BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas tinggi dalam menjalankan segala kegiatan. Namun, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Jalan adalah sarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sejalan dengan berkembangnya suatu kota atau wilayah dan meningkatnya kebutuhan manusia, infrastruktur jalan sangat diperlukan untuk menunjang proses

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur. Untuk menunjang pembangunan tersebut, salah satu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan perkembangan sarana dan prasarana transportasi itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Jalan sebagai prasarana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

Identifikasi Kawasan Rawan Kebakaran di Martapura Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan dengan Sistem Informasi Geografis

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

BAB III METODE PENELITIAN. informasi mengenai kecelakaan lalu lintas. Dalam penelitian ini menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

I. PENDAHULUAN. Transportasi juga diharapkan memiliki fungsi untuk memindahkan obyek sampai tujuan dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, Laju pertumbuhan penduduk dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ. Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dan pertumbuhan kota akan mendorong kebutuhan akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS HASIL PEMETAAN DAERAH RAWAN KECELAKAAN DI KOTA GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia terutama pada dunia pendidikan. Komputer sangat membantu untuk proses

BAB 3 STRATEGI DASAR MANAJEMEN LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan Jalan. lintas melalui rekayasa dan upaya lain adalah keselamatan berlalu lintas. Konsep

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan orang atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan Jalan

perbaikan hidup berkeadilan sosial.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi suatu negara atau daerah tidak terlepas dari

PEMETAAN LOKASI RAWAN KECELAKAAN ( STUDI KASUS BUNDARAN WARU ) DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sastriawan Pratama 1), Siti Mayuni 2), Said 2)

BAB I PENDAHULUAN. Kota Denpasar merupakan salah satu kota yang berada di Provinsi Bali.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

Penentuan Titik Rawan Kecelakaan (Black spot) Berdasarkan Angka Ekuivalen Kecelakaan pada Ruas Jalan PH. H Mustofa - AH. Nasution Di Kota Bandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Salah satu roda perekonomian yang berperan penting adalah transportasi jalan

pembinaan dan operasi. Audit keselamatan jalan pada awalnya diperiksa oleh orang atau tim yang berkualitas secara mandiri untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan ditunjukan dengan adanya peningkatan jumlah pemakaian

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor transportasi merupakan salah satu mata rantai jaringan distribusi

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN LALU LINTAS DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI KARAKTERISTIK KECELAKAAN LALU LINTAS Studi Kasus : Jalan Nasional (Jalan Lintas Sumatera) Kabupaten Serdang Bedagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat, sebaliknya peningkatan taraf

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan moda transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan). Masalah transportasi perkotaan merupakan masalah utama yang sulit dipecahkan di kota-kota besar, seperti kemacetan lalu lintas, kurangnya fasilitas parkir, dominasi angkutan pribadi, kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi sudah sangat mengganggu aktivitas penduduk. Kecelakaan lalu lintas merupakan aspek negatif dari peningkatan mobilitas transportasi yang saat ini meningkat dengan pesat. Kesadaran berdisiplin diri pada pemakai jalan raya yang cenderung menurun dalam berlalu lintas juga dapat memberi peluang yang besar dalam meningkatkan frekuensi kecelakaan di jalan raya. Selain itu, kualitas kecelakaan juga meningkat yang berarti bahwa tingkat kefatalan akibat kecelakaan juga tinggi (menyebabkan tingginya jumlah korban meninggal dan luka berat). Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu 1

Pada awalnya Kota Bandung dan sekitarnya secara tradisional merupakan kawasan pertanian, namun seiring dengan laju urbanisasi menjadikan lahan pertanian menjadi kawasan permukiman serta kemudian berkembang menjadi kawasan industri dan bisnis, sesuai dengan transformasi ekonomi kota umumnya. Sektor perdagangan dan jasa saat ini memainkan peranan penting akan pertumbuhan ekonomi kota ini, selain terus berkembangnya sektor industri. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Daerah Kota Bandung (2006), 35.92 % dari total angkatan kerja penduduk kota ini terserap pada sektor perdagangan, 28.16 % pada sektor jasa dan 15.92 % pada sektor industri. Adapun sektor pertanian hanya menyerap 0.82 %, sementara sisa 19.18 % pada sektor angkutan, bangunan, keuangan dan lainnnya. (SUSEDA Kota Bandung). Pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu daerah serta pertambahan penduduk dengan pergerakan yang tinggi dari suatu daerah menuju daerah yang lain saling mempengaruhi di antara keduanya. Mobilitas penduduk yang tinggi dalam suatu wilayah membutuhkan suatu sistem transportasi massal yang dapat mengimbanginya. Berikut data kecelakaaan lalu lintas yang terjadi empat tahun belakangan di Kota Bandung. Tabel 1.1 Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas Jumlah Korban No Tahun Kecelakaan Kerugian Materil Lalu Lintas MD LB LR 1 2006 216 46 28 32 Rp. 354.950.000 2 2007 841 88 208 490 Rp. 772.075.000 3 2008 782 78 112 548 Rp. 762.530.000 4 2009 719 89 67 659 Rp. 743.760.000 Penggunaan Sumber : Citra SATLANTAS Quickbird Kota Dan Bandung Sistem Informasi Geografis Untuk Analisis Daerah Rawan Kecelakaan Keterangan Lalu tabel Lintas : MD Di = Kota meninggal Bandung dunia, LB = luka berat, LR = luka ringan Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu 2

5 2010 940 103 43 807 Rp.725.969.000 Berdasarkan hal tersebut, kita dapat mengetahui bahwa kecelakaan lalu lintas di Kota Bandung meningkat setiap tahunnya. Hal ini menghambat berjalannya transportasi bagi kelancaran aksesibilitas maupun mobilitas penduduknya, juga fungsi tata ruang Kota Bandung sendiri yaitu antara lain Fungsi Pemerintahan, Fungsi Pusat Industri, Fungsi Pusat Perdagangan, Fungsi Pusat Pendidikan, Fungsi Pusat Pariwisata dan Etalase Jawa Barat. Masalah keselamatan lalu lintas menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kajian transportasi dan lalu lintas, dan hal ini juga merupakan bahasan menarik ditinjau dari sisi kemanusiaan maupun ekonomi. Sebagian besar kecelakaan lalu lintas terjadi di daerah perkotaan (Malkhamah, 1994). Warpani (2002) menjelaskan bahwa berdasarkan penelitian dan pengamatan, khususnya di Indonesia penyebab utama besarnya angka kecelakaan adalah faktor manusia, baik karena kelalaian, keteledoran ataupun kelengahan para pengemudi kendaraan maupun pengguna jalan lainnya dalam berlalu lintas atau sengaja maupun tak sengaja tidak menghiraukan sopan santun dan aturan berlalu lintas di jalan umum.(kamanakeun). Usaha penanggulangan masalah keselamatan lalu lintas secara garis besar meliputi usaha pre-emptif (penangkalan), preventif (pencegahan), dan represif (penanggulangan). Riset tentang kecelakaan lalu lintas dan cara pencegahannya terus berkembang. Berbagai upaya terus dilakukan untuk mengurangi jumlah kecelakaan. Munculnya risiko di jalan raya merupakan dampak dari kebutuhan pengguna jalan Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu 3

dan juga volume kendaraan yang makin bertambah. Hal ini tampak dari arus lalu lintas. Untuk mengetahui lokasi kecelakaan lalu lintas di Kota Bandung dapat dipantau apabila tersedia informasi yang terkini tentang kondisi lalu lintas. Salah satu teknologi yang digunakan adalah penginderaan jauh, konsep dasar penginderaan jauh adalah memperoleh informasi tanpa harus kontak langsung dengan objeknya, seperti yang dikemukakan oleh Lillesand dan Kiefer, (1994). Teknologi Penginderaan Jauh (Remote Sensing), telah merubah paradigma visualisasi permukaan bumi kita dari impian menjadi kenyataan, dari fiksi ilmiah menjadi bukti ilmiah. Lompatan teknologinya telah menghasilkan manfaat yang sangat berguna bagi banyak bidang yang berkaitan dengan manajemen pemanfaatan bumi dan permukaannya. Produk teknologi penginderaan jauh yang sangat luar biasa adalah berupa citra satelit dengan resolusi spasial yang tinggi, memberikan visual permukaan bumi sangat detail. Citra Satelit merupakan suatu gambaran permukaan bumi yang direkam oleh sensor (kamera) pada satelit pengideraan jauh yang mengorbit bumi, dalam bentuk image (gambar) secara digital. Pemanfaatan citra satelit saat ini sudah sangat luas jangkauannya, terutama dalam hal yang berkaitan dengan ruang spasial permukaan bumi, mulai dari bidang Sumber Daya Alam, Lingkungan, Kependudukan, Transportasi sampai pada bidang Pertahanan (militer). Di Indonesia penerapan teknologi penginderaan jauh ini telah dilakukan masih pada sebagian besar untuk keperluan inventarisasi potensi sumber Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu 4

daya alam dan lingkungan hidup, namun intensitasnya masih sangat sedikit dan belum merata di seluruh wilayah. Salah satu citra penginderaan jauh dengan resolusi spasial yang tinggi adalah citra Quickbird merupakan satelit penginderaan jauh yang diluncurkan pada tanggal 18 Oktober 2001 di California, U.S.A. dan mulai memproduksi data pada bulan Mei 2002. Quickbird diluncurkan dengan 98º orbit sun-synchronous dan misi pertama kali satelit ini adalah menampilkan citra digital resolusi tinggi untuk kebutuhan komersil yang berisi informasi geografi seperti sumber daya alam. Citra QuickBird mempunyai resolusi 0.61 m pankromatik (BW) dan 2.4 m multipektral (berwarna), dengan ketelitian lokasi 23 m tanpa menggunakan titik kontrol tanah. Kemampuan cakupan dalam sekali perekaman tunggal seluas 16.5 km x 16.5 km atau perekaman dalam bentuk strip seluas 16.5 km x 115 km. Dengan resolusi spasial yang tinggi, citra satelit Quickbird mampu menyajikan penampakan objek cukup detail dan bisa menampilkan objek hingga skala 1 : 2,500. Sistem Informasi Geografis (SIG), merupakan sistem manajemen bisnis data spasial yang mampu memadukan informasi dalam bentuk tabel dengan informasi spasial berupa peta dengan tingkat otomatis tinggi (Danoedoro, 1996). SIG dapat digunakan untuk menerima sejumlah besar data spasial yang berasal dari berbagai sumber, antara lain dengan teknik penginderaan jauh. Sistem informasi geografis untuk transportasi mencakup hardware, software, data, orang, organisasi, dan pengaturan kelambagaan untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisi, dan mengkomunikasikan jenis informasi tertentu tentang bumi. Jenis informasi tertentu adalah sistem transportasi dan wilayah geografis yang mempengaruhi atau Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu 5

dipengaruhi oleh sistem ini (Fletcher 2000). Selain itu, pemanfaatan SIG dapat meningkatkan efisiensi waktu dan ketelitian. Dalam penelitian ini, aplikasi Penginderaan Jauh dan SIG untuk tingkat kecelakaan lalu lintas di Kota Bandung dilakukan dengan mengolah Citra Quickbird tahun 2008. Hal ini dilakukan dengan identifikasi faktor-faktor kecelakaan lalu lintas di Kota Bandung pada citra tersebut sehingga diperoleh data akurat mengenai lokasi kecelakaan lalu lintas di Kota Bandung. Untuk itu penelitian dirasa penting untuk dilakukan mengingat tingkat kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat tiap tahunnya. B. Rumusan Masalah Masalah transportasi perkotaan saat ini sudah merupakan masalah utama yang sulit dipecahkan di kota-kota besar, salah satunya adalah kecelakaan lalu lintas yang terjadi sudah sangat mengganggu aktivitas penduduk. Riset tentang kecelakaan lalu lintas dan cara pencegahannya terus berkembang. Untuk mengetahui lokasi kecelakaan lalu lintas di Kota Bandung dapat dipantau apabila tersedia informasi yang terkini tentang kondisi lalu lintas. Salah satu teknologi yang digunakan adalah Penginderaan Jauh. Untuk masalah kecelakaan lalu lintas Kota Bandung dibutuhkan data yang akurat. Penyediaan data melalui Quickbird diharapkan dapat menjadi solusi. Berdasarkan identifikasi latar belakang permasalahan diatas, penulis dapat merumuskan masalah penelitian, antara lain : 1. Parameter apa saja yang bisa diekstrak dari citra Quickbird untuk menganalisis daerah rawan kecelakaan lalu lintas di Kota Bandung? Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu 6

2. Bagaimana pemodelan spasial dengan Sistem Informasi Geografis untuk mengkaji daerah rawan kecelakaan lalu lintas di Kota Bandung? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengidentifikasi parameter yang bisa diekstrak dari citra Quickbird dalam menganalisis daerah rawan kecelakaan lalu lintas di Kota Bandung. 2. Untuk melakukan pemodelan daerah rawan kecelakaan lalu lintas di Kota Bandung menggunakan SIG. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Mengidentifikasi parameter yang bisa diekstrak dari citra Quickbird dalam menganalisis daerah rawan kecelakaan lalu lintas di Kota Bandung. b. Melakukan pemodelan spasial daerah rawan kecelakaan lalu lintas di Kota Bandung dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi. 2. Manfaat Praktis a. Untuk pemerintah Kota Bandung dapat dijadikan bahan rekomendasi dalam kebijakan pengolahan lalu lintas yang lebih baik. b. Sebagai aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis bidang perkotaan. c. Sebagai bahan pembelajaran SMA kelas XI mata pelajaran Geografi pada materi Penginderaan Jauh dan untuk kelas XII mata pelajaran Sistem Informasi Geografis. d. Bagi peneliti dapat meningkatkan pemahaman terhadap penginderan jauh dan Sistem Informasi Geografis. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu 7

E. Definisi Operasional 1. Citra QuickBird merupakan salah satu citra penginderaan jauh yang mempunyai resolusi spasial yang lebih baik dibandingkan citra IKONOS, yaitu 0.61 meter pankromatik (BW) dan 2.4 m multipektral (berwarna), dengan ketelitian lokasi 23 m tanpa menggunakan titik kontrol tanah. Kemampuan cakupan dalam sekali perekaman tunggal seluas 16.5 km x 16.5 km atau perekaman dalam bentuk strip seluas 16.5 km x 115 km. Dengan resolusi spasial yang tinggi, citra satelit Quickbird mampu menyajikan penampakan objek cukup detail dan bisa menampilkan objek hingga skala 1 : 2,500. Sehingga akan memberikan gambaran muka bumi yang lebih rinci. 2. Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengolah, memanipulasi menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografis (Prahasta, 1990). 3. Kecelakan adalah suatu peristiwa dijalan yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan yang sedang bergerak dengan atau tanpa pengguna jalan lainya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. Kecelakaan disebut fatal apabila menimbulkan korban jiwa (meninggal dunia) (Warpani, 2002; 118). 4. Daerah rawan kecelakaan adalah daerah rawan yang terganggu keamanan dan ketentramannya (bahaya, tidak tertib, kemelut) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995 : 179). Daerah rawan yang diteliti dalam skripsi ini adalah Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu 8

daerah yang paling sering terjadi kasus kecelakaan pada ruas jalan di Kota Bandung dibandingkan jalan lainnya. Sedangkan kerawanan adalah keadaan rawan. 5. Model merupakan representasi dari realita. Tujuan pembuatan model adalah untuk membantu mengerti, menggambarkan, atau memprediksi bagaimana suatu fenomena bekerja di dunia nyata melalui penyederhanaan bentuk fenomena tersebut. Pemodelan spasial terdiri dari sekumpulan proses yang dilakukan pada data spasial untuk menghasilkan suatu informasi umumnya dalam bentuk peta. Kita dapat menggunakan informasi tersebut untuk pembuatan keputusan, kajian ilmiah, atau sebagai informasi umum. 6. Parameter dalam penelitian adalah kondisi jalan dan lingkungan yang meliputi, penggunaan lahan, radius belokan (tikungan), jarak pandang bebas, trotoar, bahu jalan, fasilitas penyeberangan jalan, rambu lalu lintas, marka jalan, pola arus lalu lintas, pengendalian persimpangan, tingkat pelayanan jalan dan perlintasan kereta api. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu 9