BAB VIII EKONOMI DAN KEUANGAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

Pemerintah Kabupaten Bantul. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir TA 2007 Kabupaten Bantul

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Keuangan Kabupaten Karanganyar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

Profile Daerah Kabupaten Sumedang Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program. Pembangunan Nasional , bahwa program penataan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

MASALAH UMUM MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. pulihnya perekonomian Amerika Serikat. Disaat perekonomian global mulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh Pendapatan..., Fani, Fakultas Ekonomi 2015

BAB IV METODA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan.

RINCIAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

8.1. Keuangan Daerah APBD

V. PEMBAHASAN. perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 1

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

BAB IV PEMBAHASAN. Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang terdiri dari : dapat dipaksakan untuk keperluan APBD.

PEMERINTAH KOTA SURABAYA RINCIAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

I. PENDAHULUAN. tersebut dibutuhkan sumber-sumber keuangan yang besar. Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

Produk Domestik Regional Bruto

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peningkatan kesejahteraan (Tambunan, 2009 : 44). Proses pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

1 Universitas Indonesia

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

1. Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun Anggaran Anggaran Setelah

Respon Pajak Daerah Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Palembang. Oleh: Isnain Effendi *

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

ABSTRAK. Oleh : ROSNI. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, tiap-tiap daerah dituntut untuk mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimensi dasar yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Jumlah penduduk dan keadaan ekonomi Kabupaten Way Kanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Transkripsi:

BAB VIII EKONOMI DAN KEUANGAN Tujuan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 adalah memberikan otonomi yang luas kepada setiap daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan menumbuhkembangkan serta memajukan ekonomi daerah. Dengan pelaksanaan otonomi daerah maka sistem pembiayaan, pengelolaan dan pengawasan daerah harus berubah dan lebih akuntable serta terencana. Pemerintah daerah diharapkan dapat meningkatkan kapasitas fiskal agar mampu mencukupi kebutuhan pendanaann pembangunan daerah dan melaksanakan pelayanan dasar kepada masyarakat. Salah satu upaya meningkatkan kapasitas pajak daerah adalah dengan meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesadaran membayar pajak bagi masyarakat wajib pajak. A. PDRB Jika bidang ekonomi daerah dibagi menjadi sembilan sektor, maka dari data PDRB kota Surakarta sektor yang memberikan penyumbang terbesar adalah sektor Perdagangan, hotel dan restoran (26 %) dan sektor industri pengolahan (19%). Untuk lebih jelasnya proposi kontribusi masing-masingg sektor dapat dilihat pada gambar berikut ini : 2015 1.Pertanian,peternak an,kehutanan dan periikanan* 100% Gambar 39. Sebaran PDRB terhadap Sembilan Sektor Ekonomi Tahun 2015 Bappedaa Kota Surakarta 71

Pada tahun 2015, kontribusi masing-masing sektor terhadap PDRB tidak merata. Sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan terlihat sebagai sektor yang paling besar dalam memberikan nilai tambah terhadap ekonomi daerah Kota Surakarta. Kontribusi sektor ini mencapai nilai 31%. Urutan kedua sebagai sektor yang memberikan kontribusi nilai tambah bagi ekonomi Surakarta adalah sektor pengakutan dan komunikasi sebesar 25%, sektor perdagangan, hotel dan restoran 20%. Perhitungan PDRB atas dasar harga konstan secara berkelanjutan dan berkala sangat berguna untuk mengetahui perkembangan sektor ekonomi rill. Karena pada perhitungan ini tidak terkandung perubahan harga barang atau bebas dari nilai inflasi barang, melainkan hanya perubahan indikator produksinya saja. Oleh karena itu, diperlukan penetapan tahun dasar secara nasional sebagai acuan perbandingannya. BPS telah menetapkan tahun 2000 sebagai tahun dasarnya, sedangkan tahun dasar yang digunakan sebelumnya adalah tahun 1993. Selanjutnya dari gambar grafik PDRB atas dasar harga berlaku dibawah ini, kita dapat melihat pertumbuhan rill ekonomi Kota Surakarta. Dari tahun 2013 hingga 2015 pertumbuhan sembilan sektor PDRB cenderung stabil. Sektor perdagangan, hotel dan restoran masih merupakan sektor tertinggi yang memberikan nilai tambah terhadap ekonomi Surakarta. Sektor kedua yang memberikan nilai tambah (PDRB) terhadap ekonomi Surak arta adalah sektor industri pengolahan. Sektor industri tetap merupakan salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi potensial karena sifat industri yang mampu mendorong pembentukkan nilai tambah yang tinggi terhadapekonomi lainnya. Atau dengan kata lain sektor industri pengolahan memiliki keterkaitan dengan sektor yang lain sangat kuat. Sektor industri dapat menarik produksi bagi sektor sebelumnya sebagai pemasok bahan baku (backward linked), artinya jika produksi sektor industri meningkat maka akan memberikan dampak pada industri pertanian, pertambangan, dan listrik untuk menyediakan bahan baku dan energi bagi kegiatan industri. Begitu pula jika sektor industri pengolahan meningkat, maka Bappeda Kota Surakarta 72

sektor hulu setelah industri pengolahan seperti sektor transportasi, perdagangan, perbankan, jasa-jasa lainnya akan didorong untuk meningkatkan kinerja. 9.Jasa-jasa* 8.Keu. persewaan dan jasa 7.Pengangkutan dan 6.Perdagangan, hotel dan 5.Bangunan* 4.Listrik, gas dan air bersih** 3.Industri pengolahan (migas 2.Pertambangan 1.Pertanian,peternakan,kehuta 2014 2015 0 40000000 Gambar 40. Tiga Sektor PDRB teratas Atas Dasar Harga Berlaku 2013-2015 Tabel 35. Pertumbuhan PDRB Per Kapita Tahun Keterangan 2009 2010 2011 2012 2013 2015 Ket 1. PDRB atas dasar harga berlaku 7.901.886 8.880.691 9.941.137 10.992.508 10.992.508 13.596.884,64 Rp juta 2. Jumlah Penduduk 528.202 499.337 501.650 536.498 536.498 552.148 orang 3. PDRB Per Kapita 14,96 17,78 19,82 20,49 20,49 24,63 Rp juta Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta (data per Desember 2015) PDRB (Pendapatan Domestik Regional Bruto) merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat dan pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pendapatan Nasional/Regional dapat digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan nasional dan regional, khususnya di bidang ekonomi. Bappeda Kota Surakarta 73

Nilai pendapatan nasional/regional juga dapat dipakai sebagai bahan evaluasi dari hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan oleh berbagai pihak, baik pemerintah pusat/daerah, maupun swasta. Walaupun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku dapat dijadikan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu wilayah dan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya, tetapi alat ini masih bersifat kasar. Jumlah penduduk merupakan faktor yang signifikan dalam menentukan kapasitas pendapatan perkapita. Untuk mengetahui income per kapita atas dasar harga berlaku dapat dihitung dari pembagian PDRB harga berlaku dibagi dengan jumlah penduduk. Jika dilihat dari data di atas, pendapatan masyarakat kota Surakarta naik dari tahun ke tahun dari Rp. 14,96 juta/ tahun pada tahun 2009 menjadi Rp. 24,63 juta/ tahun pada tahun 2015. B. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jumlah anggaran pendapatan daerah Kota Surakarta dari tahun ke tahun lebih rendah dari pada anggaran belanja daerah. Kondisi ini terlihat dari sejumlah anggaran pendapatan berikut ini: Tabel 36. APBD Kota Surakarta Tahun APBD Ket 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Pendapatan 799,443 828,635 1,005,259 1,005,259 1,005,259 1,538,847 1.596.393 Rp Milyar Belanja 869,969 838,253 1,053,913 1,053,913 1,053,913 1,672,569 1.781.680 Rp Milyar realisasi Pendapatan realisasi Belanja 513,318 513,318 1,029,522 1,029,522 1,029,522 1,525,575 1.574.499 Rp Milyar 461,014 461,014 970,710 970,710 970,710 1,479,827 1.539.845 Rp Milyar Sumber: DPPKA Kota Surakarta (data per Desember 2015) Bappeda Kota Surakarta 74

2000000 1800000 1600000 1400000 1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 0 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Pendapatan Belanja Realisasi Pendapatan Realisasi Belanja Gambar 41. Grafik Peningkatan RAPBD Jika di lihat kinerja realisasi anggaran daerah dapat kita bandingkan antara rencana dan realisasi untuk pendapatan dan belanja daerah. Kinerja realiasi pendapatan pada tahun 2009 dan tahun 2010 lebih rendah dari pada target, sedangkan untuk tahun 2011 hingga tahun 2013 realisasi pendapatan lebih tinggi dari pada target pendapatan dan pada tahun 2014 dan tahun 2015 realisasi pendatapan lebih rendah daripada target pendapatan. Performansi anggaran dan pendapatan belanja daerah pada tahun 2013 kurang lebih sama dengan kondisi tahun 2012. Untuk lebih jelasnya lihat kinerja keuangan daerah seperti grafik berikut: Bappeda Kota Surakarta 75

2000000 1800000 1600000 1400000 1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 0 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Pendapatan Belanja Realisasi Pendapatan Realisasi Belanja Gambar 42. Grafik Kinerja Keuangan Daerah C. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surakarta Tahun 2015 sebesar Rp 384.396.405.778 atau meningkat dibandingkan PAD tahun 2014 yang berjumlah Rp. 247.456.065.251 yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/bumd dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Sumber PAD yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PAD Kota Surakarta adalah pajak daerah sebesar Rp. 233,086,272,236 proporsi konstribusi terhadap PAD sebesar 60,64%, retribusi daerah sebesar Rp. 53,452,620,083 proporsi konstribusi terhadap PAD sebesar 13,91%, hasil pengelolaan kekayaan daerah sebesar Rp 7,584,189,359 proporsi konstribusi terhadap PAD sebesar 1,97%, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebesar Rp 84,598,488,460 proporsi konstribusi terhadap PAD sebesar 2.01 %. Rincian komponen-komponen penyusun PAD adalah seperti pada tabel berikut ini: Bappeda Kota Surakarta 76

Tabel 37. Pertumbuhan Kompunen PAD dan Konstribusinya 1) Pendapatan asli daerah* 2011 2012 2013 2014 2015 1 Pajak Daerah 0 0 194 169,293,038,986 233,086,272,236 2 Retribusi Daerah 0 0 65 50,257,058,232 53,452,620,083 3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan 0 0 8 4,307,540,256 7,584,189,359 4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah 0 0 31 23,594,766,777 84,598,488,460 5 Pelampauan Penerimaan PAD 0 0 39 1,830,500 16,846,109,640 6 Pelampauan Lain-lain PAD yang Sah 0 0 16 1,830,500-11,171,274,000 Sumber : DPPKA Kota Surakarta (data per Desember 2015) D. Pajak Daerah Berdasarkan data yang tahun 2010 sampai dengan 2015 ada beberapa komponen pajak daerah mengalami kenaikan, seperti Pajak bumi dan bangunan yang pada tahun 2015 ini mengalami kenaikan bahkan untuk Pajak Penerangan Jalan mengalami kenaikan yang cukup signifikan., sedangkan pendapatan dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTP) mengalami kenaikan yang signifikan, lihat tabel dibawah ini. cukup besar, yaitu 62 karena Tabel 38. Pertumbuhan Kompunen Pajak Daerah dan Konstribusinya Sumber pajak Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Ket 1. Pajak Hotel - - - 9,89 17.729 19.290 Rp.juta 2. Pajak Restoran - - - 8.538 17.898 24.696 Rp.juta 3. Pajak Hiburan - - - 4.495 7.809 8.858 Rp.juta 4. Pajak Reklame - - - 2.821 5.263 8.053 Rp.juta 5. Pajak Penerangan Jalan - - - 18.597 36,75 49.40 Rp.juta 6. Pajak Parkir - - - 9.21 2,14 2,90 Rp.juta 7. Pajak Air Tanah - - - 349 895 1.13 Rp.juta 8. Pajak Sarang Burung - - - 2 2.1 2 Rp.juta Walet 9. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) - - - 13.075 47.30 57 Rp.juta Bappeda Kota Surakarta 77

10. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTP) - - - 19.520 33,51 62 Rp.juta Sumber : DPPKA Kota Surakarta (data per Desember 2015) E. Dana Perimbangan Dana Perimbangan menjadi salah satu unsur pendukung pendapatan daerah yang sangat penting.dana Perimbangan ini terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak. Adapun jumlah besaran dana Perimbangan di Tahun 2015 adalah Rp.789,47 Milyar, yang terdiri dari DAU Rp. 713,30 Milyar, DAK Rp. 3,750 Milyar, Bagi hasil pajak Rp. 37,68 Milyar, dan Bagi Hasil SDA Rp. 0,99 Milyar. Besamya dana perimbangan yang diterima yang mencapai 49% dari total APBD, menunjukkan Pemerintah Kota Surakarta dalam menyelenggarakan pemerintahan masih memiliki ketergantungan yang sangat besar kepada Pemerintah Pusat. Dana Perimbangan dari Pusat Tabel 39. Realisasi Dana Perimbangan dari Pemerintah Pusat Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 DAK 34,895 28,972 11,374 13,15 3,750 Rp Milyar DAU 560,479 59,.222 384,79 651,57 713,30 Rp Milyar Bagi Hasil Pajak 63,909 80,821 20,856 34,59 37,68 Rp Milyar Bagi Hasil SDA 6,098 5,253 1,631 5,19 0,99 Rp Milyar Total Dana Perimbangan Ket 665,382 71,269 489,92 704,5 789,47 Rp Milyar Sumber : DPPKA Kota Surakarta (data per Desember 2015) Bappeda Kota Surakarta 78