|
|
- Hadi Hermawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 by Sanoesi Setrodjijo jj 10/17/2010 San Set 1
2
3 SOLAS : the International Convention for the Safety of Life at Sea, 1974 Latar belakang : Terjadinya suatu kecelakaan k kapal, yaitu tenggelamnya S.S. TITANIC milik the white Star Liner pada pelayaran perdananya dalam tahun Lebih dari 1500 penumpang dan awak kapal meninggal dunia dan musibah ini memunculkan banyak pertanyaan tentang standar-standar yang ada. 10/17/2010 San Set 2
4 Konperensi dihadiri oleh 13 negara dan Konvensi yang dihasilkan ilk disyahkan pada tanggal 20 Januari 1914, menjadi SOLAS yang pertama 1914 Yang kedua disyahkan tahun 1929 dan diberlakukan tahun 1933; Yang ketiga disyahkan tahun 1948 dan diberlakukan tahun 1952; Yang keempat disyahkan oleh IMO tahun 1960 dan diberlakukan tahun 1965; Yang kelima adalah versi sekarang (SOLAS 1974) disyahkan IMO tahun 1974 dan diberlakukan tahun /17/2010 San Set 3
5 Konvensi SOLAS yang secara terus menerus diperbaiki telah mencakup banyak aspek tentang keselamatan jiwa dilaut. Konvensi SOLAS 1914 (13 negara) mengeluarkan persyaratan² Internasional tentang : 1. Keselamatan navigasi utk semua kapal niaga 2. Ketentuan sekat kedap air dan sekat kedap api 3. Alat² penolong, alat ² pencegahan kebakaran k dan alat² pemadam kebakaran pd kpl² pnp 4. Persyaratan² lain yang berhubungan dengan perlengkapan radio telegraphy 5. Ditetapkannya North Atlantic Ice Patrol 10/17/2010 San Set 4
6 Konvensi SOLAS 1929 (18 negara) : dilakukan revisi pada peraturan Internasional mencegah tubrukan dilaut (Collision Regulations) Konvensi SOLAS 1948 : a. perbaikan sekat kedap air dikapal² penumpang p, standar stabilitas, pemeliharaan dan pelayanan dlm keadaan darurat, perlindungan thd kebakaran, sekat tahan api dll b. sertipikat keselamatan perlengkapan kapal barang dengan ukuran 500 GT keatas mulai diperkenalkan, col regs juga direvisi yang berhubungan dengan keselamatan navigasi, meteorologi dan patroli didaerah es 10/17/2010 San Set 5
7 c. satu bab terpisah dimasukan yg berhubungan dengan pengangkutan muatan curah dan barang berbahaya termasuk EXPLOSIVES d. telah terjadi perkembangan tentang hal komunikasi radio, sehingga dijadikan bab judul tersendiri yang memuat tentang radio telephony dan radio telegraphy Pada konperensi yang diselenggarakan di Geneva yang diprakasai oleh PBB (UNO), disyahkan satu konvensi tentang pendirian IMCO (International Maritime Consultative Organization) yang kemudian tahun 1982 menjadi IMO (International Maritime Organization) 10/17/2010 San Set 6
8 Konvensi SOLAS 1960 (55 negara) : a. pengawasan dan persyaratan untuk berbagai survey dan sertipikat untuk kapal² barang 500 GT keatas yang melayari Internasional a Voyages. b. setiap negara mengadakan penyelidikan² terhadap kecelakaan dan meberikan informasi kepada IMO. c. beberapa ketentuan yang wajib dipenuhi oleh kapal penumpang mulai diberlakukan k juga bagi kapal barang seperti mengenai tenaga, penerangan darurat dan perlindungan terhadap bahaya kebakaran. Salah satu resolusi yg disyahkan :IMDG Codes= International Maritime Dangerous Goods Codes 10/17/2010 San Set 7
9 Konvensi SOLAS 1974 (71 negara) : Lampiran (Annex), terdiri dari : Bab I : Ketentuan Umum Bab II : 1. Konstruksi sub divisi dan stabilitas, instalasi² permesinan dan listrik, 2. Konstruksi perlindungan kebakaran, deteksi kebakaran dan pemadaman kebakaran Bab III :Alat² Penolong (Life Saving Appliances) Bab IV : Radio telegraphy dan radio telephony Bab V : Keselamatan Navigasi Bab VI : Pengangkutan muatan padi²an/ an/ gandum ( Carriage of Grain) 10/17/2010 San Set 8
10 Bab VII : Pengangkutan barang² / muatan berbahaya (Carriage of Dangerous Goods), Bab VIII : Kapal-kapal Nuclear Bab IX Bab X Bab XI Bab XII : Manajemen Keselamatan untuk pengoperasian Kapal-kapal kapal, : Tindakan² keselamatan untuk kapal² kecepatan tinggi (High Speed Craft) : Tindakan² khusus untuk mempertinggi keselamatan maritim, : Tambahan tindakan² untuk Bulk Carrier 10/17/2010 San Set 9
11 Aturan 2. difinisi Aturan berarti aturan² yang berisi dalam lampiran pada konvensi yang sedang berlaku Administration berarti pemerintah yang memberikan ijin untuk bendera kapal dapat dikibarkan Approved berarti disetujui oleh pemerintah International voyage berarti perjalanan dari negara kenegara lain yang mengacu konvensi atau bolak balik Penumpang adalah setiap orang selain dari: - awak kapal atau orang yang sedang melaksanakan tugas diatas kapal -anak² dibawah umur satu tahun 10/17/2010 San Set 10
12 Kapal penumpang adalah sebuah kapal yang dapat mengangkut lebih dari 12 penumpang Kapal barang adalah sebuah kapal yang bukan kapal penumpang Kapal tangker adalah sebuah kapal yang konstruksinya memungkinkan untuk mengangkut muatan cair yang mudah terbakar Kapal ikan adalah sebuah kapal yang digunakan untuk menangkap ikan, ikan paus, anjing laut atau kehidupan laut lainnya Kapal nuclear adalah sebuah kapal yang digerakan dengan tenaga nuclear Kapal baru adalah sebuah kapal yang lunasnya diletakkan atau dibangun sesudah tanggal 25 Mei 1980 Existing ship adalah sebuah kapal yang bukan kapal baru 10/17/2010 San Set 11
13 Aturan 3 Pengecualian Aturan² diatas tidak berlaku untuk : Kapal² perang dan pengangkut pasukan a. Kapal² perang dan pengangkut pasukan b. Kapal² barang dibawah 500 Gross Tonnage c. Kapal² yang tidak digerakkan oleh tenaga mesin / baling² d. Kapal² kayu yang dibangun secara primitive e. Kapal² pesiar yang tidak untuk niaga f. Kapal² ikan 10/17/2010 San Set 12
14 Bab I : Ketentuan-ketentuan umum Survey berbagai jenis kapal² dan penerbitan dokumen² yang menandakan bahwa kapal memenuhi persyaratan² konvensi Termasuk persyaratan survey sebelum kapal dioperasikan; suatu survey periodik (setiap 12 bulan) dan survey tambahan jika timbul kejadian Sertipikat² yang harus diterbitkan oleh Negara bendera sebagai bukti bahwa sebuah kapal telah diperiksa dan dijumpai memenuhi persyaratan² Konvensi 10/17/2010 San Set 13
15 Sertipikat² dimaksud mencakup : Sertipikat Keselamatan Kapal Penumpang Sertipikat Keselamatan Konstruksi Kapal Barang Sertipikat Keselamatan Perlengkapan Kapal Barang Sertipikat Keselamatan Radiotelegrapi Kapal Barang Sertipikat Keselamatan Radioteleponi Kapal Barang Disamping sertipikat² tsb diatas, juga ada suatu sertipikat pembebasan (Exemption Certificate) yang diterbitkan bila suatu pembebasan dari persyaratan² diperbolehkan oleh Negara bendera 10/17/2010 San Set 14
16 Bab II-1 : Konstruksi-sub sub divisi dan stabilitas, instalasi² i² permesinan dan listrik ik Subdivisi kapal² penumpang kedalam kompartemen² kedap air harus sedemikian rupa bahwa diumpamakan setelah lambung kapal rusak, kapal akan tetap mengapung dalam suatu posisi yang stabil, termasuk persyaratan² utk intergritas kedap air dan penataan² pemompaan bilga. Persyaratan² instalasi permesinan dan listrik didisain untuk memastikan bahwa pelayanan² yang penting untuk keselamatan kapal, para penumpang dan awak kapal tetap terpelihara dibawah berbagai kondisi darurat 10/17/2010 San Set 15
17 Bab II-2 : Konstruksi-perlidungan kebakaran, deteksi kebakaran dan pemadaman kebakaran Divisi / pembagian kapal kedalam zona² utama dan vertikal dengan batas² struktural dan yang berkaitan dengan panas (thermal) Pemisahan ruang² akomodasi dari sisa ruang kapal dengan batas² secara struktural dan yang berkaitan dengan panas (thermal) Dilarang memakai material² yang mudah terbakar Deteksi setiap kebakaran dalam zona asal Penahanan & pemadaman setiap kebakaran dlm ruang asal Perlindungan terhadap sarana² pelepasan/pelarian (escape) atau kemudahan untuk tujuan pemadaman kebakaran Siap tersedia alat² pemadam kebakaran Meminimalkan kemungkinan penyalaan dari uap 10/17/2010 San Set 16 muatan yang mudah menyala
18 Bab III:Alat²Penolong (Life Saving Appliances) Bagian A, yang menguraikan alat² penolong berdasarkan jenis, perlengkapannya, spesifikasi i konstruksi, metode² penetapan kapasitasnya dan ketentuan² untuk memelihara dan tersedianya. Juga menguraikan prosedur² darurat dan latihan² rutin. Bagian B dan C berisi tambahan persyaratan² untuk kapal² penumpang p dan barang Bab ini telah direvisi secara menyeluruh dengan amandemen² /17/2010 San Set 17
19 Bab IV : Radiotelegrafi dan radio telefoni Bab ini dibagi dalam empat bagian. Bagian A : menetapkan jenis instalasi² radio yang harus dibawa Bagian B : menetapkan persyaratan² operasional untuk jaga radio Bagian C : memuat persyaratan² tehnis rinci termasuk ketentuan² tehnis untuk pencari arah (direction finders) dan instalasi radio telegrafi untuk sekoci penolong bermotor, bersama aparat radio jinjing untuk pesawat penyelamat (survival craft) Bagian D : memuat kewajiban² perwira radio sehubungan dengan kewajiban mengisi log book Bab ini berhubungan erat dengan peraturan² Radio dari ITU (International Telecommunication Union) 10/17/2010 San Set 18
20 Bab V : Keselamatan Navigasi Bersifat operasional dan diaplikasikan pada semua kapal. Ini berbeda dengan dengan konvensi secara keseluruhan,,y yang hanya diaplikasikan pada kapal² yang terlibat pada pelayaran² Internasional Termasuk pemeliharaan dari pelayanan meteorologi untuk kapal²; pelayanan patroli es; pengaturan rute kapal² dan ketentuan pelayanan² pencarian dan penyelamatan (SAR) Kewajiban umum untuk negara peserta guna memastikan bahwa semua kapal cukup diawaki dan efisien dilihat dari sudut pandang keselamatan Persyaratan² untuk pemasangan radar dan sarana² bantu navigasi lainnya 10/17/2010 San Set 19
21 Bab VI : Pengangkutan muatan curah (Carriage of Grain) Berpindah tempat (shifting) adalah suatu karakteristik yang melekat dari muatan curah (biji/padi² an, gandum dll), dan pengaruhnya terhadap stabilitas kapal dapat mendatangkan malapetaka. Ketentuan² yang berhubungan dengan pemadatan muatan, trimming i dan menyelamatkan muatan. Kapal² yang dikonstruksikan secara khusus untuk mengangkut muatan curah (grain) dan menetapkan suatu mode untuk menghitung momen tegak (adverse heeling momment) yang diakibatkan oleh perpindahan / pergeseran muatan dalam kapal² yang mengangkut muatan curah dalam jumlah besar. Setiap kapal harus membawa dokumen angkutan, data stabilitas pemuatan curah dan rencana² yang berkaitan dengan pemuatan 10/17/2010 San Set 20
22 Bab VII : Pengangkutan barang-barang / muatan berbahaya b (Carriage of dangerous goods) Menetapkan klasifikasi, pengepakan, penandaan dan penyusunan muatan berbahaya dalam bentuk kemasan. Mengikuti metode yang dipakai oleh PBB untuk semua moda transport. Negara² peserta diminta untuk mengeluarkan instruksi² yang berkaitan dengan pengangkutan barang² berbahaya b tersebut, untuk ini i IMDG (International Maritime Dangerous Goods) Code telah disyahkan oleh IMO dalam tahun /17/2010 San Set 21
23 Bab VIII : Kapal-kapal Nuclear Memberikan persyaratan-persyaratan p y dasar untuk kapal-kapal bertenaga nuklir, dimana didukung oleh bermacam-macam rekomendasi yang dilampirkan pada konvensi. Kemudian rekomendasi ini telah diambil alih oleh Kodifikasi i keselamatan untuk kapal-kapal l niaga nuklir dan rekomendasi-rekomendasi tentang pemakaian pelabuhan-pelabuhan oleh kapal- kapal niaga nuklir 10/17/2010 San Set 22
24 Bab IX : Manajemen Keselamatan untuk Pengoperasian Kapal-kapal Sebagai payung tentang International Safety Management (ISM) Code for the Safe Operation of Ships and for Pollution Prevention, yang memuat petunjuk-petunjuk pelaksanaannya. Bab ini terdiri dari 6 aturan pokok sbb : 1. definisi 2. penerapan 3. keperluan manajemen keselamatan 4. pemeliharaan 5. verifikasi dan pengawasan 10/17/2010 San Set 23
25 Bab X : Tindakan-tindakan keselamatan untuk kapal-kapal kecepatan tinggi (High Speed Craft) Memuat ketentuan-ketentuan pokok untuk kapal kecepatan tinggi High Speed Craft (HSC) Code. Terdiri dari : 1. definisi 2. penerapan 3. fasilitas untuk kapal cepat 10/17/2010 San Set 24
26 Bab XI : Tindakan-tindakan khusus untuk memepertinggi keselamatan maritim Berisi ketentuan-ketentuan pokok yang berkaitan dengan keselamatan maritim. Sebagai payung dalam Penerapan International Ship and Port Security (ISPS) Code. Terdiri dari : 1. organisasi yang bertanggung jawab 2. penanganan survey 3. nomer identitas kapal 4. operasional dari port state control (PSC) 10/17/2010 San Set 25
27 Bab XII : Tambahan tindakan-tindakan untuk Bulk Carrier Memuat aturan keselamatan kapal curah yang terdiri dari : 1. definisi i i 2. penerapan 3. jadwal pelaksanaan 4. pengaruh buruk thd stabilitas kapal 5. pengaruh muatan thd bangunan kapal 6. bangunan dan fasilitas lainnya 7. survey ruang muat 8. informasi-informasi yang berkaitan dengan pemuatan 9. fasilitas yang berhubungan dengan ruang muat 10. density pemadatan ruang muat 11. peralatan pemuatan 10/17/2010 San Set 26
28 Amandemen SOLAS 1988 tentang GMDSS Mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 1992 Konsep dasar dari sistim GMDSS adalah kewenangan darat untuk melakukan pencarian dan penyelamatan (SAR) demikian juga kapal dalam keadaan darurat harus segera mengirimkan berita marabahaya dilaut dan dapat bekerja sama dengan operasi SAR dalam waktu singkat / cepat. Sistim menyediakan pelayanan yang mendesak keselamatan komuniksi serta penyebaran informasi keselamatan maritim, pelayaran, peringatan meteorologi dan informasi yang mendesak untuk kapal-kapal 10/17/2010 San Set 27
29
RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA PEMERIKSA DAN PENGUJI KESELAMATAN DAN KEAMANAN KAPAL
PENETAPAN KRITERIA PEMERIKSA DAN PENGUJI KESELAMATAN DAN KEAMANAN KAPAL LAMPIRAN 8 i DAFTAR ISI 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Persyaratan Utama 4.2. Kompetensi Marine
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) memiliki lebih kurang 17.500 pulau, dengan total panjang garis pantai mencapai 95.181 km
Lebih terperinciPENDAHULUAN LATAR BELAKANG
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara yang terdiri dari ribuan pulau dan memiliki wilayah laut yang sangat luas maka salah satu moda transportasi yang sangat diperlukan adalah angkutan
Lebih terperincib. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a perlu diatur lebih lanjut mengenai perkapalan dengan Peraturan Pemerintah;
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran terdapat
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4227) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.879, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Manajemen Keselamatan kapal. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN KESELAMATAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan dunia yang menuntut kemajuan IPTEK
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan dunia yang menuntut kemajuan IPTEK disegala kebutuhannya, IPTEK berkembang dengan pesat hampir di seluruh negara. Dari negara maju sampai
Lebih terperinciBAB V KELAIK LAUTAN KAPAL
BAB V KELAIK LAUTAN KAPAL Menurut Undang-Undang No.17 thn 2008 kelaik lautan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan: a. Keselamatan kapal. b. Pencegahan pencemaran perairan dari kapal c.
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran terdapat beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I-1 A. LATAR BELAKANG.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada pengangkutan barang melalui laut, pengangkut mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk melindungi dan menjamin keamanan serta keselamatan muatan selama dalam
Lebih terperinciKEMENTERIAN PERHUBUNGAN MINISTRY OF TRANSPORTATION DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT DIRECTORATE GENERAL OF SEA TRANSPORTATION
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN MINISTRY OF TRANSPORTATION DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT DIRECTORATE GENERAL OF SEA TRANSPORTATION LAPORAN PEMERIKSAAN KAPAL UNTUK PENERBITAN DOKUMEN OTORISASI PENGANGKUTAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran
Lebih terperinciMAKALAH PERLENGKAPAN KAPAL
MAKALAH PERLENGKAPAN KAPAL PERLENGKAPAN KESELAMATAN DIKAPAL DISUSUN OLEH : 1. AZIS ANJAS NUGROHO ( 21090111120001 ) 2. CARMINTO ( 21090111120002 ) 3. M.RESI TRIMULYA ( 21090111120003 ) 4. M. BUDI HERMAWAN
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.5931 PENGESAHAN. Konvensi. 2006. Maritim. Ketenagakerjaan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 193) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG
Lebih terperincipres-lambang01.gif (3256 bytes)
pres-lambang01.gif (3256 bytes) Menimbang Mengingat PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR
Lebih terperinciPEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT INTERNATIONAL MARITIME DANGEROUS GOODS (IMDG) CODE
Lampiran XLI Peraturan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Nomor : SK.2162/HK.208/XI/Diklat-2010 Tanggal : 16 November 2010 PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT
Lebih terperinciLaporan Akhir Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK)di Bidang Pelayaran KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR Undang Undang 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, dalam ketentuan umum dinyatakan bahwa keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan
Lebih terperinciISPS CODE Seri: Manajemen Pelabuhan
Seri: Manajemen Pelabuhan Drs. Eko Hariyadi Budiyanto, Ak.MM.Msc Raja Oloan Saut Gurning, ST.Msc.CMarTech.GMRINA.MIMarEST Penerbit : PT. Andhika Prasetya Ekawahana Seri - Manajemen Pelabuhan Oleh : - Drs.
Lebih terperinciBAB III KESELAMATAN PELAYARAN
BAB III KESELAMATAN PELAYARAN Untuk meningkatkan keselamatan pelayaran di indonesia mengikuti keselamatan pelayaran di dunia internasional. Meskipun didalam kenyataanya, pemerintah memberlakukan Peraturan
Lebih terperinciWAKTU EVAKUASI MAKSIMUM PENUMPANG PADA KAPAL PENYEBERANGAN ANTAR PULAU
Jurnal Wave, UPT. BPPH BPPT Vol. XX,No. XX, 20XX WAKTU EVAKUASI MAKSIMUM PENUMPANG PADA KAPAL PENYEBERANGAN ANTAR PULAU Daeng Paroka 1, Muh. Zulkifli 1, Syamsul Asri 1 1 Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT KEPULAUAN YANG DITETAPKAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.627, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kantor Kesyahbandaran. Utama. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2012 TENTANG
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493] BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 100 (1) Barangsiapa dengan sengaja merusak atau melakukan tindakan apapun yang mengakibatkan tidak
Lebih terperinciNo. : Juni 2016
Informasi Teknik No. : 062-2016 27 Juni 2016 Kepada Perihal : Semua pengguna jasa BKI : Update Regulasi IMO Ringkasan Tujuan dari Informasi Teknik ini adalah untuk menginformasikan kepada pelanggan BKI
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Copyright (C) 2000 BPHN PP 37/2002, HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT KEPULAUAN YANG DITETAPKAN *39678 PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 160, 2000 Perhubungan.Kelautan.Pelayaran.Kapal.Kenavigasian. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan mengenai kenavigasian sebagaimana diatur
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT
Lebih terperinciISM Code (International Safety Management Code)
ISM Code (International Safety Management Code) Oleh: Harsono, FIMarEST SEMINAR FLOATING OFFSHORE STRUCTURES TECHNOLOGY ITB Bandung, 26 Juni 2009 Gambar sebuah kapal tanker yang sedang terbakar Gambar
Lebih terperinciWALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN PAS KECIL UNTUK KAPAL KURANG DARI 7 GROSSE TONNAGE
SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN PAS KECIL UNTUK KAPAL KURANG DARI 7 GROSSE TONNAGE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang
Lebih terperinciSTATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI. Penerima Receiver.
STATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI Investigasi Investigation Tanggal Kejadian Date of Occurrence Sumber Source Tanggal Dikeluarkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN MARITIME LABOUR CONVENTION, 2006 (KONVENSI KETENAGAKERJAAN MARITIM, 2006)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN MARITIME LABOUR CONVENTION, 2006 (KONVENSI KETENAGAKERJAAN MARITIM, 2006) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBABl PENDAHULUAN. Keselamatan pelayaran merupakan hal yang sangat penting dan
BABl PENDAHULUAN 1.1 Latar.Belakang Masalah Keselamatan pelayaran merupakan hal yang sangat penting dan menduduki posisi sentral dalam segala aspek di dunia pelayaran. Aspek yang melekat pada keselamatan
Lebih terperinciTechnical Information
Technical Information No. : 079 2016 19 Desember 2016 Kepada : Semua Pihak yang Berkepentingan Perihal : Instrumen Wajib IMO yang mulai berlaku pada Ringkasan Informasi Teknik ini berisi informasi mengenai
Lebih terperinciPerancangan Fire Control and Safety Plan pada Kapal Konversi LCT menjadi Kapal Small Tanker
Perancangan Fire Control and Safety Plan pada Kapal Konversi LCT menjadi Kapal Small Tanker Tri Octa Kharisma Firdausi 1*, Arief Subekti 2, dan Rona Riantini 3 1 Program Studi Teknik Keselamatan dan Kesehatan
Lebih terperinciRANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA DAERAH PELAYARAN KAPAL PELAYARAN RAKYAT
PENETAPAN KRITERIA DAERAH PELAYARAN KAPAL PELAYARAN RAKYAT LAMPIRAN 9 i 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Persyaratan Utama 4.2. Kriteria Pelayaran Rakyat 4.3. Daerah
Lebih terperinci2016, No Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang Pengesahan International Convention For The Safety of Life at Sea, 1974 (SOLAS 74)
No.1396, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHUB. Pejabat Pemeriksa Keselamatan Kapal. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 110 TAHUN 2016 TENTANG PEJABAT PEMERIKSA KESELAMATAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 185 CONCERNING REVISING THE SEAFARERS IDENTITY DOCUMENTS CONVENTION, 1958 (KONVENSI ILO NO. 185 MENGENAI KONVENSI
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. yang mengalami kecelakaan di perairan Indonesia koordinasi terhadap
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan serta dengan melakukan analisa terhadap hasil penelitian tersebut, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu : 1. Imigran
Lebih terperinciDOKUMEN YANG HARUS ADA DI KAPAL
DOKUMEN YANG HARUS ADA DI KAPAL Sertifikat dan Dokumen yang harus berada diatas kapal berbendera Indonesia ( berdasarkan SV.1935 ) 1. 1.Surat Tanda Kebangsaan berupa Pas Tahunan 2. 2.Surat Ukur untuk kapal
Lebih terperinci2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 1, Tambahan Lem
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 272, 2015 KEMENHUB. Keselamatan Pelayaran. Standar. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR KESELAMATAN PELAYARAN DENGAN
Lebih terperinci2016, No Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang Pengesahan International Convention For The Safety of Life at Sea, 1974; 6. Peratur
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1428, 2016 KEMENHUB. Kendaraan diatas Kapal. Pengangkutan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 115 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGANGKUTAN
Lebih terperinciBAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR
BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR Kapal laut yang berlayar melintasi samudera di berbagai daerah pelayaran dalam kurun waktu yang cukup, bergerak dengan adanya daya dorong pada
Lebih terperinciInformasi Teknik. : Laporan Singkat Sidang Sesi ke2 dari SubCommittee on Implementation of IMO Instruments (III 2)
Informasi Teknik No. : 038 2015 29 Juli 2015 Kepada Perihal : Semua Pengguna jasa BKI : Laporan Singkat Sidang Sesi ke2 dari SubCommittee on Implementation of IMO Instruments (III 2) Ringkasan Informasi
Lebih terperinciPEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT PROFICIENCY IN GMDSS / GENERAL RADIO OPERATOR S COURSE
Lampiran XL Peraturan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Nomor : SK.2162/HK.208/XI/Diklat-2010 Tanggal : 16 November 2010 PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT
Lebih terperinciKESELAMATAN PELAYARAN DI TINJAU DARI UU NO. 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN. Jumaizi Stimart-AMNI ABSTRAKSI
KESELAMATAN PELAYARAN DI TINJAU DARI UU NO. 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN Jumaizi Stimart-AMNI ABSTRAKSI Dalam Keselamatan Pelayaran dan bagaimana Tugas Syahbandar Dalam Rangka Meningkatkan Keamanan
Lebih terperinciKONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979)
KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979) PARA PIHAK DALAM KONVENSI MEMPERHATIKAN arti penting yang tercantum dalam beberapa konvensi mengenai pemberian
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG K E P E L A U T A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG K E P E L A U T A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran diatur
Lebih terperinciLAPORAN PEMERIKSAAN TONGKANG
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN MINISTRY OF TRANSPORTATION DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT DIRECTORATE GENERAL OF SEA TRANSPORTATION LAPORAN PEMERIKSAAN TONGKANG NAMA KAPAL : PEMILIK / OPERATOR : AGENT :
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN
BAB III TINJAUAN UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN A. Pengertian Pelayaran Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran menyatakan bahwa pelayaran adalah segala sesuatu
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2001 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI PELAYARAN NIAGA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENGUMPULAN DATA 1. Kebutuhan Data Sekunder Inventarisasi data sekunder, meliputi aspek-aspek transportasi laut dalam bentuk peraturan-peraturan seperti Undang-undang,Peraturan
Lebih terperinciLampiran III MARPOL 73/78 PERATURAN TENTANG PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH BAHAN BAHAN BERBAHAYA YANG DIANGKUT MELALUI LAUT DALAM BENTUK KEMASAN
Lampiran III MARPOL 73/78 PERATURAN TENTANG PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH BAHAN BAHAN BERBAHAYA YANG DIANGKUT MELALUI LAUT DALAM BENTUK KEMASAN Peraturan 1 Penerapan 1 Kecuali secara tegas ada ketentuan lain,peraturan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan mengenai kenavigasian sebagaimana diatur
Lebih terperinciAPLIKASI PENERAPAN PERATURAN SOLAS DALAM PERENCANAAN PERALATAN KESELAMATAN KMP LEGUNDI PADA LINTASAN MERAK-BAKAUHENI
APLIKASI PENERAPAN PERATURAN SOLAS DALAM PERENCANAAN PERALATAN KESELAMATAN KMP LEGUNDI PADA LINTASAN MERAK-BAKAUHENI Cholil, Minto Basuki, I Putu Andhi Indira Kusuma Teknik Perkapalan ITATS, Jl. Arif Rahman
Lebih terperinci2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3647);
Lampiran 1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT KEPULAUAN
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN UMUM Kegiatan kenavigasian mempunyai peranan penting dalam mengupayakan keselamatan berlayar guna mendukung
Lebih terperinciDASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BIDANG STUDI KEAHLIAN PROGRAM STUDI KEAHLIAN KOMPETENSI KEAHLIAN : TEKNOLOGI DAN REKAYASA : PELAYARAN : 1. NAUTIKA KAPAL PENANGKAP
Lebih terperinciBAB VIII PENGAWAKAN. Pasal 144. Pasal 145
Lampiran : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT Nomor : UM.008/9/20/DJPL - 12 Tanggal : 16 FEBRUARI 2012 BAB VIII PENGAWAKAN Pasal 144 (1) Pengawakan kapal Non-Convention terdiri dari : a. Seorang
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1089, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pendidikan. Pelatihan. Sertifikasi. Pelaut. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 70 TAHUN 2013
Lebih terperinciKONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 LAMPIRAN BAB 1 ISTILAH DAN DEFINISI
KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 LAMPIRAN BAB 1 ISTILAH DAN DEFINISI 1.1 "Wajib" digunakan dalam Lampiran untuk menunjukkan suatu ketentuan, penerapan yang seragam
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 37 TAHUN 2002 (37/2002) TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT KEPULAUAN
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 185 CONCERNING REVISING THE SEAFARERS IDENTITY DOCUMENTS CONVENTION, 1958 (KONVENSI ILO NO. 185 MENGENAI KONVENSI PERUBAHAN DOKUMEN
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN UMUM Untuk menyelengarakan pelayaran dalam negeri atau pengangkutan antar pulau, diutamakan penggunaan armada
Lebih terperinciPERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP DIREKTORAT PELABUHAN PERIKANAN PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN SYAHBANDAR DI PELABUHAN PERIKANAN Memiliki kompetensi
Lebih terperinciStudi Working Party. a. Deteksi pesan AIS dari satelit b. Penyiaran informasi keamanan dan keselamatan dari dan ke kapal dan pelabuhan
AGENDA ITEM 1.10 Latar Belakang Agenda item 1.10 bertujuan untuk mengkaji kebutuhan alokasi frekuensi dalam rangka mendukung pelaksanaan system keselamatan kapal dan pelabuhan serta bagian-bagian terkait
Lebih terperinciKAJIAN TEKNOLOGI KAPAL DAN POLA PELAYANAN PELAYARAN- RAKYAT SEBAGAI MASUKAN UNTUK PEMBERDAYAAN MELALUI PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN
KAJIAN TEKNOLOGI KAPAL DAN POLA PELAYANAN PELAYARAN- RAKYAT SEBAGAI MASUKAN UNTUK PEMBERDAYAAN MELALUI PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN Romeiza Syafriharti Staf Pengajar Program Studi Perencanaan Wilayah
Lebih terperinci2013, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negar
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.156, 2013 TRANSPORTASI. Darat. Laut. Udara. Kecelakaan. Investigasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5448) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN. A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the
BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) Dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nation
Lebih terperinciKeputusan Menteri Perhubungan No. 86 Tahun 1990 Tentang : Pencegahan Pencemaran Oleh Minyak Dari Kapal-Kapal
Keputusan Menteri Perhubungan No. 86 Tahun 1990 Tentang : Pencegahan Pencemaran Oleh Minyak Dari Kapal-Kapal MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka melindungi kelestarian lingkungan laut
Lebih terperinciBAB V PENGENALAN ISYARAT BAHAYA. Tanda untuk mengingat anak buah kapal tentang adanya suatu keadaan darurat atau bahaya adalah dengan kode bahaya.
BAB V PENGENALAN ISYARAT BAHAYA Tanda untuk mengingat anak buah kapal tentang adanya suatu keadaan darurat atau bahaya adalah dengan kode bahaya. a. Sesuai peraturan Internasional isyarat-isyarat bahaya
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. industri penyedia jasa angkutan laut seperti pelayaran kapal laut. (1)
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah perairan dan lautan. Banyak aktifitas yang dilakukan dengan mengandalkan perhubungan melalui
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPENANGANAN PROSEDUR DARURAT PADA KAPAL ABSTRAK
PENANGANAN PROSEDUR DARURAT PADA KAPAL Prasetya Sigit Santosa Staf Pengajar Akademi Maritim Yogyakarta ( AMY ) ABSTRAK Keadaan darurat adalah keadaan dari suatu kejadian kecelakaan tiba-tiba yang memerlukan
Lebih terperinciG. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERHUBUNGAN
LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 G. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.283, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pengukuran Kapal. Tata cara. Metode. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGUKURAN KAPAL
Lebih terperinciLAPORAN MONITORING KONVENSI HASIL SIDANG INTERNATIONAL MARITIME ORGANIZATION (IMO) PERIODE JUNI TAHUN 2013
LAPORAN MONITORING KONVENSI HASIL SIDANG INTERNATIONAL MARITIME ORGANIZATION (IMO) PERIODE JUNI TAHUN 2013 International Maritime Organization (IMO) pada bulan Juni 2013 telah melakukan sidang Maritime
Lebih terperinciBIDANG PERHUBUNGAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN KABUPATEN 1. Perhubungan Darat. 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)
- 35-7. BIDANG PERHUBUNGAN 1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) 1. Penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan kabupaten 2. Pemberian izin penyelenggaraan
Lebih terperinciKEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM NOMOR: KP 99 TAHUN 2017 NOMOR: 156/SPJ/KA/l 1/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN
Lebih terperinciFINAL KNKT KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI REPUBLIK INDONESIA
REPUBLIK INDONESIA FINAL KNKT.17.03.05.03 Laporan Investigasi Kecelakaan Pelayaran Tenggelamnya KM. Sweet Istanbul (IMO No. 9015993) Area Labuh Jangkar Pelabuhan Tanjung Priok, DKI Jakarta Republik Indonesia
Lebih terperinciInformasi Teknik. : Laporan Singkat Sidang Sesi ke-3 dari Sub-Committee on Implementation of IMO Instrument (III 3)
Informasi Teknik No. : 064-2016 1 Agustus 2016 Kepada Perihal : Semua Pihak yang Berkepentingan : Laporan Singkat Sidang Sesi ke-3 dari Sub-Committee on Implementation of IMO Instrument (III 3) Ringkasan
Lebih terperinciKOMPETENSI PELAUT DALAM PENERAPAN INTERNATIONAL SAFETY MANAJEMEN CODE (ISM- CODE)
KOMPETENSI PELAUT DALAM PENERAPAN INTERNATIONAL SAFETY MANAJEMEN CODE (ISM- CODE) Andi Dachlan Sadly Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Manajemen Universitas Jember ABSTRACT Kelaiklautan is absolutely
Lebih terperinciKEAHLIAN PELAUT YANG HARUS DIMILIKI PERWIRA DEK DI KAPAL NIAGA Ade Chandra Kusuma Dosen Akademi Maritim Yogyakarta
KEAHLIAN PELAUT YANG HARUS DIMILIKI PERWIRA DEK DI KAPAL NIAGA Ade Chandra Kusuma Dosen Akademi Maritim Yogyakarta ABSTRAK In the world of the distribution industry is accepted as a commercial implementation
Lebih terperinciBERITA NEGARA. No.282, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kapal Berbendera Indonesia. Kewajiban Klasifikasi. Badan Klasifikasi.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.282, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kapal Berbendera Indonesia. Kewajiban Klasifikasi. Badan Klasifikasi. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 7
Lebih terperinci1998 Amandments to the International Convention on Maritime Search and Rescue, 1979 (Resolution MCS.70(69)) (Diadopsi pada tanggal 18 Mei 1998)
1998 Amandments to the International Convention on Maritime Search and Rescue, 1979 (Resolution MCS.70(69)) (Diadopsi pada tanggal 18 Mei 1998) Adopsi Amandemen untuk Konvensi Internasional tentang Pencarian
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan mengenai kenavigasian sebagaimana diatur
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 17-2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 98, 1992 (PERHUBUNGAN. Laut. Prasarana. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik
Lebih terperinciPELATIHAN KESELAMATAN BAGI ANAK BUAH KAPAL
PELATIHAN KESELAMATAN BAGI ANAK BUAH KAPAL D. Lasse Danang Darunanto Fatimah STMT Trisakti STMT Trisakti STMT Trisakti stmt@indosat.net.id ddarunanto@yahoo.com stmt@indosat.net.id ABSTRACT Training program
Lebih terperinciNo Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6181 PERTAHANAN. RI. Wilayah Udara. Pengamanan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 12) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciAGENDA ITEM Latar Belakang
AGENDA ITEM 1.10 1. Latar Belakang Agenda item 1.10 bertujuan untuk mengkaji kebutuhan alokasi frekuensi dalam rangka mendukung pelaksanaan system keselamatan kapal dan pelabuhan serta bagian-bagian terkait
Lebih terperinciP. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN
P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) 1. Penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan daerah. 2.
Lebih terperinciP. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN
P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) 1. Penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan 2. Pemberian
Lebih terperinci2013, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar
No.386, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kesyahbandaran. Pelabuhan Perikanan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3/PERMEN-KP/2013
Lebih terperinciBAB II JENIS-JENIS KEADAAN DARURAT
BAB II JENIS-JENIS KEADAAN DARURAT Kapal laut sebagai bangunan terapung yang bergerak dengan daya dorong pada kecepatan yang bervariasi melintasi berbagai daerah pelayaran dalam kurun waktu tertentu, akan
Lebih terperinci2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a
No.12, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAHANAN. RI. Wilayah Udara. Pengamanan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6181) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciInformasi Teknik. No. : Juni Perihal : Penerapan IMO Mandatory Instrument yang akan diberlakukan 01 Juli 2016
Informasi Teknik No. : 061-2016 17 Juni 2016 Kepada : Semua pengguna jasa BKI Perihal : Penerapan IMO Mandatory Instrument yang akan diberlakukan 0 Ringkasan Tujuan dari Informasi Teknik ini adalah untuk
Lebih terperincinamun metode ini hanya dapat membekali operator kapal yang merupakan subyek langsung dari kecelakaan kapal.
BAB I. PENDAHULUAN Proses terbitnya peraturan-peraturan internasional dalam penanggulangan bencana di laut boleh dikatakan sudah sangat reaktif terhadap pengalaman terjadinya beberapa bencana laut dan
Lebih terperinciLAMPIRAN LAMPIRAN Universitas Kristen Maranatha
LAMPIRAN LAMPIRAN 1 84 Universitas Kristen Maranatha 85 Universitas Kristen Maranatha 86 Universitas Kristen Maranatha 87 Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN 2 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia, terdiri dari 17.508 pulau yang tersebar di seluruh wilayah, 2/3 bagian wilayahnya merupakan
Lebih terperinci