ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN HIDUNG BUDAK (Ceratoglanis scleronema Bleeker, 1862) DI SUNGAI MENTULIK, KAMPAR KIRI PROVINSI RIAU Sri Damayanti Pasaribu¹, Roza Elvyra², Yusfiati² ¹Mahasiswa Program Studi S1 Biologi ²Dosen Zoologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia sridamayanti450@gmail.com ABSTRACT Mentulik river is one of the floodplain river ecosystems in Riau Province and the natural habitats for many fish species. Hidung Budak fish (Ceratoglanis scleronema Bleeker 1862) is one of the fish found in Mentulik River. This study was aimed to determine the reproduction aspects of C. scleronema such as sexuality, sex ratio, gonad maturity level, fecundity, eggs diametre and gonad maturity index. This study has been conducted on November 2014 until April 2015 in Mentulik River. The number of fish obtained were 65 individuals with 39 males and 26 female and sex ratio 1.5:1. The growing patterns of male and female fish was allometric negative. Gonad maturity level for male fishes founded were TKG I-IV and female were TKG I-V. The average length and body weight female fishes were ranged from 31.73 to 44 cm and174.3 to 285.06 g and for male fishes 35.3 to 41.33 cm and 155.09 to 249.97 g. Fecundity were ranged from 6191-32008 eggs, with a relatively uniform diametre of eggs in each sub section. The result indicated that C. scleronema is a total spawner. Keywords: Aspects of Reproduction, Ceratoglanis scleronema, Mentulik River. ABSTRAK Sungai Mentulik merupakan salah satu ekosistem sungai paparan banjir di Provinsi Riau dan merupakan habitat alami dari beragam jenis ikan. Salah satu jenisnya adalah ikan hidung budak (Ceratoglanis scleronema Bleeker 1862). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aspek biologi reproduksi dari C. scleronema seperti: nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, fekunditas, diameter telur dan indeks kematangan gonad. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai April 2015 di Sungai Mentulik. Ikan hidung budak 1
yang diperoleh adalah 65 ekor yang terdiri dari 39 ekor jantan dan 26 ekor betina, dengan nisbah kelamin 1.5:1. Pola pertumbuhan ikan jantan dan betina berdasarkan hasil analisis panjang dan berat tubuh adalah allometrik negatif. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan jantan ditemukan TKG I-IV dan ikan betina ditemukan TKG I-V. Rata-rata panjang tubuh dan berat tubuh ikan betina dari 31.73-44 cm dan 174.3-285.06 g dan ikan jantan berkisar dari 35.3-41.33 cm 155.09-249.97 g. Fekunditas berkisar 6191-32008 butir, dengan diameter telur yang relatif sama disetiap sub bagian. Hal ini menandakan C. scleronema memiliki pola pemijahan total spawner. Kata Kunci: Aspek Reproduksi, Ceratoglanis scleronema, Sungai Mentulik. PENDAHULUAN Provinsi Riau terdiri dari daerah daratan dan perairan. Bagian perairan didominasi oleh sungai rawa banjiran. Rawa banjiran merupakan ekosistem yang sangat beragam, baik secara spasial maupun temporal. Ekosistem sungai rawa banjiran dipengaruhi oleh fluktuasi air pada musirn kemarau dan penghujan. Pada musirn kemarau volume air sangat kecil dan hanya ditemukan pada sungai utama, cekungan-cekungan tanah dan sungai mati sedangkan pada musim penghujan air meluap menggenangi daerah paparan, danau, genangan dan alur-alur sungai. Kondisi ini menimbulkan beragamnya habitat yang tersedia bagi organisme akuatik (Welcomme 1970). Terdapat empat besar sungai rawa banjiran di Riau yaitu: Sungai Rokan, Sungai Siak, Sungai Indragiri dan Sungai Kampar. Salah satu sungai yang dijadikan sebagai tempat stasiun penelitian ini adalah Sungai Kampar. Sungai Kampar terbagi menjadi dua aliran yaitu Kampar Kanan dan Kampar Kiri. Stasiun penelitian di Sungai Kampar Kiri terdapat di daerah Mentulik. Sungai Mentulik dapat dijadikan sebagai sebagai sumber daya perikanan. Hal ini disebabkan karena terdapatnya berbagai jenis fauna ikan. Ikan Cyprinidae merupakan ikan yang mendominasi di perairan rawa banjiran kemudian diikuti ikan Siluridae (Simanjuntak et al. 2006). Ada 8 spesies ikan dari famili Siluridae, salah satunya adalah ikan Hidung Budak (Ceratoglanis scleronema). Rawa banjiran memegang peranan penting dalam produksi perikanan perairan tawar (Komatsu et al. 2000). Tingginya intensitas penangkapan dan penurunan kualitas lingkungan di Sungai Mentulik dapat mengancam keberadaan ikan-ikan yang hidup di perairan khususnya ikan Hidung Budak. Berbagai jenis ikan memiliki nilai ekonomis penting berkembang biak di sungai ini. Untuk tetap menjaga kelestarian sumberdaya ikan dapat dilakukan upaya konservasi, upaya domestikasi dan upaya pembudidayaan. Dalam 2
budidaya ikan salah satu aspek yang sangat penting adalah aspek reproduksi sehingga siklus hidupnya tidak terganggu dan dari segi ekonomi pun menguntungkan. Masyarakat Riau menyebut ikan ini dengan nama ikan Selais Budak atau Hidung Budak. Ikan C. scleronema merupakan jenis ikan konsumsi yang banyak diminati dan dicari nelayan sehingga terjadi peningkatan permintaan atas ikan ini. Hal tersebut berdampak pada penurunan jumlah C. scleronema. Berdasarkan informasi dari International Union for Conservation of Nature (2014), bahwa status C. scleronema tergolong dalam kategori spesies yang terancam. Oleh sebab itu perlu diperhatikan aspek biologi reproduksinya. Pertumbuhan populasi ikan di alam sangat tergantung pada strategi reproduksi dan perubahan lingkungan. Aspek reproduksi dapat memberikan gambaran tentang aspek biologi reproduksi yang berhubungan dengan proses reproduksi yang mencakup analisis perkembangan gonad, indeks kematangan gonad, fekunditas, diameter telur dan hubungan antara kondisi lingkungan dengan reproduksi C. scleronema. Penangkapan ikan-ikan di perairan sungai banjiran tidak terkendali, karena hasil tangkapan merupakan prioritas bagi nelayan. Tidak jarang ikan-ikan kecil dan ikan yang matang gonad serta siap berpijah juga ikut tertangkap. Hal ini dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan populasi. Dikhawatirkan pada masa yang akan datang kehidupan C. scleronema akan terancam, baik berupa kepunahan maupun degradasi genetis. Berdasarkan survei yang dilakukan di lapangan, akhir-akhir ini terjadi penurunan tangkapan ikan oleh nelayan. Oleh karena itu, diperlukan konservasi dan domestikasi dalam upaya pengelolaan sumber daya perikanan agar lebih terarah serta berhasil. Dalam upaya konservasi dan domestikasi, pentingnya mengetahui aspek biologi reproduksi dari ikan. Mengetahui aspek biologi reproduksi dapat memberi gambaran keberadaan suatu spesies terkait dengan bagaimana proses reproduksinya (Tang dan Affandi 2004). Penelitian tentang biologi reproduksi C. scleronema masih sangat terbatas sekali. Oleh karena itu sangat perlu dikaji informasi mengenai aspek biologi reproduksi ikan yang akan memberikan gambaran penting dalam reproduksi. Gambaran reproduksi yang dimaksud di antaranya adalah mengenai nisbah kelamin, hubungan panjang-berat, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, dan fekunditas. Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar dalam pengelolaan dan pengembangan sumber daya C. scleronema yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji aspek biologi reproduksi C. scleronema yang meliputi hasil tangkapan, nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, dan indeks kematangan gonad. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan mulai bulan November 2014 sampai bulan 3
April 2015 dengan lokasi pengambilan sampel di Sungai Mentulik, Kampar Kiri, Provinsi Riau. Analisis faktor fisika dan kimia dilakukan di laboratorium Biologi Perairan Faperika Universitas Riau dan analisis biologi reproduksi dilakukan di laboratorium Zoologi, jurusan Biologi FMIPA, Universitas Riau. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan Hidung Budak (C. scleronema), alkohol 70%. Alat-alat yang digunakan selama penelitian ini adalah: seperangkat alat bedah, timbangan digital, mikroskop, botol film, cawan petri, gelas objek, kamera digital, mikrometer okuler, kertas karton, kertas label dan alat tulis, thermometer perairan, kertas ph universal, botol winkler, turbiditimeter dan sechi disk. Pengambilan Sampel Sampel ikan didapatkan dari nelayan dengan menggunakan bubu dan jaring insang. Kemudian sampel ikan dimasukkan dalam cool box selama dalam perjalanan dan dimasukan lagi ke dalam freezer sebelum dianalisis di laboratorium. Pengambilan sampel ikan dilakukan 4 kali dalam satu bulan. Pengukuran Sampel Sampel ikan diberi kode, diukur panjang total sampel dengan menggunakan mistar dan ditimbang berat tubuh dengan menggunakan timbangan digital. Selanjutnya dibedah bagian ventral tubuh sampel, gonadnya dipotong, dilihat tingkat kematangan gonadnya dan dimasukkan ke dalam botol film yang telah diisi dengan alkohol 70% sampai gonadnya tenggelam. Pengamatan Jenis Kelamin Ikan Pengamatan jenis kelamin dilakukan secara morfologi dan anatomi. Pengamatan secara morfologi dilakukan dengan melihat bentuk tubuh ikan dan bentuk anus ikan sedangkan pengamatan secara anatomi dilakukan dengan pembedahan pada bagian ventral yaitu dengan mengeluarkan gonad untuk ditimbang dengan menggunakan timbangan digital. Gonad yang sudah ditimbang dimasukan kedalam botol film dan direndam dengan alkohol 70% dan diberi kertas label. Tingkat Kematangan Gonad Perkembangan gonad diteliti berdasarkan tingkat kematangan gonad (TKG) secara morfologis. Tingkat kematangan gonad secara morfologis untuk ikan C. scleronema betina dan jantan dianalisis berdasarkan kriteria TKG pada Ompok hypophthalmus (Elvyra 2009). Analisis data Nisbah Kelamin Analisis perbandingan nisbah kelamin antara ikan jantan dan betina dilakukan dengn menggunakan uji chi-kuadrat (X 2 ) (Steel & Torrie, 1993). Dimana: X = ( ) 4
: sebuah nilai bagi peubah acak Oi : frekuensi ikan jantan dan atau ikan betina yang diamati Ei : frekuensi harapan, yaitu (ikan jantan + ikan betina) / 2. X 2 Jika X 2 hit < X 2 tab berarti tidak terdapat perbedaan jumlah antara ikan jantan dan betina sedangkan jika X 2 hit > X 2 tab berarti terdapat perbedaan jumlah antara ikan jantan dan betina Tingkat Kematangan Gonad Analisis tingkat kematangan gonad (TKG) dilakukan dengan pengamatan deskriptif dengan didasarkan pada modifikasi Cassie dalam Effendie (1997) dan Elvyra (2009). Untuk mengetahui apakah gonad jantan dan betina matang secara bersamaan atau tidak, maka dilakukan uji kontingensi dengan menggunakan rumus (Harinaldi, 2005) sebagai berikut: X = ().. Dimana: X 2 : nilai pengamatan distribusi kelamin F1 : nilai pengamatan ikan ke-i F : nilai nilai harapan ke-i S : jumlah pengamatan Jika nilai X 2 hit < X 2 tab berarti tingkat kematangan gonad jantan dan betina sama atau tidak berbeda nyata (homogen). Jika nilai X 2 hit > X 2 tab berarti tingkat kematangan gonad jantan dan betina berbeda nyata (heterogen). Indeks Kematangan Gonad Pengukuran IKG dihitung dengan membandingkan berat gonad dan berat tubuh ikan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: IKG = X 100% Dimana : IKG : indeks kematangan gonad (%) Bg : berat gonad (g) Bt : berat tubuh (g) HASIL DAN PEMBAHASAN Nisbah Kelamin Jumlah ikan jantan dan ikan betina yang diperoleh selama penelitian sangat rendah dan bervariasi setiap bulannya. Hal ini dapat kita lihat jumlah penangkapan ikan setiap bulan kurang dari 30 ekor dan sebanyak 30 ekor. Informasi di lokasi setempat, C. scleronema susah didapat apalagi saat kondisi arus deras. Nisbah kelamin C. scleronema tidak mengikuti pola perbandingan 1:1 yang berarti jumlah ikan jantan dan betina berbeda. Setelah diuji secara statistik dengan uji Chi- Kuadrat (X 2 ) untuk melihat sejauh mana nilai signifikan nisbah kelamin jantan dan betina, didapatkan hasil X 2 hitung = 3.08 dan X 2 tabel = 11.07 dengan taraf nyata 0.05, maka X 2 hit < X 2 tab yang artinya tidak ada perbedaan jumlah ikan jantan dan ikan betina. Menurut Wahyuono et al. (1993), suatu populasi dikatakan ideal apabila ikan jantan dan ikan betina seimbang atau lebih banyak betina. Diharapkan perbandingan jenis kelamin ikan seimbang atau lebih 5
banyak betina daripada jantan sehingga populasinya dapat dipertahankan walaupun ada kematian alami dan penangkapan (Romimohtarto dan Juwana 2001). Persentasi jumlah ikan jantan lebih tinggi dibandingkan dengan persentasi ikan betina, kecuali pada bulan Maret menurun menjadi 36.36%. Persentasi C. scleronema jantan dan betina secara keseluruhan adalah 60 % dan 40 %. Penyebab terjadinya persentasi yang berbeda pada nisbah kelamin dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu adanya perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhan ikan jantan dan betina (Febianto 2007). Perbedaan hasil tangkapan ikan jantan dan ikan betina disebabkan karna proses penangkapan yang tidak merata dan alat tangkap yang hanya menggunakan jaring dan bubu, ketersediaan makanan yang meningkat akan didominasi oleh ikan betina dan ketersediaan makanan yang sedikit akan didominasi oleh ikan jantan (Nikolsky 1963). Musim dan fluktuasi curah hujan akan mempengaruhi migrasi ikan ( Hoeinghaus et al. 2003). Tingkat Kematangan Gonad Sampel yang didapatkan selama 6 bulan pengamatan, perkembangan gonad C. scleronema dikelompokkan menjadi 5 tahap perkembangan yaitu TKG I (belum berkembang), TKG II (perkembangan awal), TKG III (sedang berkembang), TKG IV (matang gonad) dan TKG V ( pasca pemijahan). Dari jumlah 65 ekor C. scleronema yang dikumpulkan selama 6 bulan tingkat kematangan gonad berdasarkan kisaran panjang tubuh dan berat tubuh, dapat dilihat Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan perbedaan panjang dan berat tubuh dari terkecil hingga terbesar C. Scleronema. Selama penelitian diperoleh rata-rata panjang total dan rata-rata berat tubuh C. Scleronema jantan dari TKG I hingga TKG IV meningkat dan pada ikan betina ratarata panjang dan rata-rata berat tubuh TKG II lebih tinggi dari pada TKG III dan pada TKG V ikan betina rata-rata panjang total dan rata-rata berat tubuhnya menurun. Ikan betina yang diperoleh pada TKG II dan TKG III sebanyak 1 ekor dan ikan jantan pada TKG V tidak didapatkan.adanya peningkatan TKG akan mempengaruhi peningkatan kisaran panjang dan berat tubuh dan ukuran panjang dan berat yang sama tidak mempunyai TKG yang sama (Yustina dan Arnentis 2002). Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan dimana ikan tersebut hidup, ada tidaknya ketersediaan makanan, suhu, dan kecepatan pertumbuhan ikan itu sendiri dan perbedaan awal mula suatu individu ikan mengalami matang gonad disebabkan umur, ukuran dan faktor fisiologi ikan itu sendiri (Syandri 1996). Setiap spesies ikan saat pertama kali matang gonad memiliki ukuran yang berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu suhu, makanan dan factor kehadiran hormon (Tang dan Affandi 2004). Perbedaan TKG C. scleronema jantan dan betina dianalisis dengan menggunakan uji kontingensi yang bertujuan untuk melihat perbedaan secara signifikan dengan df=4 pada 6
Tabel 1. Jumlah C. scleronema pada tiap TKG beserta kisaran panjang dan berat tubuh TKG Kisaran Panjang Kisaran Berat Jumlah (cm) Rerata (gr) Rerata (Ekor) Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina I 30.1-38 31.2-37.8 35.3 31.73 91.83-112.42-155.09 174.3 10 12 203.63 339.69 II 33.5-41 44 36.75 44 97.03-283.68 170.18 283.68 15 1 200.74 III 36.1-41.8 38.31 41.8 147.94-229.76 198.68 229.76 6 1 40.5 234.32 IV 36.8-48 38.5-44.6 41.33 42.12 124.54-192.21-249.97 285.06 8 7 426.64 358.87 V - 37.4-40.5-39.46-200.74-240.92-218.08 0 5 taraf signnifikan 0.05 diperoleh hasil X² hit = 19.23 dan X² tabe = 9.49. Maka dapat disimpulkan bahwa X² hitung > X² tabel yang artinya terdapat perbedaan nyata antara TKG C. scleronema jantan dan betina. Dari hasil pengamatan TKG C. scleronema jantan dan betina di setiap bulannya relatif dominan ditemukan pada TKG I, II dan IV. Pada TKG IV C. scleronema jantan ditemukan selama 5 bulan pengamatan sedangkan pada betina ditemukan selama 2 bulan pengamatan. Hal ini menandakan bahwa musim pemijahan C.scleronema satu kali musim pemijahan yaitu saat memasuki musim hujan. Permukaan air yang naik merupakan stimulus ikan untuk bereproduksi dan melakukan fase ruaya ke daerah pemijahan. Kematangan gonad beberapa spesies ikan tropik dipengaruhi oleh musim penghujan atau banjir (Tang dan Affandi 2004). Hal ini sesuai dengan penelitian Elvyra (2009) yang menyatakan bahwa O. hypopthalmus di Sungai Kampar memijah pada saat memasuki musim penghujan dan permukaan air mulai naik. Ikan akan menuju daerah riparian sungai untuk meletakkan telur pada tanaman. Indeks Kematangan Gonad Nilai rata-rata indeks kematangan gonad jantan dan betina dari TKG I-IV meningkat dan pada TKG V menurun. Dari Gambar 1 juga dapat dilihat bahwa pada ikan jantan dan betina memiliki nilai maksimum pada TKG IV. Hal ini disebabkan oleh terjadinya perubahan gonad pada setiap masa pertumbuhan ikan. Berat gonad akan mencapai nilai maksimum pada saat ikan akan memijah dan menurun setelah proses pemijahan (Effendie 2002). 7
IKG (%) 6 4 2 0 Gambar 1. Nilai rata-rata indeks kematangan gonad C. scleronema betina dan jantan berdasarkan tingkat kematangan gonad. KESIMPULAN I II III IV V TKG Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Sungai Mentulik, Kampar Kiri, jumlah C. scleronema 65 ekor yang terdiri dari 39 ekor ikan jantan dan 26 ekor ikan betina. Nisbah kelamin antara C. scleronema betina dan jantan adalah 1:1.5. Tingkat kematangan gonad C. scleronema jantan paling banyak pada TKG II yaitu 15 ekor dan pada ikan betina pada TKG I yaitu 12 ekor. TKG V C. scleronema jantan tidak ditemukan. Indeks kematangan gonad C. scleronema jantan dari TKG I sampai TKG IV berkisar antara 0.06-0.34% dan ikan betina dari TKG I sampai dengan TKG V berkisar antara 0.08-5.16% UCAPAN TERIMAKASIH betina jantan Terimakasih kepada DP2M Dikti yang telah memberikan kepercayaan dan kesempatan atas pendanaan peneitian melalui Hibah Penelitian Fundamental Tahun 2015 atas nama Drs. Khairijon, MS, Dr.Roza Elvyra, M. Si dan Yusfiati, M. Si. DAFTAR PUSTAKA Effendie M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatara. Bogor. Elvyra R. 2009. Kajian keragaman genetic dan biologi reproduksi ikan lais di Sungai Kampar Kiri Riau [disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Febianto S. 2007. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lidah Pasir (Cynoglossus lingua Hamilton- Buchanan, 1822) di Perairan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur [skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Sumberdaya Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Harinaldi M. 2005. Prinsip-Prinsip Statistika untuk Teknik dan Sains. Jakarta. Erlangga. Hoeinghaus DJ, Layman CA, Arrington DA, and Winemiller K0.2003. Spatiotemporal variation in fish assemblage structure in tropical floodplain creeks. Environmental Biology of Fishes 67: 379-387. Lowe-McConnell RH. 1987. Ecological Studies in Tropical Fish Communities. Cambrige University Press. Australia. Ng HH 2003. a Review of the Ompok hypophthalmus Group of Silurid Cat Fishes with the Description of a New Spesies from South- 8
East Asia. Journal of Fish Biologi 62:1296-1311. Nikolsky GV. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press. New York. Romimohtarto K dan Juwana S. 2001. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Jakarta:Djambatan. Steel RGD dan Torie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan dari Bambang Sumarti. Jakarta. PT.Gramedia. Sutisna DH dan Sutarmanto R. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar. Yogyakarta. Kanisius. Simanjuntak CPH, Rahardjo MF, dan Sukiman S. 2006. Ikhtiofauna rawa banjiran sungai Kampar Kiri. Jurnal Ikhtiologi Indonesia 6(2): 78-80. Syandri H. 1996. Aspek Reproduksi Ikan Bilih (Mystacolecus padangencis Bleeker) dan Kemungkinan Pembenihannya di Danau Singkarak. Program Pasca Sarjana Fakultas Perikanan Institut Bogor. Bogor. Tang UM, Affandi R. 2001. Biologi Reproduksi Ikan. Pusat Penelitian Kawasan Pantai dan Perairan Universitas Riau. Pekanbaru. Trihindari C. 2012. Step by Step SPSS 20 Analisis Data Statistik. Andi. Yogyakarta. Wahyuono H, Budihardjo S, Wudianto, Rustam R. 1983. Pengamatan Parameter Biologi Beberapa Jenis Ikan Demersal di Perairan Selat Melaka Sumatera Utara. Laporan Penelitian Laut. Jakarta. Welcomme RL. 1970. Fisheries Ecology of Floodplain Rivers. New York. Longman. Yustina, Arnetis. 2002. Aspek reproduksi ikan kapiek (Puntius schwanefel Bleeker) di sungai Rangau Riau, Sumatera. Pekanbaru: Jurnal Matematika dan Sains 7(1):5-14. 9
10