BAB II ISI. 2.1 Abstrak

dokumen-dokumen yang mirip
REGULASI SIKLUS SEL. Sarmoko, Larasati Cancer Chemoprevention Research Center

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Sitotoksisitas Senyawa Golongan Poliketida terhadap Sel HeLa

BAB 6 PEMBAHASAN. ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan

Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa

DNA & PEMBELAHAN SEL?

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016

Kaitan Reproduksi Sel dengan Pewarisan Sifat. Oleh Trisia Lusiana Amir, S.Pd., M. Biomed Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul 2016

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada

Dokumen nomor : CCRC Tanggal : 23 April 2014 Mengganti nomor : CCRC Tanggal : 26 April 2012

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari jaringan organ yang tidak mengalami diferensiasi membentuk .

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FARMASI UGM

BAB VI PEMBAHASAN. Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100%

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry

Diperlukan untuk tumbuh, regenerasi, dan reproduksi

BAB 5 HASIL PENELITIAN

Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Sel Kanker Serviks (HeLa) Secara In Vitro

Targeted Delivery of Saporin Toxin by Monoclonal Antibody to the Transcobalamin Receptor, TCblR/CD320

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Peran Gen p63 dalam Regulasi Proliferasi Sel

BAB 6 PEMBAHASAN. lengkap baik dari segi farmakologi maupun fitokimia. Pemanfaatan Phaleria macrocarpa ini

AKTIVITAS GEN DAN PENGATURANNYA: SINTESIS PROTEIN. dr. Arfianti, M.Biomed, M.Sc

BAB V KESIMPULAN, SARAN & RINGKASAN

MOLEKULER ONKOGENESIS

REGULASI EKSPRESI GEN PADA BAKTERIOFAGE DAN VIRUS

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian parasetamol sangat luas di dunia kedokteran karena merupakan

Leonardo Pembimbing I: Freddy Tumewu Andries, dr., M S Pembimbing II: Ellya Rosa Delima, dr.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN APOPTOSIS DENGAN METODE DOUBLE STAINING

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat

Ada ORI dan helikase yang membuka pilinan terus sampai terbentuk replication bubble.

ketebalan yang berbeda-beda dan kadang sangat sulit ditemukan dengan mikroskop. Namun, ada bukti secara kimiawi bahwa lamina inti benar-benar ada di

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii I. Pendahuluan...1 II. Tinjauan Pustaka...4 III. Kesimpulan...10 DAFTAR PUSTAKA...

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN EKSPRESI PROTEIN DENGAN METODE IMUNOSITOKIMIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR

FITUR UTAMA DOMAIN FUNGSIONAL, INSULATOR DAN DAERAH KONTROL LOKUS (LCR) SERTA BUKTI EKSPERIMEN YANG MENDUKUNG MENGENAI KETIGA STRUKTUR TERSEBUT

BAB 5 HASIL PENELITIAN

TIPE KEMATIAN SEL HeLa SETELAH PAPARAN EKSTRAK ETANOLIK CURCUMA LONGA

Gambar Scan gel SDS PAGE protein sel galur HSC-3

Replikasi DNA atau duplikasi DNA atau disebut juga sintesa DNA. Replikasi DNA artinya satu untai (single strand) DNA mencetak satu untai pasangannya.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan

PERAN ISOFORM TAp73 DAN STATUS GEN p53 TERHADAP AKTIFITAS htert PADA KARSINOMA SEL SKUAMOSA RISBIN IPTEKDOK 2007

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB I PENDAHULUAN. memicu timbulnya penyakit degeneratif termasuk kanker. Kandungan terbesar dalam

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan poguntano (Picria fel-terrae Lour.)

HASIL DAN PEMBAHASAN

XII. Pengaturan Expresi Gen (Regulation of Gene Expression) Diambil dari Campbell et al (2009), Biology 8th

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia

I. PENDAHULUAN. sehingga berpengaruh pada kondisi kesehatan dan kemungkinan mengakibatkan. berbagai penyakit-penyakit yang dapat dialaminya.

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

I. PENDAHULUAN. dengan insiden dan mortalitas yang tinggi (Carlos et al., 2014). Sampai saat ini telah

PROSEDUR TETAP UJI PENGAMATAN PROLIFERASI SEL (DOUBLING TIME)

Peran Gen p16 pada Siklus Sel terhadap Pembentukan Kanker

Pertumbuhan dan diferensiasi sel

KONJUGASI PADA BAKTERI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

DAFTAR TABEL. Hasil analisis normalitas sebaran data persentase kematian sel Raji... 49

EKSPRESI GEN 3. Ani Retno Prijanti FKUI 2010

diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al.

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

ABSTRAK PERBEDAAN EKSPRESI PROTEIN 53 (p53) PADA STADIUM I, II DAN III KANKER SERVIKS TIPE SEL SKUAMOSA

PADA SEL MAKROFAG JARINGAN LUKA PASCA PENCABUTAN GIGI PADA

TEKNIK IMUNOLOGI. Ika Puspita Dewi

Perangai Biologik Sel Kanker dan Onkogenesis. DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K)

Dokumen nomor : CCRC Tanggal : 14 Mei 2014 Mengganti nomor : - Tanggal : -

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang

II. MATERI A. NUKLEUS

Uji Proliverasi dan Uji Apotoksis Ganoderma lucidum (Curtis) P. Karst sebagai Antikanker Serviks

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

BAB I. PENDAHULUAN. superior, sedangkan sebanyak 11% sisanya terjadi pada ekstremitas inferior

I. PENDAHULUAN. wanita di dunia. Berdasarkan data dari WHO/ICOInformation Centre on. jumlah kasus sebanyak kasus dan jumlah kematian sebanyak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

REGULASI EKSPRESI GEN PADA ORGANISME EUKARYOT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukan perbandingan kondisi fibroblas yang didapat dari dua produsen

BAB 5 HASIL PENELITIAN

LAPORAN TAHUNAN HIBAH BERSAING JUDUL:

BAB I PENDAHULUAN. Dengue diklasifikasikan WHO sebagai most important mosquito-borne viral

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Asam urat merupakan produk akhir dari degradasi purin. Pada monyet asam

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. wanita dan akan meningkat setiap tahunnya (Jemal et al., 2010). Jumlah kejadian

PENGARUH KOMBINASI EKSTRAK METANOLIK DAUN KENIKIR (Cosmos caudatus Kunth.) DAN DOKSORUBISIN TERHADAP MODULASI SIKLUS SEL KANKER PAYUDARA T47D SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya Hambat Ekstrak Etanol Aloe Vera L. terhadap Proliferasi Sel Kanker Rongga Mulut (Sp-C1) secara In Vitro

Mengganggu transport elektron pada Mitokondria

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Regulasi Siklus Sel Siklus sel merupakan proses vital dalam kehidupan setiap organisme. Secara normal, siklus sel menghasilkan pembelahan sel. Pembelahan sel terdiri dari 2 proses utama, yaitu replikasi DNA dan pembelahan kromosom yang telah digandakan ke 2 sel anak. Secara umum, pembelahan sel terbagi menjadi 2 tahap, yaitu mitosis (M) (pembelahan 1 sel menjadi 2 sel) dan interfase (proses di antara 2 mitosis). Interfase terdiri dari fase gap 1 (G1), sintesis DNA (S), gap 2 (G2). Setiap tahap dalam siklus sel dikontrol secara ketat oleh regulator siklus sel, yaitu: a. Cyclin. Jenis cyclin utama dalam siklus sel adalah cyclin D, E, A, dan B. Cyclin diekspresikan secara periodik sehingga konsentrasi cyclin berubah-ubah pada setiap fase siklus sel. Berbeda dengan cyclin yang lain, cyclin D tidak diekspresikan secara periodik akan tetapi selalu disintesis selama ada stimulasi growth factor. b. Cyclin-dependent kinases (Cdk). Cdk utama dalam siklus sel adalah Cdk 4, 6, 2, dan 1. Cdks merupakan treonin atau serin protein kinase yang harus berikatan dengan cyclin untuk aktivasinya. Konsentrasi Cdks relatif konstan selama siklus sel berlangsung. Cdks dalam keadaan bebas (tak berikatan) adalah inaktif karena catalytic site, tempat ATP dan substrat berikatan diblok oleh ujung C-terminal dari CKIs. Cyclin akan menghilangkan pengebloka tersebut. Ketika diaktifkan, Cdk akan memacu proses downstream dengan cara memfosforilasi protein spesifik. c. Cyclin dependent kinase inhibitor (CKI) Merupakan protein yang dapat menghambat aktivitas Cdk dengan cara mengikat Cdk atau kompleks cyclincdk. Cyclin dependent kinase inhibitor 1

terdiri dari dua kelompok protein yaitu INK4 (p15, p16, p18, dan p19) dan CIP/KIP (p21, p27, p57). Keluarga INK4 membentuk kompleks yang stabil dengan Cdk sehingga mencegah Cdk mengikat cyclin D. INK4 bertugas mencegah progresi fase G1. Keluarga CIP/KIP meregulasi fase G1 dan S dengan menghambat kompleks G1 cyclincdk dan cyclin B-Cdk1. Protein p21 juga menghambat sintesis DNA dengan menonaktifkan proliferating cell nuclear antigen (PCNA). Ekspresi p21 diregulasi oleh p53 karena p53 merupakan faktor transkripsi untuk ekspresi p21 (Vermeulen et al., 2003). 1.2 Checkpoint pada siklus sel Untuk menjamin bahwa DNA berduplikasi dengan akurat dan separasi dari kromosom terjadi dengan benar, maka siklus sel melakukan mekanisme checkpoint. Checkpoint bertugas mendeteksi kerusakan DNA. Apabila terdapat kerusakan DNA, checkpoint akan memacu cell cycle arrest sementara untuk perbaikan DNA atau cell cycle arrest permanen sehingga sel memasuki fase senescent. Bila mekanisme cell cycle arrest tidak cukup menjamin DNA yang rusak diduplikasi, maka sel akan dieliminasi dengan cara apoptosis (Siu et al., 1999). Faktor checkpoint pertama pada sel mamalia dikenal dengan restriction point (R) dan muncul menjelang akhir G1. Pada checkpoint ini, DNA sel induk diperiksa apakah terdapat kerusakan atau tidak. Bila terdapat DNA yang rusak, siklus sel dihentikan hingga mekanisme repair DNA rusak telah selesai. Setelah melampaui R, sel akan menyelesaikan keseluruhan satu siklus (no return point) dan selanjutnya sel harus mampu melakukan replikasi DNA. Bila tidak melampaui R, sel dapat kembali ke fase G0. Hilangnya kontrol dari R akan menghasilkan survival DNA yang rusak. 1.3 Jalur Rb Siklus sel dimulai dari masuknya sel dari fase G0 ke fase G1 karena adanya stimulus oleh growth factor. Pada awal fase G1, Cdk 4 dan atau 6 diaktifkan oleh cyclin D (cycd). Kompleks Cdk4/6 dengan cycd akan menginisiasi fosforilasi dari family protein retinoblastoma (prb) selama awal G1. Efek dari fosforilasi ini, fungsi histon deasetilasi (HDAC) yang 2

seharusnya menjaga kekompakan struktur kromatin menjadi terganggu. Akibatnya struktur DNA menjadi longgar dan faktor transkripsi yang semula diikat prb menjadi lepas dan transkripsi dari E2F responsive genes yang dibutuhkan dalam progresi siklus sel ke fase S menjadi aktif. Gen tersebut antara lain cyce, cyca, Cdc25, DNA polimerase, timidilat kinase, timidilat sintetase, DHFR, dll. 1.4 Jalur p53 Pada checkpoint G1/S, kerusakan DNA dapat memacu cell cycle arrest dan proses ini adalah p53-dependent. Secara umum, level p53 sel rendah karena diregulasi negatif oleh mdm2 yang mentarget degradasi p53, namun kerusakan DNA dapat menginduksi aktivitas p53 dengan cepat. DNA damage agent akan mengaktifkan p53, karena jika DNA mengalami kerusakan dan terus menerus mengalami pembelahan sel maka yang akan terjadi adalah terjadinya sel mutasi yang merusak yang dapat menyebabkan kanker. Jadi, p53 mengenali ketika sel telah mengalami kerusakan DNA dan menghentikan siklus sel (cell cycle arrest) sehingga sel dapat memperbaiki kerusakan (repair), atau dalam banyak kasus, hanya memberitahu sel untuk bunuh diri (apoptosis), yaitu dengan cara menstimulasi transkripsi gen seperti p21 dan Bax sehingga siklus sel berhenti atau terjadi apoptosis (Siu et al., 1999). 3

BAB II ISI 2.1 Abstrak Manipulasi siklus sel dan induksi apoptosis merupakan dua strategi umum yang digunakan oleh kebanyakan virus untuk mengatur siklus infeksinya. Pada sel yang terinfeksi coronavirus, gangguan siklus sel dan apoptosis dapat diamati dalam beberapa penelitian. Namun, sedikit yang diketahui tentang bagaimana efek yang diberikan, dan bagaimana manipulasi fungsi sel inang akan mempengaruhi siklus replikasi coronavirus. Dalam studi ini, ditunjukkan bahwa infeksi virus coronavirus infectious bronchitis virus (IBV) dikarenakan efek pertumbuhan penghambatan pada sel kultur dengan menginduksi penghambatan pada siklus sel di fase S dan G2 / M di kedua lini sel p53-null H1299 dan Vero sel. Penghambatan siklus sel ini dikatalisasi oleh modulasi berbagai siklus sel gen pengatur dan akumulasi RB hypophosphorylated, yang tidak tergantung dari p53. Inhibitor proteasome, seperti lactacystin dan NLVS, bisa melewati IBV yang diinduksi di fase S dengan mengembalikan ekspresi yang sesuai dengan kompleks cyclin / Cdk. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa penghambatan siklus sel di kedua fase yaitu S dan G2 / M dibuat oleh IBV untuk peningkatan replikasi virus. Sebagai tambahan, apoptosis diinduksi oleh IBV di tahap akhir dari siklus infeksi pada kultur sel yang terbukti p53-independen. Kesimpulan ini ditarik berdasarkan pada pengamatan apoptosis terjadi di kedua H1299 dan sel Vero IBV yang terinfeksi, dan bahwa infeksi IBV tidak mempengaruhi ekspresi p53 dalam sel inang. 2.2 Metode Penelitian A. Bahan Virus dan sel Sel line Vero yang membawa wild type gen p53 dari ginjal monyet Africa Green (Shivakumar et al., 1995) dan p53-null cell line karsinoma paru-paru manusia H1299 diperoleh dari American 4 Type Culture Collection

(ATCC),kultur media dimodifikasi media Eagle lengkap Dulbecco (DMEM) (Gibco) atau RPMI 1640 (HyClone) ditambah dengan 10% baru lahir betis serum (steril) dan 1% penisilin / streptomisin (Invitrogen) (37 C di dilembabkan 5% CO2). The Beaudette strain IBV (ATCC VR-22) diperoleh dari American Type Culture Collection (ATCC) dan disesuaikan dengan Vero dan H1299 sel. Virus disiapkan sebagai dijelaskan sebelumnya (Liu et al., 2001). Titer dari saham virus ditentukan dengan alat tes plak pada Vero atau H1299 sel. B. Metode 1. Pengukuran proliferasi sel dan viability sel Sel vero dan H1299 ditanam dalam plate, inkubasi selama 24 jam. Kemudian diinfeksikan dengan IBV (MOI 0,5 atau 1 pada 37 C selama 3 jam). Pada berbagai waktu yang berbeda, sel dipanen dan disuspensikan dalam PBS kemudian dihitung. Persentase jumlah sel pada masing-masing waktu dibandingkan dengan sel terinfeksi pada jam ke -0. Metode yang digunakan secara MTT Assay. 2. Manipulasi siklus sel Vero dan H1299 sel yang disinkronisasi dengan kekurangan serum masing-masing selama 48 dan 24 jam. Sel-sel yang disinkronkan terinfeksi dengan IBV pada MOI 1 dan dianalisis oleh aliran cytometry pada waktu pos-infeksi Untuk analisis replikasi IBV di S-fase, asynchronous sel H1299 tumbuh pada 48 well plate baik yang diberi perlakuan dengan DMSO atau 20 pm methotrexate (Sigma-Aldrich) selama 20 jam, dan diinkubasi dalam medium segar selama 6 jam. Sel yang terinfeksi IBV pada MOI 1 dan dipanen pada waktu yang berbeda pasca-infeksi, diikuti dengan analisis dari siklus sel profil, ekspresi protein virus dan titer virus. Sel H1299 yang disinkronisasi di G1 / S menggunakan 20 pm dari methotrexate. 3. Analisis siklus sel dengan sitometri 5

Untuk menentukan status siklus sel, DNA konten diukur dengan menggunakan pewarnaan dengan propidium iodida dan analisis fluorescence- activated cell sorting (FACS). Secara singkat, sel-sel yang terpisah dengan tripsin dan dicuci dengan PBS. Sel pelet yang disuspensi dalam 0,5 ml PBS yang mengandung 50 mg / ml propidium iodida dan 100 ug / ml RNase, diinkubasi pada 4 C untuk 30 menit, dan dianalisis menggunakan aliran FACScan cytometer dan ModFit LT Mac 3.0 software (BD Biosciences). 4. Analisis Western blot Polipeptida di lisat sel dipisahkan oleh SDS- elektroforesis gel poliakrilamida, ditransfer ke polyvinylidene membran difluorida (BioRad) dengan menggunakan transfer sel semi-kering (Bio-Rad, Trans-blot SD) Antibodi terhadap cyclin A (H-432), cyclin E (E-4), Cdk1 (17), Cdk2 (D12), p21 (F-5), p27 (F-8), Ub (FL-76), fibrillarin (H-140) dan β-tubulin (H-235) dibeli dari Santa Cruz. Antibodi terhadap cyclin B1 (V152) dan cyclin D1 (DCS6) diperoleh dari Sel Signaling Technology.Antibody againstrb (G3-245) adalah dari BD PharMingen dan anti-p53 (Ab6) monoklonal tikus antibodi adalah dari Calbiochem. Antibodi poliklonal terhadap IBV N protein yang dihasilkan dalam kelinci terhadap N protein full-length. 5. TUNEL assay Terminal deoxynucleotidyltransferase-mediated dutpbiotin nick end labelling (TUNEL) assay merupakan deteksi kematian sel kit secara insitu, fluorescein, sesuai dengan protokol dari produsen (Roche). 2.3 Hasil Penelitian A. Penghambatan proliferasi sel oleh infeksi IBV dari H1299 dan Sel Vero Dilaporkan bahwa infeksi IBV p53 yang mengandung sel Vero mengakibatkan cell cycle arrest di fase G2 / M (Dove et al.,2006). Untuk mengesampingkan kemungkinan bahwa cell cycle arrest 6 ini adalah sel Vero

spesifik, maka dicari sel lain yang rentan terhadap sel Vero dan disesuaikan dengan IBV. Pada penelitian ini digunakan sel H1299 yang merupakan sel line karsinoma paru-paru manusia. Serupa dengan efek sitopatik (CPE) dalam sel Vero, infeksi sel IBV dari H1299 menunjukkan bahwa fusi dari sel yang terinfeksi untuk membentuk syncytia multinukleat berukuran raksasa, detasemen sel yang terinfeksi dari kultur, dan lisis sel yang akhirnya menyebabkan kematian (Gambar. 1a) Gambar 1. Penghambatan proliferasi sel di IBV terinfeksi H1299 dan sel Vero. (a) sel H1299 yang mock (M) atau terinfeksi IBV (I) pada MOI dari 1. Morfologi dan karakteristik dari sel yang terinfeksi diamati di bawah mikroskop cahaya pada 36 jam pasca-infeksi (panel atas). Pada waktu yang ditunjukkan, sel-sel segaris dengan SDS penyangga sampel dan ekspresi protein virus diuji analisis dengan Western blot dengan anti-ibv N antibodi poliklonal. (b) H1299 dan sel Vero pada 50% pengamanatan di 6 jam baik plat terinfeksi IBV pada MOI dari 0,5 (IBV-I) atau 1 (IBV-II). Pada post-infeksi berbagai waktu, angka total sel dihitung dan diplot. Data disajikan sebagai persentase jumlah sel dibandingkan dengan sel mock-terinfeksi pada pos-infeksi 0 jam. Persentase hasil didapatkan dari lima kali replikasi. (c) Analisis proliferasi sel dengan MTT assay. H1299 dan sel Vero pada 50% pengamatan di plat 96 well baik yang mock- atau IBV terinfeksi pada MOI dari 1. Pada berbagai waktu post-infeksi, tes MTT dilakukan. Data disajikan sebagai persentase sel 7

hidup dibandingkan dengan sel mock-terinfeksi pada pos-infeksi jam ke -0. Hasil didapatkan dari lima kali replikasi uji Sel-sel yang terinfeksi dianalisa lebih lanjut oleh Western Blot dengan antibodi protein anti-ibv N (Gambar. 1a). Hasil ini mengkonfirmasi bahwa sel Vero yang diadaptasi oleh IBV dapat menginfeksi sel-sel H1299. Sebagai H1299 adalah sel p53-null (Gjoerup et al., 2001) yang juga menyediakan sistem sel yang baik untuk mempelajari keterlibatan p53 pada IBV dalam menginduksi penghambatan siklus sel dan apoptosis. Dampak infeksi IBV pada proliferasi sel inang kemudian diuji dengan infeksi H1299 dan sel Vero oleh IBV di MOI 0,5 (IBV-I) dan 1 (IBV-II) masingmasing tiap kali waktu percobaan. Penentuan jumlah sel total menunjukkan bahwa pertumbuhan sel dihambat oleh IBV dalam MOI dan tergantung waktu (Gambar. 1b). Penurunan jumlah sel untuk sel H1299 lebih signifikan dibandingkan dengan sel Vero (Gambar. 1b). Lebih lanjut analisis proliferasi sel dengan MTT assay menunjukkan bahwa, pada MOI 1, infeksi IBV menghambat pertumbuhan kedua siklus sel, meskipun H1299 sel lebih sensitif terhadap infeksi IBV (Gambar. 1c). Hasil ini menunjukkan bahwa infeksi IBVmenghambat proliferasi sel, dan status p53 tidak memediasi penghambatan pertumbuhan IBV. Namun, p53 mungkin memainkan peran tertentu, seperti penghambatan lebih jelas dari pertumbuhan yang diamati dalam sel p53-null. B.Induksi siklus sel yang menyimpang pada IBV yang menginfeksi H1299 dan sel Vero. Profil siklus sel di IBV yang menginfeksi H1299 dan sel Vero kemudian dianalisis. Adanya asinkronisasi pertumbuhan dari sel H1299 dan sel Vero yang terinfeksi IBV, dipanen pada titik waktu yang berbeda pada post-infeksi dan inti DNA yang diwarnai dengan propidium iodida (PI) sebelum dianalisis secara sitometri (FACS). 8

Gambar.2.Induksi progresi siklus sel menyimpang dalam sel IBV terinfeksi. H1299 dan sel Vero terinfeksi IBV pada MOI 1.Pada waktu yang ditunjukkan, sel-sel yang dikumpulkan dan diwarnai dengan propidium iodida untuk analisis FACS. Data dianalisis dengan menggunakan software 3.0ModFitLTMac untuk menentukan persentase sel di setiap fase dari siklus sel di kedua asynchronous tumbuh (panel atas) dan disinkronisasi (panel bawah) H1299dan selvero. Hasil disajikan denganlima percobaan diulang. Pada kedua sel, terjadi sedikit peningkatan (3% -10%) dari fase S diamati pada waktu jam ke-6 dan jam ke-12 post-infeksi (Gambar. 2 atas). Sel-sel pada fase S yang meningkat 7% -10% pada IBV yang menginfeksi sel Vero pada posinfeksi 18 jam dan 24 jam,selanjutnya meningkat sebesar 20% pada 30 jam pascainfeksi (Gambar. 2, atas). Tingkat yang jauh lebih tinggi dari kenaikan (20% -30%) dari fase S diamati pada titik-titik waktu yang sama pada IBV yang menginfeksi Sel H1299 (Gambar 2, Panel atas). Akumulasi fase G2 / M pada tingkat 15% dan 6%, masing-masing, juga diamati pada sel Vero IBV terinfeksi pada jam ke 18 dan 24 post infection (Gambar. 2, panel atas). Akumulasi sel-sel di Fase G2 / M hanya diamati pada post-infeksi jam ke 30 pada IBV yang diinfeksi Sel H1299 (Gambar 2, Panel atas). Siklus sel gangguan yang disebabkan oleh infeksi IBV diteliti lebih lanjut menggunakan H1299 dan sel Vero di bagian yang 9

kekurangan serum sebelum infeksi. Itu progresi siklus sel itu kembali dimulai oleh stimulasi serum dan sel menjadi sasaran analisis FACS. Profil siklus sel IBV terinfeksi H1299 dan Vero sel menunjukkan tingkat yang sebanding dengan penangkapan pada S (10% -30%) dan fase G2 / M (5% -15%) dari sel asynchronous tumbuh (Gambar. 2, panel bawah). Analisis FACS juga menyatakan bahwa infeksi IBV selektif menginduksi masuk ke dalam siklus sel di H1299. Analisis siklus sel profil menunjukkan bahwa infeksi IBV sangat menurun pada fase sel G0 /G1 dan secara signifikan meningkatkan jumlah sel di fase S (Gambar. 2, panel bawah). Sebelum infeksi, sekitar 83% dari sel serum ditangkap di fase G0 / G1 fase. Pada jam ke- 12 dan 18 jam post-infeksi, masing-masing terjadi penurunan 6% dan 24% dari populasi fase G0 / G1 dan 12% serta 24% peningkatan populasi fase S yang diamati pada sel mock-terinfeksi (Gambar. 2, panel bawah). Namun, penurunan lebih jauh (17% dan 39%) pada sel di fase G0 / G1 dan peningkatan (22%dan 42%) dari sel fase S yang diamati pada sel yang terinfeksi IBV pada saat yang sama (Gambar. 2, panel bawah). Fenomena serupa juga terlihat pada sel Vero diam (Gbr. 2, panel bawah). C. Analisis siklus sel terkait gen pada IBV yang menginfeksi H1299dan Sel Vero Sebagai peningkatan melalui siklus sel dimediasi oleh kompleks Cdks dengan siklin yang sesuai, kemungkinan bahwa infeksi IBV akan memodulasi seperti regulator siklus sel pada tingkat protein. Analisis Western blot berbagai Cdks dan siklin pertama kali dilakukan di IBV terinfeksi sel H1299. Pada posinfeksi jam ke-12, siklin B1 dan E mengalami 2 kali lipat lebih tinggi dalam sel IBV yang terinfeksi dari sel mock-terinfeksi (Gambar. 3a,jalur 2 dan 3). Namun, penurunan Cdk2 diamati pada sel IBV terinfeksi, sementara siklin A dan D1 sertas ebagai Cdk1 tidak berubah (3a Gambar., jalur 2 dan 3). Pada jam ke-18 postinfection,ekspresi Cdk2 dan cyclin D1 menurun 2 dan 3 kali lipat, masingmasing, dalam sel IBV terinfeksi, tetapi siklin A,B1, E dan Cdk1 hampir identik antara mock-terinfeksi dan sel IBV terinfeksi (Gambar. 3a, jalur 4 dan 5). Terjadi 10

3 kali lipat pengurangan siklin A, B1 dan D1, dan pengurangan 2 kali lipat dari Cdk 1 dan Cdk2 yang diamati pada sel IBV terinfeksi pada 24 jam post-infeksi (Gambar. 3a, jalur 6 dan 7). Penurunan lebih drastis dari siklin A dan D1 (5 dan 10 kali lipat) dan Cdk1 (3 kali lipat) telah diamati pada sel IBV terinfeksi pada 30 jam post-infeksi (Gambar. 3a, jalur 8 dan 9). Gambar 3. Analisis Western blot gen-siklus terkait sel. (a) H1299 (kiri panel) dan sel Vero (panel kanan) yang baik yang tidak terinfeksi (U), mock-terinfeksi (M) atau terinfeksidengan IBV (I) pada MOI dari 1. Pada waktu yang ditunjukkan, sel-sel segaris dengan SDS buffer sampel, dan jumlah yang sama protein dari sampel diuji dengan analisis western blot dengan anti-siklin A, B1, D1, dan E, Cdk1, Cdk2, dan antibodi fibrillarin, masing-masing. Membran yang sama juga diperiksa dengan β-tubulin memuat kontrol. Replikasi virus dikonfirmasi dengan analisis Western protein N dengan anti-ibv N antibodi poliklonal. Data perwakilan dari tiga percobaan diulang. (b) Asynchronously tumbuh H1299 (panel atas) dan sel Vero (panel lainnya) yang terinfeksi dengan IBVat sebuah MOI dari 1 (I). Pada waktu yang ditunjukkan, sel-sel segaris dan sasaran analisis Western blot dengan anti-rb, p53, p21 dan antibodi β-tubulin, masing-masing. Bentuk Hypophosphorylated dari RB (prb) muncul sebagai band cepat bermigrasi, dan RB hyperphosphorylated (pprb) muncul band-band seperti sedikit tertutup (panel atas). Data mewakili tiga percobaan independen. Dalam percobaan paralel, analisis Western blot dari ekspresi Cdks dan siklin di IBV terinfeksi sel Vero menunjukkan pengurangan umumnya lebih drastis dalam ekspres protein dari dalam sel H1299 IBV terinfeksi (Gambar. 3alajur10-18). Di antara mereka, yang paling menonjol adalah siklin B1 dan Cdk2 11

(2 dan 5 kali lipat lebih rendah) (Gambar. 3a). Replikasi IBV dikedua saluran sel dipantau analisis dengan Western blot dari protein N IBV, menunjukkan bahwa ekspresi protein N adalah secara bertahap meningkatdari waktu ke waktu (Gambar. 3a). Dalam kedua IBV (H1299 dan sel Vero terinfeksi IBV), protein nukleolus fibrillarin sertaβ-tubulin tetap konstan (Gambar. 3a). Status fosforilasi RB di IBV terinfeksi sel H1299 kemudian diperiksa dengan analisiswestern blot. Penelitian ini juga melihat apakah infeksi IBV pada sel Vero bisa menginduksi ekspresi p53 dan akumulasi p21. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang jelas pada kedua tingkat ekspresi keseluruhan dan modifikasi pasca-translasi p53 antara sel mock- dan IBV terinfeksi di seluruh waktu percobaan (Gambar. 3b). Ekspresi p21 berkurang sebanyak 3 sampai 4 kali lipat dalam sel IBV yang terinfeksi pada 12 dan 18 jam post-infeksi, masing-masing, dibandingkan dengan sel mock-terinfeksi. Namun, ekspresi p21 identik di kedua kelompok pada pos infeksi 30 jam (Gambar. 3b). Data ini menunjukkan bahwa IBV menginduksi cell cycle arrest tanpa tergantung dari aktivasip53 dan p21. D. Bypass dari IBV yang menginduksi arrest cell pada fase S yang diberi perlakuan dengan proteasome inhibitor Seperti infeksi IBV yang menginduksi penghambatan perkembangan pada transisi fase S dan G2 / M melalui down-regulasi dari berbagai protein regulator siklus sel termasuk siklin A, B1 dan D1 serta Cdk1 dan Cdk2, cyclin A, Cdk2 dan cyclin D1 dilaporkan terdegradasi melalui jalur ubiquitin dependent proteolisis pada sel tumor dan sel terinfeksi coxsackievirus (Chen et al, 2004b;.. Luo et al, 2003), analisis Western blot protein ini dilakukan pada IBV yang menginfeksi sel H1299 dengan adanya keberadaan proteasome inhibitor, lactacystin dan NIP-leuleu-leu-vinylsulfone(NLVS). Seperti dapat dilihat pada Gambar. 4a, infeksi IBV menyebabkan peningkatan 22% dari sel di fase S pada jam ke-24 pos-infeksi (dibandingkan 'Mock' dengan 'DMSO'). Selain dari kedua lactacystin dan NLVS di fase S siklus sel penghambatan dan dipulihkan dengan ekspresi cyclin A, Cdk2 dan cyclin D1 protein dengan cara yang tergantung pada dosis (Gambar. 4a dan b). Lactacystin terbukti lebih efisien daripada NLVS, kecuali dalam stabilisasi 12

cyclin A (Gambar. 4a dan b). Efektivitas inhibitor proteasome juga dibuktikan oleh akumulasi protein multi ubiquitinated (Gambar. 4b). tingkat Cdk1 tetap tidak berubah di bawah kondisi eksperimental identik(gambar. 4b). Data ini menunjukkan bahwa infeksi IBV infeksi secara spesifik menyebabkan degradasi cyclin A, Cdk2 dan cyclin D1 melalui mekanisme bergantung-proteasome,yang mengarah pada cell cycle arrest 13

E. Efek dari cell cycle arrest pada fase S dan G2 / M fase pada replikasi IBV Manipulasi progresi siklus sel adalah strategi penting yang dimanfaatkan oleh banyak virus untuk membuat kondisi kondusif seluler untuk replikasi virus. Untuk mengetahui pengaruh cell cycle arrest pada replikasi IBV, sel H1299 disinkronisasi dengan methotrexate untuk menciptakan lingkungan S-fase, dan produksi virus pada sel-sel ini ditentukan oleh titrasi dan analisis Western blot protein IBV N. Demikian, asynchronous sel H1299 tumbuh diberi perlakuan baik dengan DMSO atau metotreksat selama 20 jam, diikuti dengan inkubasi di media segar selama 6 jam untuk melepaskan progresi siklus sel. Setelah dibebaskan, lebih dari 65% dari sel-sel di metotreksat diperlakukan kelompok memasuki fase S (Gambar. 5a). Sel diperlakukan dengan DMSO atau metotreksat terinfeksi IBV dan masing-masing dipanen pada 24 dan 48 jam post-infeksi. Penentuan yang TCID50 virus dipanen pada masing-masing 24 dan 48 jam post-infeksi menunjukkan bahwa sekitar 7 sampai 11 kali lipat lebih virus yang dihasilkan dari sel-sel yang diberi perlakuan dengan metotreksat (Gambar 5a., Panel bawah). Analisis Western blot menegaskan bahwa ekspresi yang lebih tinggi dari protein N terdeteksi pada sel yang diberi perlakuan dengan methotrexate pada 24 jam postinfeksi (Gambar. 5c, lajur 1-4). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sekitar 7- dan 10 kali lipat virus yang dihasilkan berkurang dari sel diperlakukan dengan methotrexate pada pascainfeksi 24 dan 48 jam, masing-masing (Gambar 5b., Panel bawah). Analisis Western blot mengkonfirmasi bahwa ekspresi yang lebih rendah dari N protein dalam sel diperlakukan dengan methotrexate pada 12 dan 24 jam pasca infeksi (Gambar. 5c, lajur 5-8). 14

F. Induksi p53-independen apoptosis oleh IBV Dalam studi sebelumnya, dilaporkan bahwa infeksi IBV menginduksi apoptosis melalui caspase-dependent pada sel kultur (Liu et al., 2001). Untuk lebih menjelaskan mekanisme molekuler IBV menginduksi apoptosis, terutama potensi kebutuhan p53 di IBV-induced apoptosis, baik p53-null Sel H1299 dan wild type p53 yang mengandung sel-sel Vero terinfeksi IBV, dan sejauh mana fragmentasi DNA genomik, yaitu terjadinya nuclear karakteristik konten DNA hypodiploid, dilakukan analisis dengan FACS. Sebuah peningkatan substansial dalam jumlah sel apoptosis diamati pada jam ke 36 pasca-infeksi dalam kedua 15

saluran sel (Gambar. 6a). Pewarnaan inti dengan Hoechst menunjukkan tampaknya distorsi dan fragmentasi inti (Gambar. 6b). Sebagai uji TUNEL bisa membedakan sel apoptosis mengalami fragmentasi DNA oleh menambahkan nukleotida berlabel dengan DNA terfragmentasi berakhir, sel-sel bahkan pada tahap awal apoptosis dapat divisualisasikan oleh horseradish peroksidase reaksi kolorimetri. Seperti yang ditunjukkan pada Gbr. 6b, jumlah sel TUNEL sinyalpositif adalah drastis meningkat pada pasca-infeksi 36 dan 48 jam di kedua sel garis (Gambar. 6b). Penambahan inhibitor caspase luas, QVD, secara signifikan mengurangi deteksi sel positif sinyal TUNEL. Data ini sangat menyarankan bahwa infeksi IBV mampu menginduksi apoptosis terlepas dari ada tidaknya p53 seluler secara fungsional. 16

2.4 Pembahasan Manipulasi siklus sel dan induksi apoptosis merupakan dua peristiwa penting yang terjadi pada sel yang terinfeksi dengan banyak virus. Pada penelitian ini, kami menunjukkan bahwa infeksi IBV menginduksi cell cycle arrest pada fase S dan G2 / M pada tahap awal dan apoptosis pada tahap akhir dari siklus infeksi virus pada kultur sel mamalia. Cell cycle arrest pada fase S dan G2 / M dikatalisasi oleh modulasi virus dari berbagai siklin sel / Cdks dan akumulasi dari hypophosphorylasi RB. Data kami juga menunjukkan bahwa Cell cycle arrest dimanipulasi oleh IBV untuk kepentingan replikasi virus. IBV yang menginduksi cell cycle arrest dan apoptosis yang terdeteksi pada sel H1299 p53-null dan wild type p53- mengandung sel Vero, aktivasi p53 tidak diperlukan untuk dua peristiwa. Penelitian ini tidak hanya memperluas pengamatan Dove et al. (2006) untuk jenis sel lain, tapi juga mengungkapkan bahwa infeksi IBV bisa menyebabkan gangguan yang lebih luas dari perkembangan siklus sel. Untuk suksesnya propagasi, virus dapat memanipulasi progresi siklus sel untuk menciptakan lingkungan yang lebih kondusif (Op De Beeck dan CailletFauquet, 1997; Schang, 2003; Swanton dan Jones, 2001). Ekspresi kedua cyclin (A dan B1) pada fase S dan G2 telah terjadi down regulated dalam sel IBV yang menginfeksi sel. Menariknya, siklin G1 (D1 dan E) juga terdegradasi. Cyclin A, D1 dan Cdk2 terbukti untuk dihancurkan dalam sel IBV terinfeksi melalui ubiquitin dimediasi proteolisis. Tingkat yang berkurang dari cyclin E, B1 dan Cdk1, yang semuanya gen target faktor transkripsi E2F, dapat dikaitkan dengan akumulasi RB aktif. Rb aktif dapat menahan S-fase dan sasaran gen yang diperlukan untuk replikasi DNA sebagian besar dengan menekan aktivitas E2F (DeCaprio et al, 1989;. Dyson, 1998; Harbour dan Dean, 2000; Weinberg, 1995). Modulasi dari aktivitas p53 adalah peristiwa penting dalam banyak replikasi virus DNA. Pada respon seluler untuk infeksi virus, p53 umumnya diaktifkan untuk menginduksi baik cell cycle arrest atau apoptosis. Sebagai protein respon kerusakan DNA, p53 mengaktifkan berbagai gen yang terlibat dalam apoptosis, perbaikan DNA dan cell cycle arrest (Vogelstein et al., 2000), 17

dan cell cycle arrest tergantung p53 pada fase G1 / S atau G2 / M yang merupakan komponen penting dari respon seluler untuk stres genotoksik termasuk infeksi virus. Target transkripsi pertama p53 adalah identifikasi p21, sebuah CKI dari Cip / Kip keluarga, yang menjembatani fungsi p53 dengan siklus sel dan memainkan peran penting dalam regulasi siklus sel perkembangan atau cell arrest (el-deiry et al, 1993;.. Harper et al, 1993). Ekspresi p21 bisa menghambat dua critical checkpoint dalam siklus sel, yaitu G1 dan G2, baik melalui jalur-p53 dependent dan -independent (Macleod et al., 1995). Pengamatan bahwa infeksi IBV menginduksi cell cycle arrest di S dan G2 / M fase di kedua H1299 dan Vero sel kemungkinan karena keterlibatan p53 dalam proses ini. Infeksi IBV menginduksi apoptosis di kedua sel baik H1299 dan Vero sel, menunjukkan bahwa IBV-induced apoptosis mungkin juga p53-independen. Apoptosis adalah titik akhir dari siklus sel dan dalam banyak kasus terhentinya perkembangan sel. Namun dalam kasus lain, perkembangan melalui siklus sel tampaknya diperlukan untuk efisien induksi apoptosis (Santiago-Walker et al., 2005). Satu karakteristik dari kerusakan DNA yang disebabkan apoptosis, terutama karena tidak adanya wild type p53, adalah aktivasi G2 / M siklus sel checkpoint sebelum kematian sel. Selain itu, apoptosis merupakan konsekuensi dari S phase arrest dikenakan oleh IFN-β dalam serviks terinfeksi HPV garis sel karsinoma ME-180 (Vannucchi et al., 2005). Didalam studi ini, apoptosis mungkin secara mekanis berhubungan dengan cell cycle arrest yang disebabkan oleh infeksi IBV, tetapi tidak mungkin bahwa apoptosis hanyalah konsekuensi langsung dari cell cycle arrest. Ada kemungkinan bahwa cell cycle arrest pada sel yang terinfeksi IBV akan mencegah induksi dan pelaksanaan kematian sel awal dari sel-sel yang terinfeksi. 18

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 1. Secara umum, pembelahan sel terbagi menjadi 2 tahap, yaitu mitosis (M) (pembelahan 1 sel menjadi 2 sel) dan interfase (proses di antara 2 mitosis). Interfase terdiri dari fase gap 1 (G1), sintesis DNA (S), gap 2 (G2). 2. p53 mengenali ketika sel telah mengalami kerusakan DNA dan menghentikan siklus sel (cell cycle arrest) sehingga sel dapat memperbaiki kerusakan (repair), atau dalam banyak kasus, hanya memberitahu sel untuk bunuh diri (apoptosis), yaitu dengan cara menstimulasi transkripsi gen seperti p21 dan Bax sehingga siklus sel berhenti atau terjadi apoptosis 3. Infeksi virus coronavirus infectious bronchitis virus (IBV) dapat menginduksi penghambatan pada siklus sel di fase S dan G2 / M di kedua lini sel p53-null H1299 dan Vero sel. Penghambatan siklus sel ini dikatalisasi oleh modulasi berbagai siklus sel gen pengatur dan akumulasi RB hypophosphorylated, yang tidak tergantung dari p53. 4. Berdasarkan pada pengamatan penelitian, apoptosis terjadi di kedua H1299 dan sel Vero IBV yang terinfeksi, dan bahwa infeksi IBV tidak mempengaruhi ekspresi p53 dalam sel inang. 19

DAFTAR PUSTAKA Baumforth and Crocker, 2003, Molecular and Immunological Aspects of Cell Proliferation, in Molecular Biology in Cellular Pathology, Wiley (http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/0470867949.ch6/summary) Li, F.Q., Tam, J.P., Liu, D.X. 2007. Cell cycle arrest and apoptosis induced by the coronavirus infectious bronchitis virus in the absence of p53. Virology 365 (2007) 435-445. Siu, W.Y., Yam, C.H., and Poon, R.Y.C., 1999, G1 versus G2 Cell Cycle After Adriamycin-induced Damage in Mouse Swiss3T3 Cells, Left. 461: 299-305. Vermeulen, K., Berneman, Z.N., and Van Bockstaele, D.R., 2003, Cell Cycle and Apoptosis, Cell Prolif. 36(3): 165-175. 20