BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada jaman sekarang banyak dari masyarakat Indonesia yang terlalu bergantung pada beras, mereka meyakini bahwa belum makan jika belum mengonsumsi nasi. Menurut Kementerian Pertanian Indonesia (2016), tingkat konsumsi beras di Indonesia pada tahun 2014 mencapai 84,628 kilogram per orang per tahun. Tingginya konsumsi beras di Indonesia tidak disebanding dengan produktivitas beras di Indonesia pada tahun yang sama. Menurut Badan Pusat Statistik (2016), produksi beras pada tahun 2014 mengalami penurunan sebesar 0,63% menjadi sebesar 70 juta ton beras. Angka tersebut ternyata belum bisa mencukupi kebutuhan masyarakat Indonesia akan beras. Terbukti dengan tingginya impor beras yang dilakukan Indonesia pada tahun yang sama yaitu sebesar 844.163 ton beras sepanjang tahun 2014. Dari data statistik tersebut, dapat dikatakan bahwa ketergantungan bangsa Indonesia terhadap beras cukup tinggi. Ketergantungan masyarakat Indonesia yang tinggi akan menjadi masalah saat ketersediaan beras sudah tidak dapat mencukupi kebutuhan. Hal tersebut menuntut suatu inovasi baru mengenai alternatif jenis makanan pokok lainnya guna memenuhi kebutuhan pangan tersebut. Namun tidak hanya sekedar produk yang dapat menurunkan ketergantungan masyarakat Indonesia akan beras, tetapi perlu dilakukan inovasi produk yang mempunyai nilai gizi lebih untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia dan mengurangi tiingginya penyakit degeneratif di Indonesia. Penyakit degeneratif seperti diabetes melitus, penyakit jantung, hipertensi, osteoporosis, tekanan darah tinggi banyak dijumpai di masyarakat perkotaan. Hal ini dikarenakan gaya hidup di perkotaan dengan pola makan yang tinggi lemak, garam, dan gula, mengakibatkan masyarakat cenderung mengkonsumsi makanan secara berlebihan sehingga dapat menaikkan gula darah dengan cepat selain itu pola makan makanan yang serba instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian masyarakat dan juga waktu olahraga 1
2 yang terbatas serta stress akibat pekerjaan dapat menjadi faktor utama penyebab penyakit degeneratif. Strategi yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah membuat suatu olahan produk yang dapat meningkatkan sumber karbohidrat selain beras dan dapat menjadi solusi bagi masalah kesehatan masyarakat Indonesia tanpa mengubah pola konsumsi masyarakat itu sendiri. Salah satu inovasi produk tersebut adalah dengan membuat beras analog. Beras analog merupakan beras tiruan yang berbentuk dan mempunyai tekstur menyerupai beras namun dibuat dari bahan non beras seperti umbi-umbian maupun serealia lainnya. Beras analog dikonsumsi seperti layaknya makan nasi. Beras analog dapat dirancang sehingga memiliki kandungan gizi hampir sama bahkan melebihi beras, dan juga dapat memiliki sifat fungsional sesuai dengan bahan baku yang digunakan (Noviasari, 2013). Selain beras, Indonesia kaya sumber karbohidrat lain seperti dari serealia dan umbi umbian. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman jenis serealia yang termasuk dalam famili yang sama seperti beras dan sorgum yaitu Graminae atau Poaceae. Tanaman ini merupakan bahan pangan terpenting kedua setelah beras. Berdasarkan data BPS (2016), jumlah produksi jagung di Indonesia pada tahun 2015 adalah sebesar 19,83 juta ton dan daerah penghasil jagung didominasi oleh Jawa Timur dan Jawa Tengah. Hal tersebut menjadikan jagung berpotensi sebagai sumber karbohidrat alternatif pengganti beras. Kandungan karbohidrat jagung lebih tinggi bila dibandingkan dengan serealia lainnya seperti sorgum, gandum, dan jewawut (Suarni, 2014). Selain mengandung karbohidrat dan protein yang cukup jagung yang berwarna kuning juga memiliki kelebihan yaitu mengandung betakaroten (provitamin A). Jagung memiliki kandungan amilosa berkisar 23,06% - 27,26% (Muhandri, 2012). Kandungan amilosa yang cukup tinggi dari jagung dapat membuat tekstur beras analog menyerupai beras sosoh. Singkong adalah salah satu potensi dari sebagian besar wilayah Indonesia yang dapat tumbuh subur dengan produksi berlimpah. Menurut Badan Pusat Statistik (2016), produksi singkong di Indonesia pada tahun 2015
3 mencapai 22,9 juta ton. Oleh karena tingginya produktivitas singkong di Indonesia, maka perlu dilakukan pengembangan pangan berbahan dasar singkong supaya tidak terjadi penumpukan bahan pangan. Hasil olahan dari singkong yang dapat digunakan sebagai bahan baku beras analog adalah mocaf (modified cassava flour). Adanya proses fermentasi pada proses pembuatan mocaf menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa cita rasa dan aroma mocaf menjadi netral menutupi cita rasa singkong yang cenderung kurang menyenangkan sampai 70%. Warna mocaf yang dihasilkan lebih putih jika dibandingkan dengan warna tepung ubi kayu biasa (Setiavani, 2010). Mocaf mengandung karbohidrat sebesar 80,05%. Mocaf juga mengandung pati sebesar 85-87%, dengan rasio amilosa : amilopektin berkisar antara 26,77% : 73,23% yang dapat memperbaiki tekstur beras analog (Yuwono dkk, 2013). Untuk memberikan solusi terhadap kekhawatiran atas meningkatnya jumlah penyakit degeneratif di Indonesia, maka perlu dilakukan penambahan bahan lain kedalam beras analog yang mempunyai kandungan gizi lebih dan dapat mengurangi resiko yang ditimbulkan dari penyakit degeneratif. Salah satu sumber bahan pangan tersebut adalah bit merah. Bit merah (Beta vulgaris L) atau sering juga dikenal dengan sebutan akar bit merah merupakan tanaman berbentuk akar yang mirip umbi-umbian. Bit merah banyak ditanam di dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 1.000 m dipermukaan laut. Dalam beberapa penelitian bit merah termasuk dalam 10 umbi dengan antioksidan tertinggi. Mastuti (2010) menyatakan bahw a betalain merupakan pigmen bernitrogen dan bersifat larut dalam air, mempunyai dua subklas yaitu betacyanin dan betaxanthin yang masing-masing memberikan warna merah-violet dan kuningoranye. Bit merah kaya zat besi yang membantu darah mengangkut oksigen ke otak. Kandungan terbesar dalam bit merah terdiri dari asam folat yang dapat menumbuhkan dan mengganti sel-sel yang rusak, kalium untuk memperlancar keseimbangan cairan didalam tubuh, zat besi untuk menambah darah dan betasianin untuk mencegah kanker (Suryawan, 2006). Kandungan nutrisi pada
4 100 gram bit merah antara lain total energi 44 kcal, total folat 109 μg; serat 2,8g; betasianin 15 μg, protein 1,61 g; lemak 0,17 g; karbohidrat 9,96 g, total gula 7,96 g, potassium 305 mg. Kandungan pigmen betasianin pada bit merah dapat menjadi sumber antioksidan yang bisa menjadi antikanker. Menurut Mastuti (2010), betasianin pada bit merah memiliki efek antiradikal dan aktivitas antioksidan tinggi. Menurut Dumbrava., et al (2011), aktivitas antioksidan bit merah lebih tinggi daripada kobis merah, tomat dan apel. Menurut penelitian dari Tiveron., et al (2012), aktivitas antioksidan dari bit merah yang segar mencapai 60%, namun bila bit diberi perlakuan pemanasan akan berkurang menjadi 50%. Bit merah mengandung banyak sekali manfaat diantaranya menurunkan tekanan darah, sebagai antioksidan, menurunkan kadar kolesterol, mengembalikan fungsi ginjal, penangkal anemia, serta mengurangi gangguan atau masalah pencernaan Tingginya manfaat dari bit merah tidak sebanding dengan konsumsi bit merah yang masih sedikit, karena kurangnya pengembangan produk dari bit merah dan ketidaktahuan masyarakat Indonesia mengenai khasiat bit merah serta aftertaste hambar yang kurang disukai masyarakat sehingga menyebabkan produksi bit merah di Indonesia masih sedikit. Pengolahan bit merah di Indonesia masih sedikit yaitu hanya dipandang sebagai minuman kesehatan. Oleh karena itu, selain untuk memperkenalkan kepada mayarakat mengenai tingginya manfaat yang dikandung oleh bit merah, penambahan bit merah pada produk beras analog diharapkan dapat memperbaiki warna yang dihasilkan dan dapat sebagai sumber antioksidan yang tinggi serta dapat menjadikan produk beras analog ini sebagai suatu produk pangan dengan nilai gizi lebih yang dapat diterima oleh masyarakat. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan beras analog berbahan dasar tepung jagung, mocaf dan penambahan puree bit merah dengan menggunakan teknologi ekstrusi karena paling efektif dari segi proses dan dapat menghasilkan beras analog yang menyerupai butir beras. Produk beras analog ini diharapkan dapat menjadi produk yang diterima oleh konsumen dan dapat
5 membantu upaya diversifikasi pangan serta dapat menjadi pangan alternatif yang dapat meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia. B. Perumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh perbedaan komposisi tepung jagung, mocaf, dan penambahan puree bit merah pada berbagai formulasi beras analog terhadap tingkat penerimaan panelis? 2. Bagaimana sifat kimia (kadar air, abu, lemak, karbohidrat, protein, amilosa, aktivitas antioksidan) beras analog berbahan tepung jagung, mocaf, dan penambahan puree bit merah pada formulasi terbaik? 3. Bagaimana sifat fisik (warna, bobot per butir, densitas kamba, lama masak, daya kembang, daya serap air) beras analog berbahan tepung jagung, mocaf, dan penambahan puree bit merah pada formulasi terbaik? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh perbedaan komposisi tepung jagung, mocaf, dan penambahan puree bit merah pada berbagai formulasi beras analog terhadap tingkat penerimaan panelis. 2. Mempelajari sifat kimia (kadar air, abu, lemak, karbohidrat, protein, amilosa, aktivitas antioksidan) beras analog berbahan tepung jagung, mocaf, dan penambahan puree bit merah pada formulasi terbaik. 3. Mempelajari sifat fisik (warna, bobot per butir, densitas kamba, waktu masak, daya kembang, daya serap air) beras analog berbahan tepung jagung, mocaf, dan penambahan puree bit merah pada formulasi terbaik. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai pembuatan beras analog yang berbasis tepung jagung, mocaf, dan penambahan puree bit merah sebagai bahan pangan lokal yang dapat menjadi alternatif makanan pokok dan meningkatkan nilai tambah bahan pangan lokal.