ANALISIS PENINGKATAN LANDASAN PACU (RUNWAY) BANDAR UDARA PINANG KAMPAI-DUMAI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan transportasi udara adalah tersedianya Bandar Udara (Airport)

Perencanaan Sisi Udara Pengembangan Bandara Internasional Juanda Surabaya

ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II

PA U PESAW PESA AT A T TER

ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II

PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN

BAB 4 HASIL PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS

KAJIAN TEKNIS PERENCANAAN PERKERASAN LANDAS PACU

DESAIN TEBAL PERKERASAN DAN PANJANG RUNWAY MENGGUNAKAN METODE FAA; STUDI KASUS BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU SUMATERA UTARA

Dosen Pembimbing. Mahasiswa. Ir. Hera Widyastuti, MT. PhD. Sheellfia Juni Permana TUGAS AKHIR ( RC )

BAB 1 PENDAHULUAN. laut, maupun udara perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan untuk menjangkau, menggali,

BAB III LANDASAN TEORI. A. Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan/ Perancangan Landasan pacu pada Bandar Udara

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Spesifikasi Bandara Radin Inten II

PENGARUH LINGKUNGAN LAPANGAN TERBANG PADA PERENCANAAN PANJANG LANDASAN DENGAN STANDAR A.R.F.L. Oleh : Dwi Sri Wiyanti. Abstract

Perencanaan Bandar Udara

Singkatan dari Advisory Circular, merupakan suatu standar dari federasi penerbangan Amerika (FAA) yang mengatur mengenai penerbangan.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. jenis data yang diperlukan untuk menunjang proses penelitian, untuk kemudian diolah

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 93 TAHUN 2015 TENTANG

ANALISIS PERKERASAN LANDAS PACU BANDARA SOEKARNO-HATTA MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FAARFIELD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PP RI No.70 Tahun 2001 tentang Kebandar udaraan, Pasal 1 Ayat

ANALISIS TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN PADA BANDAR UDARA NUSAWIRU CIJULANG KABUPATEN CIAMIS

( LAPANGAN TERBANG ) : Perencanaan Lapangan Terbang

TINJAUAN PENGEMBANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA KASIGUNCU KABUPATEN POSO

PERENCANAAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA TUANKU TAMBUSAI KABUPATEN ROKAN HULU. B U D I M A N 1 ARIFAL HIDAYAT, ST, MT 2 BAMBANG EDISON, S.

Variabel-variabel Pesawat

Analisa Kekuatan Perkerasan Runway, Taxiway, dan Apron (Studi Kasus Bandar Udara Soekarno Hatta dengan Pesawat Airbus A-380)

Desain Bandara Binaka Nias Untuk Pesawat Airbus 300A ABSTRAK

PENDAHULUAN Perkembangan teknologi di bidang transportasi semakin berkembang. Hal ini dikarenakan banyaknya aktivitas masyarakat dalam melakukan hubun

Runway Koreksi Panjang Runway Windrose Runway Strip RESA LDA, TORA, ASDA, TODA Take Off Distance

STUDI PENGEMBANGAN SISI UDARA BANDAR UDARA MALI KABUPATEN ALOR UNTUK JENIS PESAWAT BOEING

E-Jurnal Sariputra, Juni 2015 Vol. 2(2)

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tingkat pelayanan (level of service) terminal dan apron Bandara. Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ini telah menjadikan peranan transportasi menjadi sangat

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

PERENCANAAN BANDAR UDARA. Page 1

ANALISA PERENCANAAN PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) APRON BANDAR UDARA SULTAN THAHA SYAIFUDDIN JAMBI

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DAN MANAJEMEN KONSTRUKSI TAXIWAY DI BANDARA ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA

BAB V ANALISA KEBUTUHAN RUANG BANDARA PADA TAHUN RENCANA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor:

4.1 Landasan pacu (runway)

PERTEMUAN KE - 1 PENGENALAN

DAFTAR lsi. ii DAFTAR lsi. iv DAFTAR TABEL. vi DAFTAR GAMBAR. vii DAFTAR LAMPIRAN. viii ISTILAH - ISTILAH. ix NOTASI- NOTASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sandhyavitri (2005), bandar udara dibagi menjadi dua bagian

PENDAHULUAN BAB I. berpopulasi tinggi. Melihat kondisi geografisnya, transportasi menjadi salah satu

Bandar Udara. Eddi Wahyudi, ST,MM

BAB V ANALISIS DAN PERANCANGAN

2.3 Dasar - Dasar Perancangan Tebal Lapis Keras Lentur Kapasitas Lalulintas Udara 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penumpang menunggu. Berikut adalah beberapa bagian penting bandar udara.

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA (STUDI KASUS: BANDAR UDARA SEPINGGAN BALIKPAPAN)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Airport) berfungsi sebagai simpul pergerakan penumpang atau barang dari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH BEBAN PESAWAT BOEING B ER TERHADAP TEBAL PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Bandara tersibuk di dunia tahun 2014 versi ACI

EVALUASI TAHAPAN PENGEMBANGAN FASILITAS SISI UDARA BANDARA TEBELIAN SINTANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS STRUKTUR PERKERASAN RUNWAY, TAXIWAY DAN APRON BANDAR UDARA DR. F.L. TOBING MENGGUNAKAN METODE UNITED STATES OF AMERICAN PRACTICE

: Jalan Soekarno Hatta (Bukit Jin), Dumai, Riau 28825, Indonesia. Telephone : - Fax : - Telex : - -

BAB III METODOLOGI. Dalam diagram alir, proses perencanaan geometrik akan dilakukan seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.1.

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku atau rigid pavement adalah jenis perkerasan yang

JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012

BAB III METODE PERENCANAAN. Mulai. Perumusan masalah. Studi literatur. Pengumpulan data sekunder & primer. Selesai

Analisis Nilai ACN dan PCN untuk Struktur Perkerasan Kaku dengan menggunakan Program Airfield. Djunaedi Kosasih 1)

ANALISIS TEBAL PERKERASAN APRON PADA BANDAR UDARA SENTANI BERBASIS JUMLAH DAN TIPE PESAWAT

PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA DI KABUPATEN NABIRE

BAB IV PENGOLAHAN DATA &ANALISIS. dengan menggunakan Program COMFAA 3.0 adalah sebagai berikut :

KAPASITAS LANDAS PACU BANDAR UDARA SAM RATULANGI MANADO

parameter, yaitu: tebal /(bidang kontak)^ dan CBR/tekanan roda, serta memisahkan

TUGAS AKHIR PEMETAAN NILAI KEKESATAN PADA PERMUKAAN PERKERASAN EKSISTING LANDAS PACU UTARA DI BANDARA SOEKARNO-HATTA

PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA RENDANI DI KABUPATEN MANOKWARI PROVINSI PAPUA BARAT

EVALUASI TEBAL PERKERASAN LANDAS PACU DAN PANJANG LANDAS PACU PADA BANDARA HUSEIN SASTRANEGARA ABSTRAK

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

: Jl. Garuda Singkep, Kel. Dabo, Kec. Singkep, Kab. Lingga, Kepulauan Riau, Telephone : Fax : Telex : - -

Bandara Sultan Syarif Kasim II

ANALISIS DAN PERENCANAAN RUNWAY DAN ALAT BANTU PENDARATAN BANDAR UDARA NUSAWIRU KABUPATEN PANGANDARAN

BAB IV PERHITUNGAN PERENCANAAN. Berdasarkan data umum dilapangan pada Bandara Internasional

TUGAS AKKHIR ANALISIS PERANCANGAN TEBAL PERKERASAN APRON BANDARA INTERNASIONAL AHMAD YANI SEMARANG DENGAN METODE FEDERATION AVIATION ADMINISTRATION

ANALISIS GEOMETRIK FASILITAS SISI UDARA BANDAR UDARA INTERNASIONAL LOMBOK (BIL) NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB II STUDI PUSTAKA. disebut perkerasan lentur, sedangkan perkerasan yang dibuat dari slab-slab beton (

: Jl. Pipit No. 22, Kel. Sei/Sungai Pinang Dalam, Kec. Samarinda Utara, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, 75117

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan data yang ada yaitu pada tahun 2028 perkiraan jumlah penumpang

OPTIMASI KAPASITAS LANDAS PACU BANDAR UDARA SAM RATULANGI MANADO

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Nusantara II Tanjung Morawa, terletak di Kuala Namu, Desa Beringin, Kecamatan

ANALISIS PROSPEK OPERASIONAL A380 DAN B787 DREAMLINER PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL NGURAH RAI BALI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

: KALIMANTAN SELATAN : Jl. Angkasa, Kel. Landasan Ulin Timur, Kec. Landasan Ulin, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 70724

PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA KASIGUNCU KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH

PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA KUABANG KAO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA

ANALISA PENGEMBANGAN GEOMETRI LANDASAN (STUDI KASUS BANDARA HUSEIN SASTRANEGARA)

Bandara Haluoleo. Hajj Airport : Tidak. Operation Hour : 07:00-20:00 WITA. Sumber: maps.google.com

Bandara Sultan Hasanuddin

Transkripsi:

ANALISIS PENINGKATAN LANDASAN PACU (RUNWAY) BANDAR UDARA PINANG KAMPAI-DUMAI Irvan Ramadhan, ST Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Dumai Muhammad Idham, ST, M.Sc Anton Budi Dharma, ST, MT Staf Pengajar Bidang Teknik Transportasi Jurusan Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Dumai Sebagai satu-satu Bandar Udara yang ada di Kota Dumai, Bandar Udara Pinang Kampai yang terletak 8 km sebelah selatan Kota Dumai mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang peningkatan pengguna jasa transportasi udara. Pendistribusian barang lebih cepat yang memberikan konstruksi bagi peningkatan perekonomian khususnya di Kota Dumai dan Indonesia umumnya. Peningkatan permintaan jasa transportasi udara memerlukan pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana Bandar Udara, baik untuk kepentingan pesawat maupun kepentingan penumpang dan barang. Peningkatan sarana dapat berupa pengembangan prasarana sisi udara (air side) maupun sisi darat (land side). Pengembangan prasarana sisi udara meliputi perpanjangan landasan pacu (runway) dan landasan hubung (taxiway). Panjang landasan pacu Bandar Udara Pinang Kampai Kota Dumai eksisting adalah 1.800 m dengan lebar 30 m yang kemudian akan ditingkatkan panjangnya menjadi 2.250 m ke arah selatan dengan lebar 45 m agar penerbangan dengan pesawat Boeing 737-400 dapat dilakukan pada berat maksimum lepas landas (maximum take off weight). Lebar landasan hubung (taxiway) yang ada 23 m dan jarak antara sumbu landasan pacu dengan sumbu landasan hubung sebesar 125 m. Analisis tebal perkerasan landasan pacu dengan flexible pavement berdasarkan standar yang disyaratkan pada metode FAA (Federal Aviation Administration). Dari hasil analisis berdasarkan standar yang disyaratkan International Civil Aviation Organization (ICAO) dengan pesawat rencana Boeing 737-400 yang lepas landas dengan berat maksimum diperlukan panjang landasan pacu 2.938 m. Dengan panjang landasan pacu 2.250 m maka pesawat Boeing 737-400 hanya dapat lepas landas sekitar 90% dari Maximum Take Off Weight (MTOW). Jarak antara sumbu landasan pacu dan sumbu landasan hubung sebesar 168 m, tebal perkerasan lentur (flexible pavement) disesuaikan dengan masterplan Bandar Udara Pinang Kampai Kota Dumai yaitu sebesar 82 cm dengan nilai PCN 40/F/C/X/U. Kata kunci : Landasan pacu, landasan hubung, Boeing 737-400

1. PENDAHULUAN Majunya sistem transportasi udara pada umumnya ditandai dengan peningkatan dan penambahan fasilitas lapangan terbang disetiap kota atau propinsi dan bertambahnya masyarakat pengguna jasa angkutan udara. Untuk melayani transportasi udara di Dumai maka didirikan Bandar Udara Pinang Kampai pada tahun 1971 oleh Pertamina UP II Dumai. Bandara ini selain digunakan untuk kepentingan penerbangan pertamina juga digunakan untuk penerbangan umum yang awalnya dikelola pihak Pertamina tapi sekarang pengelolaannya dilakukan oleh pihak Pemerintah daerah dibawah pengawasan Dinas Perhubungan Kota Dumai. Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang optimal dan dalam rangka meningkatkan pelayanan dibidang transportasi udara, maka Pemerintah Kota Dumai berencana untuk mengembangkan Bandar Udara Pinang Kampai Dumai. Dengan meningkatnya jumlah pengguna transportasi udara di Dumai, maka sejalan dengan itu harus juga ditingkatkan prasarana lapangan terbang salah satunya peningkatan areal pendaratan dan lepas landas pesawat terbang atau disebut landasan pacu agar kemampuan dari landasan pacu tersebut dapat melayani jenis pesawat maksimum rencana yaitu Boeing 737-400. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi rencana pengembangan prasarana udara berupa landasan pacu, merencanakan, uji kelayakan MTOW terhadap masterplan serta merencanakan tebal lapis perkerasan landasan pacu baik secara analitis maupun grafis dengan tujuan untuk memberikan masuk berupa kelayakan terhadap rencana yang akan dirancang. 2. Tinjauan Pustaka Landasan pacu adalah suatu tempat dimana tersedianya areal yang cukup (optimal) yang memenuhi persyaratan untuk landasan suatu pesawat terbang yang berfungsi sebagai tempat pendaratan (landing) dan lepas landas (take off) pesawat-pesawat terbang, Horonjeff ( 1993 ). Untuk memenuhi fungsi landas pacu, pada umumnya lapisan permukaan dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama. Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya dukung berlainan, Horonjeff (1983). Perkerasan berfungsi sebagai tumpuan rata-rata pesawat permukaan yang menghasilkan jalan pesawat yang comfort sesuai fungsinya, maka harus dijamin bahwa tiap-tiap lapisan dari atas ke bawah cukup kekerasan dan 2

ketebalannya sehingga tidak mengalami distress (perubahan karena tidak mampu menahan beban). FAA telah mengembangkan metode perencanaan perkerasan dengan dasar metodenya didasarkan pada pengklasifikasian tanah menurut karakteristik dari tanah tersebut. Pada umumnya susunan lapisan konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) terdiri dari beberapa lapisan yaitu : a. Lapisan permukaan ( Surface course) Lapis permukaan adalah bagian dari konstruksi perkerasan yang paling atas, berguna untuk menyediakan lintas permukaan yang rata/ mulus dan aman. b. Lapisan pondasi atas ( base course ) Base course merupakan bagian dari konstruksi perkerasan yang terletak diantara subbase course dan sutface course, yang terdiri dari material berkualitas tinggi. c. Lapisan pondasi bawah ( subbase course) Subbase merupakan kosntruksi perkerasan yang terletak antara subgrade dan base, yang mana pada prinsipnya subbase dan base mempunyai fungsu yang sama, hanya dari segi material yang digunakan berbeda. d. Tanah dasar ( subgrade ) Tanah dasar merupakan bagian yang terpenting dari struktur konstruksi perkerasan lentur, dimana tanah dasar yang akan mendukung konstruksi runway serta muatan lalulintas lain diatasnya, maka daya dukung tanah (CBR tanah) yang ada harus cukup baik. 3. LANDASAN TEORI 3.1.Perencanaan landasan pacu Kebutuhan panjang landasan untuk perencanaan lapangan terbang telah dibuat persyaratannya oleh FAA.150/5324-4 atau ICAO.DOC 7920-AN/865 part 1 Air Craft Characteristic, untuk menghitung panjang landasan berbagai macam jenis pesawat. Dalam semua perhitungan untuk panjang landasan pacu dipakai suatu standar yang disebut ARFL (Aeroplane Reference Field Length). Menurut International Civil Aviation Organization (ICAO), ARFL (Aeroplane Reference Field Length) adalah landasan pacu minuman yang dibutuhkan pesawat untuk lepas landas, pada saat maximum take off weight, elevasi muka laut, kondisi standar atmosfir, keadaan tanpa ada angin bertiup, landasan pacu tanpa kemiringan. 3

Dalam merencanakan panjang landasan pacu kita harus melakukan penyesuaian (koreksi) dengan standar yang ada. Koreksi tersebut kita lakukan terhadap : a. Koreksi elevasi Menurut International Civil Aviation Organization (ICAO) panjang dasar runway akan bertambah 7% setiap kenaikan 300 m (1.000 ft) dihitung dari ketinggian muka laut, maka : b. Koreksi temperatur Fe = 1 + 0,07h / 300 Pada temperatur tinggi dibutuhkan landasan yang lebih panjang, sebab temperatur tinggi density udara rendah. Dengan dasar ini maka ICAO menetapkan hitungan koreksi temperatur dengan rumus : c. Koreksi kemiringan Ft = 1 + 0,01 (T 0,0065 h) Berdasarkan peratiran yang telah dtetapkan oleh ICAO, untuk koreksi kemiringan adalah panjang runway yang sudah dikoreksi berdasarkan ketinggian dan tenperatur akan bertambah 10% setiap kemiringan effective gradient 1 %. Fs = 1 + 0,01 (T 0,0065 h) d. Koreksi angin permukaan (surface wind) Panjang runway yang diperlukan lebih pendek bila bertiup angin haluan (head wind) dan sebaliknya bila bertiup angin butiran (tail wind) maka runway yang diperlukan lebih panjang..2 Panjang Landasan Pacu Tabel 3.1. Pengaruh angin permukaan terhadap panjang runway Kekuatan angin +5 +10-5 Sumber : Haronjeff (1983) Persentase pertmabahan/ pengurangan runway -3-5 +7 4

Panjang runway minimum dihitung dengan metode ARFL (Aeroplane Reference Field Lenght) untuk mengetahu Maximum Take off Weight (MTOW), dihitung dengan persamaan : Dengan : Lr Ft Fe Fs = Panjang runway rencana = Faktor koreksi temperatur = Faktor koreksi elevasi ARFL = (Lr x Ft x Fe x Fe) = Faktor koreksi kemiringan Penentuan panjang landasan pacu akan bergantung kepada : a. Akibat koreksi ketinggian b. Akibat koreksi temperatur TML LR 1 = LR 0 + LR 0 (7%. T0 ) Sebagai temperatur standar (t 0 ) = 15 0 C dengan 2% untuk tiap 300 m dari muka laut, 1% tiap 1 0 C. TML LR 1 = LR 1 + LR 1.1% (T (15 0 C 2 0 C. T0 ) c. Akibat koreksi gradient efektif LR 3 = LR 2 + LR 2 (20%. GE) Koreksi landasan pacu untuk Maximum Take off Weight (MTOW) terhadap ARFL adalah sebagai berikut : a. Faktor koreksi Temperatur untuk kenaikan 1 0 C sebesar 1% Ft = +1% (T (T 0 0,0065 TML)) b. Faktor koreksi terhadap ketinggian sebesar 7% untuk setiap kenaikan 300 m TML Fe = 1 + 7% ( T0 ) c. Faktor koreksi terhadap kemiringan landasan (gradien) sebesar 10% tiap kemiringan 1% Fs = 1 + 10% (GE) 3.3. Perencanaan Tebal Perkerasan Landasan Pacu a. Tebal perkerasan degan Grafis 5

Metode FAA menganggap bahwa berat kotor pesawat (gross weight aircraft) dipikul oleh roda pendaratan utama (main landing gear) sebesar 95%, sedangkan sisanya dipikul oleh nose wheel. Tabel 3.2. Konversi untuk roda pendaratam Konversi dari Ke- Faktor Pengali Single wheel Single wheel Dual wheel Double dual tandem Dual tandem Dual tandem Dual wheel Double dual tandem Dual wheel Dual tandem Dual tandem Dual tandem Single wheel Dual wheel Single wheel Dual wheel 0,8 0,5 0,6 1,00 2,00 1,70 1,30 1,70 Sumber : Federal Aviation Administration (FAA), 1989 3.4. Tebal perkerasan dengan Analitis ACN adalah suatu nomor atau angka yang menyatakan kekuatan relatif yang memberikan pengaruh terhadap perkerasan dan ACN berasal dari beban roda pesawat jika berada di bandar udara. ACN t 878 %CBR 2 12,49 Informasi tambahan yang disertakan dalam pelaporan kekuatan pekerasan yaitu tipe perkerasan, kagiri subgrade strength, tekanan ban maksimum yang diijinkan dan metode evaluasi untuk menentukan nilai PCN. Dari sudut pandang structural, sebuah pesawat dapat beroperasi pada suatu Bandar udara dengan ketentuan sebagai berikut : a. Nilai ACN lebih kecil atau sama dnegan PCN b. Tekanan ban/roda pesawat tidak melebihi tekana roda batas yang diijinkan pada perkerasan. c. Mematuhi berbagai perbatasan berat maksimum yang diijinkan (terutama untuk pesawat yang mempunyai berat lebih kecil atau sama dengan 5700 kg). Operator pesawat harus terlebih dahulu melaporkan pada operator Bandar udara yang berwenang, jika pesawatnya akan beroperasi di atas nilai pavement strength (PCN) yang dilaporkan. Kriteria berikut disarankan untuk menentukan dapat tidaknya diterima sautu pesawat terbang beroperasi overload pada perkerasan. 6

a. Untuk perkerasan lentur, nilai ACN maksimal yang diijinkan adalah 10% di atas PCN yang dilaporkan. b. Untuk perkerasan kaku, nilai ACN maksimal yang diijinkan adalah 5% di atas nilai PCN yang dilaporkan. c. Untuk perkerasan yang strukturnya tidak diketahui, nilai ACN maksimal yang diijinkan adalah 5% di atas PCN yang dilaporkan. d. Jumlah pergerakan overload tiap tahun maksimal 5% dari total pergerakan pesawat tiap tahun. 4. METODE PENELITIAN Evalausi yang dilakukan secara garis besar meliputi pengumpulan data, mempelajari literatur mengenai landasan pacu dan membahas hasil yang telah diperoleh. 5. HASIL ANALISIS Pesawat rencana yang akan digunakan dalam perencanaan runway adalah Boeing 737-400 dengan karakteristik teknis : a. Aeroplane references field lenght : 2.400 m b. Wingspan : 28,5 m c. Outer main gear wheel span : 7 m d. Overal lenght : 36,5 m e. Maximum take off weight : 63.083 kg Dari karakteristik di atas, menurut ARFL dapat ditentukan kondisi eksisting dari bandara bahwa kode pesawat 4C dengan ARFL > 1800 m, dengan huruf C berarti pesawat Boeing 737-400 mempunyai wing span 24-36 m (lebih 28,5 m) dan outer main gar wheel plan antara 6-9 m. a. Panjang Landasan Pacu (runway) Direncanakan panjang landasan pacu yang direncakan untuk lepas landas adalah 2.250 m. Panjang landasan pacu bila pesawat take-off menurut ARFL : 1 7% Fe = TML T o = 1 + 7 % Ft = 1 1% (T - (t o 0,0065TML)) = 1+1% (32 0 C-(15 0 C-0,0065 x 16,848)) = 1,1710 16.848 300 = 1,0039 7

Fs = 1 + 10% (GE) = 1 + 10% (1,14) = 1,0011 ARFL rencana = 2.250 1,0039 x1,1719 x1,1140 1,718 m Adapun Faktor koreksi terhadap penentuan panjang landasan pacu dapat dilihat pada Tabel 6.1 dan 6.2 berikut. Tabel 6.1. Faktor koreksi panjang landasan pacu menurut ICAO N o Faktor Koreksi Lamban g Hasil koreksi (m) 1 Ketinggian Lr 1 1.725 2 Temperatur Lr 2 2.020 3 Gradient Efektif Lr 3 2.025 Sumber : Hasil Pengolahan Jadi menurut ICAO, panjang landasan pacu rencana adalah 2.025 m. Tabel 6.2. Faktor koreksi panjang landasan pacu menurut ARFL N Faktor Koreksi Lamban Hasil koreksi o g 1 Temperatur untuk kenaikan 1 0 C sebesar Ft 1,1710 1% 2 Ketinggian sebesar 7% setiap kenaikan Fe 1,0039 sebanyak 300 m 3 Kemirinan landasan (gradient) sebesar 10% tiap kemiringan 1% Fs 1,0011 Sumber : Hasil Pengolahan Berdasarkan standar dari ARFL, panjang landasan pacu yang dibutuhkan untuk lepas landas (take off) adalah : ARFL = Lr 3 x Ft x Fe x Fs = 2.025 x 1,1710 x 1,0039 x 1,0011 = 2.400 m Untuk menghitung panjang landasan pacu agar sesuai dengan Maximum take oof Weight (MTOW), maka dengan menggunakan standar yang ditetapkan ARFL dari ICAO dengan nilai pengoreksian seperti pada Tabel 6.3. Tabel 6.3. Faktor koreksi panjang landasan pacu dengan MTOW N Faktor Koreksi Lamban Hasil koreksi (m) o g 1 Terhadap ketinggian permukaan tanah L 1 2.509 dari air laut 2 Terhadap temperatur L 2 2.938 3 Terhadap kelandaian = 0 L 3 2.938 8

Sumber : Hasil Pengolahan Jadi, panjang landasan pacu yang diperlukan dengan kondisi MTOW berdasarkan ARFL yang disyaratkan ICAO adalah 2.938 m. b. Lebar Landasan Pacu International Civil Aircraft Organiation (ICAO) mengklasifikasikan lebar landasan pacu berdasarkan code letter dan code number, dimana sesua denan perencanaan bahwa sesuai dengan persyaratan bahwa untuk bandara dengan kode 4C memiliki lebar landasan pacu sebesar 45 m. c. Jarak Minimum Landaan Pacu dan Landasan Hubung (Taxi way) Jarak minimum antara landasan pacu dan landasan hubung dapat diperoleh dengan persamaan yang dikeluarkan oleh ICAO, yaitu : Jrt = 0,5 x (LS x W 1 ) = 0,5 x (300 +36) = 168 m 6. PEMBAHASAN Dari hasil analisis terlihat bahwa landasan pacu yang ada (yang direncanakan) tidak dapat melayani pesawat rencana dengan kondisi maximum take off weight (MTOW). Berat pesawat terbang ketika lepas landas maksimum adalah 90% MTOW. Lebar runway, taxiway dan runway strip sudah memenuhi syarat, namun jarak dari sumbu landasan pacu ke sumbu landasan hubung terlalu pendek. Ini dapat dilihat perbandingannya pada Tabel 6.4 berikut. Tabel 6.4. Perbandingan hasil dari master plan dengan hasil perhitungan No Pembanding Satua Hasil Master Plan n perhitungan 1 Panjang landasan pacu m 2.250 2.938 2 Perbandingan TOW dan % 100 90 MTOW (diharapkan) 3 Lebar landasan pacu m 45 45 4 Lebar landasan hubung m 18 18 5 Lebar runway strip m 300 300 6 Jarak dari sumbu landasan pacu dan sumbu landasan hubung m 125 168 Sumber : Hasil pengolahan 7. KESIMPULAN 9

Setelah dilakukan penelitian dengan beberapa koreksi yang ada, maka peningkatan landasan pacu pada bandar udara Pinang Kampai Dumai dapat diambil kesimpulan bahwa: a. Panjang landasan pacu pada master plan adalah 2.250 m, sedangkan hasil pwerhitungan 2.938 m. b. Jarak dari sumbu landasan pacu ke sumbu landasan hubung diperlukan 168 m, sedangkan kondisi pada master plan 125 m. c. Lebar landasan pacu, landasan hubung dan runway strip sudah memenuhi persyaratan ICAO. d. Jika direncanakan pesawat Boeing 737-400 akan beroprasi di bandar udara Pinang Kampai, maka tidak beroperasi dengan kondis MTOW. REFERENSI 1. Asfhord, N, 1992, Airport Engineering, John Wiley and Sons, Inc, Canada 2. Boeing Commercial Airplane Group, 1993, Operation Manual, Boeing 737-400, Seattle. 3. Federal Aviation Administration, 1989, Airport Design, Advisory Circular, AC 150/5300-13, Washington. 4. Horonjeff, R, McKelvey, Francis X, 1993, Planning and Design of Airport, Edisi Keempat, McGraw-Hill, Inc. California. 5. International Civil Aircraf Organization, 1984, Annex 14, Aerodrome Design Manual, Part 1: Runways, Montreal, Canada 6. Norma, A, 1992, Airport Engineering Aviley Interscience Publication, Includers Index, Canada. 7. Putra, P.,D, 1998, Lalulintas dan Landasan Pacu Bandar Udara, Edisi pertama, Andi Offset, Yogyakarta. 8. Suwarno, W, 2001, Tata Operasi Darat, PT. Grasindo, Jakarta. 10

11