PENGGUNAAN PENDEKATAN PENDlDlKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) DALAM PEMBELAJARAN PERKALIAN BAG1 SISWA SD DENGAN LATAR BELAKANC BUDAYA YANG BERBEDA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

Pemecahan. Masalah Kontekstual. Gambar 1. Pemecahan Masalah Realistik (Gravemeijer, 1994)

BAB II KAJIAN TEORITIS

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR

KAJIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PADA TEORI BELAJAR DARI BRUNER, APOS, TERAPI GESTALT, DAN RME

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

bagi Siswa Sekolah Dasar Oleh: Desniati Universitas Negeri Padang

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

BAB II KAJIAN TEORI. membilang, menjumlahkan, mengurangi, menambah, memperbanyak,

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

P 9 Pembelajaran Matematika Realistik Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Di SMP Kelas Vii

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013

Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah

Matematika Jurusan PMIPA FKIP UHO.

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol. 3, No. 1, Mei 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam menghadapi era globalisasi itu diperlukan sumber daya manusia

Edisi Khusus No. 2, Agustus 2011

Menjebatani Keabstrakan Matematika melalui Pembelajaran Matematika Realistik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika di jenjang Pendidikan Dasar dan

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

(PTK Di SD N 1 Boyolali Tahun Ajaran 2008/2009) Skripsi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1. Pendidikan Matematika

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang

Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan Pembelajarannya Oktober 2016, Vol. 1, No.1. ISSN:

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Vol. XI Jilid 1 No.74 Januari 2017

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan secara formal, tepat dan akurat sehingga tidak memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. matematika diantaranya: (1) Siswa dapat memahami konsep matematika,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

PEMBELAJARAN MATEMATIKA HUMANISTIK DAN KAITANNYA DENGAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) * Rahmah Johar

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini akan diuraikan pada

BAB I PENDAHULUAN. berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global.

Pembelajaran Fungsi Komposisi dan Fungsi Invers Melalui Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MELALUI PENDEKATAN PMR DALAM POKOK BAHASAN PRISMA DAN LIMAS. FMIPA UNP,

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. zaman inilah yang mendorong para pendidik untuk lebih kreatif dalam. nasional (Marsigit dalam Renni Indrasari,2005:1).

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN RELASIONAL SISWA MENGENAI LUAS BANGUN DATAR SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

Memfasilitasi Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa dengan Pendekatan Matematika Realistik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi. Menurut

Pembelajaran Matematika Melalui Pemecahan Masalah Realistik

BAB I PENDAHULUAN. wicara. anak tuna grahita anak tuna daksa, anak tuna laras. Anak autis dan anak

Penguasaan dan pengembangan Ilmu

PENERAPAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VI SDN 2 PATEGALAN JATIBANTENG

INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN PMRI. Makalah dipresentasikan pada. Pelatihan PMRI untuk Guru-Guru SD di Kecamatan Depok dalam rangka

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memformulasikan dan merealisasikan ide- ide mereka.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN KEMAMPUAN MATEMATIS SISWA MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PMRI: Pembelajaran Matematika yang Mengembangkan Penalaran, Kreativitas dan Kepribadian Siswa 1 oleh Tatag Yuli Eko Siswono FMIPA UNESA Surabaya

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hakikat Matematika Matematika merupakan suatu objek yang memilki tujuan abstrak, bertumpu pada

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif dalam pencapaian prestasi belajar yang optimal. Hasil

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DAN STRATEGI IMPLEMENTASINYA DI KELAS. Abstrak

Implementasi Pembelajaran Realistic Mathematic Education di Kelas III SDN Wonomlati Krembung

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIK REALISTIK TERHADAP SEMANGAT BELAJAR DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VI PADA SDLB.B.N.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya para siswa di tingkat pendidikan Sekolah Dasar hingga

Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa pada Materi Desimal melalui Penerapan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) di MIN Tungkop Aceh Besar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratna Purwati, 2013

Ai Nani Nurhayati 2 Maulana 3. Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang

PENGEMBANGAN PERANGKAT PENGAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMR BERBANTUAN CD INTERAKTIF PADA MATERI PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN. adanya jembatan yang dapat menetralisir perbedaan atau pertentangan tersebut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 3, Nomor 2, Juli 2013 ISSN

Transkripsi:

PENGGUNAAN PENDEKATAN PENDlDlKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) DALAM PEMBELAJARAN PERKALIAN BAG1 SISWA SD DENGAN LATAR BELAKANC BUDAYA YANG BERBEDA Makalah Disajikan Pada Seminar Internasional Pendidikan dalam Pendekatan Budaya Indonesia - Malaysia Oleh, Dra. Desniati Dosen FIP Universitas Negeri Padang Kerjasama, FAKULTAS ILMU PENDlDlKAN UNlVERSlTAS NEGERI PADANG DENGAN FAKULTI PENGAJIAN PENDlDlKAN UNlVERSlTl PUTRA MALAYSIA di UNP Padang Sumatera Barat, 12 sld 13 Februari 2009

PENGGUNAAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) DALAM PEMBELAJARAN PERKALIAN BAG1 SISWA SD DENGAN LATARBELAKANGBUDAYAYANGBERBEDA oleh Desniati Abstrak Pembelajaran perkalian pada saat ini lebih cendrung berorientasi pada guru dan bersifat hafalan, akibatnya siswa mengalami kesulitan dalam mempelajarinya. Pembelajaran seperti ini juga kurang dapat menumbuhkembangkan kemampuan berpikir siswa dalam matematika. Dilain pihak pembelajaran perkalian yang diawali dengan dunia nyata siswa atau yang debt dengan kehidupan siswa sehari-hari dan berorientasi pada siswa, akan dapat menumbuhkembangkan kreativitas siswa, kemampuan berpikir siswa serta penalaran siswa. Hal ini berarti pembelajaran matematika hendaklah disesuaikan dengan lingkungan serta budaya siswa. Salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang berorientasi pada pematematisasian pengalaman sehari-hari (mathematics everyday experience) dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari (everydaying mathenzuzia) adalah Pendekatan Matematika Realistik (PMR). Pembelajaran perkalian dalam PMR akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan mengkonstruksi kembali konsepkonsep matematika, sehingga dapat mengembangkan penalaran siswa serta memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan dalam pembelajaran matematika sering kita dengar mulai dari tingkat pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Khususnya di Sekolah Dasar (SD), siswa kurang menyenangi matematika karena matematika sulit dan kurang menarik bagi siswa. Pembelajaran matematika umumnya didominasi pengenalan rumus-rumus serta konsep-konsep secara verbal, tanpa ada perhatian yang cukup terhadap pemahaman siswa. Disamping itu guru menjadi pusat dari seluruh kegiatan di kelas. Dengan demikian pembelajaran matematika di SD belum menekankan pada pengembangan daya nalar (reasoning), logika dan proses berpikir siswa. Hal ini terlihat pada pembelajaran topik perkalian. Sebagian besar siswa tidak mengetahui mengapa dan untuk apa mereka belajar konsep perkalian, karena semua yang dipelajari terasa jauh dari kehidupan mereka sehari-hari. Akibatnya banyak siswa yang berpendapat bahwa matematika itu memang sulit untuk dipelajari. Apabila siswa dihadapkan dengan suatu permasalahan sehari-hari yang penyelesaiannya menggunakan konsep perkalian, mereka bingung, tidak terbayang di dalam pemikiran mereka bahwa permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan menggunakan konsep perkalian.

Pembelajaran matematika yang berlangsung seperti di atas akan membuat siswa belajar secara pasif, sehingga belum dapat mengembangkan kemampuan bernalar, memecahkan masalah, dan berkomunikasi seperti yang diharapkan pada tujuan pembelajaran matematika. Sikap ingin tahu, ulet, dan percaya diri yang diharapkan juga belum terlihat (Fitriza,2007; Handayani, 2006; Jamaan dkk, 2007: dalam Fauzan 2008: 6). Sehubungan dengan ha1 di atas Sembiring juga mengatakan: Hampir di seluruh dunia, orang tua mengeluhkan pendidikan matematika yang di ajarkan di sekolah, karena matematika dianggap sulit, clan tidak ada cara mudah mengajarkannya Matematika dipelajari karena berguna, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun sebagai bahasa dan alat dalam mengembangkan sains dan teknologi; dan bagi matematikawan merupakan bidang yang amat menarik dan penuh tantangan (Kompas: Senin 16 September 2002). Khususnya pada pembelajaran perkalian di SD, guru cenderung menekankan siswa untuk menghafal perkalian, cam menghitung perkalian bilangan lebih dari satu angka yang satu-satunya dijelaskan oleh guru adalah dengan bersusun ke bawah, tidak pernah memberi peluang kepada siswa untuk melihat kemungkinankemungkinan lain untuk penyelesaiaanya. Sehingga topik perkalian ini pada umumnya menjadi momok bagi siswa, karena sulit untuk memahami perkalian, proses menghitung perkalian bilangan dua angka terkesan terlalu panjang dan terasa sulit bagi siswa.guru dalam pembelajaran dikelas tidak mengaitkannya dengan pengalarnan anak sehari-hari. Siswa tidak diberikan kesempatan untuk memikir, menemukan atau menghubungkannya dengan konsep lain di dalarn matematika itu sendiri. Menurut Freudenthal, bila anak belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari maka anak cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika ( Van de Henvel-Panhuizen: dalam Putu Suharta: 2001). Berdasarkan pendapat di atas, dalam pembelajaran matematika di kelas penekanannya pada keterkaitan antara konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari dan menerapkan kembali konsep yang telah dimilki pada kehidupan sehari-hari atau pada bidang lain, sangat penting dilakukan. Salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang berorientasi pada pematematisasian pengalarnan sehari-hari (evelydaying mathematics) adalah Realistics Mathematics Education (RME) atau PMR.. Jadi pembelajaran matematika dengan PMR adalah disesuaikan dengan lingkungan dan budaya siswa. RME pertama kali dikembangkan di Belanda dan dipandang sangat berhasil untuk mengembangkan pengertian siswa. Jadi yang menjadi permasalahan adalah : Bagaimana pembelajaran perkalian dengan pendekatan RME atau Pendekatan Matematika Realistik (PMR)? PEMBAHASAN I. Pendekatan Matematika Realistik (PMR) Pendekatan Matematika Realistik (PMR) diadopsi dari Realistic Mathematics Education (RME), yang merupakan teori pembelajaran dalam pendidikan matematika. RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda sejak tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Teori ini mengacu pada asumsi

bahwa, matematika hams dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. hi berarti, matematika harus debt dengan anak, relevan dengan situasi hidup sehari-hari. Selain itu, manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (reinvention) dan mengkonstruksi konsep matematika dengan birnbingan guru (Gravenmeijer dalam Putu Suharta: 2001:2). Prinsip penemuan kembali dapat diinspirasi oleh prosedur-prosedur pemecahan informal, dan prosesnya menggunakan konsep matematisasi. Dua jenis matematisasi diformulasikan oleh Treffers( dalam Putu Suharta: 2001 :3) yaitu matematisasi horisontal clan vertikal. Dalam matematisasi horisontal membantu siswa mengorganisasikan dan menyelesaikan masalah dalam situasi nyata. Contoh matematisasi horisontal adalah pengidentifikasian, perumusan dan penvisualisasikan masalah dalam camcam yang berbeda, pada matematisasi vertikal adalah proses pengorganisasian kembali menggunakan matematika itu sendiri. Contoh matematisasi vertikal adalah perepresentasian hubungan-hubungan dalam rumus, penyesuaian model matematik, penggunaan model-model yang berbeda, perumusan model dan pengeneralisasian. Dalam proses belajar di mulai dari masalah kontektual. Dengan menggunakan aktivitas matematisasi horisontal siswa mencapai model matematika informal atau formal. Dengan implementasi matematisasi vertikal seperti pemecahan baik secara individu atau berkelompok, mernbandingkan pemecahan, diskusi maka diperoleh pemecahan masalah. Selanjutnya siswa menginterpretasi pemecahan dan strategi yang digunakan ke masalah kontektual yang lain. Akhimya siswa menggunakan pengetahuan matematik untuk sarnpai pada pengetahuan matematik formal. / Dunianyata 1 Matematisasi dalam aplikasi Matematisasi dan refleksi Abstraksi dan forrnalisasi Gambar 1. Matematisasi Konseptual (de Lange, 1987) Pembelajaran di awali dengan masalah kontektual (dunia nyata), sehingga memungkinkan siswa menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Penomena konsep tejadi dalam dunia nyata siswa. Proses pencarian konsep yang sesuai dari situasi nyata dinyatakan oleh De Lange :I987 dalam Putu Suharta) sebagai matematisasi konseptual. Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa dapat mengaplikasikannya ke bidang baru atau ke masalah sehari-hari atau dunia nyata (applied mathematizatiaon) sehingga memperkuat konsep. Sehubungan dengan ha1 di atas Ahmad (2001 : 2) menyatakan bahwa pengajaran yang menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dicirikan oleh beberapa hal, antara lain adalah:

a. Matematika dipanclang sebagai kegiatan manusia sehari-hari, sehingga memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari (contextual problems) merupakan bagian yang esensial. b. Belajar matematika berarti bekerja dengan matematika (doing mathematics). c. Siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematika dibawah birnbingan dewasa (guru). d. Proses belajar mengajar berlangsung secara interaktif, dan siswa menjadi fokus dari semua aktifitas di kelas. Kondisi ini merubah otoritas guru yang semula sebagai validator menjadi seorang pembiibing. Guru harus dapat memilih kegiatan-kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan, membimbing pelaksanaan diskusi, menyeleksi kontribusi-kontribusi yang diberikan siswa ( untuk dibahas secara Masikal). e. Aktivitas yang dilakukan meliputi: menemukan masalah-masalah kontektual (looking for problems), memecahkan masalah (solving problems), dan mengorganisir bahan ajar gorganizing a subject matter). Bahan ajar yang diorganisir adalah realitas-realitas yang diorganisir secara matematis, konsep-konsep matematika yang hams diorganisir menurut ide-ide baru, untuk dimengerti lebih baik, dalam konteks yang lebih luas, melalui pendekatan aksiomatik. Proses ini disebut mathematizing. Menurut Gravemeijer ( dalam Fauzan: 2001) menyatakan tiga prinsip kunci RME, yaitu: a. Guided Reinvention/Progressive Mathematizing, melalui topik-topik yang disajikan, siswa hams diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama sebagaimana konsep-konsep matematika ditemuka. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan "contektual problems" yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi, dilanjutkan dengan "mathematizing" prosedur solusi yang sama, sehingga siswa menemukan konsep atau hasil. b. Didactical Phenomenology: topik-topik matematika disajikan atas dua pertimbangan yaitu aplikasinya serta kontribusinya untuk perkembangan matematika selanjutnya. c. Self-developed Models : sewaktu mengerjakan "contektual problems" siswa mengembangkan model mereka sendiri. Peran self- akveloped models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi kongrit ke abstrak atau kontek informal ke formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama adalah model suatu situasi yang dekat dunia nyata siswa. Kemudian dengan proses generalisasi dan formalisasi, model digunakan untuk penalaran matematis Gravemeijer (dalam Sunardi: 5). Jadi jelas bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR prinsipnya berorientasi dengan lingkungan dan budaya siswa, sehingga konsep matematika yang abstrak menjadi dekat dengan siswa, dan mudah dipahami serta diaplikasikan kedalam permasalahan sehari-hari. 2. Pembelajaran Perkalian dengan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) yang Berorientasi pada Lingkungan dan Budaya Siswa. a. Pembelajaran Konsep Perkalian

Pembelajaran konsep perkalian dengan menggunakan PMR adalah diawali dengan masalah kontekstual yang berorientasi pada lingkungan dan budaya siswa yang berbeda antara lain: Ligkungan dan budaya daerah berternak ayam. Maka kepada siswa diberikan suatu cerita yang dekat dengan kehidupan sertsa kebiasaan siswa sehari-hari. Misalnya: Ayam si Badu setiap hari bertelur sebanyak 2 butir. Jika ayam Badu bertelur mulai hari Senin sampai dengan hari Kamis, berapa banyaknya telur ayam Badu sekarang? Untuk menjawab permasalahan di atas siswa diminta untuk membuat model sendiri dari situasi permasalahan di atas, misalnya: cf3 rn m m Senin Selasa Rabu Kamis Untuk menghitung berapa telur ayam dari Senin sarnpai dengan hari Kamis, siswa akan menghubungkan kepada konsep penjumlahan yang telah dipelajari sebelumnya, seperti: m rn co co8888 Senin + Selasa + Rabu + Kamis = telur semua Selanjutnya siswa akan merubah model kongrit menjadi model matematika yaitu : Kemudian guru memberikan informasi mengenai pekerjaan siswa di atas : jika menambah secara berulang (bilangan yang sama) dinamakan perkalian. 2+ 2+2+2 dibacawempat kali duavdan ditulis lambangnya: 2+2+2+2= 4x2 Jadi:2~2~2x2=4~2=8. Untuk memantapkan konsep perkalian ini dapat dilanjutakan dengan latihan yang berbeda situasi permasalahan, namun menggunakan konsep perkalian, sehingga secara formal siswa dapat menentukan jawaban secara benar. b. Pembelajaran perkalian bilangan lebih dari satu angka yang berorientasi lingkungan dan budaya siswa. Guru memulai dengan permasalahan sehari-hari misalnya: Setiap hari Tuti menabung Rp 25,- Jika pada Iiburan selama 12 hari Tuti tidak pernah membelanjakan uang tabungannya. Berapa uangtuti yang tertabung selama liburan?

Karena materi perkalian seperti di atas dipelajari, setelah siswa memiliki konsep perkalian di harapkan siswa akan menjawab berdasarkan pengetahuan konsep perkalian yang telah mereka miliki. Setiap siswa diberikan kesempatan bagaimana mereka metransfer masalah kedalam pengetahuan mereka. Alternatif jawaban siswa: 1) Model matematika dari soal di atas antara lain: 25 x 12 =... 25 x (10 +2) -... (25 x 10) + (25 x2) =... dengan mudah siswa menemukan: 250 + 50 = 300 2) Model bersusun ke bawah ( inilah yang sering diberikan oleh guru). 25 12 X 50 ----2 x 25 25 0-----I 0 x 25 3) Ada juga siswa memikirkan modelnya seperti berikut: 25+25+25+25+25+25+25+25+25+25+25+25=... 100 + 100 + 100 = 300 Sekarang siswa melihat bahwa 25 + 25 + 25 + 25 = 100 Atau 4 x 25 = 100 4 x 25 = 100 4 x 25 = 100 -------------------------------+ 12 x 25 = 300 Dibawah bimbiigan guru siswa akan menemukan bahwa: 12 x 25 - (12 : 4)xlOO = 3 x100=300 Sekarang siswa sudah sampai pada tahap formalisasi, (artinya siswa dengan mudah dapat menghitung 12 x 25) kemudian akan diaplikasikan kedalam permasalahan sehari-hari. Siswa yang mempunyai latar belakang lingkungan dan budaya daerah pertanian. Maka permasalahan yang disajikan adalah yang terkait dengan pertanian. Misalnya. Hasil panen jeruk pak Somad ada 64 keranjang, setiap keranjang herisi 25 buah jeruk. Jika sebuah jeruk dijual dengan harga Rp 300,. Berapa rupiah pak Somad mendapat uang hasil panen tersehut?

Bagi siswa permasalahan seperti d atas tidak rurnit untuk di pahami, karena mereka sudah terbiasa dengan permasalahan sehari-hari. Dimana setiap memulai pembelajaran suatu konsep selalu diawali dengan permasalahan sehari-hari atau permasalahan yang dekat dengan kehidupan siswa (permasalahan kontektual). Sehingga permasalahan di atas akan dijawab oleh siswa seperti berikut: Model matematikanya adalah: 64 x 25 x 300 =... Untuk menghitung hasil perkalian di atas, karena siswa sudah sampai pada tahap pembelajaran formal, yang akan terpikir oleh siswa adalah: (64 : 4) xl00 x(3 xl00) =... (16x100) x(3 x100) = 4800 x 100 = 480000 Jadi hasil panen pak Somad adalah Rp 480.000,- Setelah siswa mengubah permasalahan kedalam model matematika, yang sering bermasalah bagi siswa adalah bagaimana menemukan bentuk formalisasi yang dapat diselesaikan dengan mudah. Agar siswa dapat dengan mudah menyelesaikan berbagai jenis perkalian, maka di tuntut kreatifitas guru untuk membimbing, mengembangkan penalaran dengan berpikir logis sehingga siswa menemukan dan memilki penyelesaian yang akurat dan dapat diaplikasikan kedalam permasalahan sehari-hari. c. Pembelajaran konstrutivisme pada perkalian bilangan dua angka atau lebih Agar siswa dapat membentuk pengetahuan sendiri, dituntut kreatif guru untuk memberikan pertanyaan yang menantang, memancing, rasa ingin tahu dari siswa, sehingga siswa merasa termotivasi untuk menemukan. Sehingga matematika itu tidak terkesan sulit untuk dipelajari dan marnpu mengaplikasikan kedalam permasalahan yang terdapat dilingkungan siswa, memang menarik dan setiap siswa akan tertantang untuk menggalinya. Misalnya: a. Menemukan pola perkalian bilangan yang sama (kuadrat). Siswa akan menyelesaikan dengan cara yang sesuai dengan mereka masingmasing, antara lain: 15 x (10+5) = (15xl0)+(15x5) = 150 + 75 = 225 2) 25 X 25 =... dengan cara yang lain akan didapat : 25 x 25 = 625

8352 (b) Siswa mencoba dengan pendekatan kepada bilangan 100. 96 berarti -4 dari 100 87 berarti - 13 dari 100 sehingga: 96-- 100-96 = -4 87 ------- 100-87=- 13 Terlihat dari beberapa pembahasan di atas bahwa perkalian dengan cam bersusun kebawah sangat bersifat mekanistik dan kurang bermakna, sedangkan cam yang lain sarat dengan ide-ide matematis, dan terkesan lebih mudah dan mengasyikkan.

SIMPULAN Pembelajaran perkalian dengan pendekatan matematika realistik atau PMR lebih memusatkan kegiatan belajar pada siswa dan berorientasi dengan lingkungan dan budaya siswa. Pembelajaran perkalian yang disesuaikan dengan lingkunan dan budaya siswa akan lebih mudah dan bermakna bagi siswa. Dunia nyata sehari-hari siswa sebagai titik pangkal pembelajaran, sehingga siswa lebih menghayati, aktif mengkonstruksi pengetahuan yang terkait dengan berbagai bentuk perkalian. Kesempatan yang luas dalam menemukan model clan cara sendiri, pengetahuan akan lebih bermakna bagi siswa dan dapat mengembangkan penalaran siswa. Sehingga akhimya matematika tidak terkesan sulit, tetapi menarik dan menantang untuk dipelajari dan terkesan bermanfaat bagi siswa, karena dapat menyelesaikan permasalahan yang ada dilingkungan sehari-hari.. Peran guru adalah sebagai fasilitator dan motivator bukan sebagai pentransfer ilmu. Daftar Pustaka Ahmad Fauzan. (2001). Perangkat Pembelajaran Geometri di SD.1 Makalah..... (2008). Problematika Pembelajaran Matematika Dan Alternatif Penyelesaiannya. Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar. Putu Suharta I Gusti. (2001). Pembelajaran Pecahan Dalam Matematika Realistik. Makalah Sembiring, RK.(2002). Reformasi Pendidikan Matematika di Indonesia. Kompas, Senin, 16 September 2002.