BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Singkong (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu hasil pertanian tanaman pangan di daerah tropika yang meliputi Afrika, Amerika Selatan, dan sebagian wilayah Asia. Khusus wilayah Asia, penghasil singkong terbesar adalah Thailand dan Indonesia (Nassar, 2001). Produksi singkong Indonesia pada tahun 2012 tercatat sebesar 24.177.372 ton (Anonim 2, 2013). Melimpahnya hasil panen singkong dapat diolah dan dimanfaatkan dalam beberapa hal untuk meningkatkan status nilai singkong. Singkong mempunyai peran penting sebagai bahan baku utama untuk memproduksi bioetanol, gula cair atau sirup glukosa dan lain sebagainya. Sirup glukosa merupakan salah satu produk yang penting secara komersial. Seiring berkembangnya industri makanan dan minuman, kebutuhan sirup glukosa mengalami peningkatan. Oleh sebab itu produksi sirup glukosa juga menuntut peningkatan. Proses untuk menghasilkan sirup glukosa dari singkong biasanya perlu ada proses konversi menjadi pati terlebih dahulu (Perera dan Perera, 2006). Proses hidrolisis pati singkong dapat dilakukan secara kimiawi, enzimatis, maupun gabungan dari keduanya. Menurut Woiciechowski et al. (2002), hidrolisis pati secara enzimatis memiliki efisiensi yang hampir sama dengan cara kimiawi, tetapi hidrolisis secara kimiawi atau hidrolisis asam dapat menghasilkan racun, flavor, dan warna yang tidak diharapkan. Menurut Triyono (2008), hidrolisis pati secara enzimatis memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan secara kimiawi. Hidrolisis pati secara enzimatis dapat meminimalkan kerusakan warna dan 1
menghasilkan abu serta produk samping lebih sedikit. Enzim yang menghidrolisis pati akan memotong rantai pati secara spesifik. Struktur pati dibentuk oleh dua senyawa dengan berat molekul yang besar yaitu amilosa dan amilopektin. Kedua molekul tersebut merupakan polimer glukosa. Melalui hidrolisis enzimatis maka amilosa dan amilopektin dipecah menjadi glukosa, maltosa, dan produk lainnya tergantung dari jenis enzimnya (Van der Maarel, et al., 2002). Menurut Mironescu et al. (2009), produk hidrolisis pati dapat dikarakterisasi berdasarkan nilai dextrose equivalent (DE) dan komposisi sakaridanya dapat dibedakan berdasarkan derajat polimerisasi (DP) yaitu DP 1 (glukosa), DP 2 (Maltosa), DP 3 (Maltotriosa), dan DP 4 (maltotetrosa). Proses konversi dari singkong menjadi pati yang dilakukan lebih dulu dalam produksi sirup glukosa mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan dalam proses konversi singkong menjadi pati adalah ekstraksi pati dari singkong akan memerlukan waktu, tenaga kerja, dan air yang lebih banyak sebelum diproses menjadi sirup glukosa. Selain itu masih terdapat dalam jumlah yang besar (56-60% dari residu) sisa-sisa pati yang tidak ikut terekstrak. Sedangkan penggunaan hancuran singkong secara ekonomi dapat menurunkan biaya produksi dibandingkan dengan penggunaan pati (Ghildyal et al., 1990). Proses hidrolisis singkong secara langsung tanpa melalui proses ekstraksi pati terlebih dahulu untuk menghasilkan sirup glukosa akan terkendala dengan masih banyaknya pati yang terjerat dalam matriks-matriks serat. Dengan masih banyaknya pati yang terjerat dalam matriks-matriks serat maka enzim α-amilase tidak bisa mengakses ke serat. Oleh sebab itu, pati yang dikonversi menjadi sirup 2
glukosa menjadi tidak maksimal. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Johnson et al. (2009) hanya menggunakan enzim α-amilase dan glukoamilase. Kedua jenis enzim tersebut hanya bisa memotong ikatan (1 4)-α-glikosidik dan ikatan cabang (1 6)-α-glikosidik, tidak bisa menghidrolisis serat sehingga kontak dengan pati sangat terbatas. Menurut Ghildyal (1989), singkong mengandung serat yang terdiri atas selulosa (15 18%), hemiselulosa (4 5%), lignin (2 3%). Selulosa merupakan polimer dari unit (1-4)-β-D-glucopyranosyl, sedangkan hemiselulosa merupakan polimer dari unit (1-4)-β-D-xylopyranosyl. Untuk memaksimalkan akses enzim α- amilase untuk mencapai substrat pati yang terjerat dalam tahap likuifikasi, maka harus dilakukan pemecahan matriks-matriks serat tersebut. Pada penelitian ini digunakan enzim β-glukanase untuk memecah matriks-matriks serat yang menjerat pati pada bubur singkong. Produksi sirup glukosa dari bubur singkong secara enzimatis akan mengalami masalah mengenai glukosida sianogenik yang berada dalam produk. Singkong segar mengandung senyawa glukosida sianogenik sekitar 20 ppm 4000 ppm (Lebot, 2009). Apabila singkong yang digunakan adalah jenis singkong pahit dengan kandungan glukosida sianogenik yang tinggi, maka besar kemungkinan akan menjadi permasalahan mengenai kadar glukosida sianogenik pada sirup glukosa yang dihasilkan. Produksi sirup glukosa dari singkong dengan hidrolisis secara enzimatis tanpa melalui ekstraksi pati terlebih dahulu jarang dilakukan. Sedangkan penelitian mengenai penggunaan β-glukanase untuk menghidrolisis matriksmatriks serat yang menjerat pati pada hancuran singkong sebelum tahap 3
likuifikasi dan sakarifikasi dalam produksi sirup glukosa belum pernah dilaporkan. Selain itu, kandungan kandungan pati pada kulit singkong sekitar 77% (bk) (Ghosh et al., 1988) dan kandungan seratnya sekitar 9,2-22,2% (bk) serta kandungan serat pada daging umbi singkong sekitar 2,9-5,2% (bk) (Barrios dan Bressani, 1967). Pada penelitian ini akan dilakukan pengamatan pengaruh pengupasan singkong dan penambahan enzim β-glukanase terhadap kemudahan pati dalam bubur singkong untuk dihidrolisis oleh enzim α-amilase pada proses produksi sirup glukosa secara enzimatis. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.2.1. Mengetahui pengaruh tingkat pengupasan singkong terhadap kemudahan pati pada bubur singkong untuk dihidrolisis oleh enzim α-amilase pada proses produksi sirup glukosa secara enzimatis. 1.2.2. Mengetahui pengaruh penambahan enzim β-glukanase terhadap kemudahan pati pada bubur singkong untuk dihidrolisis oleh enzim α- amilase pada proses produksi sirup glukosa secara enzimatis. 1.2.3. Mengamati kandungan residu glukosida sianogenik pada proses produksi sirup glukosa secara enzimatis dari bubur singkong. 4
1.3. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1.3.1. Memberikan informasi tentang pengaruh tingkat pengupasan singkong terhadap kemudahan pati pada bubur singkong untuk dihidrolisis oleh enzim α-amilase pada proses produksi sirup glukosa secara enzimatis. 1.3.2. Memberikan informasi mengenai pengaruh penambahan enzim β- glukanase terhadap kemudahan pati pada bubur singkong untuk dihidrolisis oleh enzim α-amilase pada proses produksi sirup glukosa secara enzimatis. 1.3.3. Memberikan informasi kandungan residu glukosida sianogenik pada proses produksi sirup glukosa secara enzimatis dari bubur singkong 5