disediakan oleh lingkungan dimana ikan tersebt berada, dengan demikian penilaian kesukaan makanan ikan menjadi sangat relatif. Menurut Lagler (1956) kebiasaan makan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor penting seperti habitat hidupnya, kesukaan terhadap jenis makanan tertentu, musim, ukuran dan umur ikan dan tempat. Selain umur, waktu dan ukuran tubuh, pola kebiasaan makanan ikan juga ternyata dipengaruhi oleh faktor lingkungan setempat yang mempengaruhi ketersediaan makanan alami (Bio Science Club diacu dalam Pratiwi 1991). Kebiasaan makanan ikan terdiri atas makanan utama yaitu makanan yang sering ditemukan dalam jumlah yang banyak, makanan sekunder yaitu makanan yang sering ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit dan makan insidential yaitu makanan yang terdapat pada saluran pencernaan dalam jumlah yang sangat

sedikit. Selain itu ada juga makanan pengganti yaitu makanan yang hanya dikonsumsi jika makanan utama tidak tersedia (Nikolsky 1963). Kualitas Air Kualitas fisik kimia air merupakan komponen abiotik penyusun sistem sungai. Komponen ini sangat berpengaruh bagi kehidupan ikan dan jasad renik lainnya (Odum 1971). Bagi kehidupan ikan akan menentukan aktifitas biologi dan reproduksinya. Kualitas fisik dan kimia air yang berperan dalam proses pertumbuhan dan reproduksi antara lain suhu, kecepatan arus, derajat keasaman, kekeruhan, oksigen terlarut, karbondioksida bebas dan amonia. Suhu air dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tempat dari permukaan air laut. Di daerah dataran tinggi umumnya suhu lebih rendah dari pada daerah dataran rendah (Boyd 1988). Suhu air mempengaruhi pertukaran zat asam atau metabolise dari makhluk hidup sehingga berpengaruh terhadap reproduksi, pertumbuhan organisme muda dan kompetisi (Krebs 1985). Suhu air merupakan salah satu sifat fisika yang dapat mempengaruhi nafsu makan ikan dan pertumbuhan badan ikan. Kenaikan suhu perairan mempengaruhi kemampuan derajat metabolisme ikan dan selanjutnya menaikan kebutuhan oksigen. Kecepatan reaksinya akan naik 2 3 kali lipat, setiap kenaikan suhu sebesar 10 o C. Semakin tinggi suhu maka semakin meningkat metabolisme organisme yang hidup di perairan dan semakin meningkat kebutuhan oksigen, tetapi kemampuan haemoglobin untuk mengikat oksigen semakin berkurang. Walk et al. (2000) menyatakan bahwa suhu tinggi akan berpengaruh langsung terhadap proses fisiologi pada beberapa jenis ikan dan menurunkan kelimpahannya di perairan. Sejalan dengan itu Pescod (1973) mengemukakan bahwa perubahan suhu di perairan yang mengalir tidak boleh melebihi 28 o C. Pada ikan yang hidup di perairan tawar, perubahan suhu perairan pada musim penghujan memberikan tanda secara alamiah untuk melakukan pemijahan, beruaya dan mencari makan. Suhu juga mempengaruhi distribusi ikan dan kelimpahan makanan di suatu perairan. Rifai (1983) mengemukakan bahwa distribusi ikan akan berubah jika suhu perarian di sekitarnya berubah.

Derajat keasaman (ph) merupakan logaritma negatif dari ion hidrogen yang terlepas dari perairan dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan tumbuhan dan hewan air (Soeseno 1977). Derajat keasaman air penting untuk menentukan nilai guna suatu perairan karena pada umumnya derajat keasaman mempengaruhi tumbuhan dan hewan air agar dapat hidup secara wajar. Derajat keasaman sering digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan baik buruknya keadaan air sebagai lingkungan hidup ikan (Jangkaru 1974). Sutisno & Sutarmanto (1995) menyatakan bahwa ph yang optimal untuk proses reproduksi ikan berkisar antara 6,7 8,2. Sedangkan nilai ph perairan berfluktuasi pada siklus siang hari/diurnal secara primer dipengaruhi oleh konsentrasi CO 2, kepadatan fitoplankton, alkalinitas total dan tingkat kesadahan (Schmittou 1991). Oksigen terlarut sangat penting bagi kehidupan organisme perairan, karena diperlukan untuk proses respirasi. Kandungan oksigen terlarut dapat berasal dari usaha melalui proses difusi, adanya aliran air masuk dan proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan air (Jangkaru 1974). Sutisna & Sutarmanto (1995) menyatakan bahwa oksigen merupakan gas yang terpenting untuk proses respirasi dan metabolisme dalam tubuh ikan maupun organisme akuatik lainnya. Konsentrasi oksigen dinyatakan dalam part per million (ppm). Konsentrasi oksigen yang optimal bagi kehidupan ikan adalah 5 ppm, jika konsentrasi oksigen kurang dari 3 ppm akan membahayakan kehidupan larva ikan. Alkalinitas berperan sebagai buffer perairan terhadap perubahan ph yang drastis. Tingkat produktifitas perairan sebenarnya tidak berkaitan secara langsung dengan nilai alkalinitas tetapi berkaitan dengan keberadaan fosfor dan elemen esensial lain yang kadarnya meningkat dengan meningkatnya nilai alkalinitas. Alkalinitas yang baik berkisar antara 30 500 mg/l CaCO 3, jika > 40 mg/l CaCO 3 disebut perairan sadah dan jika < 40 mg/l CaCO 3 disebut perairan dengan kesadahan sedang (Effendi 2000) Karbondioksida bebas dalam air dibutuhkan oleh fitoplankton dan tumbuhan air untuk proses fotosintesis kadar karbondioksida yang terlalu tinggi dalam perairan akan merugikan ikan sebab apabila kadar karbondioksida air meningkat melebihi kadar karbondioksida dalam darah ikan maka, ikan tidak dapat mengeluarkan karbondioksida dalam darahnya sehingga banyaknya ion

yang diikat HB akan berkurang (Wardoyo 1981). Perairan yang diperuntukan bagi perikanan sebaiknya mengandung kadar karbondioksida bebas kurang dari 15 mg/l, kadar karbondioksida bebas sebesar 10 mg/l masih dapat ditolerir oleh organisme perairan dengan syarat kadar oksigen terlarutnya cukup (Boyd 1988).

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Maret hingga Oktober 2008. Pengambilan sampel dilakukan di sungai Klawing Kebupaten Purbalingga Jawa Tengah (Lampiran 1). Analisis lambung dan analisis lemak dilakukan di laboratorium Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsoed. Sedangkan untuk pembuatan preparat histologis, analisis protein dan glikogen dilakukan di FPIK IPB. Bahan dan Alat Prosedur Penelitian Ikan contoh ditangkap di sungai Klawing menggunakan jala (1,75). Jumlah ikan yang dikumpulkan berkisar antara 26 47 ekor per-tkg. Selanjutnya contoh ikan diukur panjang dengan kertas milimeter dan beratnya dengan timbangan analitik (0,5 g), dengan menggunakan alat bedah beberapa organ (gonad, viseral, hati dan otot dorsal) ikan dipisahkan per TKG kemudian ditimbang dengan timbangan digital merk O-Hauss (ketelitian 0,05 mg) untuk mendapatkan nilai indek morfoanatomi, selanjutnya dianalisis lebih lanjut untuk mendapatkan jumlah lemak dan protein. Dalam menentukan TKG disesuaian dengan pendapat Effendie (1992) pada ikan baung (Mystus nemurus), seperti yang disajikan Tabel 1. Tabel 1 Struktur morfologis gonad TKG Struktur morfologis I Ovarium berbentuk sepasang benang terletak pada kiri dan kanan rongga perut, warna bening/jernih dengan permukaan licin II Ovarium berukuran lebih besar dari TKG I, berwarna lebih gelap kekuning-kuningan, butiran telur masih belum dapat dilihat dengan mata telanjang III Ovarium berwarna kuning. Secara morfologi telur mulai kelihatan butirnya dengan mata IV Ovarium makin besar mengisi ½ - 2/3 rongga perut. Telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir lemak tidak tampak V Ovarium berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat di dekat pelepasan.

Adepose fin diukur tebal dan tinggi dari pertengahan adepose finnya dengan jangka sorong (0,05 mm) untuk mendapatkan nilai indeknya lalu dianalisis lanjut untuk mendapatkan jumlah lemak. Analisis kadar protein menggunakan metode kjeldahl dan lemak dengan metode Folch. Setelah didapat kandungan lemak dan proteinnya, untuk mendapatkan kandungan energinya lemak dan protein dikalikan dengan 39,50 dan 23,6 kj. Selain itu juga dibuat preparat histologi gonad, pengukuran diameter telur dan fekunditas. Selain itu juga dilakukan analisis lambung, berupa nilai indek isi kepenuhan lambung (ISC) dan juga indek bagian terbesar (indeks preponderance). Pengukuran fisika kimia air digunakan termometer untuk mengukur suhu, kertas ph indikator universal untuk mengukur ph, tali dan pelampung untuk arus, tali dan pemberat untuk kedalaman, sedangkan O 2, CO 2 Unsoed. dan Alkalinitas diukur di Fakultas Biologi Metode Penelitian Pengumpulan Data (Pengambilan Contoh Ikan dan Pengukuran Parameter Fisika- Kimia air) Pengukuran Panjang dan Berat Tubuh serta Tebal dan Tinggi Adepose Fin Ikan yang telah terkumpul diukur untuk mendapatkan ukuran panjang ikan. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan ikan diatas kertas milimeter, dan dihitung jumlah kotak yang ditempati ikan. Sedangkan adepose fin diukur tebal dan tinggi dari pertengahan adepose finnya. Setelah ikan diukur panjangnya, ikan ditimbang berat totalnya, setelah berat total didapat ikan dibedah untuk mendapatkan organ yang dibutuhkan. Setelah dibedah,organ hati, organ viseralnya dan ovarium diambil dan ditimbang. Lalu sampel-sampel tersebut disimpan dalam ice box bersuhu 4 5 o C lalu disimpan dalam freezer hingga dilakukan analisis proksimat. Pengukuran Energi Pada Organ Contoh (Analisis Proksimat) Sampel yang telah terkumpul yaitu organ gonad, hati, viseral dan sebagian otot dorsal dianalisis proksimat yang dilakukan di Laboratorium Pakan FPIK IPB dan Laboratorium umum PSPK Unsoed. Analisis proksimat yang dilakukan berupa pengukuran kadar protein dan lemak sebagai sumber cadangan energi.

Analisis kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode kjeldahl (Lampiran 2). Setelah jumlah persen (%) protein didapat lalu dihitung nilai kalorinya dengan rumus : % protein x 23,6 kj/g. Analisis kadar lemak dilakukan dengan menggunakan metode folch (Lampiran 3). Setelah jumlah persen (%) protein didapat lalu dihitung nilai kalorinya dengan rumus : % lemak x 39,5 kj/g Struktur Histologis Gonad Gonad ikan diambil dari individu betina pada setiap tingkatan kematangan gonadnya. Pengambilan ini bertujuan untuk melihat perbedaan secara histologis kondisi perkembangan gonad. Pembuatan preparat histologis gonad dilakukan berpedoman kepada metode mikroteknik (Lampiran 4). Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Air 1. Temperatur Temperatur air diukur menggunakan termometer yang dicelupkan kedalam sungai hingga mendapatkan nilai suhu yang konstan, data yang didapat dicatat. 2. Kedalaman Air Pengukuran kedalaman air dilakukan dengan mengikat tali dengan bundel yang berat, lalu ambil beberapa titik untuk mengukur kedalamannya. 3. Kecepatan Arus Kecepatan arus diukur dengan menggunakan botol yang diisi ± 70% dari volumenya, lalu diikat dengan tali rafia yang panjangnya 10 meter, setelah itu botol tersebut dihanyutkan dengan memengang bagian tali yang tidak terikat, waktu yang dibutuhkan untuk tali dapat menegang dicatat untuk dikalkulasi menjadi kecepatan arus. 4. Nilai ph Nilai ph air diukur menggunakan kertas ph indikator universal. Kertas ph indikator dicelupkan kedalam perairan sungai setelah beberapa saat diangkat dan disesuaikan dengan tabel warna pada ph indikator, data yang didapat dicatat.

5. Oksigen Terlarut Nilai oksigen terlarut diukur menggunakan metode Winkler. 6. Alkalinitas Alkalinitas diukur dilaboratorium FMIPA unsoed Parameter yang Diamati 1. Index stomach content (ISC) dan kebiasaan makanan Index stomach content atau konsumsi pakan relatif adalah nilai dari perbandingan berat isi lambung dengan berat tubuh ikan (Spataru & Gophen diacu dalam Sulistiono 1998). Berat isi lambung (g) ISC = x100% Berat tubuh (g) Untuk mengetahui kebiasaan makanan dilakukan dengan menganalisis isi lambung dan mengolahnya dengan melihat indeks bagian terbesar (index of preponderence, IP) (Effendie 1992). Vi x Oi IP = x 100% Vi x Oi Dimana : Vi Oi : persentase volume satu macam makanan : persentase frekuensi kejadian satu macam makanan Vi.Oi : jumlah Vi x Oi dari semua macam makanan IP : Index of preponderence Analisis kebiasaan makanan dilakukan terhadap ikan betina pada masingmasing TKG, ikan yang tertangkap dibedah dan diambil saluran pencernaannya lalu dimasukkan ke dalam botol sampel yang berisi formalin 4% untuk disimpan sebelum dianalisis. Sebelum dianalisis, lambung dibedah, lalu isi lambung ikan diencerkan dengan akuades. Hasil pengenceran disaring kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel dan ditetesi formalin 10%. Setelah itu diaduk dan diambil dua tetes sampel untuk diamati, lakukan sebanyak 3 kali sebagai ulangan. Pengamatan terhadap isi lambung dilakukan dengan menggunakan mikroskop, kemudian dilakukan identifikasi sampai dengan taksa yang paling memungkinkan dengan perbesaran 10 x 10.

2. Aspek Reproduksi a. Ukuran pertama kali matang gonad Penentuan ukuran pertama kali matang gonad dengan menggunakan metode Sperman Karber (Udapa 1986 diacu dalam Musbir et al. 2006). Kriteria matang gonad adalah pada TKG III, IV dan V. Adapun rumusnya adalah : X LogM = X k (x Pi) 2 Dimana : X k = Logaritma nilai tengah pada saat ikan matang gonad 100% X = Selisih logaritma nilai tengah kelas X i = Logaritma nilai tengah kelas p i = ri/ni r i = Jumlah ikan matang gonad pada kelas ke i n i = Jumlah ikan pada kelas ke i Q i = i - p i b. Faktor kondisi (FK) Faktor kondisi merupakan nilai yang menunjukkan keadaan ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk hidup dan bereproduksi. Nilai FK didapat dengan membandingkan berat ikan dengan pangkat tiga dari panjangnya. Nilai FK dapat ditentukan dengan rumus (Effendie 1992) dengan rumus : 100W (g) FK = 3 L (cm) Dimana W : berat ikan L : panjang ikan c. Visero somatic index (VSI) Nilai VSI didapat dengan membandingkan berat visera dengan berat tubuh. Nilai VSI dapat ditentukan dengan rumus (Sulistyo et al. 1998) sebagai berikut : Berat Viseral(g) VSI = x100% Berat Tubuh (g) d. Adephose fin index (AFI) Nilai AFI, didapat dengan membandingkan antara tebal adepose fin dengan tinggi adepose fin. Nilainya didapat dengan : Tebal(mm) Adepose fin index = x100% Tinggi(mm)

e. Hepato somatic index (HSI) Nilai HSI didapat dengan membandingkan berat hati dengan berat tubuh. Nilai HSI dapat ditentukan dengan rumus (Sulistyo et al. 2000) sebagai berikut : Berat Hati(g) f. HSI = x100% BeratTubuh (g) g. Gonado somatic index (GSI) Penentuan nilai Indeks Kematangan Gonad (gonado somatik index, GSI) diperoleh dengan cara menimbang berat total tubuh ikan kemudian timbang berat gonadnya. Nilai GSI dapat ditentukan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Effendie (1992) sebagai berikut : Berat Gonad (g) GSI = x100% Berat Tubuh (g) 3. Energi tubuh Jumlah deposit energi tubuh yang didapat per-tkg diperbandingkan secara deskriptif, dan bertujuan untuk melihat kondisi deposit energi dalam menyokong reproduksi ikan senggaringan. 4. Struktur histologis gonad Pengamatan struktur histologis gonad dilakukan untuk melihat perkembangan tingkat kematangan gonad, dan berpedoman pada Sukendi (2001) pada ikan baung. 5. Fekunditas dan diameter telur Perhitungan fekunditas dilakukan dengan cara mengambil sebagian gonad yang telah disimpan, kemudian ditimbang dan dicatat, selanjutnya dihitung jumlah telur didalamnya. Fekunditas mutlak (F) adalah jumlah telur dalam gonad, dengan menggunakan metode gravimetri. Fekunditas mutlak dihitung dengan menggunakan rumus (Cerda et al. 1994) : TF = Wg S Ws Dimana : TF Wg S Ws : fekunditas mutlak : berat total gonad (g) : jumlah telur contoh (butir) : berat gonad contoh (g)

Diameter telur diketahui dengan mengukur diameter telur contoh dengan menggunakan mikrometer okuler (0,01 mm) merk UYCP-12. Jumlah telur contoh yang diukur sebanyak 100 butir untuk setiap gonad yang diamati. Rata-rata diameter dan simpangan bakunya dihitung dan dicatat. Rumus perhitungan diameter telur : x DT = X 0. 01 y Dimana : DT : diameter telur (mm) x : nilai diameter telur yang diamati dengan mikroskop y : nilai perbesaran 6. Parameter fisika-kimia air Fisika-kimia air diukur untuk mengetahui gambaran kondisi perairan yang menyokong kehidupan ikan dan reproduksinya. Analisis Data Analisis meliputi kebiasaan jenis makanan, indek morfoanatomi dan analisis proximat yaitu kadar lemak dan protein di tubuh, disesuaikan dengan perkembangan gonad. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik deskriptif dan komperatif. Data kebiasaan makanan menjadi acuan, untuk dapat melihat pola pemenuhan ikan senggaringan akan asupan kebutuhannya dalam menjaga kelangsungan aktifitasnya. Serta dengan adanya pengukuran parameter fisika kimia air dapat memperjelas keterkaitan kondisi lingkungan yang dibutuhkan untuk menyokong reproduksinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Kebiasaaan Jenis Makanan Index Stomach Content (ISC) Hasil perhitungan indek kepenuhan isi lambung (ISC) per-tkg dapat dilihat pada Gambar 3, untuk nilai ISC dapat dilihat pada Lampiran 5. Nilai ISC yang didapat menunjukkan adanya peningkatan konsumsi makanan dengan peningkatan tingkat kematangan gonad. Gambar 3 Indek isi lambung (ISC) ikan senggaringan per-tkg Dilihat dari Gambar 4, puncak nilai ISC berada di bulan Mei, berdasarkan dari pengamatan dilapangan pada bulan Mei ikan sudah banyak yang mencapai TKG III, sedangkan pada bulan Juni dan Juli banyak ditemukan TKG IV dan V, pada bulan-bulan sebelumnya (Maret dan April) sebaran TKG III dan IV masih realtif sedikit. Umumnya ikan tidak makan pada waktu musim pemijahan dan baru setelah periode tersebut ikan mengambil makanan kembali (Effendie 2002). Menurut Krebs (1989) secara umum keadaan fisik kimia perairan membatasi penyebaran jenis-jenis organisme dan penyebaran itu mempengaruhi waktu ikan

aktif makan, sehingga dapat diketahui kelimpahan organisme yang dimakan di perairan serta kualitas perairannya. Gambar 4 Indek isi lambung (ISC) ikan senggaringan perbulan Kebiasaan Makanan (Indeks Bagian Terbesar atau IP) Hasil analisis isi lambung yang dilakukan (Gambar 5), menunjukkan fenomena makanan ikan senggaringan dalam melakukan reproduksinya, terjadi peralihan jenis makanan dari tiap tingkatan TKG, TKG I dominan ditemukan serpihan tumbuhan, sedangkan pada TKG II komposisi serpihan hewan mulai meningkat, namun masih besar kandungan serpihan tumbuhannya (Lampiran 12). Gambar 5 Komposisi makanan ikan senggaringan Per-TKG Hasil analisis isi lambung pada TKG I (Lampiran 6), jenis makanan yang dikonsumsi berupa serpihan tumbuhan sebesar 77,9000%, serpihan hewan sebesar 17,6100% sedangkan plankton sebesar 4,4300%. TKG II (lampiran 7), jenis

makanan yang didapat berupa serpihan tumbuhan sebesar 58,3250%, serpihan hewan sebesar 36,0450%, plankton sebesar 5,5470% dan makrobentos sebesar 0,0830%, dilihat dari Gambar 2 terlihat perubahan komposisi makanan ikan senggaringan, terlihat jika ikan senggaringan pada TKG II meningkatkan mengkonsumsi hewan serta mulai mengkonsumsi makrobentos. Hasil analisis isi lambung pada TKG III (Lampiran 8) mulai terjadi perubahan besar terhadap jenis makanan, didapat serpihan tumbuhan sebesar 36,9940%, serpihan hewan sebesar 61,1770%, plankton sebesar 1,7480% dan makrobenthos sebesar 0,0800%. Makrobenthos yang didapat berupa cacing, potongan udang dan gastropoda. Analisis lambung TKG IV (Lampiran 9) didapat serpihan tumbuhan sebesar 23,5110%, serpihan hewan sebesar 73,1330%, plankton sebesar 0,9720% dan makrobenthos sebesar 0,3840%. Terlihat fenomena dalam menyokong reproduksi, ikan senggaringan akan meningkatkan konsumsi pakan yang kaya akan protein yang sangat dibutuhkannya untuk aktifitasnya, hal ini terlihat dari peningkatan konsumsi hewan, pada jenis makrobenthos terlihat peningkatan konsumsi gastropoda dengan meningkatnya TKG. Analisis isi lambung TKG V (Lampiran 10) didapat serpihan tumbuhan sebesar 37,0980%, serpihan hewan sebesar 60,7950%, plankton sebesar 2,0320% dan makrobenthos sebesar 0,0750%. Hasil analisis lambung berdasarkan ukuran (Gambar 6), didapat perubahan komposisi jenis makanan, hal ini terlihat dengan kenaikan jumlah serpihan hewan sejalan dengan peningkatan ukuran tubuh, komposisi makrobenthos berupa potongan udang, gastropoda, cacing dan insect. Hubungan ketersediaan makanan, kondisi jaringan dan kematangan gonad diungkapkan Dridi et al. (2007), ketersediaan dan kelimpahan makanan erat kaitannya dengan simpanan material energi jaringan, hal ini beriringan dengan meningkatnya faktor kondisi serta berat gonad, simpanan jaringan mencapai nilai maksimum pada masa istirahat sebelum material energi yang telah diakumulasikan pada jaringan digunakan untuk proses gametogenesis, setelah terjadi pemijahan akan mencapai nilai terendah untuk simpanan material energi jaringan.

Gambar 6 Komposisi makanan ikan senggaringan berdasarkan ukuran Karakter Morfologi Tropik Hasil pengamatan dan pengukuran terhadap ikan Senggaringan, diketahui bahwa letak dan bentuk mulut tergolong ikan yang mempunyai tipe mulut subterminal dan dilengkapi dengan gigi yang tajam. Ukuran lebar bukaan mulut ikan Senggaringan yang diperoleh berkisar 1 1,9 cm dengan kisaran panjang total tubuh 14,6 22,5 cm. Ukuran lebar bukaan mulut ikan Senggaringan yang diperoleh berkisar 1 1,9 cm. Pengukuran lebar bukaan mulut menunjukkan jika ikan Senggaringan cenderung semakin lebar bukaan mulutnya dengan bertambahnya ukuran, karena pada pengukuran yang telah dilakukan bahwa lebar bukaan mulut ikan Senggaringan berbanding lurus dengan panjang totalnya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya ukuran maka semakin besar pula kemampuannya untuk mengambil mangsa yang cukup besar ukurannya. Effendie (2002), menyatakan bahwa setelah bertambah besar ikan tersebut akan merubah makanan baik dalam ukuran maupun kualitasnya, dan rahang yang bukaannya besar maka ukuran mangsanyapun bervariasi. Menurut Kottelat et al. (1993), bahwa bukaan mulut yang besar atau lebar pada umumnya menunjukkan sifat sebagai predator yang memangsa udang dan ikan-ikan kecil, ini dibantu oleh giginya yang runcing untuk mencengkeram mangsanya. Gigi yang tumbuh pada mulutnya digunakan untuk keperluan menyergap, merobek dan menahan mangsa, serta jari-jari tapis

insangnya menyesuaikan untuk memegang, memarut, menahan dan menggilas mangsa. Rasio panjang usus dibanding panjang total tubuh berkisar antara 0,7818 1,0656 dengan kisaran panjang tubuh total 95 218 mm, nilai rasio meningkat dengan adanya pertumbuhan ikan, berdasarkan hasil tersebut maka ikan Senggaringan termasuk ikan omnivora yang cenderung ke karnivora. Keterangan ini memperjelas keterangan hasil penelitian Sulistyo & Setijanto 2002 yang mengungkapkan kecenderungan ikan senggaringan merupakan ikan yang bersifat karnivora. Al Husaini (1947), Kapoor et al. (1975), menyatakan bahwa rasio panjang usus terhadap panjang total ikan berkisar 0,5-2,4 untuk karnivora, 0,8 4 untuk omnivora dan 2 21 untuk herbivora. Menurut Kramer & Bryant diacu dalam Anjarningsih (2007), menyatakan bahwa rasio panjang usus terhadap panjang tubuh karnivora lebih pendek dari omnivora dan lebih pendek lagi dibanding herbivora, karena panjang intestine secara alometrik meningkat dengan bertambah panjang tubuh sehingga hewan karnivora akan cenderung menjadi omnivora. Aspek Reproduksi Perkembangan Gonad (Anatomis dan Histologis) Hasil pengamatan anatomis dan histologis (Gambar 7) menunjukkan perubahan dengan adanya perkembangan gonad (kenaikan TKG). Dilihat dari bentuk anatomis, ikan yang mengalami matang gonad (TKG III dan IV) akan terlihat perutnya gendut, dan dari pada TKG I dan II, jika ikan senggaringan yang matang gonad ketika perutnya disentuh permukaan perutnya akan terasa lembut, sedangkan pada papilla genitalnya akan terlihat kemerahan. Pada TKG V perut terasa lembek serta permukaan kulit terlihat ada kerutan dikarenakan adanya pengeluaran sel telur saat pemijahan, selain itu pada papilla genitalnya terlihat sedikit membesar seperti telah terjadinya proses pengeluaran sel telur. Hasil analisis hitologis (Gambar 7 dan Tabel 2), dapat dilihat perkembangan gonad ikan senggaringan secara histologis. Struktur histologis TKG I pada ovum didominasi oleh oosit stadia awal (oogonium). Dari histologi TKG II ovum dipenuhi oleh oosit bernukleus dan ukurannya lebih besar daripada

TKG I, oogonia mulai berkembang menjadi oosit primer dan mulai terlihat vakuola pada perifer. Keterangan : og : oogonium, op: oosit primer, os: oosit sekunder, ov: ovum, V : vakoula, Fyg: Fusionof yolk globule(butiran kuning telur) Gambar 7 Struktur histologis ovarium ikan senggaringan per-tkg ( 0,5 cm) (pemotongan 5 µm, pewarnaan hematoksilin-eosin)

Secara struktur histologis pada TKG III sudah mulai terlihat adanya granula kuning telur dan oosit primer berkembang menjadi oosit sekunder bakal ovum. Pada TKG IV oosit sekunder berkembang menjadi ovum. Butir kuning telur dan minyak semakin banyak yang menyebar dari sekitar inti sel hingga ke tepi. Fisher & Kane (2000) mengungkapkan secara histologis TKG IV terdapat butir-butir halus kuning telur dan vakuola dengan ukuran yang besar di dalam oviplasm. Tabel 2 Morfologi dan hitologis ovarium ikan senggaringan (Mystus nigriceps) Morfologi Histologis TKG I Ovarium berbentuk sepasang benang halus terletak pada kiri dan kanan rongga perut, warna bening. Ovarium belum matang, didominasi dengan oogonia, lamella berbentuk bulat dan lebih tebal dengan inti sel lebih besar, sitoplasma banyak dan berwarna ungu. TKG II Ovarium sudah sedikit berkembang, ukurannya lebih besar dari TKG I, warna mulai putih kebeningan hingga coklat muda, butiran telur belum dapat terlihat. TKG III Ovarium berukuran lebih besar dari TKG II dan hampir setengah rongga perut. Butiran telur sudah terlihat dengan mata telanjang, ovarium terlihat berwarna kuning. TKG IV Ovarium telah mengisi dua pertiga rongga perut. Warna menjadi lebih gelap. Ukuran telur terlihat lebih besar dari pada TKG III. TKG V Ovarium sudah mengempis dan warnanya lebih pekat. Ukuran oosit meningkat diameternya, oosit mulai berkembang menjadi oosit primer dan mulai terlihat vakuola pada perifer. Ukuran oosit terus meningkat ukuran diameternya, dan sudah terdapat oosit sekunder, ciri khas oosit sekunder ini adalah mulai terbentuknya butir kuning telur dan butiran minyak. Oosit primer berkembang menjadi ovum, diameternya meningkat dan butir kuning telur serta butiran minyak semakin banyak dan menyebar dari sekitar inti sel hingga tepi. Ukuran oosit sama dengan saat TKG IV, sebagian dinding ovum telah pecah dan terbuka.

Pada TKG V bentuk ovarium sudah mengempis dengan warna yang relatif gelap. Ukuran oosit hampir sama dengan TKG IV, sedangkan sebagian dinding ovum telah ada yang pecah dan terbuka serta mulai berkurangnya butir lemak pada oosit. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Pangamatan ukuran pertama kali matang gonad, dengan melihat hubungan antara ukuran panjang total dengan nilai gonado somatic index (GSI) menghasilkan nilai 190 mm untuk ukuran pertama kali matang gonad, dalam hal ini diasumsikan jika dimulai dengan TKG IV (Gambar 8). Ukuran pertama kali matang gonad biasanya dipengaruhi kelimpahan dan ketersediaan makanan, suhu, periode cahaya (photoperiode) dan faktor lingkungan pada suatu habitat atau perairan yang berbeda-beda (Nikolsky 1963; Mendoza et al. 2005). Sehingga pada tiap kondisi lingkungan akan memberikan dampak pada ukuran pertama kali ikan ini mulai matang gonad untuk pertama kalinya. Gambar 8 Hubungan Panjang total tubuh dan GSI ikan senggaringan per-tkg Hasil perhitungan menggunakan metode Sperman Karber dalam penentuan ukuran pertama kali matang gonad, kisaran data ukuran matang gonad yang didapat mesti berada diatas 50%. Selanjutnya Persentase dari ikan-ikan yang matang (TKG III, IV & V) diplot terhadap kelas panjang dan ukuran ikan pada

pertama kali matang dianggap bila 50% dari individu mencapai tingkat V (Boely diacu dalam Musbir et al. 2006). Dari Gambar 9 dilihat nilai perpotongan pada garis 50% berada pada titik 151, sedangkan hasil dari perhitungan (Lampiran 13) adalah 148,9010 mm untuk ukuran pertama kali ikan senggaringan matang gonad. Gambar 9 Hubungan tingkat kematangan gonad dan panjang total tubuh ikan senggaringan Deposit Energi Berdasarkan TKG Hasil pengukuran deposit energi pada beberapa organ yang diasumsikan sebagai penyimpanan material energi pada tubuh ikan, didapat hasil seperti pada Gambar 10. Kandungan energi otot dorsal (kj/g) TKG I hingga TKG V (8,5787, 16,8225, 19,0417, 23,7516 dan 22,9592). Dapat dilihat adanya peningkatan jumlah energi hingga TKG IV dan mengalami penurunan pada TKG V. dilihat dari kandungan material energi (Lampiran 14), lemak terus mengalami kenaikan dari TKG I hingga TKG V, untuk protein mengalami fluktuatif, TKG I hingga TKG III mengalami kenaikan (32,5696%, 63,9640% dan 71,7557%), kemudian TKG IV mengalami penurunan (53,3172%) yang cukup besar dan penurunan ini terus berlanjut pada TKG V (46,6041%), hal ini menjelaskan adanya pemanfaatan material energi untuk proses reproduksi dan metabolisme pada otot dorsal. Jika Energi (kj/g) yang terdapat pada visera menunjukkan peningkatan dari TKG I hingga TKG III (15,0843, 28,6266 dan 32,3608), kemudian mengalami penurunan pada TKG IV serta V (28,3134 dan 23,0716). Material energi pada

visera yang dominan berupa lemak, kandungan lemak mengalami peningkatan dari TKG I hingga TKG III (21,5064%, 58,3951% dan 64,0346%) kemudian mengalami penurunan pada TKG IV dan V (52,0731% dan 45,5419%) (Lampiran 15), penurunan ini dapat juga dipengaruhi dengan adanya penumpukan lemak intraperitoneal (IPF) (Lampiran 19) pada TKG III, IPF mengalami penurunan jumlahnya pada TKG IV dan di TKG V sudah tidak terdapat lagi. Optimalisasi penggunaan protein yang berasal dari visera terjadi pada saat pemijahan, yang terlihat penurunan drastis dari TKG IV ke TKG V.

Gambar 10 Kandungan energi pada organ otot dorsal (a), viseral (b), adephose fin (c), hati (d) dan gonad (e) ikan senggaringan per-tkg Adephose fin atau sirip lemak kandungan material yang diukur hanya berupa lemak, hasil yang didapat menunjukkan adanya pemanfaatan lemak dari adephose fin untuk menyokong proses perkembangan serta pematangan sel telur, terlihat dari adanya terus peningkatan dari TKG I hingga TKG III (5,8892%, 44,2699% dan 73,6852%), kemudian mengalami penurunan pada TKG IV (46,8861%) dan meningkat kembali pada TKG V (61,9462%). Kandungan material energi pada adephose fin (lemak) sejalan dengan adanya perkembangan gonad (Lampiran 16) Energi (kj/g) hati mengalami kenaikan kandungan dari TKG I hingga TKG III (20,1313, 25,1412 dan 25,4829), mengalami penurunan pada TKG IV dan V (21,4105 dan 19,8709). Dilihat dari kandungan material energi (Lampiran 17), terlihat kandungan lemak mengalami penurunan dari TKG I hingga TKG III (31,2602%, 25,1843% serta 21,3740%) dan mengalami peningkatan kembali pada TKG IV dan V (22,0874% dan 22,2139%). Kandungan protein yang terjadi sebaliknya, mengalami peningkatan dari TKG I hingga TKG III (32,5696%, 63,9640% serta 71,7557%), penurunan pada TKG IV dan V (53,3172% dan

46,6041%). Hal serupa juga terjadi pada kandungan glikogen hati yang memiliki pola yang sama dengan protein. Kandungan protein maupun lemak serta energi yang terkandung di gonad sejalan dengan peningkatan TKG, mengalami kenaikan dari TKG III ke TKG IV, penurunan pada TKG V (Lampiran 18), kejadian ini sejalan dengan proses perkembangan gonad dimana bertambahnya material yang dialokasikan ke sel telur, pada TKG V terjadi penurunan disebabkan karena telah dikeluarkannya sel telur pada saat pemijahan. Indek-indek Morfoanatomi Hubungan Panjang Berat Analisis statistik hubungan panjang total dan berat tubuh per TKG ikan senggaringan disajikan dalam bentuk grafik (Lampiran 20). Persamaan hubungan panjang total dengan berat tubuh menunjukkan bahwa nilai koefesian regresi (b) untuk ikan senggaringan (betina) TKG I adalah 3,0690, TKG II 3,1600, TKG III 3,0440, TKG IV 2,7570 dan TKG V 3,1060. Dari hubungan panjang berat menurut Effendie (2002) nilai b ini berada pada kisaran 2,4 3,5, bila berada diluar kisaran tersebut, maka bentuk tubuh ikan tersebut di luar batas kebiasaan bentuk tubuh ikan secara umum. Lebih lanjut diterangkan lagi, bila mana harga b sama dengan 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan tidak berubah bentuknya. Pertumbuhan berat dan panjangnya seimbang, namun bila nilai b lebih kecil dari 3 hal tersebut menunjukkan pertumbuhan berat ikan relatif lambat jika dibandingkan dengan panjangnya, sebaliknya jika nilai b besar dari 3 menunjukkan jika pertumbuhan berat relatif lebih cepat dibandingkan dengan panjangnya, arti kata ikan tersebut montok. Jika dilihat dari nilai R 2, didapat nilai untuk TKG I sebesar 0,9590, TKG II 0,9820, TKG III 0,6070, TKG IV 0,7250 dan TKG V 0,8170. Sedangkan nilai korelasi (r) TKG I 0,9790, TKG II 0,9910, TKG III 0,7790, TKG IV 0,8510 dan TKG V 0,9040. TKG I dan II menunjukkan adanya hubungan antara pertambahan panjang total dengan berat tubuh, dengan kata lain berat tubuh akan bertambah dengan bertambahnya panjang total tubuh ikan, sedangkan pada TKG III korelasinya melemah dan pada TKG IV dan V mengalami kenaikan hubungan

korelasinya. Allometrik negatif untuk TKG IV, artinya pertumbuhan panjang lebih dominan daripada pertumbuhan berat, atau bisa jadi pada TKG IV ikan ini mengalami pengurangan komposisi material tubuh yang digunakan untuk proses reproduksi, sehingga mempengaruhi nilai kegemukan (b). Hal ini sesuai pendapat Turkmen et al. (2002), faktor fisik seperti nilai b diduga berkaitan dengan kondisi lingkungan, perbedaan umur, persediaan makanan, perkembangan gonad, penyakit dan tekanan parasit. Soumakil (1996) menambahkan, adanya perbedaan nilai b pada ikan karena adanya perbedaan tingkat kematangan gonad, musim, kesuburan perairan. Faktor Kondisi (FK) Hasil pengamatan terhadap nilai rataan faktor kondisi ikan senggaringan untuk setiap tingkat kematangan gonad menunjukkan bahwa nilai rataan faktor kondisi berkisar antara 0,6925 0,8264 (Lampiran 21). Gambar 12 menunjukkan adanya peningkatan nilai faktor kondisi dari masing-masing TKG, kecuali pada TKG V terjadi penurunan yang erat kaitannya dengan proses pemijahan, hal ini dipengaruhi oleh pengurangan berat tubuh akibat telah dikeluarkannya sebagian sel telur serta penurunan kandungan material energi yang telah dimanfaatkan untuk proses perkembangan gonad dan pemijahan. Gambar 11 Nilai faktor kondisi ikan senggaringan per-tkg

Visera Somatic Index (VSI) Hasil pengamatan nilai VSI menunjukkan adanya penurunan dengan kenaikan kematangan gonad (Gambar 13), nilai VSI berada antara 2,5467 11,4320%, rataan tertinggi berada pada TKG V sebesar 4,6168% dan terendah berada pada TKG IV sebesar 2,7993% (Lampiran 22). Pengamatan secara visual pada TKG II, III dan IV, terlihat adanya intraperitonial fat (IPF) (Lampiran 19), lemak ini paling banyak ditemukan pada TKG III, sehingga rongga perut ikan dominan diisi dengan ovarium dan intraperitoneal fat (IPF). Dibandingkan dengan kandungan IPF TKG IV, maka akan terlihat pada TKG IV IPF-nya mulai sedikit dan bahkan hampir habis, menunjukkan jika pemanfaatan IPF sebagai salah satu cadangan material energi untuk reproduksi, hal ini diperkuat dengan ketiadaannya pada saat TKG V. Untuk kondisi IPF sendiri pada tiap bulannya berbeda, hal ini dapat dilihat dari berbedanya warna IPF perbulan selama pengambilan sampel. Silva et al. (1998) mengungkapkan perbedaan profil asam lemak erat kaitannya dengan pertumbuhan, kebiasaan makanan, ketersediaan makanan dan kebiasaan migrasi. Gambar 12 Nilai visera somatik index ikan senggaringan per-tkg Adepose Fin Index (AFI) Hasil pengamatan indeks adephose fin didapat nilainya antara 4,7059% hingga 12,7273%, nilai rataan tertinggi adephose fin index (AFI) terdapat pada

TKG III sebesar 10,5032% dan terendah terdapat pada TKG I sebesar 6,4114% (Lampiran 23). Dilihat dari Gambar 14, dapat dilihat peningkatan nilai AFI sehubungan dengan kenaikan TKG, kenaikan ini hanya sampai TKG III, pada TKG IV dan V terjadi penurunan. Kenaikan nilai AFI ini erat hubungannya dengan keberadaan material energi yang di deposit ikan senggaringan sebagai cadangan energi. Penurunan pada TKG IV menunjukkan jika ikan telah mengerahkan material energi baik diubah sebagai energi maupun material penyusun sel telur dan gonad. Gambar 13 Nilai adephose fin index ikan senggaringan per-tkg Hepato Somatic Index (HSI) Hasil pengamatan nilai HSI berkisar antara 0,6067% sampai 5,2357% (Lampiran 24). Nilai rataan tertinggi pada TKG V yaitu sebesar 1,2812% dan terendah pada TKG II sebesar 1,0008%. Nilai HIS terlihat berfluktuatif (Gambar 15), pada TKG II mengalami penurunan nilai HSI, dan TKG III terjadi peningkatan kembali, yang menandakan jika terjadi proses vitelogenesis pada hati, proses vitelogenesis erat kaitannya dengan pengalokasian material energi ke gonad. Pada TKG IV mengalami penurunan kembali, hal ini menggambarkan penurunan aktivitas di hati.

Gambar 14 Nilai hepato somatic index (HIS) ikan senggaringan per-tkg Gonado Somatic Index (GSI) Hasil perhitungan nilai GSI berkisar antara 0,0189% sampai 14,9830% (Lampiran 25), Nilai rataan tertinggi pada TKG IV yaitu sebesar 8,4075% dan terendah pada TKG I sebesar 0,0308%. Nilai GSI mengalami kenaikan sesuai dengan perkembangan gonad (Gambar 16), nilai GSI dari TKG I hingga TKG IV mangalami kenaikan lalu mengalami penurunan pada TKG V, penurunan ini erat kaitannya dengan proses pemijahan. Gambar 15 Nilai gonado somatix index (GSI) ikan senggaringan per-tkg

Kenaikan GSI erat kaitannya dengan pertumbuhan Gonad, dimana saat TKG II gonad mengalami pertumbuhan berat dan panjang juga dalam hal jumlah selnya, begitu juga pada TKG III dan IV, yang mana pertumbuhannya cukup besar juga di pengaruhi dengan mulai banyaknya material penyusun sel telur hingga tahap pematangan, dimana salah satu proses yang mempunyai peranan besar adalah vitelogenesis. Fekunditas dan Diameter Telur Dari hasil pengamatan yang dilakukan dari 25 sampel di dapat rataan nilai fekunditas 20710,3400 butir dengan kisaran antara 3025 50018 butir (Lampiran 26). Hubungan antara panjang total tubuh terhadap nilai fekunditas (Gambar 17), nilai determinan (R 2 ) sebesar 0,2320 dan nilai koefisien korelasinya (r) sebesar 0,4820, hal ini menunjukkan jika korelasi antara panjang total tubuh dan nilai fekunditas kecil. Untuk nilai diameter telur didapat kisaran antara 392,0935 604,7016 µm. Rukayah et al. (2003), melaporkan bahwa proporsi ukuran diameter telur pada musim kemarau masih didominasi oleh ukuran 50-100 µm, lebih lanjut melaporkan bahwa strategi reproduktif ikan senggaringan ditinjau dari fekunditas mutlak berkisar antara 10005 39621,61 butir Gambar 16 Hubungan panjang total tubuh terhadap fekunditas ikan senggaringan Dalam hubungan fekunditas dengan berat terdapat beberapa kesukaran, seperti adanya beberapa ikan yang tidak mengkonsumsi makanan saat melakukan

proses reproduksi, sehingga material untuk pertumbuhan gonad dan energi untuk metabolisme tubuhnya diambil dari jaringan somatik, sehingga akan berpengaruh terhadap hitungan nantinya (Effendie 2002). Jika dilihat dari nilai korelasi, maka nilainya sangat rendah. Rendahnya korelasi yang didapat kemungkinan disebabkan oleh batas kisar yang ekstrim dari fekunditas pada ukuran yang sama, hal ini merupakan hal yang tidak biasa (Effendie 2002). Namun jika dilihat dari nilai b berada dalam nilai yang normal, sebagaimana yang diungkapkan Bagenal diacu dalam Effendie (2002) harga eksponen b berkisar antara 2,34 5,28 dan kebanyakan berkisar diatas 3. Hubungan nilai fekunditas dan diameter telur (Gambar 18 dan Lampiran 27) menunjukkan bahwa ikan senggaringan termasuk ikan yang total spawning pada saat pemijahannya. Gambar 17 Sebaran telur perkelompok diameter telur (dari 900 sel telur) Fisika Kimia Air Pengukuran fisika-kimia air selama penelitian di dapat kedalam tepi berkisar 0,25 1,36 m dan tengah berkisar antara 0,99 5,2 m. Suhu berkisar antara 23 29 O C. Kecepatan arus berkisar antara 0,075 1,09 m/s. Kualitas kimia air nilai ph di dapat antara 6,5 7,5, oksigen terlarut antara 4,2 8,4 ppm, alkalinitas berkisar antara 70,56 87,49 mg CaCo 3 /l dan CO2 bekisar antara 1,76 8,58 ppm. Untuk kondisi fisika-kimia air masih dalam kondisi yang baik untuk sebuah perairan umum. Kondisi fisika kimia air perbulan dapat dilihat pada Lampiran 28.

PEMBAHASAN Kebiasaan Makanan Komposisi makanan ikan senggaringan pertkg mengalami perubahan dengan adanya kenaikan kematangan gonad, hal ini terlihat dengan adanya perubahan komposisi serpihan hewan yang terus meningkat hingga TKG IV, serta dengan adanya konsumsi gastropoda yang meningkat dari TKG III ke TKG IV, hal ini menunjukkan ikan ini memiliki kebiasaan mengkonsumsi gastropoda dalam memenuhi kebutuhannya dalam reproduksi, jenis gastropoda yang dikonsumsi ikan senggaringan berupa Pleurocea sp. Hasil penelitian ini melengkapi data penelitian Sulistyo & Setijanto 2002 yang menyatakan ikan senggaringan cenderung menyukai makanan berupa crustacea dan insekta air. Hasil penelitian diatas masih bersifat umum dan belum melihat kecenderungan jenis makanan ikan berdasarkan tingkat kematangan gonad. Perubahan komposisi jenis makanan ikan senggaringan menggambarkan adanya kebutuhan protein yang tinggi dalam menyokong keberlangsungan reproduksinya, hal ini erat dengan kebutuhan material energi untuk metabolisme maupun untuk perkembangan gonad. Adanya kecenderungan peningkatan gatropoda pada TKG IV, kecenderungan ini besar kemungkinannya dengan kebutuhan ikan akan kolesterol sebagai bahan hormon. Gastropoda sendiri besar kemungkinan memiliki kandungan kolesterol, namun belum diketahui berapa besar kandungan kolesterolnya. Dridi et al. (2007) mengungkapkan perubahan aktifitas metabolisme pada moluska memiliki interaksi yang komplek dengan kemampuan mengambil makanan, kondisi lingkungan, pertumbuhan dan siklus gametogenesis. Lebih jauh lagi diterangkan, pada umumnya ketika makanan berlebihan, akan ditingkatkan deposit material energi pada tubuh, deposti material ini akan diprioritaskan untuk gemetogenesis, dalam bentuk lemak, protein dan glikogen. Indek Morfoanatomi dan Energi pada Beberapa Organ Kajian komposisi biokimia tubuh serta kaitannya dengan pertumbuhan dan siklus gametogenesis (Berthelin et al. 2000). Teori strategi reproduksi selama ini terfokus pada seberapa besar energi yang dibutuhkan untuk reproduksi, atau

bagaimana pertukaran energi untuk pemenuhan kebutuhan reproduksi dengan pertumbuhan serta kelangsungan hidup (Kaitala 1991). Hal seperti ini mempunyai implikasi negatif terhadap kondisi ikan, ikan betina dapat memilah antara energi yang dialokasikan untuk pemeliharaan serta pertumbuhan tubuh, atau energi untuk reproduksi (Sanchez et al. 1998). Pada banyak ikan air tawar, dapat mempertimbangkan kehilangan ukuran tubuh atau pertumbuhan akibat reproduksi, perpindahan antara somatik ke jalur reproduksi kemungkinan merata pada ikan. Duchemin et al. (2007) mengungkapkan pada saat bersamaan antara imunitas dan faktor lingkungan, jelas terlihat jika reproduksi menjadi lebih penting dari pada parameter lingkungan dalam mengatur status imunitas pada moluka. Dalam hal ini jelas jika dalam proses reproduksi, akan membutuhkan material energi yang besar, baik itu yang akan diubah menjadi energi maupun yang akan dialokasikan untuk perkembangan gonad. Dridi et al. (2007) mengungkapkan keberadaan deposit energi dan siklus biokimia tubuh sangat erat hubungannya dengan aktifitas reproduksi. Lebih lanjut Li et al. (2007) menjelaskan tingginya kebutuhan energi untuk proses reproduksi berdampak pada penurunan imunitas, bahkan menyebabkan kematian bagi oyster dikarenakan mudahnya terserang patogen dan stres lingkungan. Faktor Kondisi dan Energi Otot Dorsal Hal-hal yang mempengaruhi faktor kondisi selain ketersediaan makanan adalah kematangan gonad dan jenis kelamin (Effendie 2002). Jika dihubungkan dengan komposisi material energi pada otot dorsal (Lampiran 12), dimana kandungan lemak dan protein (berat kering) TKG I adalah 2,2590% dan 32,5696%, TKG II 4,3722% dan 63,9640%, TKG III 5,3351% dan 71,7557%, TKG IV 28,2754% dan 53,3172% serta TKG V 30,2799% dan 46,6041%. Sedangkan jumlah energi (kj/g) masing-masing TKG adalah 8,578705, 16,82252, 19,0417, 23,75162 dan 22,95915. Lambert & Duntil (1996) menyatakan kandungan energi pada otot yang spesifik akan meningkat dengan adanya peningkatan faktor kondisi. Namun dalam hal ini peningkatan pada TKG IV hanya terjadi peningkatan yang kecil, hal ini besar kemungkinan material energi yang terkandung di beberapa organ seperti

hati, viseral, yang lebih tepatnya penumpukan lipid pada intraperitoneal serta pada sirip lemak telah dipergunakan untuk proses perkembangan gonad, dan penggunaan material energi di otot juga berkaitan erat dengan kemampuan pada masing-masing organ dalam menyediakan kebutuhan energi untuk reproduksi terbatas, maka keberadaan material di otot juga dikerahkan dalam hal ini yang jelas terlihat terjadi pengurangan adalah protein. Peningkatan yang cukup besar itu terjadi pada TKG III dan IV, hal ini besar berkaitan dengan perkembangan gonad yang memasuki tahap vitelogenesis serta penimbunan material energi di tubuh yang cukup besar. Namun penurunan yang cukup signifikan juga terjadi di TKG V, hal ini berkaitan dengan telah dikeluarkannya telur yang telah mengalami pematangan, serta berkaitan dengan penurunan kandungan material energi tubuh. Hasil penelitian ini didukung dengan pendapat Kamler (1992) nilai kalori (berat kering) pada tubuh ikan yang sedang bertelur adalah 18,8 23,4 J/mg. Dimana nilai energi ikan senggaringan yang sedang mengandung telur antara TKG III dan IV sekitar 23,7516 dan 22,9591 kj/g, hanya saja pada ikan senggaringan lebih tinggi sedikit dari pendapat Kamler. Pada TKG V nilai kalori pada otot ikan senggaringan mengalami penurunan, hal ini bertentangan dengan pendapat Wootton (1979) yang mengungkapkan pada ikan stickleback (Gasterosteus aculeatus) setelah melakukan pemijahan ikan ini akan dengan cepat mengalami pertumbuhan dan peningkatan nilai energi total pada somatiknya. Lain halnya dengan Dridi et al. (2007) mengungkapkan pada saat awal pemijahan Oyster terjadi penurunan yang cepat berat otot dan faktor kondisi. Penurunan material energi tubuh besar kaitannya dengan tidak tercukupinya asupan energi dari makanan untuk metabolisme tubuh serta perkembangan gonad. Hal ini didukung dengan pendapat Bransden et al. (2007) yang menyatakan penurunan kandungan material energi pada tubuh pada induk ikan Latris lineata mengindikasikan ikan ini tidak mendapatkan asupan energi total yang dibutuhkan dari makanannya. Kandungan lemak menunjukkan peningkatan pada tiap TKG, namun kandungan protein mengalami penurunan dari TKG III. Kenaikan lemak ini erat kaitannya dengan peningkatan ukuran tubuh, sebagaimana yang diungkapkan Silva et al. (1998) dengan meningkatnya ukuran tubuh, proporsi dari beberapa

jaringan tubuh mengalami perubahan, dan pada kebanyakan ikan peningkatan ini erat kaitannya dengan peningkatan kandungan lemak pada otot dan hati. Penurunan kadar protein pada otot dorsal erat kaitannya dengan penggunaan protein sebagai energi yang dibutuhkan untuk proses perkembangan, pematangan dan pemijahan, serta pemeliharaan tubuh. Pada Pectinidae, energi untuk proses pematangan gamet berasal dari glikogen dan protein yang dideposit pada otot dorsal (Mathieu & Lubet 1993). Lebih jauh Ruiz et al. (1992) mengungkapkan protein akan digunakan sebagai energi untuk menyokong proses tahap akhir dari gametogenesis. Untuk kebutuhan lemak sendiri telah tercukupi oleh keberadaan lemak dari IPF di visera dan addephos fin, atau kemungkinan besar ada kaitannya dengan tidak bisa dimanfaatkannya lemak otot dorsal sebagai sumber energi berupa glukosa bagi tubuh, dimana glukosa merupakan bentuk sederhana sumber energi, Koolman & Rohm (2001) mengungkapkan penghancuran asam lemak hanya menghasilkan asetil KoA, karena itu pada hewan pada umumnya tidak dapat mengubah asam lemak menjadi glukosa, hal ini erat kaitannya dengan tidak tercukupinya rangka karbon yang dioksidasi menjadi CO 2. Sebagaimana glikogen, protein juga merupakan sumber energi selama proses pemijahan serta setelah pemijahan pada oyster Pasific (Mao et al. 2006, Li et al. 2009). Visero Somatic Index (VSI) dan Energi Viseral Jika dilihat dari hasil didapat dari penelitian ini, terlihat adanya penurunan kandungan protein pada TKG V, penurunan ini erat kaitanya dengan penggunaan protein dari viseral untuk menyediakan energi untuk proses pematangan serta pemijahan yang mana pada proses ini kebutuhan ikan akan energi sangat besar. Kandungan lemak mengalami penurunan saat mencapai TKG IV dan V, kejadian ini berkaitan dengan proses vitelogenesis dan pematangan tahap akhir, dimana dalam proses vitelogenesis salah satunya terjadi pemindahan material lemak dari tubuh ke sel telur dalam bentuk butir-butir lemak. Butir-butir lemak ini sangat dibutuhkan dalam proses perkembangan sel telur setelah pembuahan serta sebagai sumber endogeneus feeding bagi larva setelah menetas hingga dapat mengambil

makanan dari luar. Litaay & Silva (2003) mengungkapkan adanya perubahan signifikan kandungan lemak visera abalone terkait dengan pematangan gonad. Lefevre et al. (2007), melaporkan pengaruh oksigen terhadap proporsi otot, menunjukkan jika ikan yang mengalami stres karena kekurangan oksigen menyebabkan penurunan nilai HSI, VSI dan otot, di otot terjadi penurunan penyimpanan sumber energi. Hal ini menunjukkan jika saat kebutuhan ikan akan energi cukup besar, maka semua simpanan energi di dalam tubuh akan di kerahkan secara masal. Proses metabolisme termasuk katabolisme dan anabolisme didalam tubuh tergantung akan ketersedian material, enzim yang mesti tersedia di setiap sel (Koolman & Rohm 2001). Selanjutnya Alvarez et al. (1999) menyatakan hal yang mempengaruhi termanfaatkannya lemak dari tubuh dipengaruhi oleh perbedaan kandungan lemak intramuskular, komposisi asam lemak dan aktifitas enzim dalam metabolisme. Hal ini dapat dilihat dengan adanya keterbatasan sel dalam melakukan proses metabolisme material energi, seperti ketersediaan enzim serta kemampuan tiap-tiap sel dalam melakukan proses metabolisme dalam hal ini kemungkinan besar yang terjadi adalah proses katabolisme (penguraian). Jika dilihat dari nilai VSI, terjadi penurunan nilai dari TKG II hingga IV, perubahan nilai VSI ini pernah dinyatakan Lefevre et al. (2007) pada ikan rainbow trout terjadi perubahan pada nilai VSI pada saat terjadi penurunan sedikit dari oksigen, meski tidak terlalu signifikan. Disini tidak disebutkan apa yang mempengaruhi penurunan VSI, apakah karena berkurangnya tingkat konsumsi ikan atau disebabkan karena meningkatnya metabolisme dalam penyediaan energi untuk menyeimbangan tubuh terhadap kondisi lingkungan, namun pada hasil penelitian ikan senggaringan ini diasumsikan penurunan nilai VSI ini erat kaitannya dengan kondisi metabolisme tubuh serta pertambahan berat visera tidak terlalu signifikan terhadap pertambahan berat tubuh. Craig et al. (2000) menyatakan pada ikan red drum (Scianeps ocellatus) betina menunjukkan peningkatan yang signifikan pada intraperitoneal fat (IPF) dari bulan Maret hingga April, dan terus mengalami kenaikan hingga September, lalu mengalami penurunan pada tingkat terendah pada bulan Maret. Sedangkan di Eropa ikan betina yang berada di sungai ditemukan matang ovarinya antara bulan

Mei hingga Agustus (Wootton 1979). Pada penelitian ini kandungan IPF pada TKG III mencapai puncaknya dan terjadi penurunan yang drastis pada TKG IV, hal ini menggambarkan jika ikan menggunakan IPF sebagai salah satu sumber material penyusun gonad. Jika dilihat dari gambaran energi pada visera menunjukkan peningkatan dari TKG I hingga TKG III, diasumsikan tingginya nilai VSI pada TKG I menunjukkan kondisi ikan saat itu tingkat konsumsi pakannya tinggi, hal ini dapat dijelaskan dengan adanya deposit material energi yang meningkat pada beberapa organ di-tkg selanjutnya. Hal ini diperkuat dengan pendapat Lefevre et al. (2007) yang menyatakan tingginya jaringan lemak yang terdapat di visera, besar kemungkinan dipengaruhi dengan keberadaan tingkat konsumsi pakan. Selanjutnya terjadi penurunan nilai VSI pada TKG II dimana gonad mulai tumbuh dan berkembang, penurunan ini terus berlanjut hingga TKG III, sedangkan kandungan energinya pada TKG II meningkat dan mencapai puncaknya pada TKG III, dimana pada TKG II dan III terdapatnya lemak intraperitonial yang didepositkan sebagai sumber material energi. TKG IV mengalami penurunan kandungan energi erat kaitannya dengan terjadinya penurunan kandung lemak pada visera, penurunan ini terjadi karena adanya proses perkembangan gonad sebagaimana yang telah dibahas diatas. Penurunan energi pada TKG V berhubungan dengan adanya penurunan kandungan lemak dan protein pada visera, penurunan lemak berkaitan dengan proses pematangan pada TKG IV, untuk penururan protein berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan sumber energi untuk proses pematangan dan pemijahan. Dalam proses reproduksi biasanya ikan akan membutuhkan lebih banyak energi yang bukan saja diperuntukkan untuk produksi gamet (Miller diacu dalam Wootton 1985). Lebih jauh Wootton (1985) mengungkapkan kebutuhan energi ini kemungkinan juga termasuk untuk perkembangan karakteristik secondary sexual seperti warna saat breeding dan bentuk morfologi, produksi pheromon besar kemungkinan ada kaitannya serta sekresi lainnya yang juga termasuk mucus untuk menempelnya telur pada substrat atau untuk membuat sarang. Semua ini akan membutuhkan energi selain dibutuhkannya energi produksi gamet. Kebiasaaan ini tentu membutuhkan energi. Sehingga dapat disimpulkan ada tiga

bagian kebutuhan energi dalam reproduksi yang pertama adalah untuk produksi seksual primer yang mencakup produksi telur dan sperma, yang kedua untuk perkembangan karakteristik secondary sexual dan ketiga diperuntukkan untuk tingkah laku (kebiasaan) reproduksi. Adephose Fin Index (AFI) dan Energi Adephose Fin Nilai kandungan energi pada AFI per-tkg (kj/g) adalah 2,3262, 17,4866, 29,1056, 18,5200 dan 24,4688 (Lampiran 13). Jika dilihat dari Gambar 14, terlihat peningkatan nilai energi dari TKG I hingga III, sedangkan pada TKG IV pun terlihat penurunan kadar energi dan erat juga dnegan penurunan material energinya, hal ini menunjukkan jika antara nilai AFI dan kadar energi dari TKG I hingga IV memiliki korelasi positif. Namun pada TKG V antara nilai AFI dan kandungan energinya tidak memiliki korelasi positif, ini terlihat dengan terlihatnya penurunan nilai AFI namun pada kadar energinya mengalami kenaikan. Dari data diatas terlihat adanya penggunaan lemak yang berasal dari adephose fin untuk proses perkembangan dan pematangan sel telur, terutama dalam penyediaan lemak untuk proses vitelogenesis di hati yang selanjutnya akan dikerahkan melalui darah ke gonad, yang selanjutnya akan diakumulasi pada telur. Hal serupa pernah diungkapkan Bransden et al. (2007) selama proses gonadogenesis asam lemak akan dimobilisasi dari jaringan adephose secara langsung ke hati untuk memproduksi vitelogenin, selain itu lemak dari jaringan adephose juga akan dipergunakan untuk proses pemijahan. Kenaikan nilai energi pada TKG V, kemungkinan terjadi karena adanya pengurangan jumlah sel lemak, hal ini dapat dikaitkan dengan berkurangnya AFI, sehingga keberadaan lemak menjadi lebih terkonsentrasi dan padat pada sel yang ada. Dalam hal ini belum ditemukan literatur bagaimana komposisi asam lemak serta pola susunan sirip adephose pada ikan. Hanya saja ada sedikit keterangan mengenai lemak yang ada pada adephose, Newsholeme & Start (1980) mengungkapkan berdasarkan tranportasinya asam lemak untuk melewati membran sel adephose tidak terikat dengan energi dalam prosesnya dan tidak kelihatan dipengaruhi oleh metabolisme maupun faktor hormonal. Dalam

transpor pada membran ada dua tipe, yang pertama adalah transpor pasif, dimana molekul-molekul akan dapat masuk ke dalam sel melalui protein kanal yang akan mendorong molekul-molekul tersebut agar dapat melewati membran, dan protein kanal ini terbentang sepanjang membran, tenaga penggerak pada transpor ini adalah gradien elektrokimia, sedangkan yang kedua adalah transpor aktif, dimana dalam transpor ini akan terjadi proses perlawanan gradien sehingga akan membutuhkan energi berupa ATP (Koolman & Rohm 2001). Dapat disimpulkan jika regulasi lemak pada sel adephose relatif mudah terjadi, baik masuk maupun keluar, seperti dibahas diatas ada dua komponen besar sumber lemak pada ikan yaitu sirip lemak dan IPF. Sehingga sangat mudah terjadi perubahan dengan cepat kandungan asam lemak pada sirip adephose maupun pada intraperitoneal. Pada manusia, ketika dalam kondisi stress maupun aktiftas otot yang terus menerus, plasma asam lemak akan meningkat sekitar 5 tingkat dan disediakan sebagai alternatif material untuk glukosa, plasma asam lemak diutamakan penggunaannya dikarenakan peningkatan mobilisasi dari jaringan lemak lebih mencukupi, kemudian diturunkan pemanfaatannya oleh jaringan lainnya (Newsholme & Start 1980) Hepato Somatic Index (HSI) dan Energi Hati Hasil HSI menggambarkan perubahan nilai rataan HSI sendiri, dimana dari TKG I ke TKG II terjadi penurunan, lalu pada TKG III terjadi peningkatan, dan penurunan kembali pada TKG IV setelah itu terjadi kenaikan rataan HSI kembali pada TKG V. Hal ini besar kemungkinan dipengaruhi oleh metabolisme tubuh serta pertumbuhan gonad. Hal lain juga yang mempengaruhi penurunan nilai HSI pada TKG II dipengaruhi pertumbuhan tubuh, dimana sudah mulai terjadi penyimpanan material energi di dalam tubuh baik berupa lemak, protein maupun karbohidrat, sedangkan pertumbuhan hati masih relatif kecil, selain itu proses vitelogenesis di TKG II ini belum terjadi. Bila nilai HSI dihubungkan dengan GSI maka tidak terlihat korelasi yang positif, Litaay & Silva (2003) mengungkapkan tidak adanya korelasi antara GSI dan HSI, hal ini menandakan adanya pemanfaatan sumber energi selama reproduksi dari hati, sedangkan

sumber energi yang lain relatif kurang, sehingga menyebabkan rendahnya nilai HSI. Pada TKG III terjadi peningkatan nilai HSI, dalam hal ini yang menjadi faktor utama yang mempengaruhi kenaikan ini adalah proses vitelogenesis, dimana material yang dibutuhkan untuk pertumbuhan gonad akan disintesis di dalam hati. Penurunan kadar energi pada TKG V diungkapapkan Xie et al. (1998). Kepadatan energi, faktor kondisi, dan persentase lipid pada ikan sesudah pemijahan lebih rendah dibandingkan sebelum pemijahan. Dilihat dari nilai HSI terjadi kenaikan pada TKG V, kenaikan nilai HSI ini erat berkaitannya dengan telah berkurangnya berat tubuh, disebabkan telah dikeluarkannya sebagian sel telur saat pemijahan sehingga menyebabkan HSI menjadi naik. Secara alami ikan vitelogenik mempunyai laju sintetis protein hati yang lebih tinggi dari pada ikan non vitelogenik. Dengan memberikan estrogen secara in vivo dan in vitro maka dapat dilihat beberapa perubahan yang terjadi di hati bersamaan dengan proses vitelogenin. Seperti pada ikan red grouper (Epinephelus akaara), beberapa perubahan yang terjadi di hati berkaitan dengan proses vitelogenin adalah pengembangan nuclear envelope cisternal (kantong air selubung inti), pembengkakan mitokondria dan penampungan bahan-bahan retikulum endoplasma kasat, aparatus golgi serta gelembung sekrese (Mommsen & Walsh diacu dalam Sukendi 2003). Sehingga dapat disimpulkan salah satu hal yang mempengaruhi peningkatan nilai HSI pada TKG III adalah karana adanya peningkatan lemak di dalam sel dan kandungan air. Vitelogenesis merupakan proses kunci dalam pematangan sel telur, dimana induk ikan betina mesti mengerahkan sebagian besar energi untuk perkembangan gamet (Tyler et al. 1990). Proses vitelogenesis ini menjadi kunci dalam proses pematangan sel telur, selain sebagai penyokong perkembangan gonad, juga berfungsi sebagai proses pemasokan material energi bagi perkembangan embrio serta sebagai sumber energi bagi larva setelah menetas. Selanjutnya Ng et al., Petersen & Korsgaard diacu dalam Sukendi (2003) mengungkapkan perlakuan estrogen pada ikan untuk pemacu reproduksi membantu metabolisme untuk menyediakan sejumlah besar energi dan menurunkan tenaga yang diperlukan untuk mensintesis protein dan lemak, selain

itu juga terdapat peningkatan yang nyata dan besar kadar transaminase dan enzim yang diperlukan untuk siklus krebs dan glikolisis dihati. Dengan meningkatnya transminase dan enzim yang diperlukan dalam siklus krebs dan glikolisis menunjukkan metabolisme di dalam hati meningkat juga. Pada hati, dapat dilihat perubahan kandungan energi di dalam hati, untuk kadar energi hati adanya kecendrungan kenaikan dari TKG I hingga TKG III, namun dari TKG IV terus mengalami penurunan hingga TKG V. Nilai energi yang terkandung pada hati (kj/g) secara berturut (TKG I V) adalah 20,1313, 25,1411, 25,4829, 21,4105 dan 19,8709 (Lampiran 11). Pada ikan cod (Gadus morhua) kandungan energi hati meningkat dengan peningkatan nilai HSI, hal ini mempunyai hubungan yang positif yang nyata (Lambert & Dutil 1996). Namun pada penelitian tersebut tidak melihat perbedaan tingkatan kematangan gonad, tetapi masih secara eksplorasi data secara umum tanpa melihat tingkat kematangan gonad. Hasil penelitian ini jika dilihat nilai HSI per TKG tidak mempunyai hubungan positif dengan kandungan energinya. Nilai HSI yang relatif fluktuatif berbeda dengan kandungan energinya yang relatif hingga TKG III kemudian turun kembali pada TKG IV dan TKG V, hal ini menggambarkan adanya proses penumpukan material energi serta pemakaian material energi pada hati dalam proses metabolisme dalam menyokong proses reproduksi. Gonado Somatic Index (GSI) dan Energi Gonad Kandungan material energi pada masing-masing TKG (dari TKG III TKG V), kandungan lemak dan proteinnya (% berat kering) adalah 10,5297% dan 62,5238%, 17,9072% dan 65,7930%, serta 13,4572% dan 52,4184% (Lampiran 10). Pada TKG IV peningkatan kandungan lemaknya cukup besar dan juga dengan kandungan proteinnya, namun pada TKG V penurunan terjadi berhubungan dengan telah dikeluarkannya sebagian telur dalam pemijahan. Pazos et al. (1997) mengungkapkan bervariasinya lemak total dan perbedaan kelas asam lemak pada gonad Pecten maximus erat kaitannya dengan siklus reproduksi dan umumnya keberadaan lemak pada gonad akan tinggi saat gonad mencapai kematangan dan akan turun saat pemijahan. Keberadaan lemak pada gonad ini

pernah diteliti oleh Cejas et al. (2003) yang mengungkapkan bahwa pada gonad dan sel telur persentase lemak yang paling tinggi adalah neutral lipids (NL), hal ini menunjukkan bahwa lemak ini penting bagi gonad dan sel telur. Selanjutnya dikatakan lagi kemungkinan ada dua peranan NL ini, yang pertama adalah penyimpanan sebagian besar asam lemak saturated dan monounsaturated yang digunakan untuk energi dan kedua sebagai cadangan sementara dari asam lemak polysaturated yang berguna untuk proses fisiologi. Dapat dilihat hubungan korelasi kandungan energi gonad dengan nilai GSI, peningkatan kandungan energi erat kaitannya dengan peningkatan gonad, penimbunan material telur akan terus berlangsung hingga ikan siap melakukan pematangan dan pemijahan. Sebagaimana yang diungkapkan Whyte et al. (1990), peningkatan berat gonad disebabkan adanya akumulasi atau pengkayaan lemak dalam jumlah yang banyak pada sel telur, peningkatan ini berhubungan erat dengan proses gametogenesis. Kandungan energi pada masing TKG (TKG III V) (kj/g) sebesar 18,9149, 22,6005 dan 17,6863 (Lampiran 10). Nilai kalori ini berada dibawah kisaran nilai kalori telur yang diungkapkan Kamler (1992) bahwa nilai kalori (berat kering) telur ikan berkisar antara 23,4 29,3 J/mg, maupun yang pernah diungkapakn Hirshfield dalam Wootton (1985) pada ikan medaka (Oryzias latipes) terdapat perbedaan yang signifikan antara energi yang terdapat pada telur sebesar 23,60 kj/g dan pada ovari sebesar 34,27 kj/g. Perbedaan ukuran telur sejajar dengan nilai kalori yang keduanya berperan dalam mempengaruhi perbedaan energi telur (Sukendi 2003). Soudant et al. (1999) mengungkapkan akumulasi lemak pada oosit, yang bersumber dari pakan umumnya digunakan pada gametogenesis bivalva dan ikan, lemak ini berperan sebagai penyusun membran dan sumber energi bagi perkembangan embrio. Keberadaan lemak pada sel telur sangat penting bagi perkembangan sel telur serta bagi larva setelah menetas nantinya. Setelah terjadi pembuahan, sumber energi untuk perkembangan embrio berasal dari butir-butir lemak sel telur, untuk beberapa hari setelah penetasan (tergantung jenis ikan) sumber nutrien untuk pertumbuhan ikan dominan berasal dari kuning telur. Litaay et al. (2001) mengungkapkan selama perkembangan embrionik blacklip abalon, sumber energi

selama awal perkembangan sebagian besar berasal dari cadangan lemak di dalam telur. Peningkatan berat gonad ikan betina sangat berhubungan dengan proses vitelogenesis. Vitelogenesis dalam prosesnya sangat tergantung pada kesediaan pakan dan kandungan penumpukan material energi di dalam tubuh, sebagaimana yang diungkapkan Kamler di acu dalam Sukendi (2001) proses vitelogenesis sangat bergantung pada ketersediaan pakan, karena bahan dasar dalam proses pematangan gonad terdiri atas lemak, protein dan Karbohidrat. Kematangan oosit juga melibatkan mobilisasi atau pengerahan dari lipid dan protein pada bagian lain dari tubuh seperti deposit lemak dan otot tubuh kepada ovarium. (Helfman et al. 2002). Hal ini menunjukkan dalam proses pematangan gonad, kebutuhan energi yang dibutuhkan ikan cukup banyak dan kadang tidak dapat tercukupi dengan ketersediaan pakan saja, karena itu kebanyakan ikan akan melakukan deposit energi untuk proses perkembangan gonadnya demi keberlangsungan proses reproduksi. Fisika Kimia Air Hasil pengukuran fisika kimia air, menunjukkan kondisi bahwa perairan masih berada dalam kondisi yang layak bagi kehidupan ikan. Dalam proses reproduksinya, diduga puncak reproduksi ikan senggaringan pada bulan Juni dan Juli, ikan ini memiliki kecenderungan pada suhu 27 28 oc hal ini masih dalam kondisi yang layak sebagaimana menurut Effendi (2003) suhu suatu perairan yang baik itu berkisar antara 20 30 o C, kisaran nilai ini erat kaitannya dengan pertumbuhan fitoplankton sebagai salah satu indikasi kesuburan perairan. Kecepatan arus berkisar antara 0,075 0,71 m/s. Nilai ph berkisar 7, hal ini masih dalam kisaran toleransi bagi sebuah perairan yang layak sebagai mana pendapat Effendi (2003) Nilai ph perairan yang baik bagi biota akuatik berada pada kisaran 6,5 8,5. Lebih lanjut Effendi (2003) mengungkapkan, nilai kandungan O 2 terlarut untuk suatu perairan yang baik berada pada kisaran 10 mg/l, CO 2 berada dibawah 10 mg/l, namun lebih baik jika berada dibawah 5 mg/l. Sedangkan untuk nilai alkalinitas yang baik bagi perairan berkisar antara 30 500 mg/l CaCO 3. Nilai O 2, CO 2 dan alkalinitas (Lampiran 28) yang didapat masih

berada dalam kondisi yang layak bagi sebuah perairan jika diacu dengan pendapat diatas. Untuk kondisi perarian sendiri, diduga ikan senggaringan menjadikan vegetasi air sebagai daerah pemijahannya, dalam pengamatan yang dilakukan kepadatan vegetasi ini pada bulan juni hingga september sangat tinggi dan anakan ikan senggaringan banyak ditemukan didaerah bervegetasi air, sehingga diduga vegetasi ini selain sebagai spawning ground juga sebagai tempat pemeliharaan serta perlindungan larva dari predator. Belum diketahui jenis dari sifat telur ikan senggaringan ini, apakah menempelkan pada substrat, tumbuhan atau lainnya. Mackie & Ansell (1993) mengungkapkan jika faktor lingkungan mempunyai peranan yang besar terhadap siklus penyimpanan material energi. Ada hal yang menarik pada kondisi suhu perairan, rataan suhu mengalami kenaikan rataan dari bulan April hingga Agustus, kenaikan ini besar kemungkianan mempengaruhi proses gametogenesis ikan senggaringan, hal ini pernah diungkapan Laruelle et al. (1994) suhu mempunyai korelasi positif terhadap gametogenesis R. Decussatus, suhu berpengaruh langsung terhadap tingkat metabolisme hewan serta kemampuan dalam mengkonsumsi makanan, peningkatan berat tubuh mencapai maksimum pada saat temperatur air dan klorophil meningkat drastis.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Terdapat hubungan yang erat antara komposisi jenis makanan dan tingkat kematangan gonad. Kandungan protein makanan meningkat dengan meningkatnya kematangan gonad. Deposit energi pada organ tertentu seperti otot dorsal, visera, adephose fin dan hati diperuntukkan sebagai sumber material energi untuk menyokong proses pematangan gonad.. Saran Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran kondisi ikan senggaringan dalam proses reproduksinya, penelitian ini merupakan salah satu langkah awal dalam proses domestifikasi ikan senggaringan untuk budidaya. Dalam pemeliharaan induk ikan senggaringan, pakan yang diberikan mesti memiliki kandungan protein yang tinggi seperti halnya ikan karnivora. Diharapkan adanya penelitian lanjutan untuk menyokong proses domistifikasi ikan ini.

Daftar Pustaka Affandi R. 1993. Studi kebiasaan makanan ikan gurame Osphronemus gurame. J Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia I (2) : 56-67. Affandi R, Sjafei DS, Rahardjo MF, Sulistiono. 2009. Fisiologi ikan : Pencernaan dan penyerapan makanan. Bogor. IPB Press. Al-Husaini, A.H. 1947. The feeding habits and the morphology of the alimentary tract of some teleost living in the neighbourhood of The Marine biological station. Ghardaga, Red Sea. Publications of Thr Marine Biological Station. Ghardaga (Red Sea) 5 : 1-61. Almansa E, Perez MJ, Cejas JR, Badia P, Villamandos JE, Lorenzo A. 1999. Influence of broodstock gilthead seabream (Sparus aurata L) dietary fatty acid on egg quality and egg fatty acid composition troughout the spawning season. J Aquaculture. 170 : 323-336. Alvarez MJ, Bote CJL, Diez A, Corraze G, Arzels J, Dias J, Kaushik SJ, Bautista JM. 1999. The partial substitution of digestible protein with gelatinized starch as an energy source reduces susceptibility to lipid oxidation in rainbow trout (Oncorhynchus myskiss) and sea bass (Dicentrarchus labrax) muscel. J Anim. Sci. 77 : 3322-3329. Anjarningsih TW. 2007. Ekologi tropik ikan senggaringan (mystus nigriceps) di sungai Klawing Kabupaten Purbalingga. [skripsi]. Purwokerto. Program Sarjana Perikanan dan Kelautan. Universitas Jenderal Soedirman.. Anras MLB, Lagardere JP. 2004. Measuring cultures fish swimming behaviour : first result on rainbow trout using acoustic telemetry in tanks. J Aquaculture. 240 : 175-186. Awaludin H. 2003. Laju tumbuh harian dan indeks viscerosomatik pada ikan patin (pangasius spp.) yang diberi pakan buatan dengan kadar protein berbeda. [skripsi]. Purwokerto. Fakultas Biologi. Universitas Jenderal Soedirman. Bal DV, Rao KV. 1994. Marine fisheries. New Delhi. Tata McGraw Publishing Company Limited,. Bardach JE, Rischter JH, Larney WO Mc. 1972. Aquaculture, the farming and husbandary of freshwater and marine organisms, Science Edition. John Willey and son, Inc. Berthelin C, Kellner K, Mathieu M. 2000. Storage metaboliem in the Pasific oyster (Crassostrea gigas) in relation to summer mortalities and reproductive cycle (West Coast of France). Comp. Biochem. Physiol. B 125 : 359-369

Boyd CA. 1988. Water quality in warm water fish pond. usa. Fourd Printing Aburn University Agricultural Experiment station alabama. Bransden MP, Battaglene SC, Goldsmid RM, Dunstan GA, Nichols PD. 2007. Broodstck condition, egg morphology and lipid content and composition during the spawning season of captive striped trumpeter, Latris lineata. J. Aquaculture. 268 : 2-12. Buwono IB. 2000. Kebutuhan asam amino esensial dalam ransum ikan. Yogyakarta. Kanisius. Cahu C, Ronnestad I, Grangier V, Infante JLZ. 2004. Expression and activities of pancreatic enzymes in developing sea bass larvae (Dicentrarchus labrax) in realtion to intact and hydrolyzed dietry protein ; involvement of cholecystokinin. J Aquaculture. 238 : 295-308. Cejas JR, Almansa E, Villamandos JE, Badia P, Bolanos A, Lorenzo A. 2003. Lipid and fatty acid composition of ovaries from wild fish and ovaries and eggs from captive fish of white sea bream (Diplodus sargus). J Aquaculture. 216 : 299-313.. Craig SR, MacKenzie DS, Jones G, Gatlin DM. 2000. Seasonal changes in the reproduktive condition and body composition of free-ranging red drum, Sciaenops ocellatus. J Aquaculture. 90 : 89-102. Cren ED. 1951. The length-weight relationship and seasonal cycle in gonad weight and condition in the perch (Perca fluviatilis). J Anim. Ecol. 20 : 201-219 Czesny S, Dabrowski K, Christensen JE, Eenennaam JV, Doroshov S. 2000. Discrimination of wild and domestic origin of sturgeon ova based on lipids and fatty acid analysis. J Aquaculture. 189 : 145-153. Damsgard B, Arnesen AM, Jobling M. 1999. Seasonal patterns of feed intake and growth of hammerfest and svalbard artic charr maturing at different ages. J Aquaculture. 171 : 149-160. Dridi S, Romdhane MS, Elcafsi M. 2007. Seasonal variation in weight and biochemical composition of the Pasific oyster (Crassostrea gigas) in relation to the gametogenic cycle and environment condition of the Bizert lagoon, Tunisia. J Aquaculture 263 : 238-248. Duchemin MB, Foyrnier M, Auffret M. 2007. Seasonal variation of immune parameters in diploid and triploid pasific oyster (Crassostrea gigas). J Aquaculture 177 : 73-81. Effendie MI. 2002. Biologi perikanan. Yogyakarta. Yayasan Pustaka Nusatama.

Effendi H. 2000. Telaah kualitas air : bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Yogyakarta. Kanasius. Fujaya Y. 2002. Fisiologi ikan : dasar pengembangan teknologi perikanan.[proyek peningkatan penelitian pendididkan tinggi]. Jakarta. Dirjendikti. Gelineau A, Corraze G, Boujard T, Larroquet L, Kaushik S. 2001. Relation between dietary lipid level and voluntary feed intake, growth, nutrien gain, lipid deposition and hepatic lipogenesis in rainbow trout. J Reprod. Nutr. Dev. 41 : 487-503. Helfman GS, Collette BB, Facey DE. 2002. The diversity of fishes. A Blackwell Publishing Company. Blackwell Science Inc. Huet M. 1971. Text Book of Fish Culture. Breeding and cultivation of fish. Fishing News (Books) Ltd.. Jangkaru Z. 1974. Sifat-sifat air pada umumnya dan untuk Budidaya Ikan. Latihan intensifikasi budidaya ikan air tawar. Sukabumi. BBAT Sukabumi. Kaitala A. 1991. Phenotipic plasticity in reproductive behaviour of waterstriders : trade-offs between reprdoction and longevity during food stress. Funct Ecol. 5 : 2-18. Kamler E. 1992. Early life history of fish and energetic approach. Chapman and Hall (Fish and Fisheries Series 4). London. Kapoor BG, Smit H, Verighina AL. 1975. The alimentary canal and digestion in teleost. Adv, Mar. Biol. 13 : 109-239. Koolman J, Rohm KH. 2001. Atlas biokimia. Jakarta. Hipokrates. Kottelat, Whetten MAJ, Nuraini SK, Sutikna W. 1993. Freshwater fishes of western indonesia and sulawesi. Jakarta. CV. Java Books. Krebs CJ. 1985. Ecology. The experimental analysis of distribution and abundace. Third Edition. New York. Harper Collin Publisher. Krebs CJ. 1989. Ecological methodology. New York. Harper and Row Pulisher. Lagler KF. 1956. Freshwater fisheries biology. Dubuque. London. W. M. C. Bown Company. Lam TJ. 1983. Application of endocrinology to fish culture. Can. Fish. Aquact. Sci. 39 : 11-37.

Lambert Y, Dutil JD. 1996. Variations in the energetic condition of cod (gadus morhua) during the collapse of the northern gulf of st. lawrence stock. Can. J Fish Aquact. Sci. 53 : 207-213 Lefevre F, Aubin J, Louis W, Labbe L, Bugeon J. 2007. Moderate hypoxia or hyperoxia affect fillet yield and tha proportion of red muscel in rainbow trout. Cybium. 31(2) : 247-253. Li Y, Qin JG, Abbot CA, Li X, Benkendorff K. 2007. Synergistic impacts of heat shock and spawning on the physiology and immune health of Crassostrea gigas : an explanation for summer mortality in pasific oyster. Am. J. Physiol. 293 : 2353-2362. Li Y, Qin JG, Li X, Benkendorff K. 2009. Monthly variation of condition index, energy reserve and antibacterial activity in pasific oyster (Crassostrea gigas) in Stansbury South Australia. J Aquaculture. 286 : 64-71. Litaay M, Silva SS, Gunasekera RM. 2001. Changes in the amino acid profiles during embryonic development of the blacklip abalone (Haliotis rubra). Aquat. Living Resour. 14 : 335-342. Litaay M, Silva SS. 2003. Spawning season, fecundity and proximate composition of the gonads of wild-caught blacklip abalone (Haliotis rubra) from Port Fairy waters, South Eastern Australia. J Aquaculture 16 : 353-361. Lucifora LO, Menni RC, Escalante AH. 2002. Reproductive ecology and abundance of the sand tiger shark (Carcharias taurus) from the Southhwestern Atlantic. ICES J of Mar. Sci. 59 : 553-561. Mackie LA, Ansell AD. 1993. Differences in reproductive ecology in natural and transplanted populations of Pecten maximus : Evidence for the existence of separate stocks. J Exp. Mar. Biol. Ecol. 169 : 57-75. Mao Y, Zhou Y, Yang H, Wang R. 2006. Seasonal variation in metabolism of cultured pasific oyster (Crasostrea gigas) in Sanggou Bay China. J Aquaculture 253 : 322-333. Massou AM, Panfili J, Lae R, Baroiler JF, Mikolasek O, Fontanelle G, Bail PY le. 2002. Effect of different food restrictions on somatic and otolith growth in nile tipalia reared under controlled conditions. Aquat. Living Resourc 60 : 1093-1104. Mathieu D, Lubert P. 1993. Storage tissue metabolism and reproduction in marine bivalves (review). Invertebr. Reprod. Dev. 23 : 123-129.

Mendoza PB, Marquez G, Ugarte S, Noguera R. 2005. Reproductive biology of Oreochromis niloticus (Perciformes: Cichilidae) at Emiliano Zapata dam. Morelos. Mexico. Rev. Biol. Trop. 53 (3-4): 515-522 Moreau Y, Medale F, Boujaard T, Luquet P. 1992. Postpranandial utilazation of energy substartes by a tropical catfish, Hoplosternum littorale : Indirect calorimetry analysis. J Aqua. Trop. 7 : 249-256. Musbir, Mallawa A, Sudirman, Najamudin. 2006. Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad ikan kembung (Rastreliger kanagurta) di Perairan Laut Flores Sulawesi Selatan. J. Sains & Teknologi. 6 (1) : 19-26. Newsholme EA, Start C. 1980. Regulation in metabolism. John Wiley and Sons. Nikolsky GV. 1963. The Ecology of fishes. London and New York. Academic Press. Nomura T, Davis ND. 2005. Lipid and moisture content of salmon prey organisms and stomach contents of chum, pink and sockeye salmon in the Bering Sea. NPAFC Technical Report. 6 : 59-61 Odum EP. 1971. Fundamental of ecology 3 th edition. London. W.B. Sounders Campion. Pazos AJ, Roman G, Acosta CP, Sanchez JL, Abad M. 1997. Lipid classes and fatty acid composition in the female gonad of Pecten maximus in relation to reproductive cycle and environment variables. Comp. Biochem. Physiol. B 117 : 393-402. Pazos AJ, Sanches JL, Roman G, Paralle MLP, Abad M. 2003. Seasonal change in lipid classes and fatty acid composition in the digestve gland of Pecten maxima. Comp. Biochem Physiol part B 134 : 367-380. Pescod MB. 1973. Investigation of rational effluent and stream standards for Bangkok. Countries ATT. Pratiwi NTM. 1991. Studi kebiasaan makanan dan preserensi makanan ikan betutu (Oxyleotris marmota, Bleeker) di daerah aliran sungai Cisadane, Kab Tangerang dan Waduk Saguling, Kab Bandung. Karya Ilmiah. Bogor. Fakultas Perikanan. IPB. Putro SS. 2003. Ekologi ikan baceman (Mystus nemurus) di sungai Klawing Kabupaten Perbalingga dan beberapa faktor yang berkaitan dengan domestikasinya. [tesis]. Purwokerto. Magister Sains Ilmu Lingkungan. Program Pasca Sarjana. Unsoed.

Rachmawati FN, Hariyadi B, Winarni ET. 2003. Effek perbedaan kadar protein dan energi dalam pakan terhadap pertumbuhan dan komposisi tubuh ikan patin Pangasius spp. J Sains Akuatik 6 (1) : 19-26. Rideout RM, Litvak MK, Trippel EA. 2003. The development of a sperm cryopreservation protocol for winter flounder Pseudopleuronectes americanus (Walbaum) : evalution of cryopreservation and diluents. Aquact. Res. 34 : 653-659. Rifai SA. 1983. Biologi perikanan 2. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Proyek Pengadaan Buku Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta. Dekdikbud. Ruiz C, Abad M, Senado F, Garcia MLO, Lopez JLS. 1992. Influence of seasonal environmental changes on the gamete production and biochemical composition of Crassostrea gigas in suspended culture in El Grove, Galicia, Spain. J. Exp. Mar. Biol. Ecol. 155-249-262. Rukayah S, Setijanto, Sulistyo I. 2005. Kajian strategis reproduksi ikan senggaringan (Mystus nigriceps) di Sungan upaya menuju diversifikasi budidaya perairan. J Saintek Perikanan 1 (1) : 25-35. Saanin H. 1982. Taksonomi dan kunci identifikasi ikan. Bogor. Bina Cipta. Sachwan MF. 2001. Pakan ikan dan udang. Jakarta. Penebar Swadaya. Sanchez WMC, Schreck CB, Fitzpatrick MS, Pereira CB. 1998. Effect of stress on the reproductive performance of rainbow trout (Oncorhynchus myskiss). Biol. Reprod. 58 : 439-447. Schmittou HR. 1991. Cage Culture : A method of fish production in indonesia. Fisheries Research and Development Project. Jakarta. Central Research Institute for Fisheries. Silva SS, Gunasekera RM, Austin CM, Allinson G. 1998. Habit related variation in fatty acid of catadromous (Galaxias maculatus). Aquat. Living Resour. 11 (6) : 379-385. Silverstein JT, Shearer KD, Dickoff WW, Plisetskaya EM. 1999. Regulation of nutrient intake and energy balance in salmon. J Aquaculture. 177 : 161-169. Soeseno. 1977. Dasar-dasar perikanan umum. Jakarta. Yasaguna. Soudant P, Ryckeghem KV, Marty Y, Moal J, Samain JF, Sorgeloos P. 1999. Comparison of the lipid class and fatty acid composition between a reproductive cycle in nature and a standard hatchery conditioning of the Pasific oyster (Crassostrea gigas). Comp. Biochem. Physiol. B 123 : 209-222

Soumakil A. 1996. Telaah beberapa parameter populasi ikan momar putih (Decapterus russelli) di Perairan Kecamatan Amahai. Maluku Tengah dan alternative penelolaannya. [tesis]. Bogor. Program Pascasarjana. IPB. Subagyo. 2004. Investasi reproduktif ikan senggaringan (Mystus nigriceps) betina yang tertangkap di sungai Klawing Purbalingga. [skripsi]. Purwokerto. Fakultas Biologi. Universitas Jenderal Soedirman. Sukendi. 2001. Biologi reproduksi dan pengendaliannya dalam upaya pembenihan ikan baung (Mystus nemurus) dari perairan sungai Kampar, Riau. [Disertasi]. Bogor. Program Pascasarjana IPB. Sukendi. 2003. Vitelogenesis dan manipulasi fertilisasi pada ikan. Bahan Kuliah Biologi Reporduksi. Pekanbaru. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNRI. Sulistiono. 1998. Fishery biology of the whitings, Sillago japonica and Sillago sihama. [thesis]. Japan. Thesis submitted to Tokyo University of Fisheries. Sulistyo I. 1998. Contribution a l atude la maitrise du cycle de reproduction de la perche eurasienne perca fliviatilis L. [thesis]. France. These du Docteur de I Universite Henri Poincare. Sulistyo I, Fontaine P, Rincarh J, Gardeur JN, Migaud H, Capdeville B, Kestemont P. 2000. Reproductive cycle and plasma level of steroid in male eurasian perch (Perca fluviatilis). Aqua. Liv. Res. 13 (2). 99-106. Sulistyo I dan Setijanto, 2002. Aspek ekologi dan reproduksi ikan senggaringan (Mystus nigriceps): acuan dasar domestikasi dan budidaya. [laporan hasil penelitian]. Purwokerto. Fakultas Biologi. Universitas Jendral Soedirman. Suprayudi MA, Setiawati M, Mokoginta I. 1994. Pengaruh rasio protein energi yang berbeda terhadap pertumbuhan ikan gurame (Osphronemus gouramy). [laporan hasil penelitian]. Bogor. Fakultas Perikanan. Institut Pertania Bogor. Suryanti A. 2007. Komposisi protein dan lemak pada gonad dan visceral dalam kaitannya dengan reproduksi ikan baceman (Mystus nemurus) yang ditangkap di sungai Klawing Purbalingga. [skripsi]. Purwokerto. Program Sarjana Perikanan dan Kelautan. Universitas Jenderal Soedirman. Turkmen M, Erdogan O, Yildirim A, Akyurt I. 2002. Reproductive tactics, age and growth of Capoeta capoeta umbla Heckel 1834 from the Askale Region of the Karsu rivers. Turkey. Fish. Res. 54 : 317-328.

Tyler CR, Sumpter JP, Witthames PR. 1990. The Dynamics of oocyte growth during vitellogenesis in the rainbow trout (Oncorhynchus myskiss). Biol. Reprod. 43 : 202-209. Vlaming V de, Growwman G, Chapman F. 1982. On the use of gonosomatic index. Comp. Biochem Physiol 73A : 31-39. Walks DJ, Li HW and Reeves GH. 2000. Trout summer flows and irrigation canals : a study of habitat condition and trout population within a complex system management and ecology of River Fisheries. United Kingdom. Universitas of Hull. Wardoyo STH. 1981. Kriteria kualitas air untuk keperluan pertanian dan perikanan. Bogor. IPB. Whyte JNC, Bourne N, Hodgson CA. 1990. Nutritional condisition of rock scallop, Crassadoma gigantean (Gray), larvae fed mixed algal diets. J Aquaculture 86 : 25-40. Wibisana I. 2000. Kebiasaan makanan ikan Sillago japonica Temminck and Schlegel di Teluk Omura Ariake dan Tatyama Jepang dan S. buruus Richarson di Perairan Banda, Indonesia. [skripsi]. Bogor. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Wootton RJ. 1979. Fish phenology : anabolic adaptiveness in teleosts. Di Dalam P. J. Miller, editor. London. Academic Press. Wootton RJ. 1985. Fish energetics : new perspectives. Di Dalam Tytler P, Valow P. editor. London. Croom Helm. Xie XZ, Long TC, Zhang YG, Cho Z. 1998. Reproductive investment in The Silurus meridionalis. J of Fish Biology. 53 : 259-271. Yustina. 2001. Keanekaragaman jenis ikan di sepanjang perairan sungai Rangau Riau. J Natur Indonesia 4 (1) : 1-14. Zairin M. 2003. Endokrinologi dan perannya bagi masa depan perikanan Indonesia. [Orasi Ilmiah Guru Besar]. Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Zonneveld N, Huisman EA, Boon JH. 1991. Jakarta. Pt. Gramedia Pustaka Utama. Prinsip-prinsip budidaya ikan.

Lampiran

Lampiran 1 Peta Sungai Klawing Purbalingga

Lampiran 2 Analisis Protein Analisis kadar protein dilakukan dengan menimbang 0,5 g bahan organ dengan menggunakan aluminium foil, lalu masukkan kedalam labu kjeldahl. Setelah itu tambahkan 3 g katalis dan 10 ml H 2 SO 4 pekat untuk mempercepat penguraian, dilanjutkan dengan pemanasan dalam rak oksidasi selama 3 4 jam sampai terjadi perubahan warna menjadi hijau bening. Selanjutnya dinginkan, setelah dingin encerkan dengan aquades hingga volume 100 ml, lalu masukkan kedalam erlenmeyer. Selanjutnya dilanjutkan dengan destilasi, pertama tambahkan beberapa tetes H 2 SO 4 kedalam labu yang sebelumnya telah diisi setengahnya dengan aquades untuk menghindari kontaminasi amonia lingkungan, lalu dididihkan selama 10 menit. Erlenmeyer yang berisi 10 ml H 2 SO 4 0,05 N dan 2 tetes larutan indikator disimpan dibawah pipa pembuangan kondensor dengan cara dimiringkan sehingga ujung pipa tenggelam dalam cairan. Masukkan 5 ml larutan sampel ke dalam tabung destilasi melalui corong yang dibilas dengan aquades. Lalu tambahkan 10 ml NaOH 30% dan tutup corongnya. Setelah itu tambahkan alkaline dalam labu destilasi, lalu suling menjadi uap air selama 10 menit setelah terjadi pengembunan pada kondensor. Labu elyenmeyer diturunkan sehingga ujung pipa kondensor berada dileher labu, diatas permukaan larutan. Bilas kondensor dengan aquades selama 1-2 menit. Hasil destilasi dititrasi dengan larutan NaOH 0,05 N hingga berubah warna, catat volume titran. Lakukan prosedur yang sama terhadap blanko. 0,00071 x (Vs - Vb) x 6,252 x 20 % Protein = S Keterangan : Vs Vb S jumlah titrasi sample jumlah titrasi blangko berat sample Setelah jumlah persen (%) protein didapat lalu dicari nilai kalorinya dengan rumus : % protein x 23,6 kj/g

Lampiran 3 Analisis kadar lemak Metode yang digunakan adalah metode Folch, dengan prinsip lemak total diekstrak melalui prosedur pencampuran dengan kloroform dan metanol dengan rasio 2 : 1. Prosedurnya adalah, labu silinder dioven terlebih dahulu pada suhu 110 o C selama 1 jam, dinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang (X1). Timbang 2 3 g bahan/sampel (A) kedalam gelas homogenize, lalu tambahkan larutan kloroform/metanol C(20xA), sisakan sebagian untuk membilas pada saat penyaringan. Sampel yang telah diberi larutan tadi kemudian dihomogenkan selama 5 menit, setelah itu saring dengan vacuum pump. Selanjutnya masukkan sampel yang telah disaring tersebut ke dalam labu pemisah yang telah di beri larutan MgCl 2 0,03 M sebanyak (0,2xC), kemudian kocok dengan kuat minimal 1 menit. Tutup dengan alumunium foil dan diamkan semalam. Lapisan bawah yang terdapat pada labu pemisah disaring kedalam labu selinder, kemudian dievapoator sampai kering. Tiup sisa kloroform/metanol yang terdapat pada labu menggunakan vacuum, lalu timbang (X2) % lemak kasar = (X2 X1) X 100% A Keterangan : X2 : Berat wadah beserta lemak X1 : Berat wadah awal (kosong) A : Berat sampel Setelah jumlah persen (%) lemak didapat lalu dicari nilai kalorinya dengan rumus : % lemak x 39,5 kj/g.

Lampiran 4 Pembuatan preparat histologis (metode mikroteknik) Pembuatan preparat histologis gonad dilakukan berpedoman kepada metode mikroteknik dengan tahapan sebagai berikut. 1. Fiksasi Gonad diambil dari ikan, lalu difiksasi dengan larutan Bouin (15 cc asam pikrat jenuh + 5 cc formalin pekat + 1 cc asam cuka pekat) selama 24 jam, setelah itu pindahkan ke dalam larutan alkohol 70% beberapa kali sampai warna kuning kehijauan hilang. 2. Dehidrasi Organ direndam dalam larutan alkohol bertingkat ( 80%, 90%, dan 95%) masing-masing selama 24 jam selanjutnya pindahkan kedalam alkohol absolut dengan tiga kali tingkatan dengan waktu masing-masing 60 menit. 3. Clearing I Selanjutnya organ direndam kedalam Xylol dengan tiga kali tingkatan dengan waktu masing-masing 60 menit. 4. Infiltring Organ direndam dalam parafin murni pada suhu 80 o C dengan tiga kali tingkatan, dengan waktu masing-masing 60 menit. 5. Embeding Organ ditanam dalam balok parafin cair, saat menanam organ usahakan tidak ada gelembung udara didalam balok tersebur untuk menjaga kekuatan balok. Biarkan parafin mengeras selama 24 jam. 6. Pemotongan Spesimen dipotong denan mikrotom, untuk organ betina setebal 6 mikron, kemudian ditempelkan pada gelas objek yang telah ditetesi ewid, renggangkan di atas alat pemanas keringkan 24 jam pada suhu 45 o C. 7. Deparafinasi Preparat direndam berturut-turut (Xylol I, II, alkohol absolut I, II, 95%, 90%, 85%, 80%, 70%, dan 50%) masing-masing 2 menit dan cuci sampai warna putih.

8. Pewarnaan Preparat direndam dalam larutan hematoksilin selama dua menit, dicuci dengan air keran mengalir, rendam dalam larutan eosin selama dua menit, cuci dengan air keran mengalir. 9. Dehidrasi Preparat direndam berturut-turut di dalam alkohol 70%, 80%, 85%, 90%, 95% I, 95% II, absolut I, II masing-masing 1 menit. 10. Clearing II Preparat direndam dalam Xylol I dan II masing-masing selama satu menit. 11. Penutupan cover glass Preparat diberi zat perekat, ditutup dengan cover glass, keringkan selama 10 menit. Preparat diberi label sesuai dengan perlakuan sehingga didapatkan preparat permanen histologis gonad yang dapat diamati dibawah mikroskop. Lampiran 5 Indek isi lambung (ISC) TKG N Kisaran (%) Rataan (%) SD Ket I 33 0,2686 2,7714 1,1879 0,6666 II 45 0,1476 2,6433 0,8510 0,6202 III 40 0,0783 3,5544 1,1163 0,6774 IV 47 0,0689 3,5681 1,1268 0,8878 V 26 0,3269 3,2269 1,2894 0,8432

Lampiran 6 Analisis Lambung TKG I Genera TKG I F Tetes Kelimpahan KR (%) Vi (%) Oi (%) Vi X Oi IP (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 Serpihan Tumbuhan Srphn Tumb 44 50 31 58 61 49 41 38 372 194,1067 6 12035 35,80 2,28E+20 100 2,285E+22 77,875 Serpihan Hewan Srphn Hwn 10 2 10 12 15 15 2 66 194,1067 6 2135 6,35 5,92E+19 87,5 5,183E+21 17,666 Plankton Gloeotrichia 19 6 15 40 194,1067 6 1294 3,85 9,16E+17 37,5 3,434E+19 0,117 Navicula 10 5 1 1 22 2 41 194,1067 6 1326 3,95 6,88E+18 75 5,157E+20 1,758 Nitzschia 1 1 1 2 9 13 1 28 194,1067 6 906 2,69 1,16E+18 87,5 1,015E+20 0,346 Synedra 3 3 194,1067 6 97 0,29 2,33E+16 12,5 2,912E+17 0,001 Paramaecium 7 34 11 52 194,1067 6 1682 5,00 6,81E+18 37,5 2,555E+20 0,871 Spirulina 3 1 14 2 20 194,1067 6 647 1,92 1,51E+17 50 7,57E+18 0,026 Gyrosygma 1 1 194,1067 6 32 0,10 2,65E+16 12,5 3,316E+17 0,001 Diatoma 1 26 9 10 46 194,1067 6 1488 4,43 9,52E+17 50 4,762E+19 0,162 Cyclotella 1 1 194,1067 6 32 0,10 1,01E+15 12,5 1,262E+16 0,000 Fragillaria 11 13 4 28 194,1067 6 906 2,69 6,34E+17 25 1,585E+19 0,054 Microcystis 60 149 209 194,1067 6 6761 20,12 8,71E+17 25 2,177E+19 0,074 Anabaena 5 5 194,1067 6 162 0,48 1,05E+17 12,5 1,314E+18 0,004 Spyrogyra 2 1 6 4 4 17 194,1067 6 550 1,64 1,99E+18 62,5 1,243E+20 0,424 Coelosphaerium 9 9 194,1067 6 291 0,87 4,39E+16 12,5 5,488E+17 0,002 Cymbella 1 1 194,1067 6 32 0,10 2,62E+17 12,5 3,276E+18 0,011 Closterium 1 12 13 194,1067 6 421 1,25 1,19E+17 25 2,973E+18 0,010 Lyngbia 1 7 8 194,1067 6 259 0,77 1,99E+18 25 4,969E+19 0,169 Hydrodiction 1 1 2 194,1067 6 65 0,19 8,54E+15 25 2,135E+17 0,001 Cyclops 1 3 4 194,1067 6 129 0,38 3,73E+17 25 9,317E+18 0,032 Tabellaria 40 23 6 1 70 194,1067 6 2265 6,74 1,28E+18 50 6,386E+19 0,218 Pedicia 1 1 1 3 194,1067 6 97 0,29 1,4E+18 37,5 5,241E+19 0,179 Jumlah 13 8 6 29 149 173 198 25 601 19443 Total 33613 100.00 2,934E+22 100.00

Lampiran 7 Analisis lambung TKG II Genera TKG II 1 2 3 4 5 6 7 8 F Tetes Kelimpahan KR (%) Vi (%) Oi (%) Vi X Oi IP (%) Serpihan Tumbuhan Srphn Tumb 22 43 29 26 46 37 20 30 253 194,1067 6 8185 30,15 1,55E+20 100 1,55E+22 58,325 Serpihan Hewan Srphn Hwn 7 16 6 18 13 21 9 17 107 194,1067 6 3462 12,75 9,6E+19 100 9,6E+21 36,045 Plankton Gloeotrichia 1 6 44 33 29 113 194,1067 6 3656 13,47 2,59E+18 62.5 1,62E+20 0,607 Navicula 4 6 1 1 3 14 29 194,1067 6 938 3,46 4,86E+18 75 3,65E+20 1,369 Nitzschia 1 2 17 1 4 25 194,1067 6 809 2,98 1,04E+18 62.5 6,47E+19 0,243 Melosira 1 1 194,1067 6 32 0,12 2,16E+16 12.5 2,7E+17 0,001 Synedra 2 2 194,1067 6 65 0,24 1,55E+16 12.5 1,94E+17 0,001 Paramaecium 1 6 8 19 1 35 194,1067 6 1132 4,17 4,59E+18 62.5 2,87E+20 1,076 Spirulina 1 1 194,1067 6 32 0,12 7,57E+15 12.5 9,46E+16 0,000 Diatoma 1 17 2 16 36 194,1067 6 1165 4,29 7,45E+17 50 3,73E+19 0,140 Cyclotella 10 48 7 65 194,1067 6 2103 7,75 6,56E+16 37.5 2,46E+18 0,009 Fragillaria 17 17 194,1067 6 550 2,03 3,85E+17 12.5 4,81E+18 0,018 Microcystis 1 26 4 32 6 1 70 194,1067 6 2265 8,34 2,92E+17 75 2,19E+19 0,082 Spyrogyra 7 21 13 4 6 4 55 194,1067 6 1779 6,56 6,44E+18 75 4,83E+20 1,812 Cymbella 2 3 5 194,1067 6 162 0,60 1,31E+18 25 3,28E+19 0,123 Closterium 3 1 2 6 194,1067 6 194 0,72 5,49E+16 37.5 2,06E+18 0,008 Lyngbia 1 1 194,1067 6 32 0,12 2,48E+17 12.5 3,11E+18 0,012 Cyclops 1 1 194,1067 6 32 0,12 9,32E+13 12.5 1,16E+15 0,000 Tabellaria 1 1 4 2 3 11 194,1067 6 356 1,31 2,01E+17 62.5 1,25E+19 0,047 Jumlah 7 19 78 102 47 77 86 57 473 15302 5,547 Makrobenthos Insecta 2 3 5 194,1067 6 162 0,60 8,19E+17 25 2,05E+19 0,077 Epicordulia 1 1 194,1067 6 32 0,12 1,27E+17 12.5 1,59E+18 0,006 Total 27143 100.00 2,66E+22 100.00

Lampiran 8 Analisis lambung TKG III TKG III Genera 1 2 3 4 5 6 7 8 F Tetes Kelimpahan KR (%) Vi (%) Oi (%) Vi X Oi IP (%) Serpihan Tumbuhan Srphn Tumb 72 76 74 69 27 40 26 26 410 194,1067 6 13264 30,78 2,52E+20 100 2,52E+22 36,994 Serpihan Hewan Srphn Hwn 11 26 8 87 39 76 70 147 464 194,1067 6 15011 34,83 4,16E+20 100 4,16E+22 61,177 Plankton Gloeotrichia 5 7 1 6 16 3 38 194,1067 6 1229 2,85 8,7E+17 75 6,52E+19 0,096 Navicula 4 10 4 1 4 23 194,1067 6 744 1,73 3,86E+18 62,5 2,41E+20 0,354 Nitzschia 1 4 5 8 2 5 1 26 194,1067 6 841 1,95 1,08E+18 87,5 9,42E+19 0,138 Melosira 2 2 194,1067 6 65 0,15 4,31E+16 12,5 5,39E+17 0,001 Synedra 1 4 5 194,1067 6 162 0,38 3,88E+16 25 9,71E+17 0,001 Paramaecium 3 2 5 194,1067 6 162 0,38 6,55E+17 25 1,64E+19 0,024 Spirulina 73 73 194,1067 6 2362 5,48 5,53E+17 12,5 6,91E+18 0,010 Gyrosygma 3 1 4 194,1067 6 129 0,30 1,06E+17 25 2,65E+18 0,004 Diatoma 11 1 5 8 25 194,1067 6 809 1,88 5,18E+17 50 2,59E+19 0,038 Cyclotella 6 3 8 26 43 194,1067 6 1391 3,23 4,34E+16 50 2,17E+18 0,003 Fragillaria 47 47 194,1067 6 1521 3,53 1,06E+18 12,5 1,33E+19 0,020 Microcystis 2 2 18 22 194,1067 6 712 1,65 9,17E+16 37,5 3,44E+18 0,005 Oscillatoria 1 1 194,1067 6 32 0,08 1,34E+16 12,5 1,68E+17 0,000 Spyrogyra 5 16 1 20 42 194,1067 6 1359 3,15 4,91E+18 50 2,46E+20 0,361 Coelosphaerium 1 1 2 194,1067 6 65 0,15 9,76E+15 25 2,44E+17 0,000 Cymbella 1 6 1 8 194,1067 6 259 0,60 2,1E+18 37,5 7,86E+19 0,115 Closterium 1 1 1 3 194,1067 6 97 0,23 2,74E+16 37,5 1,03E+18 0,002 Lyngbia 25 1 1 2 29 194,1067 6 938 2,18 7,21E+18 50 3,6E+20 0,529 Tabellaria 44 1 1 46 194,1067 6 1488 3,45 8,39E+17 37,5 3,15E+19 0,046 Jumlah 12 26 5 175 31 10 120 65 444 14364 1,748 Makrobenthos Cacing 1 1 2 4 194,1067 6 129 0,30 1,1E+18 37,5 4,11E+19 0,060 Potongan udang 1 1 194,1067 6 32 0,08 1,87E+17 12,5 2,34E+18 0,003 Gastropoda 2 6 8 194,1067 6 259 0,60 3,81E+17 25 9,52E+18 0,014 Epicordulia 1 1 194,1067 6 32 0,08 1,27E+17 12,5 1,59E+18 0,002 Total 43092 100.00 6,81E+22 100.00

Lampiran 9 Analisis lambung TKG IV TKG IV Genera 1 2 3 4 5 6 7 8 F Tetes Kelimpahan KR (%) Vi (%) Oi (%) Vi X Oi IP (%) Serpihan Tumbuhan Srphn Tumb 64 82 83 21 55 28 81 62 476 194,1067 6 15399 23,87 2,9238E+20 100 2,92E+22 23,511 Serpihan Hewan Srphn Hwn 3 68 24 95 71 229 459 92 1041 194,1067 6 33678 52,21 9,34362E+20 100 9,34E+22 75,133 Plankton Gloeotrichia 11 2 6 19 194,1067 6 615 0,95 4,34941E+17 37,5 1,63E+19 0,013 Navicula 9 18 5 2 20 1 55 194,1067 6 1779 2,76 9,22395E+18 75 6,92E+20 0,556 Nitzschia 6 12 2 6 2 1 1 30 194,1067 6 971 1,50 1,24228E+18 87,5 1,09E+20 0,087 Synedra 21 21 194,1067 6 679 1,05 1,6305E+17 12,5 2,04E+18 0,002 Paramaecium 3 3 194,1067 6 97 0,15 3,93066E+17 12,5 4,91E+18 0,004 Spirulina 6 6 194,1067 6 194 0,30 4,5421E+16 12,5 5,68E+17 0,000 Diatoma 47 47 194,1067 6 1521 2,36 9,73122E+17 12,5 1,22E+19 0,010 Cyclotella 3 1 6 10 194,1067 6 324 0,50 1,00935E+16 37,5 3,79E+17 0,000 Fragillaria 3 3 194,1067 6 97 0,15 6,79373E+16 12,5 8,49E+17 0,001 Microcystis 1 10 6 17 194,1067 6 550 0,85 7,0836E+16 37,5 2,66E+18 0,002 Anabaena 1 1 194,1067 6 32 0,05 2,10282E+16 0 0 0,000 Oedogonium 29 29 194,1067 6 938 1,45 4,42822E+16 12,5 5,54E+17 0,000 Spyrogyra 17 6 1 2 26 194,1067 6 841 1,30 3,04253E+18 50 1,52E+20 0,122 Coelosphaerium 1 1 2 194,1067 6 65 0,10 9,7571E+15 25 2,44E+17 0,000 Cymbella 11 4 2 17 194,1067 6 550 0,85 4,45475E+18 37,5 1,67E+20 0,134 Closterium 9 11 1 21 194,1067 6 679 1,05 1,92127E+17 37,5 7,2E+18 0,006 Lyngbia 3 3 6 194,1067 6 194 0,30 1,49074E+18 25 3,73E+19 0,030 Hydrodiction 6 6 194,1067 6 194 0,30 2,56221E+16 12,5 3,2E+17 0,000 Tabellaria 3 1 2 6 194,1067 6 194 0,30 1,09476E+17 37,5 4,11E+18 0,003 Jumlah 29 65 17 55 90 26 35 8 325 10514 0,972 Makrobenthos Cacing 1 2 1 4 194,1067 6 129 0,20 1,09512E+18 37,5 4,11E+19 0,033 Potongan udang 1 1 194,1067 6 32 0,05 1,87041E+17 12,5 2,34E+18 0,002 Gastropoda 7 11 19 54 53 144 194,1067 6 4659 7,22 6,8574E+18 62,5 4,29E+20 0,345 Insecta 2 2 194,1067 6 65 0,10 3,27652E+17 12,5 4,1E+18 0,003 Epicordulia 1 1 194,1067 6 32 0,05 1,27463E+17 12,5 1,59E+18 0,001 Total 64508 100.00 1,24E+23 100.00

Lampiran 10 Analisis lambung TKG V TKG V Oi Genera 1 2 3 4 5 6 7 8 F Tetes Kelimpahan KR (%) Vi (%) (%) Vi X Oi IP (%) Serpihan Tumbuhan Srphn Tumb 75 82 79 67 32 27 24 75 461 194,1067 6 14914 26,25 2,83167E+20 100 2,83E+22 37,098 Serpihan Hewan Srphn Hwn 13 54 75 171 4 29 35 136 517 194,1067 6 16726 29,44 4,6404E+20 100 4,64E+22 60,795 Plankton Gloeotrichia 4 12 9 7 9 6 62 109 194,1067 6 3526 6,21 2,49519E+18 87,5 2,18E+20 0,286 Navicula 6 13 8 1 28 194,1067 6 906 1,59 4,69583E+18 50 2,35E+20 0,308 Nitzschia 4 6 10 1 21 194,1067 6 679 1,20 8,69598E+17 50 4,35E+19 0,057 Melosira 1 1 194,1067 6 32 0,06 2,15717E+16 12,5 2,7E+17 0,000 Synedra 1 1 2 194,1067 6 65 0,11 1,55285E+16 25 3,88E+17 0,001 Astramoeba 1 1 194,1067 6 32 0,06 1,03524E+17 12,5 1,29E+18 0,002 Paramaecium 2 13 57 72 194,1067 6 2329 4,10 9,43359E+18 37,5 3,54E+20 0,463 Spirulina 3 1 44 39 87 194,1067 6 2815 4,95 6,58604E+17 50 3,29E+19 0,043 Gyrosygma 1 1 2 194,1067 6 65 0,11 5,30558E+16 25 1,33E+18 0,002 Diatoma 24 1 2 1 16 16 60 194,1067 6 1941 3,42 1,24228E+18 75 9,32E+19 0,122 Cyclotella 1 1 4 6 194,1067 6 194 0,34 6,05613E+15 37,5 2,27E+17 0,000 Fragillaria 2 1 3 194,1067 6 97 0,17 6,79373E+16 25 1,7E+18 0,002 Sphaerocystis 2 2 194,1067 6 65 0,11 8,33365E+15 12,5 1,04E+17 0,000 Microcystis 1 1 1 3 194,1067 6 97 0,17 1,25005E+16 37,5 4,69E+17 0,001 Anabaena 1 1 194,1067 6 32 0,06 2,10282E+16 12,5 2,63E+17 0,000 Oscillatoria 2 2 4 194,1067 6 129 0,23 5,36252E+16 25 1,34E+18 0,002 Oedogonium 261 261 194,1067 6 8444 14,86 3,9854E+17 12,5 4,98E+18 0,007 Spyrogyra 5 4 9 3 11 32 194,1067 6 1035 1,82 3,74465E+18 62,5 2,34E+20 0,307 Closterium 2 2 194,1067 6 65 0,11 1,82978E+16 12,5 2,29E+17 0,000 Lyngbia 1 1 16 7 25 194,1067 6 809 1,42 6,21141E+18 50 3,11E+20 0,407 Rhizoclonium 4 4 194,1067 6 129 0,23 1,59271E+17 12,5 1,99E+18 0,003 Hydrodiction 5 5 194,1067 6 162 0,28 2,13517E+16 12,5 2,67E+17 0,000 Cyclops 2 2 194,1067 6 65 0,11 1,86342E+14 12,5 2,33E+15 0,000 Tabellaria 29 4 33 194,1067 6 1068 1,88 6,02119E+17 25 1,51E+19 0,020 Jumlah 47 34 23 281 15 127 40 199 766 24781 100.00

Makrobenthos Cacing 3 1 4 194,1067 6 129 0,23 1,09512E+18 25 2,74E+19 0,036 Potongan udang 1 1 1 3 194,1067 6 97 0,17 5,61124E+17 37,5 2,1E+19 0,028 Gastropoda 1 2 2 5 194,1067 6 162 0,28 2,38104E+17 37,5 8,93E+18 0,012 Total 56809 100.00 7,63E+22 100.00 Lampiran 11 Analisis lambung per ukuran SerpihanTumbuhan (%) Serpihan hewan (%) Plankton (%) Makrobenthos (%) 61-90 74,1980 20,3800 5,4220 91-120 69.3480 26,0260 4,6260 121-150 70.5530 25.0000 3,8650 0,2450 151-180 39.8870 57,9780 2,0150 0,1200 181-210 27.0250 71,3540 1,4720 0,1490 211-240 27.4270 70,8580 1,4170 0,2990

Lampiran 12 Grafik analisis lambung per TKG

Lampiran 13 Ukuran pertama kali matang gonad kelas nilai tengah log N tengah Jumlah ikan Mtg gnad Pi (%) X qi pi*qi/ni-1 61-70 65,5 1,8162413 2 0 0 1 0 71-80 75,5 1,877947 15 0 0 0,061706 1 0 81-90 85,5 1,9319661 16 0 0 0,054019 1 0 91-100 95,5 1,9800034 8 0 0 0,048037 1 0 101-110 105,5 2,0232525 5 0 0 0,043249 1 0 111-120 115,5 2,062582 4 0 0 0,03933 1 0 121-130 125,5 2,0986437 2 0 0 0,036062 1 0 131-140 135,5 2,1319393 4 1 0,25 0,033296 0,75 0,0625 141-150 145,5 2,162863 5 1 0,2 0,030924 0,8 0,04 151-160 155,5 2,1917304 5 3 0,6 0,028867 0,4 0,06 161-170 165,5 2,218798 17 11 0,647059 0,027068 0,352941 0,0142734 171-180 175,5 2,2442771 23 20 0,869565 0,025479 0,130435 0,0051555 181-190 185,5 2,2683439 28 24 0,857143 0,024067 0,142857 0,0045351 191-200 195,5 2,2911468 18 17 0,944444 0,022803 0,055556 0,0030864 201-210 205,5 2,3128118 21 20 0,952381 0,021665 0,047619 0,0022676 211-220 215,5 2,3334473 8 7 0,875 0,020635 0,125 0,015625 221-230 225,5 2,3531465 7 7 1 0,019699 0 0 231-240 235,5 2,3719909 1 0 0 0,018844 1 241-250 245,5 2,3900515 2 2 1 0,018061 0 0 Total 41,061182 191 113 8,195592 0,57381 10,80441 0,207443 Rata-rata 0,031878 M 2,172898 148,901

Lampiran 14 Energi otot dorsal (kj/g) Protein (%) Lemak (%) E Lemak E Protein E total TKG 1 32,5696 2,2590 0,8923 7,6864 8,5787 TKG 2 63,9640 4,3722 1,7271 15,0955 16,8225 TKG 3 71,7557 5,3351 2,1073 16,9343 19,0417 TKG 4 53,3172 28,2754 11,1688 12,5828 23,7516 TKG 5 46,6041 30,2799 11,9606 10,9986 22,9591 Lampiran 15 Energi visera (kj/g) Protein (%) Lemak (%) E Lemak E Protein E total TKG 1 27,9204 21,5064 8,4950 6,5892 15,0842 TKG 2 23,5615 58,3951 23,0661 5,5605 28,6266 TKG 3 29,9455 64,0346 25,2937 7,0671 32,3608 TKG 4 32,8158 52,0731 20,5689 7,7445 28,3134 TKG 5 21,5361 45,5419 17,9890 5,0825 23,0716 Lampiran 16 Energi adephose fin (kj/g) Lemak (%) E lemak TKG 1 5,8892 2,3262 TKG 2 44,2699 17,4866 TKG 3 73,6852 29,1056 TKG 4 46,8861 18,5200 TKG 5 61,9462 24,4687 Lampiran 17 Energi hati (kj/g) Lemak (%) Protein (%)Glikogen E Lemak E Protein E glikogen E total TKG 1 31,2602 32,5696 0,0568 12,3478 7,6864 0,0970 20,1312 TKG 2 25,1843 63,9640 0,0573 9,9478 15,0955 0,0979 25,1411 TKG 3 21,3740 71,7557 0,0619 8,4428 16,9343 0,1058 25,4829 TKG 4 22,0874 53,3172 0,0603 8,7245 12,5828 0,1031 21,4105 TKG 5 22,2139 46,6041 0,0572 8,7745 10,9986 0,0979 19,8709 Lampiran 18 Energi gonad (kj/g) Protein (%) Lemak (%) E Lemak E Protein E total TKG 3 62,5238 10,5297 4,1592 14,7556 18,9149 TKG 4 65,7930 17,9072 7,0733 15,5271 22,6005 TKG 5 52,4184 13,4572 5,3156 12,3707 17,6863

Lampiran 19 Intraperitoneal fat (IPF) pada ikan senggaringan Lampiran 20 Hubungan panjang berat ikan senggaringan (Mystus nigriceps) per TKG (grafik)