BAB II KAJIAN PUSTAKA. Refleksi Kehidupan Masyarakat Palestina dalam novel Sognando Palestina belum

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Berdasarkan peninjauan terhadap penelitian sebelumnya, penelitian tentang Refleksi Kehidupan Masyarakat Palestina dalam novel Sognando Palestina belum pernah dilakukan. Refleksi masyarakat merupakan penggambaran isi sebuah karya sastra yang dipaparkan oleh peneliti. Beberapa penelitian terdahulu juga membahas masalah masyarakat dalam karya sastra. Selain membahas masyarakat, penelitian ini juga menggunakan teori sosiologi sastra untuk membedah permasalahan dalam karya sastra tersebut. Berikut penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian yang akan diangkat oleh peneliti. Mokoagow, Ahmad Safrun Penelitian yang berjudul Pola Sikap Masyarakat Suku Nias Dalam Novel Manusia Langit Karya Jajang Agus Sonjaya (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra). Penelitian ini bermaksud menunjukkan bahwa pola sikap masyarakat terhadap budaya tergambarkan dalam bentuk budaya dan sikap yang sangat tradisional, dimana dasar pengetahuannya diperoleh secara turun temurun. Selain itu dalam penelitian ini juga menggambarkan pola sikap masyarakat melalui bentuk pengukuran nilai ekonomi yang menggunakan standar ternak Babi dan rumah keluarga. Selanjutnya, pola sikap masyarakat Suku Nias terhadap struktur sosial dibentuk berdasarkan dua hal yaitu marga yang dimiliki sebuah keluarga dan kedudukan keluarga dalam dewan adat.

2 Hasil penelitian yang dipaparkan di atas terdapat persamaan antara pendekatan yang digunakan. Akan tetapi berbeda objek, serta fokus penelitian juga berbeda. Penelitian Mokoagow, fokus pada pola pikir masyaraka terhadap budaya yang tergambarkan dalam bentuk sikap yang sangat tradisional sesuai pemaparan hasil penelitian di atas. Sementara penelitian ini fokus pada refleksi kehidupan masyarakat Palestina dalam novel Sognando Palestina karya Randa Ghazy, yang dilihat dari kondisi pergaulan, refleksi percintaan, dan dampak-dampak pelanggaran hak-hak masyarakat Palestina dalam novel Sognando Palestina karya Randa Ghazy. 2.2 Jenis-Jenis Novel Pada hakikatnya novel merupakan karya fiksi yang berbentuk naratif. Menurut R.J. Ress (dalam Aziez dan Hasim, 2010 : 1) A fictious prose narrative of consoderable length in which characters and action representative of real life are portrayed in a plot of more or less complexity. (Sebuah cerita fiksi dalam bentuk prosa yang cukup panjang, yang tokoh dan perilakunya merupakan cerminan kehidupan nyata, dan yang digambarkan dalam suatu plot yang cukup kompleks). Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, karena daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Sebagai bahan bacaan, novel dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu novel serius dan novel populer. Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca di kalangan remaja menurut Nurgiyantoro (2010: 18). Novel populer selalu menampilkan masalah-masalah yang aktual dan selalu

3 menzaman, namun hanya sampai pada tingkat permukaan. Novel populer tidak menampilkan sebuah permasalahan secara mendalam yang bisa meresapi hakikat kehidupan. Novel populer hanya bersifat artifisial, hanya bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman, dan tidak memaksa orang untuk membacanya kembali. Sebuah novel serius bukan saja dituntut agar dia merupakan karya yang indah, menarik dan dengan demikian juga memberikan hiburan pada kita. Tetapi ia juga dituntut lebih dari itu. Novel populer adalah novel yang syarat utamanya adalah bahwa ia mesti menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang habis membacanya. Selain itu, butuh pemahaman mendalam untuk menemukan maknanya. Novel serius memerlukan pembacaan dan pembacaan kembali ; keduanya dilakukan dengan cermat dan tepat dalam Stanton (2012 : 5). Kegiatan membaca berulang-ulang diharapkan mampu menemukan makna atau pesan yang sebenarnya dalam sebuah novel serius. Karena, butuh pemahaman yang serius untuk merebut totalitas makna dalam sebuah novel serius. Lain halnya dengan novel populer, meski sama-sama menyajikan pesan novel populer lebih muda dipahami. Novel populer menyajikan pesan-pesan secara ringan sehingga mudah kita cerna. Novel Sognando Palestina karya Randa Ghazy adalah novel yang termasuk dalam kategori novel serius. Meskipun ditulis oleh remaja yang masih berusia 15 tahun, penyampaian peristiwa-peristiwa dalam novel tersusun secara sistematis. Selain itu, penulis memiliki daya kritis yang luar biasa, sehingga butuh pembacaan secara berulang-ulang untuk memahami isi dari novel tersebut.

4 2.3 Masyarakat dan Sastra Masyarakat merupakan sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Masyarakat dalam sebuah karya sastra dipandang mampu menggambarkan kehidupan pada saat karya sastra itu diciptakan. Sehingga perlu adanya sebuah telaah atau pengkajian untuk mengungkap hal tersebut. Adapun kaitannya dengan sastra yakni, di dalam karya sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial menurut Damono (dalam Jabrohim, 2012: 215). Teori sosiologi atau masyarakat dapat dilihat dari beberapa aspek (Faruk, 2010: 22-37). a) Masyarakat dalam Bingkai Perkembangan Intelektual (Auguste Comte) Teori klasik yang berasal dari Auguste Comte merupakan teori sosiologi awal. Aspek yang menonjol dari teori Auguste Comte ini adalah teori hukum tiga tahap perkembangan masyarakat. Yaitu tahap teologis, tahap metafisik, dan tahap positif. Teori Auguste Comte mendekati dan memahami masyarakat dengan pendekatan kultural. Organisasi sosial suatu masyarakat, menurutnya berkembang sesuai dengan perkembangan intelektual manusia-manusia pendukungnya. b) Masyarakat sebagai Medan Pertarungan Kepentingan Ekonomi(Karl Marx) Marx (dalam Faruq, 2010: 25) menganggap perkembangna intelektual manusia ditentukan oleh kondisi material kehidupan manusia. Jadi kebutuhan material mendahului kesadaran. Teori Marx ini sering kali disebut sebagai materialisme historis. Marx cenderung memahami bangunan masyarakat sebagai hasil

5 dari kepentingan sepihak suatu kelas sosial yang dipaksakan kepada kelas sosial yang lain. Menurut Marx, pergulatan utama dan pertama manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan materialnya. c) Masyarakat sebagai kesatuan integratif yang mandiri (Emlle Durkheim) Durkheim (dalam Faruq, 2010: 28) cenderung memahami masyarakat sebagai hasil dari sebuah kebersamaan yang disebutnya sebagai solidaritas sosial. Sebagaimana yang dirumuskan oleh Johnson adalah satu keadaan hubungan antar individu dan/atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. a) Masyarakat sebagai jaringan tindakan sosial yang bermakna (Max Weber) Konsep sosiologi Weber adalah rasionalitas (dalam Faruq, 2010: 31) Rasionalitas adalah satu jenis alasan yang mendasari tindakan manusia. Suatu tindakan dikatakanrasional apabila tindakan itu dimaksudkan secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya tujuantujuan yang lain dan alat-alat atau cara yang dianggap paling efisien dan efektif untuk mencapai tujuan rasionalitas tersebut. b) Masyarakat sebagai interaksi (Georg Simmel) Simmel menganggap masyarakat terbentuk dari interaksi yang nyata antar individu (dalam Faruq, 2010: 35). Karena itu, bagi Simmel pemahaman mengenai masyarakat pada level struktural yang makro harus berpijak pada interaksi sosial yang teramati pada level mikro, misalnya interaksi dalam silaturahmi atau pergaulan sehari-hari, interaksi antar sepasang kekasih, dan sebagainya.

6 Sastra sebagai karya seni seutuhnya tidak akan mampu melepaskan diri dari berbagai gejala yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Kehidupan bermasyarakat memberikan berbagai macam permasalahan yang kemudian dapat diolah dan disuguhkan dengan kreatif oleh pengarang sebagai suatu hasil karya sastra yang pada akhirnya dapat dijadikan sebagai suatu dokumen sosial. Artinya, berbagai macam realitas yang terdapat dalam kehidupan bermasyarakat dapat direkam dalam bentuk tulisan yang imajinatif dan mampu memberikan faedahnya tersendiri. Hal yang terpenting adalah karya sastra harus mengandung sisi kemanfaatan tanpa harus mengurangi aspek kesusastraannya yang menuntut adanya nilai estetis dalam sastra. Karena keindahan karya sastra adalah aspek yang perlu diperhatikan. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat merupakan sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Masyarakat dalam sebuah karya sastra dipandang mampu menggambarkan kehidupan pada saat karya sastra itu diciptakan. Sehingga perlu adanya sebuah telaah atau pengkajian untuk mengungkap masalahmasalah masyarakat yang terdapat dalam sebuah karya sastra. 2.4 Sastra Sebagai Refleksi Kehidupan Masyarakat Refleksi sangat dekat dengan istilah cermin. Karya sastra sebagai refleksi kehidupan masyarakat, dianggap dapat menggambarkan kondisi sebuah zaman pada saat karya sastra itu diciptakan. Cermin dan refleksi merupakan tiruan realitas menurut Endraswara (2011: 180). Karya sastra merupakan tiruan, refleksi, sekaligus pantulan (cermin) diri, pribadi, dan masyarakat.

7 Melalui niat yang tulus, sastra mencoba meraba realitas yang tersembunyi. Sastrawan mencoba meniru dunia yang unik, yang dekat dengan dirinya. Kekuatan imajinasi sastrawan, akan meniru dunia secara intuitif. Karya-karya tiruan yang dihasilkan pun tidak polos, melainkan penuh dengan daya estetis. Tiruan sosial yang ganas, dapat diubah menjadi sejuk, begitu juga sebaliknya. Lewat kata, sastrawan dapat mengimitasi zaman secara reflektif menurut Endraswara ( 2011: ). Menurut Swingwood (dalam Yasa, 2012: 22) sastra merupakan refleksi masyarakat. Berkaitan dengan pernyataan ini, Swingwood menyampaikan bawa pengarang besar tidak sekadar menggambarkan dunia sosial secara mentah, tetapi ia mengemban tugas yang mendesak, yaitu memainkan tokoh-tokoh ciptaannya dalam satu situasi rekaan untuk mengungkap nilai dan makna dalam dunia sosial. Sastra sebagai refleksi dari kehidupan, secara langsung atau tidak langsung dapat berperan sebagai foto bagi fenomena kemanusiaan. Perilaku tokoh-tokoh dalam karya sastra merupakan tiruan dari tindakan manusia. 2.5 Pendekatan Sosiologi Sastra Sosiologi sastra merupakan ilmu yang memakai teori dan metode ilmiah yang berdiri sendiri. Sosiologi sastra mulai dianggap pada abad ke-18. Awal mula sosiologi sastra berasal dari permasalahan mengenai masyarakat dan sastra itu sendiri. Karya sastra berkembang dalam masyarakat. Dapat dikatakan pula bahwa karya sastra tidak akan ada tanpa masyarakat. Sosiologi sastra mencoba untuk mengakaji mengenai hubungan yang ada antara karya sastra dengan masyarakat.

8 Sosiologi dan sastra mempunyai hubungan yang erat karena keduanya berurusan dengan masyarakat. Bedanya adalah, jika sosiologi bersifat objektif, maka sosiologi(sastra) bersifat subjektif, hal ini dikemukakan oleh Wahyuningtyas dan Santosa (dalam Didipu, 2012: ). Sebagai multidisiplin, maka ilmu-ilmu yang terlibat dalam sosiologi sastra adalah sastra dan sosiologi. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa karya sastra juga memasukkan kebudayaan yang lain, maka ilmu-ilmu yang juga terlibat adalah sejarah, filsafat, agama, ekonomi, dan politik. Penelitian sosiologi sastra harus memperhatikan dominasi karya sastra, sedangkan ilmu-ilmu yang lain berfungsi sebangai penunjang dalam penelitian menurut Ratna (2010: ). Asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial menjadi pemicu lahirnya karya sastra. karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu yang mampu merefleksikan zamannya. Sebab, adanya karya sastra dapat mempermudah kita untuk mengetahui kondisi zaman saat karya sastra itu diciptakan menurut Endraswara (2003: 77). Penelitian sosiologi sastra lebih banyak memperbincangkan hubungan antar pengarang dengan kehidupan sosialnya. Baik aspek bentuk maupun isi karya sastra akan terbentuk oleh suasana lingkungan dan kekuatan sosial suatu periode tertentu. Berkaitan dengan hal ini, teks sastra dilihat sebagai sebuah pantulan zaman, karena itu karya sastra menjadi saksi zaman. Meskipun aspek imajinasi dan manipulasi tetap ada dalam sastra, aspek sosial pun juga tidak bisa diabaikan. Aspek-aspek kehidupan sosial akan memantul penuh ke dalam karya sastra menurut Endraswara(2003: 78).

9 Sosiologi sastra adalah penelitian yang terfokus pada masalah manusia. Karena sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam menentukan masa depannya., berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi dalam Endraswara (2003: 79). Dari pendapat tersebut, tampak bahwa perjuangan panjang hidup manusia akan selalu mewarnai teks sastra. Konsep sosiologi sastra menurut Watt (dalam Endraswara, 2012: 20) meliputi: pertama, konteks sosial pengarang berupa bagaimana si pengarang mendapatkan mata pencaharian, profesionalisme kepengarangan, dan masyarakat apa yang dituju. Kedua, sastra sebagai cermin masyarakat.bagaimana sastra dapat mencerminkan masyarakat dan menampilkan fakta-fakta sosial dalam masyarakat. Berdasarkan beberapa konsep di atas, Wellek dan Warren (dalam Endraswara, 2012: 24) mengatakan bahwa efektif tidaknya sikap sosial memperkaya suatu karya sastra bergantung pada faktor penentu sosial dan bentuk-bentuk sastra yang ditemukan. Seorang penulis karya sastra mampu menciptakan dunia yang berbeda, setelah melihat lingkungan sosialnya. Meskipun isi karya sastra merupakan tiruan dari situasi sosial dimana karya sastra itu diciptakan. Keistimewaan karya sastra tidak semata-mata sebagai imajinasi, melainkan kemampuan melukiskan realitas social yang terjadi pada suatu daerah. Wellek dan Warren (dalam Endraswara, 2012: 24) kemudian mencoba merumuskan hubungan antara sastra dan masyarakat yang dapat diteliti dengan berbagai cara: (a) faktor-faktor di luar teks, dan (b) hubungan antara teks sastra dengan masyarakat. Faktor-faktor di luar teks sendiri, gejala konteks sastra,

10 sedangkan teks sastra itu sendiri tidak ditinjau. Penelitian ini diharapkan mampu mengungkapkan permasalahan sejauh mana sistem dalam sebuah masyarakat tercermin dalam karya sastra. Pemikiran Wellek dan Warren untuk merumuskan hubungan antara sastra dan masyarakat sangatlah menarik bagi peneliti. Karya sastra dapat diteliti dengan melihat faktor-faktor di luar teks, dan hubungan antara teks sastra dengan masyarakat. Sehingga, dalam pembedahan sebuah karya sastra peneliti dapat mengungkap refleksi isi dari karya sastra tersebut. Dari beberapa teori di atas, maka penelitian ini berpijak pada teori yang dikemukakan oleh Wellek dan Warren. Karena, di dalam novel Sognando Palestina terdapat masalah kemasyarakatan yang juga dapat dikaitkan dengan faktor-faktor yang berada di luar teks. Keadaan masyarakat dalam karya sastra, juga dapat dikaitkan dengan keadaan masyarakat Palestina yang sesungguhnya. 2.6 Kerangka Pikir Novel Refleksi Kondisi pergaulan masyarakat Palestina Refleksi percintaan Dampak-dampak pelanggaran hak-hak masyarakat Palestina

11 Pusat kajian dalam penelitian ini adalah novel. Pengkajian yang peniliti lakukan diarahkan ke aspek refleksi kehidupan masyarakat Palestina dalam novel Sognando Palestina karya Randa Ghazy. Ada tiga indikator yang akan dilihat dalam novel Sognando Palestina, yakni, (1) kondisi pergaulan masyarakat Palestina dalam novel Sognando Palestina karya Randa Ghazy, (2) refleksi percintaan dalam novel Sognando Palestina karya Randa Ghazy, dan (3) dampak-dampak pelanggaran hakhak masyarakat Palestina dalam novel Sognando Palestina karya Randa Ghazy. Melihat tiga indikator di atas, diharapkan mampu mengungkap refleksi kehidupan masyarakat dalam novel Sognando Palestina karya Randa Ghazy. Semua ini demi terefleksikannya kehidupan masyarakat yang dilihat melalui karya sastra.