BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN I-1

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

ANALISIS SPASIAL PEMETAAN PEMUKIMAN WARGA PADA AREA RAWAN BENCANATANAH LONGSOR DI KOTA SEMARANG

Aria Alantoni D2B Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro

Jurnal Geodesi Undip April 2014

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

BAB III METODE PENELITIAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH. A.Pembentukan Tanah

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III GAMBARAN UMUM KECAMATAN GUNUNGPATI

BAB IV METODE PENELITIAN

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran.

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN WAY KRUI TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh. Catur Pangestu W

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

PENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG Studi Kasus; Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR

KAJIAN EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DENGAN TEKNIK SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) Dewi Liesnoor Setyowati Jurusan Geografi FIS - UNNES

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian adalah sebuah cara yang digunakan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III METODE PENELITIAN

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. Hal. 1. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2016

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

besar dan daerahnya rutin terkena banjir setiap masuk hujan. Padahal kecamatan ini memiliki luas yang sempit.hal tersebut menjadikan kecamatan ini men

MODEL BANGKITAN PERJALANAN YANG DITIMBULKAN PERUMAHAN PURI DINAR MAS DI KELURAHAN METESEH KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL 20 APRIL 2008 DI KECAMATAN REMBON, KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

KERENTANAN BANJIR DI DAS CISADANE

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

EVALUASI ALIH FUNGSI TANAMAN BUDIDAYA TERHADAP POTENSI DAERAH RESAPAN AIRTANAH DI DAERAH CISALAK KABUPATEN SUBANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

Cindy P. Welang¹, Windy Mononimbar², Hanny Poli³

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil dan Analisis Peta Ancaman Bencana Tanah Longsor Pembuatan peta ancaman bencana tanah longsor Kota Semarang dilakukan pada tahun 2014. Dengan menggunakan data-data tahun 2010-2014 maka dihasilkan peta ancaman bencana tanah longsor tahun 2014. Hal ini digunakan sebagai acuan pembuatan pembuatan peta risiko bencana tanah longsor. Sesuai dengan PERKA BNPB No. 2 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umun Pengkajian Risiko Bencana, bahwa peta risiko bencana berkisar 5 tahun kedepan. IV.1.1 Hasil dan Analisis Penilaian Parameter Jenis Tanah Hatasil yang diperoleh dari analisis spasial jenis tanah bahwa sebagian besar wilayah Kota Semarang terbentuk dari jenis erodibilitas (tingkat kepekaan tanah terhadap erosi) yang rendah yaitu aluvial, asosiasi aluvial kelabu, grumosol, latosol cokelat, latosol coklat kemerahan sebesar 79,432%, sedangkan jenis tanah beredobilitas sedang yaitu mediteranian coklat tua sebesar 19,533%, dan sisanya regosol dan amdosol termasuk erodibilitas tinggi sebesar 1,036%. Jenis tanah aluvial termasuk klasifikasi rendah kerena tanah aluvial merupakan tanah endapan lumut dan pasir halus yang terbawa oleh air. Tanah grumosol juga termasuk klasifikasi rendah terhadap longsor dikarenakan tanah ini merupakan tanah kapur dan batuan gunung api yang memiliki curah hujan tinggi cocok untuk tanaman jagung kedelai dan tebu. Tanah Latosol hampir sama seperti tanah grumosol. Jenis tanah mediteranian adalah tanah putih dari gamping atau batu endapan yang mengalami pelapukan. Sehingga memiliki tingkat erodibilitas sedang dalam kepekaan terhadap longsor. Sedangkan regosol umumnya merupakan tanah yang bersifat lepat-lepas dan dapat menyimpan air. Akibat kekuatan gesernya relatif lemah, apalagi bila air yang dikandungnya semakin jenuh dan menekan. Peningkatan kejenuhan air dapat terjadi apabila tanah-tanah tersebut menumpang diatas lapisan tanah atau batuan yang lebih kedap air. Jadi air yang meresap ke dalam tanah sulit menembus lapisan batuan di IV-1

bawahnya, dan hanya terakumulasi dalam tanah yang relatif gembur. Kontak antara lapisan batuan dan tanah yang lebih kedap air dengan massa tanah diatasanya sering menjadi bidang gelincir gerakan tanah. Hal ini yang menyebabkan tingkat erodibilitas tinggi. Dan jenis tanah amdosol memiliki kandungan organik yang tinggi sehingga secara alamiah rentan terhadap terjadinya bencana tanah longsor. Tabel 4.1 menjelaskan luas dan persentase jenis tanah tiap kecamatan. Gambar 4.1 Peta Jenis (erodibilitas) Tanah Kota Semarang Tabel 4.1 Luas dan Persentase Jenis Tanah Kota Semarang setiap Kecamatan No Kecamatan Luas Kelas Jenis Tanah (Ha) Luas Total Rendah Sedang Tinggi (Ha) 1 Banyumanik 2739,687 352,912 0 3092,6 2 Candisari 313,592 347,736 0 661,327 3 Gajah Mungkur 214,058 727,329 0 941,386 4 Gayamsari 643,487 0 0 643,487 5 Genuk 2729,734 0 0 2729,734 6 Gunungpati 4685,771 1463,416 0 6149,188 IV-2

Tabel 4.1 (Lanjutan) No Kecamatan Luas Kelas Jenis Tanah (Ha) Luas Total Rendah Sedang Tinggi (Ha) 7 Mijen 5320,713 63,3 0 5384,013 8 Ngaliyan 2192,521 2298,994 0 4491,516 9 Pedurungan 2162,612 0 36,021 2198,633 10 Semarang Barat 2033,822 180,365 0 2214,187 11 Semarang Selatan 614,568 0 0 614,568 12 Semarang Tengah 535,356 0 0 535,356 13 Semarang Timur 561,735 0 0 561,735 14 Semarang Utara 1140,372 0 0 1140,372 15 Tembalang 1698,447 2084,21 362,575 4145,232 16 Tugu 2987,229 0 0 2987,229 Total Luas 30573,704 7518,263 398,595 38453,812 Preaentase Luas (%) 79,508 19,551 1,037 100,000 IV.1.2 Hasil dan Analisis Penilaian Parameter Penggunaan Lahan Banyak faktor yang berhubungan dengan manusia dalam bidang penggunaan lahan. Dalam penggunaan lahan manusia cenderung memnfaatkan lahan secara berlebihan yang dapat menyebabkan timbul gejala-gejala fisik yang tidak diinginkan. Gejala tersebut berakibat buruk bagi manusia, seperti terjadinya kemunduran produktifitas lahan pertanian akibat erosi yang dipercepat, bencana longsor, banjir dan lain-lain. Dengan kata lain gejala fisik yang buruk tersebut pada akhirnya akan menyebabkan timbulnya gejala sosial ekonomi yang buruk juga. Sering dijumpai pada daerah yang bencana longsor penggunan lahannya adalah daerah pemukiman, sawah, ladang, tegalan, perkebunan. Hal ini disebabkan karena daerah pemukiman sekarang ini banyak yang alih fungsi dari tanah pertanian. Sawah, ladang, tegalan, perkebunan menggunakan tanah dapat meresapkan air kedalam tanah. Sehingga tingkat kejenuhan tanah dan tekanan hidrostatis meningkat. Tegalan sering berkaitan dengan dengan kejadian tanah, karena pada tegalan umumnya berakar serabut berperan menggemburkan tanah sehingga air permukaan tanah dapat mudah meresap kedalam tanah dan meningkatkan tekanan air dalam tanah. IV-3

Lain halnya hutan yang memiliki tanaman berjenis akar tunggang, air cepat meresap namun kemampuan akar dalam menyerap air juga tinggi sehingga keadaan tanah untuk jenuh membutuhkan waktu yang relatif lama. Berikut hasil luas penggunaan lahan tiap kecamatan dapat dilihat pada tabel 4.2. Gambar 4.2 Peta Penggunaan Lahan Kota Semarang No Tabel 4.2 Luas dan Persentase Penggunaan Lahan Kota Semarang setiap Kecamatan Kecamatan Luas Kelas Penggunaan Lahan (Ha) sawah, Pemukiman, Semak ladang Hutan bangunan belukar tegalan, perkebunan rawa / tambak Luas Total (Ha) 1 Banyumanik 829,279 218,237 2045,083 0 0 3092,599 2 Candisari 661,327 0 0 0 0 661,327 3 Gajah Mungkur 919,109 0,072 22,205 0 0 941,386 4 Gayamsari 436,171 23,488 183,471 0 0,357 643,487 5 Genuk 830,976 96,735 1317,559 0 484,456 2729,725 6 Gunungpati 207,484 30,342 5905,581 0 5,782 6149,188 7 Mijen 154,451 211,02 4974,709 0,89 42,925 5383,995 IV-4

Tabel 4.2 (Lanjutan) 8 Ngaliyan 616,458 151,935 3687,949 10,499 24,637 4491,478 9 Pedurungan 1425,306 29,189 738,414 3,511 2,212 2198,633 10 Semarang Barat 1361,803 4,659 256,224 1,018 590,482 2214,187 11 Semarang Selatan 570,376 44,192 0 0 0 614,568 12 Semarang Tengah 492,43 0 42,926 0 0 535,356 13 Semarang Timur 540,9 20,835 0 0 0 561,735 14 Semarang Utara 896,43 26,996 11,236 0 205,654 1140,315 15 Tembalang 1482,08 78,51 2521,482 0 63,156 4145,227 16 Tugu 195,927 87,839 1004,593 0,416 1698,503 2987,277 Total Luas 11620,51 1024,05 22711,43 16,334 3118,163 38453,81 Preaentase Luas (%) 30,219 2,663 59,062 0,042 8,109 100 IV.1.3 Hasil dan Analisis Penilaian Parameter Curah Hujan Hujan merupakan salah satu pemicu bencana tanah longsor. Hujan mempunyai curah hujan tertentu dan berlangsung pada periode tertentu, sehingga air yang dicurahkan dapat meresap kedalam tanah dan mendorong massa tanah untuk longsor. Ada beberapa stasiun curah hujan yang digunakan yaitu bandara Ahmad Yani, Tanjung Mas, Tlogosari, Semarang Barat (BMKG), Beringin, Ngaliyan, Candi, Klipang, Gunung Pati dan Boja Mijen. Penentuan cakupan wilayah dari 10 stasiun curah hujan tersebut menggunakan metode poligon Thiesse. Sehingga wilayahnya tampak pada Peta Curah Hujan Kota Semarang. IV-5

Gambar 4.3 Peta Curah Hujan Kota Semarang Tabel 4.3 Luas dan Persentase Curah Hujan Kota Semarang setiap Kecamatan Luas Kelas Curah Hujan (Ha) Luas Total No Kecamatan Sangat Rendah Sedang Tinggi (Ha) Tinggi 1 Banyumanik 2455,062 637,539 0 0 3092,601 2 Candisari 661,327 0 0 0 661,327 3 Gajah Mungkur 941,386 0 0 0 941,386 4 Gayamsari 643,487 0 0 0 643,487 5 Genuk 2729,454 0 0 0 2729,454 6 Gunungpati 1064,283 5084,909 0 0 6149,192 7 Mijen 0 4120,41 0 1263,614 5384,024 8 Ngaliyan 49,548 4441,971 0 0 4491,519 9 Pedurungan 2198,633 0 0 0 2198,633 10 Semarang Barat 277,778 1936,411 0 0 2214,189 11 Semarang Selatan 561,338 53,23 0 0 614,568 12 Semarang Tengah 517,721 17,635 0 0 535,356 13 Semarang Timur 561,735 0 0 0 561,735 14 Semarang Utara 1134,581 5,772 0 0 1140,353 15 Tembalang 4145,233 0 0 0 4145,233 16 Tugu 0 2987,235 0 0 2987,235 Total Luas 17941,57 19285,11 0 1263,614 38453,81 Preaentase Luas (%) 46,657 50,151 0 3,286 100 IV-6

Tabel 4.4 Curah Hujan Tahunan Kota Semarang tahun 2013 Rata- Rata CH/ Pos Hujan tahun (mm) Bandara ahmad Yani 2.616 Tanjung Mas 2.411 Tlogosari 2.046 Semarang Barat 2.520 Beringin 2.702 Ngalian 2.992 Candi 2.171 Klipang 2.458 Gunung Pati 2.964 Boja Mijen 4.646 Sumber: BMKG Kota Semarang Dari tabel 4.3 menunjukan bahwa sebagian besar wilayah Kota Semarang memiliki curah hujan tahunan yang masuk dalam kelas sedang yaitu sebesar 50,104%, sisanya sebesar 46,613% masuk kedalam kelas rendah dan 3,283% termasuk kelas sangat tinggi. Stasiun/pos curah hujan tersebut tersebar merata di Kota Semarang. Pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa hanya Kecamatan Mijen saja yang mempunyai curah hujan sangat tinggi, yang dideteksi oleh curah hujan yang berlokasi di Boja dengan curah hujan tahun 2013 sebesar 4.646 mm/tahun. Hal ini perlu diwaspadai terjadi tanah longsor jika didukung oleh parameter pendukung lainnya. IV.1.4 Hasil dan dan Analisis Penilaian Parameter Kelerengan Hasil yang diperoleh dari analisis spasial kelerengan Kota Semarang dapat dilihat dalam tabel 4.5 dan gambar 4.3. IV-7

Gambar 4.3 Peta Kelerengan Kota Semarang No Tabel 4.5 Luas dan Persentase Kelerengan Kota Semarang setiap Kecamatan Kecamatan Luas Kelas Kelerengan (Ha) 0-2% 2-15% 15-25% 25-40% >40% Luas Total (Ha) 1 Banyumanik 971,728 823,851 865,758 267,945 165,161 3094,443 2 Candisari 2,014 455,935 105,321 85,571 12,486 661,327 3 Gajah Mungkur 202,011 409,327 230,204 20,295 79,549 941,386 4 Gayamsari 643,487 0 0 0 0 643,487 5 Genuk 2729,734 0 0 0 0 2729,734 6 Gunungpati 342,051 3726,998 1553,258 220,128 306,753 6149,188 7 Mijen 453,399 4283,408 530,916 27,885 88,4 5384,008 8 Ngaliyan 485,382 2220,95 1497,295 287,888 0 4491,516 9 Pedurungan 2198,633 0 0 0 0 2198,633 10 Semarang Barat 1687,099 297,469 193,493 36,126 0 2214,187 11 Semarang Selatan 505,675 82,976 25,917 0 0 614,568 12 Semarang Tengah 535,356 0 0 0 0 535,356 13 Semarang Timur 561,735 0 0 0 0 561,735 14 Semarang Utara 1140,372 0 0 0 0 1140,372 IV-8

Tabel 4.5 (Lanjutan) No Kecamatan Luas Kelas Kelerengan (Ha) 0-2% 2-15% 15-25% 25-40% >40% Luas Total (Ha) 15 Tembalang 1274,642 1693,966 897,241 167,311 114,386 4147,545 16 Tugu 2834,163 109,957 43,109 0 0 2987,229 Total Luas 16567,48 14104,84 5942,514 1113,147 766,734 38453,812 Preaentase Luas (%) 43,08411 36,67994 15,45364 2,894764 1,993909 100 Tabel 4.6 Persentase Luas Kelerengan Kota Semarang setiap Kecamatan Persentase Luas (%) Luas No Kecamatan Total 0-2% 2-15% 15-25% 25-40% >40% (%) 1 Banyumanik 31,402 26,624 27,978 8,659 5,337 100 2 Candisari 0,305 68,942 15,926 12,939 1,888 100 3 Gajah Mungkur 21,459 43,481 24,454 2,156 8,450 100 4 Gayamsari 100,000 0,000 0,000 0,000 0,000 100 5 Genuk 100,000 0,000 0,000 0,000 0,000 100 6 Gunungpati 5,563 60,610 25,260 3,580 4,989 100 7 Mijen 8,421 79,558 9,861 0,518 1,642 100 8 Ngaliyan 10,807 49,448 33,336 6,410 0,000 100 9 Pedurungan 100,000 0,000 0,000 0,000 0,000 100 10 Semarang Barat 76,195 13,435 8,739 1,632 0,000 100 Semarang 11 Selatan 82,281 13,502 4,217 0,000 0,000 100 Semarang 12 Tengah 100,000 0,000 0,000 0,000 0,000 100 13 Semarang Timur 100,000 0,000 0,000 0,000 0,000 100 14 Semarang Utara 100,000 0,000 0,000 0,000 0,000 100 15 Tembalang 30,732 40,843 21,633 4,034 2,758 100 16 Tugu 94,876 3,681 1,443 0,000 0,000 100 Dari tabel 4.5 dan 4.6 di atas dapat dijelaskan bahwa sebagian besar wilayah Kota Semarang tampak bahwa memiliki kelerengan yang beragam baik rendah, datar maupun tinggi. Akan tetapi lebih banyak daerah datar dengan persentase hampir 50% yaitu 43,038% dengan kelas kelerengan 0-2%. Sisanya sebesar 36,641% merupakan kelas 2-15%, 15,437% merupakan kelas 15-25 %. Sedangkan yang termasuk dalam kelas 25-40% dan >40% hanya sebesar 2,892% dan 1,992% dari total luas wilayah IV-9

Kota Semarang. Jika dilihat semakin besar kelerengannya maka semakin luas wilayahnya. Tetapi jika dilihat dari tabel 4.6 menunjukan ada beberapa kecamatan yang mempunyai wilayah cukup luas dengan kelerengan 25-40% dan >40% yang dapat mempengaruhi terjadinya gerakan massa tanah. Adapun kecematan-kecamatannya sebagai berikut Kelas kelerengan 25-40% Kelas kelerengan >40% Candisari : 12,939% (85,571 Ha) Gajah Mungkur : 8,450% (79,549 Ha) Banyumanik : 8,659 (267,945 Ha) Banyumanik : 5,337% (79,549 Ha) Ngaliyan : 6,410 (287,888 Ha) Gunungpati : 4,989% (306,753Ha) Tembalang : 4,034 (167,311 Ha) Tembalang : 2,758% (114,384Ha) Gunung Pati : 3,580 (220,128 Ha) Candisari : 1,888% (12,486 Ha) Namun beberapa kecamatan yang termasuk kedalam 0-2% merupakan wilayah pusat Kota Semarang. Dari hasil menggabungkan dan pembobotan parameter kelerengan, jenis tanah, curah hujan dan penggunaan lahan menggunakan metode tumpang susun atau yang disebut overlay dari setiap parameter sehingga dapat dihasilkan peta seperti gambar 4.5. IV-10

Gambar 4.5 Peta Ancaman Bencana Tanah Longsor Kota Semarang No. Tabel 4.7 Rekapitulasi Luasan Ancaman Bencana Tanah Longsor Kota Semarang setiap Kecamatan Kecamatan Luas Ancaman (Ha) Rendah Sedang Tinggi Luas Total 1 Banyumanik 993,731 1757,485 343,224 3094,440 2 Candisari 2,014 541,515 117,807 661,336 3 Gajah Mungkur 202,011 441,660 297,715 941,386 4 Gayamsari 643,487 0,000 0,000 643,487 5 Genuk 2729,437 0,000 0,000 2729,437 6 Gunungpati 363,570 5391,982 390,531 6146,083 7 Mijen 662,323 4427,423 291,282 5381,028 8 Ngaliyan 550,523 2996,251 943,913 4490,687 9 Pedurungan 2198,633 0,000 0,000 2198,633 10 Semarang Barat 1658,360 359,277 185,899 2203,535 11 Semarang Selatan 506,641 82,183 25,701 614,525 12 Semarang Tengah 535,296 0,000 0,000 535,296 13 Semarang Timur 561,732 0,000 0,000 561,732 14 Semarang Utara 1140,258 0,000 0,000 1140,258 15 Tembalang 1315,156 2294,792 537,593 4147,541 IV-11

Tabel 4.7 (Lanjutan) No. Kecamatan Luas Ancaman (Ha) Rendah Sedang Tinggi Luas Total 16 Tugu 2845,147 110,652 8,608 2964,407 Total Luas 16908,319 18403,221 3142,273 38453,812 Preaentase Luas (%) 43,970 47,858 8,172 100 IV.1.5 Validasi Data Proses validasi dengan membandingkan pemodelan ancaman bencana tanah longsor dengan riwayat bencana tanah longsor dari BPBD Kota Semarang. Dengan nilai satu kelurahan mewakili keseluruhan wilayah kelurahan tersebut walaupun ada beberapa daerah kelurahan tersebut yang terancam bencana tanah longsor. Dari sekitar 50 kejadian bencana tanah longsor Kota Semarang dua tahun terakhir terdapat 31 kelurahan yang sesuai pemodelan peta ancaman bencana tanah longsor Kota Semarang. Hasil pemodelan yang ada dibuat dengan menggunakan data-data 2010 sedangkan validasinya menggunakan data dua tahun terakhir ini. Disini juga dilakukan perbandingan antara pemodelan ancaman bencana tanah longsor dengan peta bencana tanah longsor Kota Semarang yang di dapat dari BPBD Kota Semarang dapat dilihat pada gambar 4.6. dari 70 (tujuh puluh) titik dari peta bencana tanah longsor Kota Semarang dari BPBD terdapat 8 titik termasuk dalam tingkat ancaman rendah, 24 titik termasuk dalam tingkat ancaman sedang dan 38 titik termasuk dalam tingkat ancaman tinggi. IV-12

Gambar 4.6 Hasil Overlay Peta Ancaman Bencana Tanah Longsor Kota Semarang dengan Peta Bencana Tanah Longsor dari BPBD Kota Semarang IV.2 Hasil dan Analisis Peta Kerentanan Bencana Tanah Longsor Pada pemetaan kerentanan bencana longsor kota semarang menghasilkan daerah terkecil yaitu kelurahan yang termasuk kedalam ancaman bencana tanah longsor. Dari hasil peta ancaman bencana tanah longsor terdapat 10 kecamatan dengan 83 kelurahan akan tetapi hasil itu masih diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu Semarang bagian bawah diwakili oleh Kecamatan Semarang Barat, Semarang bagian tengah diwakili oleh Kecamatan Gajah Mungkur dan Candisari serta Kecamatan Banyumanik mewakili Semarang bagian atas. Sehingga hasilnya menjadi 34 kelurahan dengan 4 kecamatan. IV.2.1 Hasil dan Analisis Komponen Kerentanan Fisik Hasil kerentanan fisik dengan lima variabel yaitu persentase jaringan listrik, persentase jaringan jalan, persentase jaringan komunikasi, persentase kawasan terbangun dan persentase jumlah bangunan didapat satu kelurahan dengan tingkat kerentanan rendah, 52 kelurahan dengan tingkat kerentanan sedang serta 30 kelurahan dengan tingkat kerentanan tinggi. IV-13

Gambar 4.7 Peta Kerentanan Fisik Bencana Tanah Longsor Kota Semarang IV.2.2 Hasil dan Analisis Komponen Kerentanan Demografi, Sosial, Budaya Hasil kerentanan demografi,sosial dan budaya dengan empat variabel yaitu persentase penduduk miskin, persentase penduduk usia balita,persentase penduduk lanjut usia serta kepadatan penduduk didapat sebelas kelurahan dengan tingkat kerentanan sedang serta 72 kelurahan dengan tingkat kerentanan tinggi. Tidak terdapat satu kelurahan pn yang mempunyai tingkat kerentanan rendah. IV-14

Gambar 4.8 Peta Kerentanan Demografi, Sosial & Budaya Bencana Tanah Longsor Kota Semarang IV.2.3 Hasil dan Analisis Komponen Kerentanan Ekonomi Hasil kerentanan ekonomi dengan empat variabel yaitu luas lahan produktif, luas lahan ekonomi, jumlah penduduk bekerja serta jumlah sarana ekonomi adalah didapat sepuluh kelurahan dengan tingkat kerentanan tinggi serta 73 kelurahan dengan tingkat kerentanan sedang. Dalam komponen kerentanan ekonomi juga tidak terdapat tingkat kerentanan rendah. IV-15

Gambar 4.9 Peta Kerentanan Ekonomi Bencana Tanah Longsor Kota Semarang IV.2.4 Hasil dan Analisis Komponen Kerentanan Lingkungan Hasil kerentanan lingkungan dengan dua variabel yaitu luas lahan sawah serta luas lahan rawa adalah 57 dengan tingkat kerentanan sedang serta 26 kelurahan dengan tingkat kerentanan tinggi. Tidak terdapat satu kelurahan yang mempunyai tingkat kerentanan rendah. IV-16

Gambar 4.10 Peta Kerentanan Lingkungan Bencana Tanah Longsor Kota Semarang Gambar 4.11 Peta Kerentanan Akhir Bencana Tanah Longsor Kota Semarang IV-17

Dari hasil empat komponen kerentanan tersebut diperoleh peta kerentanan akhir seperti gambar 4.11. Dan hasil rekapitulasinya dapat dilihat pada tabel 4.8. IV.3 Tabel 4.8 Rekapitulasi Hasil Kerentanan Bencana Tanah Longsor Kota Semarang Jenis Kerentanan Jumlah Kelurahan tiap kelas Kerentanan Rendah Sedang Tinggi Kerentanan Fisik 1 52 30 Kerentanan Demografi, Sosial dan Budaya 0 11 72 Kerentanan Ekonomi 0 73 10 Kerentanan Lingkungan 0 57 26 Kerentanan Akhir 0 29 54 Hasil dan Analisis Peta Kapasitas Bencana Tanah Longsor Dasar dari penentuan komponen kapasitas bencana tanah longsor adalah PERKA BNPB No. 2 Tahun 2012. Hasil dari penilaian dan klasifikasi parameter kapasitas didapat 3 (tiga) kelurahan dengan tingkat kapsitas rendah, 26 kelurahan dengan tingkat kapasitas sedang serta 4 (empat) kelurahan dengan tingkat kerentanan tinggi. Gambar 4.12 Peta Kapasitas Bencana Tanah Longsor Kota Semarang IV-18

IV.4 Hasil dan Analisis Peta Risiko Bencana Tanah Longsor Hasil dari klasifikasi risiko bencana tanah longsor dari penilaian dan klasifikasi ancaman, kerentanan serta kapasitas dengan menggunakan dua metode penilaian yaitu klasifikasi dengan menggunakan perkalian matriks sesuai rumus VCA (Vulnerability Capacity Analysis) serta perhitungan matematis dengan menggunakan rumusan di PERKA BNPB No. 2 Tahun 2012 yang telah dimodifikasi. Didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.9 Jumlah Kelurahan yang Berisiko Bencana Tanah Longsor Rendah Sedang Tinggi VCA modifikasi 8 Kelurahan 10 Kelurahan 15 Kelurahan PERKA BNPB - 1 Kelurahan 32 Kelurahan Tabel 4.10 Luas Pemetaan Risiko Bencana Tanah Longsor dengan Beberapa Metode VCA modifikasi (Ha) PERKA BNPB (Ha) Rendah 126,003 - Sedang 323,141 19,330 Tinggi 475,127 944,235 IV-19

(a) (b) Gambar 4.13 Perbandingan Peta Risiko Bencana Tanah Longsor Kota Semarang dengan Metode (a) PERKA BNPB dan (b) VCA Modifikasi Dari tabel 4.9 dan 4.10 dapat dilihat bahwa luasan dan jumlah kelurahan setiap tingkat ancaman berbeda pada masing-masing metode penilaian risiko bencana tanah longsor. Pada gambar 4.13 juga menunjukan perbedaan penilainan risikonya. Sebagai contoh pada gambar 4.13 (a) penilaian risikonya menunjukan tingkat risiko sedang akan tetapi pada gambar 4.13 (b) menunjukan tingkat risiko tinggi. Untuk itu perlu dilakukan validasi untuk mengetahui persentase kebenaran dari dua metode penilaian risiko bencana tanah longsor. Hasil validasi di lapangan didapat 17 (tujuh belas) kelurahan yang terimbas bencana tanah longsor dengan rincian klasifikasi tujuh kelurahan dengan risiko tinggi, sembilan kelurahan dengan risiko sendang serta satu kelurahan dengan tingkat risiko rendah. Dari hasil validasi pemetaan risiko bencana tanah longsor Kota Semarang terhadap dua metode penilaian risiko dapat disimpulkan seperti tabel 4.12. tabel tersebut dapat dihasilkan bahwa penggunaan metode penilaian risiko IV-20

menggunakan VCA modifikasi rumus PERKA sesuai terhadap kondisi sebenarnya di lapangan dengan tingkat validasi 47,058%. Sehingga dalam penyusunan pemetaan risiko bencana tanah longsor Kota Semarang dapat menggunakan VCA modifikasi rumus PERKA dimana klasifikasi tingkat risiko rendah seluas 126,003 hektar di delapan kelurahan, tingkat risiko sedang seluas 323,141 hektar di sepuluh kelurahan dan 15 kelurahan pada 475,127 hektar di tingkat risiko tinggi. Hasil peta sebarab risiko bencana tanah longsor dapat2 dilihat pada gambar 4.14. Tabel 4.11 Rekapitulasi Hasil Validasi Pemetaan Risiko Bencana Tanah Longsor Kota Semarang Metode Klasifikasi Risiko Klasifikasi Risiko Tinggi Sedang Rendah Luas (Ha) Jml Kel. Luas (Ha) Jml Kel. Luas (Ha) Jml Kel. Validasi (%) VCA 126,003 8 323,141 10 475,127 15 47,058 PERKA BNPB - - 19,330 1 944,235 32 41,176 IV-21

Gambar 4.14 Peta Risiko Bencana Tanah Longsor Kota Semarang Faktor utama dari pemetaan risiko bencana tanah longsor Kota Semarang adalah tingkat ancaman longsor yang tinggi. Dari tingkat ancaman yang terjadi faktor kelerengan tanah dan curah hujan sangat berpengaruh terhadap ancaman tersebut. Untuk itu diperlukan penanganan mencegah terjadinya ancaman bencana tanah longsor di Kota Semarang dengan menggunakan lahan sesuai fungsinya. Faktor lain yang berpengaruh adalah tingkat kerentanan yang cukup tinggi dengan komponen fisik menjadi faktor yang sangat berperan. Penanganan yang harus dilakukan adalah perencanaan pembangunan wilayah yang tepat pada daerah yang IV-22

terancam bencana tanah longsor sehingga meminimalisir tingkat kerugian akibat bencana tersebut. Pada gambar 4.14 merupakan lokasi bencana tanah longsor. (a) Kelurahan Gedawang, Banyumanik Gambar 4.14 Dokumentasi Daerah Longsor (b) Kelurahan Srondol Kulon, Banyumanik IV-23