Manajemen Kasus Sistem Neurobehavior dr. Riska Yulinta V, MMR
Penyakit Sistem Saraf 1. Cedera kepala 2. Cedera medula spinalis 3. Stroke 4. Epilepsi 5. Migrain 6. Nyeri kepala klaster 7. Nyeri kepala tipe tegang 8. Nyeri kepala pasca trauma 9. Neuralgia trigeminus 10.Arteritis temporalis 11. Neuritis vestibularis 12. Vertigo posisional benigna 13. Herniasi diskus lumbal 14. Spondilosis 15. Spondilitis tuberkulosis 16. Spondilolistesis 17. Penyakit parkinson 18. Meningitis 19. Ensefalitis
Cedera Kepala Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
Klasifikasi Cedera Kepala Keparahan cedera : 1. Ringan : GCS 14-15 2. Sedang : GCS 9-13 3. Berat : GCS 3 8 *GCS : Galsgow Coma Scale
Manajemen Cedera Kepala Cedera Kepala Ringan Pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan ke rumah tanpa perlu dilakukan CT- Scan bila memenuhi kriteria berikut : 1. Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini mental dan gaya berjalan) dalam batas normal. 2. Foto servikal jelas normal 3. Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien 24 jam pertama, dengan instruksi untuk segera kembali kebagian gawat darurat jika timbul gejala yang lebih buruk.
Kriteria perawatan di rumah sakit : 1. Adanya perdarahan intrakranial atau fraktur yang tampak pada CT Scan. 2. Konfusi, agitasi, atau kesadaran menurun 3. Adanya tanda atau gejala neurologis fokal 4. Intoksikasi obat atau alcohol 5. Adanya penyakit medis komorbid yang nyata 6. Tidak adanya orang yang dapat dipercaya untuk mengamati pasien di rumah.
Cedera Kepala Sedang Dirawat di rumah sakit untuk observasi, pemeriksaan neurologis secara periodik. Bila kondisi membaik, pasien dipulangkan dan kontrol kembali, bila kondisi memburuk dilakukan CT Scan ulang dan penatalaksanaan sesuai protokol cedera kepala berat.
Cedera Kepala Berat Pastikan jalan nafas korban clear (pasang ET), berikan oksigenasi 100% dan jangan banyak memanipulasi gerakan leher sebelum cedera cervical dapat disingkirkan. Berikan cairan secukupnya (ringer laktat/ringer asetat) untuk resusitasi korban agar tetap normovolemia, atasi hipotensi yang terjadi dan berikan transfusi darah jika Hb kurang dari 10 gr/dl. Periksa tanda vital, adanya cedera sistemik di bagian anggota tubuh lain, GCS dan pemeriksaan batang otak secara periodik. Berikan manitol iv dengan dosis 1 gr/kgbb diberikan secepat mungkin pada penderita dengan ancaman herniasi dan peningkatan TIK yang mencolok.
Berikan anti edema cerebri: kortikosteroid deksametason 0,5 mg 3 1, furosemide diuretik 1 mg/kg BB tiap 6-12 jam bila ada edema cerebri, berikan anti perdarahan. Berikan obat-obatan neurotonik sebagai obat lini kedua, berikan anti kejang jika penderita kejang, berikan antibiotik dosis tinggi pada cedera kepala terbuka, rhinorea, otorea. Berikan antagonis H2 simetidin, ranitidin iv untuk mencegah perdarahan gastrointestinal. Koreksi asidodis laktat dengan natrium bikarbonat. Operasi cito pada perkembangan ke arah indikasi operasi. Fisioterapi dan rehabilitasi.
Stroke Merupakan sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Bila gangguan peredaran darah otak ini bersifat sementara (< 24 jam) disebut Transient Ischemia Attack (TIA).
Manajemen Stroke 1. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan 2. Pemasangan ETT pada pasien tidak sadar, bantuan ventilasi pada pasien dengan penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan nafas. 3. Berikan bantuan oksigen pada pasien hipoksia, pasien stroke yang tidak hipoksia tidak memerlukan suplemen oksigen. 4. Intubasi ET atau LMA diperlukan pada pasien dengan hipoksia (po2 < 60 mmhg atau pco2 > 50 mmhg), atau syok, atau pasien dengan resiko aspirasi. Usahakan pipa ET tidak terpasang lebih dari 2 minggu, kalau lebih dianjurkan untuk dilakukan trakeostomi
5. Cardiac monitoring harus dilakukan selama 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke iskemik. 6. Bila terdapat penyakit jantung kongestif, konsul kardiologi. 7. Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan salin normal dan aritmia jantung yang menyebabkan penurunan curah jantung harus dikoreksi
8. Pengendalian peninggian TIK 9. Pemantauan ketat penderita dengan resiko edema serebral dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari-hari pertama setelah serangan stroke. 10. Monitor tekanan intra kranial harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan penderita yangmengalami penurunan kesadaran karena kenaikkan TIK. 11. Sasaran terapi adalah TIK < 20 mmhg dan CPP > 70 mmhg.
Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan TIK meliputi : Tinggikan posisi kepala 20 30 Hindari penekanan pada vena jugulare. Hindari pemakaian cairan glukosa atau cairan hipotonik. Hindari hipertermia Jaga normovolemia
Pengendalian kejang ü Bila kejang berikan diazepam bolus lambat iv 5 10 mg diikuti pemberian phenitoin loading dose 15 20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/ menit. ü Bila kejang belum teratasi maka perlu rawat di ICU. ü Tidak dianjurkan pemberian antikonvulsan profilaktik pada penderita stroke iskemik tanpa kejang. ü Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi profilaktik selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila tidak ada kejang selama pengobatan.
Pengendalian suhu tubuh Setiap penderita stroke yang disertai febris harus diberikan antipiretika dan diatasi penyebabnya. Berikan acetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 C. Pada pasien febris atau beresiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan hapusan (tracheal, darah dan urin) dan diberikan antibiotika. Jika memakai kateter ventrikuler, analisa CSS harus dilakukan untuk mendeteksi meningitis. Jika didapatkanmeningitis harus diikuti terapi antibiotik.
Pemeriksaan Penunjang EKG Laboratorium : kimia darh, fungsi ginjal, hematologi, dan faal hemostasis, kadar gula darah, analisa urin, analisa gas darah dan elektrolit. Bila ada kecurigaan PSA lakukan punksi lumbal untuk pemeriksaan CSS. Pemeriksaan radiologi: rontgen dada, CT scan
Epilepsi Epilepsi ialah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala gejala yang datang dalam serangan serangan berulang ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel sel saraf otak yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi.
Manajemen epilepsi
1. Migrain 2. Nyeri kepala klaster 3. Nyeri kepala 'pe tegang 4. Nyeri kepala pasca trauma 5. Neuralgia trigeminus Analge'k
Vertigo Posisional Benigna Vertigo (dari bahasa Latin vertō "gerakan berputar") adalah salah satu bentuk sakit kepala di mana penderita mengalami persepsi gerakan yang tidak semestinya (biasanya gerakan berputar atau melayang) yang disebabkan oleh gangguan pada sistem vestibular.
+ Perbedaan Vertigo
+ Obat Anti Vertigo
Latihan Vestibular Tujuan : 1. Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya secara lambat laun. 2. Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata. 3. Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan.
Contoh latihan: 1. Berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata ditutup. 2. Olahraga yang menggerakkan kepala (gerak rotasi, fleksi, ekstensi dan gerak miring) 3. Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka kemudian dengan mata tertutup. 4. Jalan dikamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian dengan mata tertutup. 5. Berjalan lurus dengan tumit menempel didepan jari kaki. 6. Jalan menaiki dan menuruni tangga. 7. Melirikkan mata ke arah horizontal dan vertikal berulang ulang. 8. Melatih gerakan mata dengan mengikuti obyek yang bergerak dan juga memfiksasi obyek yang diam.