ISM Code (International Safety Management Code)

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1 PENDAHULUAN Latar Belakang


BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan dunia yang menuntut kemajuan IPTEK

BABl PENDAHULUAN. Keselamatan pelayaran merupakan hal yang sangat penting dan

BAB V KELAIK LAUTAN KAPAL

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT INTERNATIONAL MARITIME DANGEROUS GOODS (IMDG) CODE


RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA PEMERIKSA DAN PENGUJI KESELAMATAN DAN KEAMANAN KAPAL

STATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI. Penerima Receiver.

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]

namun metode ini hanya dapat membekali operator kapal yang merupakan subyek langsung dari kecelakaan kapal.

KOMPETENSI PELAUT DALAM PENERAPAN INTERNATIONAL SAFETY MANAJEMEN CODE (ISM- CODE)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

2013, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negar

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN [LN 2008/64, TLN 4846]

BAB II JENIS-JENIS KEADAAN DARURAT

No Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 369 Undang- Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, dan Undang- Undang Nomor 22

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lampiran III MARPOL 73/78 PERATURAN TENTANG PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH BAHAN BAHAN BERBAHAYA YANG DIANGKUT MELALUI LAUT DALAM BENTUK KEMASAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT

Technical Information

Informasi Teknik. : Laporan Singkat Sidang Sesi ke2 dari SubCommittee on Implementation of IMO Instruments (III 2)

ISPS CODE Seri: Manajemen Pelabuhan

DESAIN AKSES OPTIMUM DAN SISTEM EVAKUASI SAAT KONDISI DARURAT PADA KM. SINAR BINTAN. Disusun Oleh: Nuke Maya Ardiana

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. 1

I. PENDAHULUAN. amanat Undang-Undang No.17 Tahun 2008 menjadi suatu yang sangat strategis

Additional documents. ISM Code

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT

Perancangan Fire Control and Safety Plan pada Kapal Konversi LCT menjadi Kapal Small Tanker

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG KEPELAUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SISTEM PENGELOLAAN KESELAMATAN KERJA KONTRAKTOR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN MARITIME LABOUR CONVENTION, 2006 (KONVENSI KETENAGAKERJAAN MARITIM, 2006)

BAB III DENAH KEADAAN DARURAT

BAB I PENDAHULUAN I-1 A. LATAR BELAKANG.

LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM

BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha, tentulah diikuti dengan risiko. Apabila risiko tesebut datang

KESELAMATAN PELAYARAN DI TINJAU DARI UU NO. 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN. Jumaizi Stimart-AMNI ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

LAPORAN MONITORING KONVENSI HASIL SIDANG INTERNATIONAL MARITIME ORGANIZATION (IMO) PERIODE JUNI TAHUN 2013

Keputusan Menteri Perhubungan No. 86 Tahun 1990 Tentang : Pencegahan Pencemaran Oleh Minyak Dari Kapal-Kapal

Lampiran IV MARPOL 73/78 PERATURAN UNTUK PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH KOTORAN DARI KAPAL. Peraturan 1. Definisi

UNIVERSITAS INDONESIA STUDI FAKTOR MANUSIA AWAK KAPAL TERHADAP POTENSI KECELAKAAN FERI (STUDI KASUS DARI PENYEBERANGAN MERAK BAKAUHENI) SKRIPSI

No. : Juni 2016

BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN. A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 1, Tambahan Lem

PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA PENGANGKUTAN CNG/LPG/LNG

PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN

ALBACORE ISSN Volume I, No 3, Oktober 2017 Diterima: 11 Juli 2017 Hal Disetujui: 6 Oktober 2017

BAB III LANDASAN TEORI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ISO : Click to edit Master text styles. Environmental Management System. Second level. Third level. Lely Riawati, ST., MT

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT GEDUNG KARYA LANTAI 12 S.D 17

Lampiran 3 FORMAT DAFTAR SIMAK AUDIT INTERNAL PENYEDIA JASA

2016, No Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang Pengesahan International Convention For The Safety of Life at Sea, 1974; 6. Peratur

Sumber: ISO Environmental Management System Self-Assesment Checklist, GEMI (1996)

DOKUMENTASI SISTEM MUTU ISO Lecture 4 By D. Tisnadjaja

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

DOKUMEN YANG HARUS ADA DI KAPAL

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Informasi Teknik. No. : Juni Perihal : Penerapan IMO Mandatory Instrument yang akan diberlakukan 01 Juli 2016

K : DIMAS CRISNALDI ERNAND DIMAS

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP-42/MENLH/11 /94 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN AUDIT LINGKUNGAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a perlu diatur lebih lanjut mengenai perkapalan dengan Peraturan Pemerintah;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 : PENDAHULUAN. industri penyedia jasa angkutan laut seperti pelayaran kapal laut. (1)

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN MINISTRY OF TRANSPORTATION DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT DIRECTORATE GENERAL OF SEA TRANSPORTATION

Advisory Circular 92-01

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENGURANGI TINGKAT KECELAKAAN PADA KAPAL RO-RO

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Laporan Akhir Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK)di Bidang Pelayaran KATA PENGANTAR

2016, No Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang Pengesahan International Convention For The Safety of Life at Sea, 1974 (SOLAS 74)

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Reference. SOLAS Regulation VI/5-1. Note: mulai berlaku pada tanggal 1/1/2011. SOLAS regulation V/18.9. Note : mulai berlaku pada tanggal 1/7/2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kata kunci : Kualifikasi awak, pelanggaran, peraturan, keselamatan laut.

BAB 1 PENDAHULUAN. itu keselamatan menjadi prioritas utama dalam operasi penerbangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang cukup lama. Dalam perkembangan pasar dunia bebas, Keselamatan dan

KEBIJAKAN ALKOHOL DAN OBAT TERLARANG PT BENING TUNGGAL MANDIRI

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA PENGANGKUTAN MINYAK BUMI, BBM DAN HASIL OLAHAN

MAKALAH PERLENGKAPAN KAPAL

Oleh. Capt. Purnama S. Meliala, MM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG K E P E L A U T A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. 1. Ruang Lingkup tanggung jawab Perusahaan angkutan kapal perairan

2013, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

PRINSIP 1: KOMITMEN DAN KEBIJAKAN PRINSIP 2: PERENCANAAN

Transkripsi:

ISM Code (International Safety Management Code) Oleh: Harsono, FIMarEST SEMINAR FLOATING OFFSHORE STRUCTURES TECHNOLOGY ITB Bandung, 26 Juni 2009

Gambar sebuah kapal tanker yang sedang terbakar

Gambar (dekat) sebuah kapal tanker yang sedang terbakar

Kapal pasca kebakaran

RISIKO: TUBRUKAN

RISIKO: STOWAGE/ LASHING (PEMUATAN/PENGIKATAN)

RISIKO: KEBAKARAN

ISM CODE (International Safety Management)

ISM Code (International Safety Management) What Who Rudyard Kippling Where When Why How

What Apa ini? Peraturan internasional mengenai Manajemen Keselamatan yang pertama di dunia. Who. Untuk siapa? Shipping Company / Perusahaan pelayaran dan mereka yang terlibat dengan pengelolaan / pengoperasian kapal (niaga). Where. Dimana? Di kantor-kantor dan di kapal-kapalnya.

When.. Kapan? 1 July 1996 - Ro-Ro Ferry yang beroperasi di perairan Eropa Barat. 1 July 1998 - Semua kapal penumpang - Kapal-kapal tanker >500 GT (Minyak, kimia cair, gas yang dicairkan) - Bulk carrier >500 GT - Kapal-kapal barang cepat >500 GT 1 July 2002 - Semua kapal barang, termasuk MODU >500 GT.

Why. Mengapa?, tujuannya apa? Memastikan keselamatan di laut. Mencegah terjadinya kecelakaan di laut yang menyebabkan cedera dan kematian manusia, kerusakan lingkungan terutama lingkungan laut dan harta benda.

How. Caranya bagaimana? Memaksa para pengelola kapal untuk mematuhi semua peraturan internasional maupun nasional mengenai keselamatan di laut dan pencegahan pencemaran di laut, seperti SOLAS, MARPOL, COLREG, STCW dll. Menciptakan praktek-praktek kerja yang aman dalam pengelolaan kapal dan lingkungan kerja yang aman di kapal. Melakukan tindakan pengamanan dengan mengantisipasi semua risiko pekerjaan (sesuatu yang sudah dapat diperkirakan sebelumnya). Memaksa para pengelola kapal (termasuk pegawai di darat) untuk meningkatkan keterampilan (skill) mereka secara terus menerus termasuk latihan-latihan penanggulangan keadaankeadaan darurat yang juga harus mereka siapkan.

Catatan : Semua cara-cara diatas harus berupa aturan-aturan / program-program tertulis dalam sebuah buku petunjuk khusus yang disebut Sistem Manajemen Keselamatan (SMS-Safety Management System).

Kewajiban Pemilik / Pengelola Kapal Setiap perusahaan pengelola kapal wajib memiliki, mengembangkan, melaksanakan dan mempertahankan sebuah sistem tertulis mengenai manajemen keselamatan yang meliputi hal-hal sebagai berikut (ISM Code 1.4) : 1. Kebijakan perusahaan mengenai keselamatan dan perlindungan lingkungan. 2. Prosedur-prosedur / instruksi-instruksi tertulis yang dapat memastikan pengelolaan kapal yang aman dan perlindungan lingkungan sesuai dengan ketentuanketentuan internasional dan nasional yang berlaku.

3. Tingkat kewenangan, tugas-tugas serta garis-garis komando dari petugas di kapal dan di darat harus didefinisikan secara tertulis dengan jelas. 4. Prosedur-prosedur untuk melaporkan adanya kecelakaan serta penyimpangan terhadap isi dari ISM Code, termasuk peristiwa-peristiwa yang nyaris menimbulkan kecelakaan (near miss). 5. Prosedur-prosedur untuk menanggulangi (persiapan & tindakan) setiap keadaan darurat yang timbul. 6. Prosedur-prosedur untuk melaksanakan audit / pemeriksaan internal di kapal-kapal maupun kantor di darat serta peninjauan kembali dari sistem manajemen keselamatan secara periodik / berkala.

Latar belakang / back ground Masa Pra SOLAS Kecelakaan kapal sering terjadi terutama pada kapalkapal penumpang (karena pengangkutan udara belum maju / umum), penyebabnya selain faktor kesalahan manusia adalah konstruksi dan perlengkapan kapal yang kurang memadai, peralatan belum canggih, keterampilan ABK yang tinggi belum diperlukan. Klimaksnya : Tenggelamnya kapal TITANIC pada tahun 1912.

Tenggelamnya TITANIC membuka mata masyarakat maritim dunia untuk membuat peraturanperaturan mengenai keselamatan - konstruksi dan perlengkapan kapal. Tahun 1914 Konvensi SOLAS diadakan pertama kali, Disusul perbaikan-perbaikan pada tahun-tahun 1929, 1948 dan 1960.

Masa Pra MARPOL Kapal-kapal pengangkut minyak (tanker) relatif ukurannya belum besar dan belum banyak berkembang. Kapal membuang limbah minyak muatan dan air got dari kamar mesin ke laut masih dapat ditolerir, karena jumlahnya yang sedikit.

Kapal (terutama tanker) makin bertambah besar ukurannya dan makin bertambah banyak jumlahnya. Pembuangan limbah tidak dapat ditolerir lagi Merusak lingkungan. Konvensi OILPOL 1954 pembatasan pembuangan limbah

Kecelakaan super tanker TORREY CANYON 1969 Aturan diperketat dan diperluas : - MARPOL 73 (5 ANNEX) mengganti OILPOL 1954 - COLLREG 1972 Ketentuan internasional untuk mencegah kapal tubrukan. - SOLAS 1974 mengganti SOLAS 60

Kecelakaan kapal AMOCO CADIZ 1976. Menghasilkan aturan-aturan yang lebih ketat lagi ditambahkan ke SOLAS 74 maupun MARPOL 73 disebut Protocol 1978, yang terutama menyangkut ketentuan mengenai tanker.

Masyarakat maritim menyadari kemajuan teknologi tidak seimbang dengan peningkatan kurikulum pendidikan pelaut. Konvensi internasional mengenai STCW 1978

Kecelakaan kapal lainnya : 1987 Herald of Free Enterprise..IMO A647 (Guidelines on Management for safe operation of ships and pollution prevention). ISM Code 1988 Exxon Valdez OPA 90 (untuk Amerika Serikat)

HERALD OF FREE ENTERPRISE ACCIDENT : - On 6th March 1987, the vessel sailed from Zeebrugge bound for Dover. - On board 80 crew, 460 passengers, 81 cars, 47 trucks. - Capsized four minute after leaving the harbour. - 150 passengers and 38 crew drowned.

HERALD OF FREE ENTERPRISE FINDINGS : - Bow door left open. - Vessel trimmed 0.7 m by the bow for loading at Zeebrugge. - Human error

Kecelakaan HERALD OF FREE ENTERPRISE telah memicu masyarakat internasional lewat IMO untuk memaksa perusahaan pelayaran ikut bertanggung jawab. ISM Code lahir 1994 Ch. IX - SOLAS STCW 1978 diperketat/diperbaiki menjadi STCW 1995

OCEAN RANGER ACCIDENT : - On 15th February 1982, the vessel capsized 170 miles of St. John s. - Entire 84 man crew died. FINDING : - Ingress of water into the forward ballast tank flooded upper hull and chain lockers. - Lack of crew knowledge on ballast system. - Human error.

DEATH RESULTING FROM SHIP LOSSES 1992 246 1993 504 ANNUAL AVERAGE OVER LAST 7 YEARS 1090 Figures from Numast

Analisa kecelakaan-kecelakaan laut 20% 80% Kondisi substandar Praktek-praktek substandar

Peraturan/ketentuan yang ada 20% 80% Yang berkaitan dengan manusia Teknis -SOLAS-MARPOL-COLREG

Dari 80% penyebab kecelakaan 20% 80% Betul-betul kesalahan operator/manusia Manajemen

Contoh praktek-praktek substandard 1. Kegagalan dalam mentaati ketentuan-ketentuan (rules) dan peraturan-peraturan (regulations) yang berlaku. 2. Penanganan Navigasi atau pengoperasian/ penanganan kapal yang tidak benar. 3. Kegagalan dalam mentaati instruksi-instruksi mengenai reparasi dan pemeliharaan kapal. 4. Kegagalan dalam melakukan tindakan-tindakan pengamanan. 5. Melakukan pekerjaan di kapal dalam keadaan tidak fit karena pengaruh alkohol/obat-obat terlarang.

Contoh kondisi substandard 1. Peta, publikasi nautika (nautical publication) dan dokumentasi-dokumentasi lain yang tidak memadai. 2. Kondisi cuaca atau laut yang tidak menguntungkan. 3. Perlengkapan perlindungan keselamatan yang kurang memadai atau rusak. 4. Kualitas bahan bakar dan minyak lumas yang buruk. 5. Tempat atau lingkungan kerja yang buruk, seperti terlalu bising (noise) atau terlalu panas (temperature).

Peranan IMO IMO (International Maritime Organization) merasa bahwa praktek-praktek dengan menggunakan ilmu kelautan tradisional, betapapun baiknya tidak lagi memadai. Selain itu, juga telah diakui bahwa tanggung jawab perusahaanperusahaan perkapalan (shipping company/management) dalam hal keselamatan jiwa dan perlindungan lingkungan laut tidak didefinisikan dengan jelas. Oleh karena itu, IMO telah memutuskan lebih lanjut bahwa praktek-praktek keselamatan di laut dan pencegahan polusi harus diformatkan sedemikian rupa, sehingga dapat dibuktikan bahwa kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan keselamatan jiwa dan harta di laut dan perlindungan lingkungan laut tersebut dilakukan secara terus menerus dan sepenuhnya diawasi.

ISM Code dalam praktek Untuk pertama kali dalam sejarah kemaritiman sebuah perusahaan diharuskan untuk mengembangkan, melaksanakan dan memelihara, suatu sistem manajemen, yang harus mempunyai sasaran tertulis seperti tersebut dalam isi ISM Code. ISM Code ISO 9000

Sistem tersebut SMS dan harus diapproved oleh pemerintah negara bendera kapal atau RO yang diakuinya. Badan klasifikasi kapal yang di anut di kapal. Bukti perusahaan telah memenuhi semua persyaratan ISM Code adalah : Perusahaan pelayaran tersebut sudah memiliki sertifikat DOC yang berlaku 5 tahun, dan Setiap kapalnya memiliki sertifikat SMC.

Empat (4) alasan mengapa ISM Code harus diikuti. 1. ISM Code membuat kapal anda menjadi sebuah tempat yang lebih aman untuk bekerja. 2. ISM Code melindungi laut dan lingkungan kelautan. 3. ISM Code dengan jelas mendefinisikan pekerjaan anda. 4. ISM Code adalah keharusan.

Peranan Pelaut (Seafarer) Para pelaut adalah elemen yang sangat penting untuk melaksanakan pekerjaan dengan sistem tersebut. Mereka adalah orang-orang yang membuat ISM Code dapat terlaksana, dan mereka merupakan pengguna akhir dari sistem tersebut. Partisipasi dan keterlibatan mereka diperlukan terutama selama tahap pengembangan dan pelaksanaan.

Ketentuan-ketentuan dalam ISM Code Pasal 1 : Umum Sebuah pendahuluan yang menjelaskan tujuan umum dari ISM Code dan sasaran-sasaran yang hendak dicapai. Pasal 2 : Kebijakan mengenai keselamatan dan perlindungan lingkungan Perusahaan harus menyatakan secara tertulis kebijakannya (policy) tentang keselamatan dan perlindungan lingkungan maritim (kelautan) dan memastikan bahwa setiap orang dalam perusahaannya mengetahui dan mematuhinya.

Pasal 3 : Tanggung jawab dan wewenang perusahaan Perusahaan harus memiliki cukup orang-orang yang mampu bekerja di atas kapal dengan peranan dan tanggung jawab yang didefinisikan secara tertulis dengan jelas (siapa yang bertanggung jawab atas apa). Pasal 4 : Orang yang ditunjuk sebagai koordinator/ penghubung antara pimpinan perusahaan dan kapal (DPA) Perusahaan harus menunjuk/mengangkat seseorang atau lebih di kantor pusat di darat yang bertanggung jawab untuk memantau dan mengikuti semua kegiatan yang berhubungan dengan Keselamatan kapal.

Pasal 5 : Tanggung jawab dan wewenang Nakhoda/Master. Nakhoda bertanggung jawab untuk membuat sistem tersebut berlaku di atas kapal. Ia harus membantu memberi dorongan/motivasi kepada ABK untuk melaksanakan sistem tersebut dan memberi mereka instruksi-instruksi yang diperlukan. Nakhoda adalah bos di atas kapal dan bila dipandang perlu untuk keselamatan kapal atau awaknya dia dapat melakukan penyimpangan terhadap semua ketentuan yang dibuat oleh kantor mengenai Keselamatan dan Pencegahan yang sudah ada.

Pasal 6 : Sumber daya dan personalia Perusahaan harus mempekerjakan orang-orang yang tepat di atas kapal dan di kantor serta memastikan bahwa mereka semua : ~ Mengetahui tugas-tugas mereka masing-masing. ~ Menerima instruksi-instruksi tentang cara melaksanakan tugasnya. ~ Mendapat pelatihan jika perlu.

Pasal 7 : Pengembangan program untuk keperluan operasi-operasi di atas kapal Buatlah program mengenai apa yang anda harus lakukan dan lakukanlah apa yang sudah anda programkan. Anda perlu membuat program mengenai pekerjaan anda di atas kapal dan melakukan pekerjaan anda sesuai dengan program yang telah dibuat. Pasal 8 : Kesiapan terhadap keadaan darurat Anda harus siap untuk hal-hal yang tidak terduga (darurat). Itu dapat terjadi setiap saat. Perusahaan harus mengembangkan rencana-rencana untuk menanggapi situasi-situasi darurat di atas kapal dan mempraktekkan kepada mereka.

Pasal 9 : Laporan-laporan dan analisa mengenai penyimpangan (non-conformity), kecelakaan-kecelakaan dan kejadiankejadian yang membahayakan. Tidak ada orang atau sistem yang sempurna. Hal yang baik tentang sistem ini adalah bahwa sistem ini memberikan kepada anda suatu cara untuk melakukan koreksi dan memperbaikinya. Jika anda menemukan sesuatu yang tidak benar (termasuk kecelakaan dan situasi-situasi yang berbahaya atau juga yang nyaris terjadi/near miss) laporkan hal itu. Hal-hal yang tidak benar tersebut akan dianalisa dan keseluruhan sistem dapat diperbaiki.

Pasal 10 : Pemeliharaan kapal dan perlengkapannya Kapal dan perlengkapannya harus dipelihara dan diusahakan selalu baik dan berfungsi. Anda harus selalu mentaati semua ketentuan/aturan dan peraturan-peraturan yang berlaku. Semua peralatan/perlengkapan yang penting bagi keselamatan anda harus selalu terpelihara dan diyakinkan akan berfungsi dengan baik melaui pengujian secara teratur/berkala. Buatlah record/catatan tertulis semua pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan.

Pasal 11 : Dokumentasi Sistem kerja anda (SMK-SMS) harus dinyatakan secara tertulis (didokumentasikan) dan dapat dikontrol. Dokumen-dokumen tersebut harus ada di kantor dan di atas kapal. Anda harus mengontrol semua pekerjaan administrasi anda yang berkaitan dengan sistem tersebut (yakni : laporan-laporan tertulis dan formulir-formulir). Pasal 12 : Tinjauan terhadap hasil verifikasi dan evaluasi perusahaan Perusahaan harus mempunyai metode-metode untuk melakukan pemeriksaan internal untuk memastikan bahwa sistem tersebut berfungsi dan terus meningkat.

Pasal 13 s/d 16 : Sertifikasi, verifikasi dan kontrol Pemerintah di negara bendera (Flag administration) atau suatu badan/organisasi yang diakui olehnya (RO), akan mengirimkan auditor-auditor eksternal untuk mengecek sistem manajemen keselamatan dari perusahaan di kantor dan di atas kapal-kapalnya. Setelah ia memastikan dirinya bahwa sistem tersebut telah berjalan, pemerintah negara bendera kapal akan mengeluarkan Document of Compliance untuk kantor dan Safety Management Certificate untuk setiap kapalnya.