BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stenosis mitral merupakan salah satu penyakit katup jantung. Pada kondisi ini terjadi perubahan struktur katup mitral yang menyebabkan gangguan pembukaan, sehingga aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik menjadi terhambat (Manurung, 1998). Penyebab paling sering dari stenosis mitral adalah penyakit jantung rematik akibat demam rematik (Braunwald et al., 2012). Dalam laporan WHO Expert Consultation on Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease, yang diterbitkan tahun 2004, diperkirakan bahwa pada 2002 angka kematian akibat penyakit jantung rematik di seluruh dunia dalam satu tahun adalah 332.000 jiwa. Demam rematik terjadi akibat reaktivitas silang antibodi setelah infeksi bakteri Streptokokus Beta Hemolitikus Grup A (SBHGA) pada saluran pernapasan bagian atas. Antibodi tersebut apabila menyerang sel-sel otot dan katup jantung disebut penyakit jantung rematik. Pada penyakit jantung rematik, terjadi pankarditis, yakni peradangan yang melibatkan seluruh lapisan jantung. Lapisanlapisan tersebut antara lain: perikardium, miokardium dan endokardium. Lesi yang paling sering terjadi pada lapisan endokardium adalah peradangan katup mitral. Pada kondisi ini, terbentuk vegetasi pada korda dan garis penutupan katup mitral. Episode berulang dari kondisi ini yang diikuti dengan penyembuhan mengakibatkan munculnya deposisi jaringan fibrosa dan kalsifikasi (Mishra, 2007). 1
2 Proses selanjutnya dari katup mitral yang sudah mengalami deformitas adalah fusi dari komisura, kuspis dan korda yang menyebabkan penyempitan orifisium katup mitral (Hurst et al., 2012). Kondisi penyempitan katup mitral atau stenosis mitral mengakibatkan terhambatnya pengisian volume darah di ventrikel kiri. Untuk mempertahankan pengisian ventrikel kiri, terjadi peningkatan tekanan yang berlebih pada atrium kiri. Kondisi ini nantinya menimbulkan peningkatan tekanan pada vena, kapiler serta arteri pulmonal. Peningkatan tekanan pada arteri pulmonal menyebabkan peningkatan tekanan pada ventrikel kanan dan berakibat pada penurunan fungsi sistolik ventrikel kanan. Selanjutnya, situasi ini menyebabkan dilatasi ventrikel kanan. Jika hal ini berlangsung dalam waktu lama dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan, regurgitasi trikuspid dan dilatasi atrium kanan yang berakhir pada gagal jantung kanan (Braunwald et al., 2012). Pada pasien stenosis mitral, penilaian fungsi jantung kanan, terutama ventrikel kanan, merupakan hal penting, mengingat fungsi ventrikel kanan berkaitan erat dengan gejala, keparahan, kapasitas fungsional dan kebutuhan untuk dilakukan intervensi (Tayyareci et al. 2008). Namun, penilaian fungsi ventrikel kanan belum rutin dilakukan pada pasien dengan penyakit katup jantung (Mahfouz et al., 2011). Pada pemeriksaan ekokardiografi, salah satu metode yang dapat digunakan dalam menilai fungsi ventrikel kanan adalah Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE). TAPSE adalah jarak perpindahan cincin trikuspid antara fase diastolik akhir dan sistolik akhir (Ragab et al., 2011). Dibandingkan dengan metode lain, TAPSE memiliki beberapa keunggulan, antara lain: sederhana,
3 mudah dilakukan, tidak bergantung pada kualitas gambar dan tidak membutuhkan peralatan canggih atau software tertentu. Selain itu, pengukuran TAPSE juga dapat dilakukan pada pasien fibrilasi atrium dengan kecepatan denyut ventrikel tinggi (Grabysa et al., 2015). Pengukuran TAPSE dilakukan dengan ekokardiografi yang bersifat sensitif, spesifik serta non-invasif. Ekokardiografi merupakan pemeriksaan penunjang yang paling akurat dalam mendiagnosis, mengevaluasi dan menentukan prognosis dari stenosis mitral (Catherine, 2009). Pada pasien stenosis mitral, kondisi peningkatan tekanan yang berlebih di atrium kiri dan ventrikel kanan menyebabkan pelepasan N-Terminal prohormone of Brain Natriuretic Peptide (NT-proBNP) ke sirkulasi. NT-proBNP adalah hormon yang disekresi oleh miosit jantung, baik di atrium maupun ventrikel, akibat peningkatan tekanan dan volume yang berlebih. Pengukuran kadar NT-proBNP terbukti memiliki sensitivitas yang tinggi, sehingga dapat membantu mendeteksi gangguan kardiovaskular (Almenar et al., 2006). Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara TAPSE dengan kadar NT-proBNP pada pasien stenosis mitral. B. Perumusan Masalah Stenosis mitral terjadi karena adanya kelainan morfologi pada katup mitral. Kelainan ini menyebabkan penumpukan aliran darah di atrium kiri sehingga meningkatkan tekanan atrium kiri dan dapat berlanjut pada peningkatan tekanan arteri pulmonal, bahkan sampai pada peningkatan tekanan di ventrikel kanan. Peningkatan tekanan di ventrikel kanan ini menyebabkan penurunan fungsi sistolik
4 ventrikel kanan yang dapat diamati dari pemeriksaan ekokardiografi dengan menentukan jarak perpindahan planum cincin trikuspid antara fase diastolik akhir dan sistolik akhir (TAPSE). Meningkatnya tekanan di ruang-ruang jantung, salah satunya ventrikel kanan, yang tampak sebagai penurunan fungsi sistolik ventrikel kanan, memungkinkan terjadinya peningkatan kadar NT-proBNP di sirkulasi, sehingga kadar NT-proBNP pada plasma pasien stenosis mitral dapat dinilai secara tidak langsung dengan mengamati nilai TAPSE. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara TAPSE dan kadar NT-proBNP pada pasien stenosis mitral. D. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai hubungan antara TAPSE dan kadar NT-proBNP sudah pernah dilakukan oleh F. L. Dini et al. pada tahun 2008, berjudul Prognostic Significance of Tricuspid Annular Motion and Plasma NT-proBNP in Patients with Heart Failure and Moderate-to-Severe Functional Mitral Regurgitation. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh ventrikel kanan dan kadar NT-proBNP terhadap luaran pasien dengan gagal jantung dan regurgitasi mitral fungsional sedang hingga parah. Subjek penelitiannya adalah pasien rawat jalan dengan gagal jantung (Left Ventricular Ejection Fraction [LVEF] 45%) dan regurgitasi mitral fungsional sedang hingga parah dengan lebar vena kontrakta 0,5 cm (n = 142). Setelah dilakukan pengukuran indeks fungsi ventrikel kanan atau
5 TAPSE dengan ekokardiografi dan pemeriksaan kadar NT-proBNP, semua subjek diobservasi untuk survival analysis hingga primary end point atau secondary end point. Hasil penelitian ini adalah nilai TAPSE <16 mm memiliki Hazards Ratio (HR): 2,64 dengan p=0,009 dan kadar NT-proBNP 3283 pg/ml memiliki HR: 2,58 dengan p=0,011. TAPSE <16 mm dan kadar NT-proBNP 3283 pg/ml berkaitan dengan LVEF 25%, kelas fungsional New York Heart Association (NYHA) 3 4, penyakit jantung koroner, usia tua dan jenis kelamin pria. Selain itu, dilakukan pula uji korelasi yang hasilnya menunjukkan adanya korelasi negatif antara NT-proBNP dan TAPSE (r = 0,39 dan p<0,0001). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pada pasien dengan gagal jantung dan regurgitasi mitral fungsional sedang hingga parah, TAPSE dan kadar NT-proBNP berperan secara signifikan sebagai indikator dalam stratifikasi prognosis. Berbeda dengan penelitian Dini et al. (2008), penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara TAPSE dan kadar NT-proBNP dengan menggunakan rancangan penelitian potong lintang. Selain itu, subjek pada penelitian ini adalah pasien stenosis mitral rawat inap dan rawat jalan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Penelitian lain terkait dengan hubungan antara TAPSE dan kadar NT-proBNP dilakukan oleh Wafa et al. pada 2015 dengan judul Correlation Between N- terminal Pro Brain Natriuretic Peptide and Right Ventricular Performance Measured by Doppler Echocardiography after Successful Percutaneous Balloon Mitral Valvuloplasty. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui hubungan antara NT-proBNP dengan determinan fungsi ventrikel kanan pada pemeriksaan ekokardiografi setelah Percutaneous Balloon Mitral Valvuloplasty (PBMV).
6 Subjek penelitian terdiri dari dua kelompok, yakni: kelompok pasien stenosis mitral yang akan menjalani PBMV (n = 35) dan kelompok kontrol yang sehat, baik katup jantung ataupun fungsi ventrikel kirinya berdasarkan pemeriksaan ekokardiografi (n = 30). Kedua kelompok menjalani pemeriksaan meliputi: anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan ekokardiografi. Pemeriksaan ekokardiografi dan pengukuran kadar NT-proBNP dilakukan sebelum dan 24 hingga 48 jam setelah PBMV. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan kadar NTproBNP dan peningkatan TAPSE setelah dilakukan PBMV (p<0,05). Penelitian ini menyimpulkan bahwa penurunan kadar NT-proBNP setelah PBMV berkorelasi negatif dengan peningkatan TAPSE (r = -0,73 dengan p<0,001). Perbedaan antara penelitian Wafa et al. (2015) dan penelitian yang diajukan ini adalah subjek penelitian ini hanya satu kelompok, yakni pasien stenosis mitral rawat inap dan rawat jalan tanpa melihat status operasi PBMV. Selain itu, penelitian ini menggunakan metode potong lintang, yakni mengambil data dua variabel yang diteliti (TAPSE dan NT-proBNP) pada satu waktu. E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dokter Sebagai bahan masukan untuk memanfaatkan pemeriksaan laboratorium kadar NT-proBNP dalam menilai fungsi jantung kanan, terutama fungsi sistolik ventrikel kanan pada pasien stenosis mitral. 2. Bagi Pasien Pasien stenosis mitral dapat memiliki pilihan tambahan pemeriksaan
7 penunjang yang dapat dilakukan dengan memperhatikan pertimbangan dari sisi pasien, seperti: biaya, waktu, keparahan penyakit serta fisik dan mental. 3. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan dapat memberikan bukti ilmiah baru mengenai hubungan antara TAPSE dan kadar NT-proBNP pada pasien stenosis mitral.