1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah hasil cerminan dari sebuah budaya kelompok masyarakat yang menceritakan tentang interaksi manusia dengan lingkungannya dan merupakan hasil kegiatan kreatif manusia untuk mengapresiasikan sebuah keindahan, menuangkan perasaan, dan emosi dalam sebuah bunyi-bunyi yang indah yang terstruktur (Wellek&Warren, 1995 : 321). Karya sastra adalah sebuah artefak atau benda mati, karya sastra baru dapat memiliki arti yang estetik dan indah setelah diberi arti oleh pembaca (Teeuw, 1984 : 91) Karya sastra sebagai cerminan dari kebudayaan masyarakat merupakan seni yang bersifat imajinatif, atau rekaan, namun hakikatnya rekaan tersebut berbeda dengan rekaan yang bersifat semata-mata khayalan, Ratna (2007:306) berpendapat bahwa imajinasi atau rekaan dalam karya sastra adalah imajinasi yang didasarkan atas kenyataan dan lingkungan alam, yaitu imajinasi yang juga diimajinasikan oleh orang lain, maka bisa disimpulkan bahwa imajinasi dalam sastra adalah kenyataan yang terjadi dalam masyarakat. Ratna (2009:77) menyatakan bahwa karya sastra tidak dapat berdiri sendiri dan terisolasi, tetapi karya sastra harus dikondisikan sebagai fakta kemanusiaan. Karya sastra memiliki hubungan yang sangat erat dengan masyarakat dan alam, sama halnya dengan estetika dan konsep tentang alam yang juga senantiasa hidup dan tinggal dalam
2 setiap aspek kehidupan masyarakat. Oleh karena itu dalam sejarahnya estetika tidak pernah terlepas dari perdebatan mengenai hubungan karya seni dan alam semesta. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sebuah karya sastra. Salah satunya adalah lingkungan dan alam. Studi tentang hubungan karya seni dengan alam telah dimulai sejak kemunculan Plato. Menurut Plato seni itu bersifat mimesis, yaitu peneladanan atau pembayangan atau peniruan kenyataan (Teeuw, 1984 : 220). Seni hanya dapat meniru dan membayangkan hal-hal yang ada dalam kenyataan (alam) yang tampak, jadi berdiri di bawah kenyataan itu sendiri dalam sebuah hirarki (Teeuw. 1984 : 220). Plato beranggapan segala kenyataan yang ada di dunia ini merupakan tiruan (mimesis) dan yang asli, yang terdapat di dunia ide dan jauh tebih unggul daripada kenyataan di dunia ini. Plato (Sutrisno, 1993 : 27) memandang rendah karya seni karena karya seni merupakan tiruan dan tiruan (mimesis memeseos). Pendapat ini berbeda dengan pendapat yang dikemukakan Aristoteles (Teeuw. 1984 : 222) yang berpandangan sebuah karya seni tidak meniru kenyataan, tidak mencerminkan manusia yang nyata sebagaimana adanya melainkan dunia sendiri yang diciptakan oleh seniman. Sejak saat itu para pengkaji karya seni yang mencoba menerangkan hubungan karya seni dengan alam terbagi menjadi dua pandangan ekstrim yaitu pendirian mimesis dan pendirian creatio (Teeuw. 1984 : 224). Di Korea, karya sastra mempunyai fungsi yang sama seperti di Indonesia. Karya sastra di Korea memiliki sejarah yang panjang, bahkan sudah lahir sejak zaman kerajaan Korea awal. Sastra Korea pada saat ini merupakan bentuk dari
3 adanya pengaruh kepercayaan tradisional yang mereka miliki, seperti Taoisme, Konfusianisme, dan Budhisme. Dari dulu hingga kini di Korea, karya sastra dipakai sebagai media penyampaian ide yang memiliki tujuan estetik. Pengejawantahan sebuah gagasan dan pikiran yang dituangkan dalam sebuah karya tulis yang memiliki keindahan didalamnya. Sehingga banyak rakyat Korea yang gemar membaca dan menulis karya sastra dengan berbagai tujuan. Karya Sastra dan kehidupan masyarakat merupakan dua hal yang berkaitan. Pradopo mengatakan bahwa sastrawan sebagai anggota masyarakat tidak dapat lepas dari pengarah sosial-budaya masyarakatnya. Latar sosial-budaya itu terwujud dalam tokoh-tokoh, sistem kemasyarakatan, adat-istiadat, pandangan masyarakat, kesenian, dan benda-benda kebudayaan yang dihadirkan dalam karya sastra (2010 : 254). Salah satu bentuk karya sastra adalah puisi. Puisi sejak dahulu selalu memiliki tempat yang istimewa dalam ilmu sastra. Sesungguhnya istilah puisi mencakup semua karya sastra dalam ilmu sastra, baik prosa maupun puisi sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa puisi adalah karya seni sastra (Wellek dalam Pradopo, 2010 : 11). Puisi merupakan pernyataan perasaan yang imajinatif dan disusun dengan menggunakan semua aspek bahasa dengan pengonsentrasian pada struktur fisik dan struktur batinnya. Puisi adalah bentuk pengucapan sastra dengan bahasa yang istimewa dan oleh karena itu puisi tak lepas dari seni rangkai kata yang penuh dengan makna dan keindahan. Bahasa istimewa yang dipakai dalam puisi berperan penting sebagai sarana yang mendukung penyair untuk mengungkapkan perasaannya. Tema yang dihadirkan oleh pengarang dalam puisi
4 Korea sering berkaitan erat dengan alam. Menurut Asrori hal itu dikarenakan penyair sebagai manusia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari alam dan merupakan bagian dari alam itu sendiri (2009 :98). Karya sastra dalam bentuk puisi dapat diteliti dan dianalisa dalam berbagai aspek-aspeknya. Mulai dari unsur-unsur dan strukturnya puisi dapat diteliti, mengingat bahwa puisi adalah sebuah karya sastra yang tersusun dari berbagai macam unsur dan sarana kepuitisannya. Setelah dianalisis strukturnya barulah karya sastra tersebut bisa dipergunakan untuk memahami lebih dalam gejala sosial yang diluar sastra (Damono, 2002:3). Fungsi kajian sosiologi sastra dipakai untuk memahami gejala sosial diluar sastra tersebut dengan menghubungkan pengalaman yang terjadi dalam karya sastra dengan keadaan lingkungan yang merupakan asal-usulnya. Mahayana (2007:226) mengatakan bahwa pengarang lewat karyanya mencoba mengungkapkan fenomena kehidupan manusia dan lingkungannya, yakni berbagai peristiwa dalam kehidupan ini. Karya sastra berisi catatan, rekaman, rekaan, dan ramalan kehidupan manusia, maka karya sastra, sedikit banyak, mengandung fakta-fakta sosial dan keadaan lingkungan alam pengarang. Seperti bentuk kebudayaan yang lain, puisi sebagai karya sastra juga bersifat dinamis dan berkembang sepanjang perkembangan zaman. Sesuai dengan yang diungkapkan Teeuw (1980:12), pada hakikatnya karya seni selalu terjadi ketegangan antara konvensi dan pembaruan atau inovasi. Akan tetapi manusia tidak akan memahami puisi sepenuhnya bila tidak menyadari puisi tersebut adalah
5 sebuah karya seni estetis yang memiliki makna ataun sebuah arti, bukan hanya sesuatu yang kosong tanpa makna (Pradopo, 2010: 3) Salah seorang sastrawan Korea yang cukup terkenal dalam karya-karya puisinya adalah Kim Kyeong Heon. Beliau adalah seseorang sastrawan yang dalam tema karya-karya puisinya memiliki kaitan erat dengan alam dan kehidupan masyarakat Korea sehari hari. Kyeong Heon kerap menghubungkan keadaan alam dengan keadaan dan kelakuan masyarakat pada umumnya, keadaan alam yang berhubungan dengan kehidupan cinta atau berhubungan dengan nilai-nilai moral kemanusiaan. Dalam antologi puisinya yang berjudul Sup Sokeui Gangmulsori ( 숲속의강물소리 ), Kyeong Heon banyak mengekspos dan mengungkapkan keindahan tentang alam yang kental akan konsep Gi, Heung dan Jeong. Pengambilan tema Gi, Heung dan Jeong sebagai gambaran tentang renungan kehidupan memiliki kekhasan dan konsep-konsep estetik yang unik dan menarik, hal itulah yang membuat karya Kyeong Heon menarik untuk dikaji dan diteliti. Untuk mengetahui konsepsi Gi, Heung dan Jeong dalam masyarakat Korea yang terkandung dalam puisi karya Kyeong Heon dipilihlah pendekatan dengan kajian sosiologi sastra. 1.2 Rumusan Masalah Pada hakikatnya, sebuah penelitian sastra adalah sebuah pertanyaan atau bermula dari pertanyaan-pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang dimaksudkan
6 tentunya pertanyaan-pertanyaan terhadap gejala sastra yang dihadapi (Sangidu, 1996:70). Dalam upaya untuk lebih memahami representasi alam didalam masyarakat Korea dalam sajak puisi-puisi Sup Sokeui Gangmulsori ( 숲속의 강물소리 ) timbul masalah-masalah, yaitu: Korea 1) Bagaimanakah gambaran konsep Gi, Heung, Jeong dalam masyarakat 2) Bagaimanakah representasi Gi, Heung, Jeong yang tercermin dalam kumpulan sajak Sup Sokeui Gangmulsori ( 숲속의강물소리 ) Dalam penelitian ini peneliti hanya memfokuskan pada karya sastra puisi karya Kim Kyeong Heon yang berhubungan dengan konsep Gi, Heung dan Jeong dalam masyarakat Korea. Hal ini dimaksudkan agar penelitian dapat difokuskan pada tema tersebut secara lengkap dan terperinci. 1. 3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan konsep Gi, Heung, Jeong yang ada dalam masyarakat Korea. Dengan terjawabnya masalah-masalah tersebut, maka dapat diketahui pula representasi konsep Gi, Heung, Jeong yang tercermin dalam sajak-sajak karya Kim Kyeong Heon.
7 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat secara teoritis dan praktis. Pertama, kegunaan teoritis ialah sebagai usaha penerapan teori dan metode penelitian sastra yang dipakai dalam penelitian ini. Usaha penerapan ini sekaligus sebagai pengujian sejauh mana kegunaan teori tersebut dalam mengungkapkan konsep Gi, Heung, Jeong dalam karya sastra. Kedua, secara praktis penelitian terhadap antologi puisi Sup Sokeui Gangmulsori ( 숲속의강물소리 ) ini diharapkan memperluas pengetahuan mahasiswa dan masyarakat umum tentang karya sastra Korea agar mereka terdorong untuk mengenal karya sastra Korea lebih jauh terutama puisi Korea. Dengan adanya penelitian ini diharapkan pula agar bisa menjadi refrensi mahasiswa yang ingin mengetahui dan mengembangkan lebih lanjut mengenai sosiologi sastra. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk membangkitkan minat mahasiswa untuk lebih memahami dan mengkaji karya sastra Korea. 1.5 Tinjauan Pustaka Dalam lingkup Fakultas Ilmu Budaya UGM terutama dalam lingkup Program Studi Bahasa Korea, penelitian tentang karya sastra puisi dengan pendekatan kajian sosiologi satra telah beberapa kali dilakukan. Namun demikian belum ada penelitian yang menggunakan karya sastra puisi dengan tema konsep
8 Gi, Heung, Jeong dengan menggunakan pendekatan teori sosiologi sastra. Maka peniliti menggunakan pustaka penelitian yang menganalisis karya sastra menggunakan teori sosiologi sastra untuk mendapatkan gambaran konsep Gi, Heung, Jeong dalam masyarakat Korea. Misalnya penelitian skripsi yang pernah dilakukan oleh Uli Damaianti (2013) dalam skripsinya yang berjudul Representasi Kehidupan Masyarakat Korea Pada Masa Perang Korea (1950-1953) Dalam Sajak-sajak Karya Park In Hwan ( 박인환 ) : Kajian Sosiologi sastra menjadi sumber pendukung dalam penelitian ini. Dalam skripsi ini juga digunakan pendekatan teori yang sama yaitu sosiologi sastra untuk mendeskripsikan keadaan masyarakat Korea saat masa perang Korea, yang berbeda adalah pada karya sastra ini yang direpresentasikan adalah keadaan masa penjajahan. Skripsi karya Ayuningtyas Mandaremi Wikandaru yang berjudul Kontradiksi Nilai-Nilai Tradisiona dan Modern dalam Cerpen Unsu Joheun Nal ( 운수좋은날 ) Lucky Day Karya Hyeong Chin Geon: Analisis Sosiologi Sastra tahun 2009, juga turut menjadi refrensi penting dalam penelitian ini. dalam skripsi ini juga digunakan pendekatan teori yang sama yaitu kajian sosiologi sastra untuk mendeskripsikan nilai-nilai tradisional dan modern masyarakat Korea yang berbeda adalah pada penelitian ini karya sastra yang dianalisis adalah berupa cerpen.
9 1. 6 Landasan Teori Pertengahan tahun 1970, di Indonesia mulai dikenal adanya teori-teori sastra, misalnya strukturalisme dan sosiologi sastra. Orientasi sastra keduanya sangat berbeda. Strukturalisme memandang karya sastra sebagai sesuatu yang mandiri, yang penelitiannya berpusat pada struktur dalam karya sastra. Sedangkan sosiologi sastra berorientasi mimetik, memandang karya sastra sebagai cerminan masyarakat, yang perhatiannya berpusat pada struktur kemasyarakatan dalam karya sastra (Pradopo: 1995, v). Karya sastra merupakan potret kehidupan masyarakat dan kenyataan sosial pada zamannya. Pendekatan terhadap sebuah fenomena yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan disebut sosiologi. Sosiologi sastra adalah pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan (Damono, 2002:2). Damono (2002:2) menyatakan bahwa ada dua kecenderungan utama dalam telaah sosiologi sastra. Pertama, pendekatan yang berdasarkan pada anggapan bahwa karya sastra merupakan cerminan sosial ekonomi belaka. Pendekatan ini bergerak dari faktor-faktor di luar sastra untuk membicarakan sastra. Sastra hanya berharga dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar sastra itu sendiri. Kedua, pendekatan yang mengutamakan sastra sebagai bahan penelaahan. Metode yang digunakan adalah analisis teks untuk mengetahui strukturnya. kemudian dipergunakan untuk memahami lebih dalam lagi kejadian sosial di luar sastra. Sosiologi sastra bertujuan untuk mendapatkan fakta dari masyarakat yang mungkin dipergunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan masyarakat.
10 Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertitik tolak dengan orientasi kepada pengarang. Abrams (1981 :178) mengatakan sosiologi sastra dikenakan pada tulisan-tulisan para kritikus dan ahli sejarah sastra yang utamanya ditujukan pada cara-cara seseorang pengarang dipengaruhi oleh status kelasnya, ideologi masyarakat, keadaan-keadaan ekonomi yang berhubungan dengan pekerjaannya, dan jenis pembaca yang dituju. Kesemuanya itu terangkum dalam aspek yang membangun sebuah cipta sastra, salah satu aspek yang membangun keutuhan sebuah cerita adalah menyangkut perwatakan tokohtokohnya. Ciri-ciri perwatakan seorang tokoh selalu berkaitan dengan pengarang dan lingkungan di mana ia hidup. Demikian juga menyangkut tipe orang atau tokohnya. Biasanya dalam setiap cerita selalu terdapat beberapa tokoh, dalam hal inilah pengetahuan sosiologi berperan mengungkapkan isi sebuah karya sastra. Konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra ditulis oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan a salient being, makhluk yang mengalami sensasi-sensasi dalam kehidupan empirik masyarakatnya. Dengan demikian, sastra juga dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada dalam jaringan sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul pemahaman bahwa sastra memiliki keterkaitan timbal-balik dalam derajat tertentu dengan masyarakatnya; dan sosiologi sastra berupaya meneliti pertautan antara sastra dengan kenyataan masyarakat dalam berbagai dimensinya. Sosiologi sastra berkembang dengan pesat sejak penelitian-penelitian dengan memanfaatkan teori strukturalisme dianggap mengalami kemunduran, stagnasi, bahkan dianggap sebagai involusi. Analisis strukturalisme dianggap
11 mengabaikan relevansi masyarakat yang merupakan asal-usulnya. Rahmat Djoko Pradopo (1995:34) menyatakan bahwa tujuan studi sosiologis dalam kesusastraan adalah untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai hubungan antara pengarang, karya sastra, dan masyarakat. Sosiologi Sastra tidak hanya membicarakan karya sastra itu sendiri melainkan hubungan masyarakat dan lingkungannya serta kebudayaan yang menghasilkannya. Wilayah sosiologi sastra cukup luas. Wellek dan Warren (1995: 111) membagi masalah sosiologi sastra sebagai berikut. Pertama, sosiologi pengarang yang mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi politik, dan lain-lain yang menyangkut diri pengarang. Kedua, sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan suatu karya sastra itu sendiri, yang menjadi pokok telaah adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak disampaikannya. Ketiga, sosiologi sastra yang mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra terhadap masyarakat. Klasifikasi di atas tidak jauh berbeda dengan yang dibuat oleh lan Watt (Damono, 2002: 4) dalam esainya Literature and Society yang membicarakan hubungan timbal balik antara sastrawan, sastra, dan masyarakat. Penelitian suatu karya sastra menurut lan Watt mencakup tiga hal. Pertama adalah konteks sosial pengarang. Konteks sosial pengarang menyangkut posisi sosial masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca, termasuk di dalamnya faktor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi diri pengarang sebagai perseorangan maupun mempengaruhi isi karya sastranya. Kedua, sastra sebagai cermin masyarakat.
12 Yang diteliti dalam konsep ini adalah sejauh mana karya sastra dianggap sebagai pencerminan keadaan masyarakat, terutama kemampuan karya sastra itu mencerminkan masyarakat pada waktu karya ditulis. Ketiga, fungsi sosial sastra. Dalam hal ini diperhatikan yakni sampai sejauh mana nilai sastra berkaitan dengan sosial. Dalam hubungan ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yakni sastra harus berfungsi sebagai pembaharu atau perombak, sastra sebagai penghibur belaka, dan sastra harus mengajarkan sesuatu dengan cara menghibur. Dari ketiga klasifikasi di atas, penelitian ini akan didasarkan pada teori kedua yang disampaikan oleh Ian Watt, yaitu sastra sebagai cermin masyarakat. Pandangan ini beranggapan bahwa sastra merupakan cermin langsung dari berbagai segi struktur sosial. Teori tersebut sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh George Lukacs, yaitu pencerminan masyarakat melalui konsep karya sastra adalah kegiatan menyusun sebuah struktur moral yang dirubah urutanya ke dalam kata-kata. Karya sastra adalah gambaran kehidupan sosial masyarakat yang telah diperkaya dengan imajinasi sastrawan (Damono, 1984:12). Dengan adanya imajinasi sastrawan, karya sastra menjadi gambaran kehidupan sosial masyarakat yang Iebih hidup dan tidak hanya menjadi sebuah gambaran. Lukacs (via Pradopo, 1990:27) percaya bahwa pembaca karya sastra selalu sadar bahwa karya sastra bukanlah realitas, melainkan lukisan yang mencerminkan realitas.
13 1. 7 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan teori sosiologi sastra untuk memahami konsep alam dalam kehidupan masyarakat Korea. Maka dalam melakukan penelitian dengan teori sosiologi sastra ini, peneliti melakukan dua tahap metode, yaitu dengan melakukan pengumpulan data dan analisis data. 1.7.1 Pengumpulan Data Populasi objek penelitian ini adalah antologi puisi Sup Sokeui Gangmulsori ( 숲속의강물소리 ) karya Kim Kyeong Heon yang terdiri dari sembilan judul, yaitu Supheui Bada ( 숲의바다 ), Gang ( 강 ), Geudae ( 그대 ), Sansuyu Kott ( 산수유꽃 ), Yeoeuidoe Gaseo ( 여의도에가서 ), Jongsori ( 종소리 ), Cheotnuni Ireoseontta ( 첫눈이일어선다 ), Galdaedeureui norae ( 갈대들의노래 ), dan Nae Sarang ( 내사랑 ). Puisi yang akan dianalisis dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan metode sampling. Pemilihan puisi dilakukan dengan membaca puisi dalam antologi puisi Sup Sokeui Gangmulsori ( 숲속의강물소리 ) secara keseluruhan. Puisi yang dipilih adalah puisi yang dianggap mampu mewakili konsep Gi, Heung, Jeong yang dominan dalam kumpulan puisi Sup Sokeui Gangmulsori ( 숲속의강물소리 ). 1.7.2 Analisis Data Dalam melakukan analisis data, ada tahap-tahap yang dilakukan, yaitu sebagai berikut
14 1. Puisi yang sudah terpilih kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menggunakan kamus bahasa Korea agar dapat diketahui arti dari katakata yang ada di dalam puisi-puisi yang untuk selanjutnya dijadikan bahan penelitian. 2. Mengambil unsur alam yang dapat menggambarkan konsep Gi, Heung, Jeong dalam masyarakat Korea 3. Sesudah itu, dilakukan pengkajian isi puisi dengan menggunakan teori sosiologi sastra dengan menghubungkan unsur alam dalam puisi dengan konsep Gi, Heung, Jeong yang ada di Korea 4. Mencari representasi dan makna dari unsur alam dalam puisi yang menggambarkan konsep Gi, Heung, Jeong dalam puisi tersebut. 5. Menyimpulkan hasil penelitian yang berkaitan dengan rumusan masalah 1.8 Sistematika Penulisan Hasil dari penelitian ini akan dipaparkan dalam empat bab. Bab I adalah pendahuluan, bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II merupakan pembahasan tentang konsep Gi, Heung, Jeong dalam masyarakat Korea secara terperinci. Bab III berupa analisis representasi konsep Gi, Heung, Jeong dalam antologi puisi Karya Kim Kyeong Heon.
15 Bab IV merupakan kesimpulan dan saran, yaitu berupa hasil kesimpulan analisis secara keseluruhan, serta saran atas permasalahan yang ditemui dalam penelitian puisi ini.