DAFTAR PUSTAKA. AbdulKadir Muhammad, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan III, PT. Citra Aditua Bakti, Bandung.

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. dirinya mampu untuk ikut serta berkompetisi dalam pasar global,

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

I. PENDAHULUAN. Perusahaan memiliki peran penting dalam negara Indonesia, yaitu sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tersebut tidak lagi sanggup melaksanakan kewajiban-kewajibannya.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB V KESIMPULAN, KETERBATAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan Hasil Penelitian dan Pembahasan yang telah penulis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang

Winandya Almira Nurinasari, Teddy Anggoro. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia sebagaimana diatur lebih rinci dalam Pasal 33 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

TANGGUNG JAWAB KURATOR PADA KEPAILITAN PT. ARTA GLORY BUANA TERHADAP PARA KREDITOR

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP KREDITOR PREFEREN DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIJAMINKAN DENGAN HAK TANGGUNGAN

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN YANG DINYATAKAN PAILIT TERHADAP PIHAK KETIGA 1 Oleh : Ardy Billy Lumowa 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR. Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITUR. 1. Akibat kepailitan terhadap harta kekayaan debitur pailit

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGATURAN DAN PENERAPAN PRINSIP PARITAS CREDITORIUM DALAM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kemakmuran masyarakat. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

BAB I PENDAHULUAN. fungsi intermediary yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan

PERDAMAIAN ANTARA DEBITOR DAN KREDITOR KONKUREN DALAM KEPAILITAN PEACEFUL SETTLEMENT BETWEEN DEBTORS AND CREDITORS CONCURENT IN BANKRUPTCY

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama keterpurukan negara Indonesia dewasa ini. Hal ini tidak dapat

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB II TANGGUNG JAWAB PERSONAL GUARANTOR DALAM KEPAILITAN

BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT MENURUT UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan hilangnya sumber penghasilan. Atau karena pengeluaran. keadaan itu sebagai bangkrut (Lilik Mulyadi, 2010 : 45).

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

BAB II PENETAPAN HAK MENDAHULUI PADA FISKUS ATAS WAJIB PAJAK YANG DINYATAKAN PAILIT. A. Kepailitan dan Akibat Hukum Yang Ditinggalkannya

AKIBAT HUKUM PERNYATAAN PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam utang-piutang, kreditor bersedia menyerahkan sejumlah uang

PELAKSANAAN TUGAS KURATOR DALAM MENGURUS HARTA PAILIT BERDASARKAN PASAL 72 UNDANG UNDANG NO

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan nasional untuk mewujudkan

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004,

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITOR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DEDY TRI HARTONO / D

melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. 2

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III HAK KREDITOR ATAS EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA BILAMANA DEBITOR PAILIT

Heri Hartanto - FH UNS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang timbul hanya dari adanya perjanjian utang-piutang sedangkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan.

ASPEK HUKUM KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI SHERLIN INDRAWATI THE / D

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DALAM HAL TERJADI KEPAILITAN SUATU PERUSAHAAN ASURANSI

BAB I PENDAHULUAN. Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau

Karyawan Sebagai Pemohon Dalam Mempailitkan Perusahaan (Studi Kasus: Kasus PT. Kymco Lippo Motor Indonesia)

BAB I PENDAHULUAN. meminjam maupun utang piutang. Salah satu kewajiban dari debitur adalah

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan perekonomian dan perdagangan yang pesat di dunia serta

BAB II AKIBAT HUKUM DARI KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS. orang dengan menjual seluruh saham yang dimilikinya pada perusahaan tersebut.

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : RIANITA REHULINA TARIGAN

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

DAFTAR PUSTAKA. Amirin, Tatang M., Pokok-pokok Teori Sistem, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 1996

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, baik orang perorangan (natural person) maupun

BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH DEBITUR. Sebelum keluarnya UUK dan PKPU, peraturan perundang-undangan yang

Transkripsi:

103 DAFTAR PUSTAKA Buku-buku AbdulKadir Muhammad, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan III, PT. Citra Aditua Bakti, Bandung. Abdurrachman,1982, Ensiklopedia Ekonomi, Keuangan, dan Perdagangan, Pradnya Paramita: Jakarta Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, 1999, Seri Hukum Bisnis : Kepailitan.: Rajawali Pers, Jakarta. Aria Suyudi, dkk, 2004, Kepailitan Di Negeri Pailit, Dimensi:Jakarta. Bagus Irawan. 2007. Aspek-Aspek Hukum Kepailitan, Perusahaan dan Asuransi, Alumni: Bandung. Bambang Waluyo, 1991, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta. Chidir Ali, 1999, Badan Hukum, Alumni, Bandung. Djohansyah, 2004, Kreditur Separatis, Preferen dan Penjaminan Utang antar Induk dan Anak Perusahaan, PPH, Jakarta. E Suherman, 1998, Faillissement (Kepailitan), Binacipta, Bandung Fred. B. G. Tumbuan, 1990, Pokok-Pokok UU Kepailitan, Penerbit Ghalia, Jakarta. H. Man S. Sastrawidjaja, 2006, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Alumni, Bandung. Jono, 2009, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta. Koentjaraningrat, 1986, Metode-metode Penelitian Masyarakat. PT. Gramedia, Jakarta. Komarudin, 1994, Ensikopedia Manajemen, Bina Aksara: Jakarta. Lexy J. Moleong, 1991, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung. M. Syamsudin, 2007, Operasionilasasi Penelitian Hukum, Rajawali Perss, Jakarta. Munir Fuady, 1999, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

102 B. Saran Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka penulis memiliki beberapa saran sebagai berikut: 1. Kepailitan BUMN belum diatur secara khusus dalam peraturan perundangundangan Kepailitan, oleh karena itu diharapkan Hakim Pengadilan Niaga dan Hakim Mahkamah Agung perlu memahami secara mendalam seluruh aspek aturan-aturan hukum yang berkaitan langsung dengan kepaitan BUMN, khususnya yang berkaitan dengan kepentingan negara sebab keberadaan BUMN sangat fital bagi negara dan menyangkut kepentingan umum. Oleh karena itu, Hakim dalam memutus kepailitan suatu Badan Usaha haruslah cermat dan teliti. 2. Akibat hukum atas putusan pailit BUMN dapat membawa dampak yang luas, yaitu tidak hanya kepentingan para pihak yang terlibat dalam kepailitan, tetapi juga akan memberikan dampak terhadap kepentingan rakyat dan negara, sebab uang negara yang berasal dari rakyat menjadi modal BUMN yang digunakan menunjang perekonomian Negara dan juga sebagai objek vital nasional, dengan demikian apabila BUMN pailit, maka rakyat akan merasakan dampaknya juga. Oleh karena itu, diharapkan Hakim dalam memutus kepailitan suatu BUMN haruslah cermat dan mempertimbangkan asas kelangsungan usaha dan asas keadilan.

101 Hakim Mahkamah Agung tingkat PK dalam putusannya Nomor Nomor 142 PK/PDT.SUS/2011 tanggal 13 Desember 2011 mengabulkan permohonan PK Istaka Karya (Persero), membatalkan putusan Mahkamah Agung tingkat Kasasi Nomor 124 K/Pdt.Sus/2011 tanggal 11 Maret 2011, menghukum PT JAIC untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). 2. Akibat hukum bagi para pihak atas pembatalan penyataan pailit oleh Hakim Mahkamah Agung Tingkat Peninjauan Kembali pada kasus PT Istaka Karya (Persero) yaitu: a. Bagi Debitor (PT. Istaka Karya (Persero) Akibat hukum atas dibatalkannya putusan pailit PT. Istaka Karya (Persero) yaitu PT. Istaka Karya (Persero) masih dapat menjalan usahanya atau beroperasi, tetapi PT. Istaka Karya (Persero) harus melakukan restrukturisasi, yaitu upaya yang harus dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN dengan cara melakukan konversi utang perseroan menjadi saham dan sebagian lagi dibayarkan kepada para kreditor. b. Bagi Kreditor Akibat hukum atas dibatalkannya putusan pailit PT. Istaka Karya (Persero) bagi kreditor yaitu tidak dipenuhinya permohonan pernyataan pailit dan terhadap pembayaran utang diharapkan, dan harus mengikuti cara/sistem pembayaran utang yang dilakukan oleh debitor yaitu PT Istaka Karya (Persero).

BAB V PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bagian penutup ini dikemukakan beberapa kesimpulan dan saran. A. Kesimpulan 1. Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Tingkat Peninjauan Kembali dalam pembatalan Putusan Kasasi atas pernyataan pailit pada PT Istaka Karya (Persero), yaitu Hakim Mahkamah Agung tingkat PK menilai bahwa Hakim Mahkamah Agung pada tingkat kasasi (Judex Juris) salah dalam penerapan hukum kepailitan seperti di syaratkan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 karena syarat pailit adanya utang tertunggak yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) Undang -Undang Nomor 37 Tahun secara legalitas tidak terpenuhi. Petimbangan hakim MA ini didasarkan adanya bukti baru (novum) yang diajukan oleh PT. Istaka Karya (Persero) terkait adanya Putusan Mahkamah Agung Nomor 678 PK/Pdt/2010, tanggal 22 Maret 2011 yang menganulir atau membatalkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1799 K/Pdt/2008 tanggal 09 Februari 2009, sehingga dengan demikian adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih berdasarkan 6 (enam) surat sanggup atas tunjuk ( Negotiable Promissory Notes Bearer) senilai USD 5.500.000,- (lima juta lima ratus ribu Dollar Amerika Serikat) yang didasarkan pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1799 K/Pdt/2008 tidak dapat dibuktikan. Berdasarkan fakta tersebut, maka

99 terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, dalam pelaksanaan hak eksekusinya harus mendapat persetujuan dari kurator atau Hakim Pengawas. 72 Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat dikatakan bawa akibat pernyataan kepailitan bagi kreditor yaitu dapat menyebabkan hilangnya hak-hak kreditor, atau bahkan hilangnya nilai piutang karena harta kekayaan debitor yang dinyatakan pailit itu tidak mencukupi untuk menutupi semua kewajibannya kepada kreditor. Akibatnya dalam peristiwa kepailitan, tidak semua kreditor mendapatkan pelunasan piutangnya. Diputuskannya seorang debitor menjadi debitor pailit oleh Pengadilan Niaga, membawa konsekuensi hukum yaitu, bagi debitor maupun kreditor. Pernyataan pailit mengakibatkan pengurusan harta kekayaan badan hukum serta merta beralih pada kurator. Kurator inilah yang bertugas melakukan pengurusan dan / atau pemberesan harta pailit. Setiap gugatan hukum yang bersumber pada hak dan kewajiban harta kekayaan debitor pailit harus diajukan terhadap atau oleh kurator. Sedangkan bagi kreditor akan mengalami ketidakpastian tentang hubungan hukum yang ada antara kreditor dengan debitor pailit. Dijatuhkan sita umum terhadap seluruh harta debitor pailit dan hilangnya kewenangan debitor pailit untuk menguasai dan mengurus harta pailitnya. Atas pembatalan putusan pailit PT Istaka Karya (Per sero) melalui Putusan MA Nomor 142 PK/PDT.SUS/2011 tanggal 13 Desember 2011 maka berakibat bagi para kreditor yaitu tidak dipenuhinya permohonan pernyataan pailit dan terhadap pembayaran utang diharapkan, dan harus mengikuti cara/sistem pembayaran utang yang dilakukan oleh debitor yaitu PT Istaka Karya (Persero). 72 Poppy Indaryati, 2001, Diskriminasi Kurator di dalam Kepailitan, Tesis Hukum dan Teknologi Program Pasca Sarjana, Universitas Dipnegoro, Semarang, hlm. 38

98 dinyatakan pailit. Hal ini terlihat dari Pasal 3 ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004. Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat diketahui bahwa selain orang perorangan, badan hukum juga dapat dinyatakan pailit oleh pengadilan. Pengertian kreditor menurut Pasal 1 ayat ( 2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. Dalam kasus kepailitan PT Istaka Karya (Per sero) ini yang menjadi debitor adalah PT Istaka Karya (Persero) dan yang menjadi kreditor adalah PT Japan Asia Investment Company (JAIC). PT Istaka Karya (Persero), selain menjadi debitor dari PT JAIC, PT Istaka Karya (Persero) juga merupakan debitor dari PT Saeti Concretindo Wahana, PT Saeti Beton Pracetak, PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank Bukopin, Tbk, dan PT Bank International Indonesia, Tbk. Akibat pernyataan pailit bagi kreditor adalah kedudukan para kreditor sama (paritas creditorium) dan karenanya mereka mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi boedel pailit sesuai dengan besarnya tagihan mereka masing-masing (pari passa pro rata parte). Namun demikian asas tersebut mengenal pengecualian, yaitu golongan kreditor yang haknya didahulukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan PKPU dan peraturan perundang-undangan lainnya (Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUH Perdata). Dengan demikian, asas paritas creditorium berlaku bagi para kreditor konkuren saja. Dengan adanya putusan pernyataan pailit tersebut kreditor separatis tidak dapat mengeksekusi boedel pailit karena dalam hal ini ada jangka waktu 90 hari yang disebut dengan masa stay, baru setelah tenggang waktu 90 hari tersebut lewat, kreditor separatis baru dapat mengeksekusi boedel pailit. Adanya lembaga penangguhan pelaksanaan hak eksekusinya dalam tenggang waktu 90 hari

97 Dengan penyuntikan dana tersebut, maka PT Waskita Karya (Persero) akan mendapat 51 % saham Istaka PT Istaka Karya (Persero). Dana hasil suntikan dari Waskita Karya tersebut akan dibayarkan oleh PT Istaka Karya (Persero) kepada para kreditor. Sementara sisa saham PT Istaka Karya (Persero) sebesar 49 persen akan dimiliki oleh kreditor konkuren. Dalam rangka mendukung langkah PT Istaka Karya (Persero) dalam melanjutkan kegiatan usaha, maka Pemerintah dalam hal ini dikuasakan kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara dan Menteri Keuangan harus menyiapkan beberapa perangkat kebijakan dan pengawasan terhadap operasional, serta lebih mengoptimalkan kinerja PT Istaka Karya (Persero). Pemerintah sebagai pemilik modal, harus mengontrol serta mengawasi kinerja BUMN sehingga jauh dari korupsi, kolusi di dalamnya. Pengawasan tersebut melalui mekanisme yang ditentukan dalam Undang-Undang, yang meliputi aparat pengawas intern, komite audit, dan komite lainnya. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki kemandirian serta kelanjutan usaha PT Istaka Karya (Persero) dan lebih luas lagi untuk upaya penyelamatan asset Negara yang ada pada PT Istaka Karya (Persero). Sehingga akan dapat memberikan keuntungan bagi keuangan Negara. b. Akibat Pernyataan Pailit Bagi Kreditor Pada dasarnya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tidak membedakan kepailitan berdasarkan kepemilikian dan mendeskripsikan debitor yang dapat dipailitkan menjadi dua, yaitu orang perorangan (pribadi), dan badan usaha. Untuk badan usaha sendiri dibagi menjadi dua, yaitu badan hukum contohnya perseroan terbatas, yayasan dan koperasi, sedangkan nonbadan hukum contohnya CV dan Firma. Artinya, baik orang perorangan, maupun badan hukum dapat

96 undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya. Mekipun telah melalui proses pemeriksaan perkara oleh hakim mulai dari tingkat Pengadilan Niaga sampai tingkat Mahkamah Agung, kasus kepailitan PT Istaka Karya (Persero) berujung pada pembatalan putusan pailit oleh Mahkamah Agung yaitu dalam Putusannya Nomor 142 PK/PDT.SUS/2011, tanggal 13 Desember 2011. Pembatalan putusan pailit tersebut berakibat bahwa PT Istaka Karya (Persero) tetap dapat melanjutkan kegiatan usaha seperti biasanya. Proses kepailitan yang pernah dihadapi oleh PT Istaka Karya (Persero) ini juga pernah dialami oleh PT. Dirgantara Indonesia. Berdasarkan kasus-kasus yang pernah terjadi tersebut, hendaknya dijadikan pengalaman serta motivasi untuk lebih maju dan mengembangkan usaha yang lebih berkualitas dan memperbaiki manajerial di dalamnya, karena proses kepailitan ini memberikan akibat hukum yang luas bagi para pihak, khususnya PT Istaka Karya (Persero) sebagai debitor. Sebagai akibat atas proses kepailitan yang telah dilalui oleh PT Istaka Karya (Persero) sebagai suatu institusi dalam hal ini sebagai suatu Badan Usaha Milik Negara yaitu dengan melakukan restrukturisasi. Hal ini berdasar pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara yaitu dalam BAB VIII tentang restrukturisasi dan privatisasi. Pengertian restrukturisasi menurut Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang nomor 19 Tahun 2003 Tentang badan Usaha Milik Negara adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan. Salah satunya adalah utang perseroan dikonversi menjadi saham dan sebagian lagi dibayarkan kepada kreditor. Dalam hal ini, PT Waskita Karya (Persero) akan menyuntikkan dana ke kita sekira Rp70 miliar hingga Rp80 miliar kepada PT Istaka Karya (Persero).