BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Gagal ginjal adalah masalah kesehatan dunia. Prevalensi yang semakin meningkat, tingginya biaya, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Adanya kelainan struktural atau fungsional pada. ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan disebut

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 300 juta. Jumlah tertinggi penderita diabetes mellitus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa disertai

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi hiperglikemia pada saat masuk ke rumah. sakit sering dijumpai pada pasien dengan infark miokard

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)mempunyai risiko lebih besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS. absolut (DM tipe 1) atau secara relatif (DM tipe 2).

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. cukup tinggi menyebabkan kematian penduduk dunia dan sekarang ini jumlah

BAB V PEMBAHASAN. STZ merupakan bahan toksik yang dapat merusak sel ß pankreas secara langsung.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang

BAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, yang mengakibatkan kelainan signifikan dan gangguan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. antara variasi genetik dimana faktor ini berperanan penting dalam predisposisi

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Anatomi ginjal (Eroschenko, 2000)

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

I. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran preterm, dan intrauterine growth restriction (IUGR) (Sibai, 2005;

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal kronis. Keluhan pruritus yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2010 menjadi 7.7 % pada tahun 2030 ( Deshpande et al., 2008 ; Ramachandran et

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak dilakukan oleh kelompok umur lansia (Supardi dan Susyanty, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular dan penyebab utama end stage renal disease (ESRD). Kematian

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur

BAB VI PEMBAHASAN. salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis

BAB I PE DAHULUA. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. vesika urinaria kemudian keluar dengan satu uretra. Organ ginjal berbentuk

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. angka morbilitas dan morbiditas yang masih tinggi. World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh: Seno Astoko Putro J

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. banyak ditemukan. Menurut Coresh et al. (2007), sekitar 13% populasi dewasa di

BAB I PENDAHULUAN. Hormon testosteron merupakan bagian penting dalam. kesehatan pria. Testosteron memiliki fungsi utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. bahwa, penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun masyarakat. Identifikasi awal faktor risiko yang. meningkatkan angka kejadian stroke, akan memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA Fakultas Kedokteran UGM 1

BAB I PENDAHULUAN. paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

B A B I PENDAHULUAN. Sampai saat ini sepsis masih merupakan masalah utama kesehatan dan

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3%

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit multisistem yang disebabkan kerusakan jaringan akibat deposisi kompleks imun berupa ikatan antibodi dengan komplemen. Deposisi kompleks imun yang mengendap di ginjal memberikan kontribusi besar terhadap patogenesis nefritis lupus (Borchers dkk., 2012). Keterlibatan ginjal pada LES merupakan manifestasi penyakit yang umum dijumpai. Inflamasi ginjal adalah salah satu manifestasi yang paling parah dari SLE dan ditandai oleh deposisi autoantibodi dan komplemen, produksi sitokin/kemokin, aktivasi dan perekrutan sel-sel inflamasi, dan kerusakan mikrovaskuler dan parenkim di ginjal (Schwartz, 2007; Adalid-Peralta dkk.,2008). Pengendapan kompleks imun memicu kaskade respon inflamasi disertai aktivasi reactive oxygen species (ROS), yang memainkan peran penting dalam terjadinya injuri glomerulus akut dan kronis pada pasien nefritis lupus. Nefritis lupus merupakan salah satumanifestasi paling serius dari LES, biasanya muncul dalam lima tahun setelah diagnosis. Bagaimanapun, gagal ginjal jarang terjadi sebelum kriteria klasifikasi American College of Rheumatology (ACR) terpenuhi. Nefritis lupus tampak jelas secara histologis pada kebanyakan pasien dengan LES, bahkan mereka yang tidak menunjukkan manifestasi klinis penyakit ginjal (Borchers dkk., 2012). Prevalensi pasien LES di RSUD dr.moewardi Surakarta tahun 2011 adalah 2,75% dari seluruh kunjungan pasien poli Rematologi (Adnan, 201). Berdasarkan data dari Asia, keterlibatan ginjal berkisar antara 6-100% secara keseluruhan (Isbagio dkk., 2006), sedangkan hasil penelitian di RS dr Moewardi Surakarta gangguan fungsi ginjal ditemukan pada 68% penderita LES dan kelainan ini merupakan penyebab kematian yang paling banyak (Guntur,2006). Nefritis lupus merupakan masalah yang berdampak pada 30-60% pasien dengan LES. Hasil setelah terapi imunosupresif spektrum luas tetap tidak 1

2 memuaskan, dengan tingkat remisi lengkap paling baik mencapai 50%, dengan tingkat kambuh hingga 30% selama periode 2 tahun dan terjadinya efek toksik yang tidak diinginkan. Meskipun penerapan rejimen pemeliharaan telah dilakukan, kejadian penyakit ginjal stadium akhir pada LES masih tetap meningkat (Costenbader dkk.,2008). Banyak hambatan untuk melakukan uji klinis informatif obat baru untuk nefritis lupus. Heterogenitas penyakit, efek pengganggu dari obat imunosupresif lain dan masalah medis secara bersamaan berkontribusi terhadap kesulitan-kesulitan tersebut. Meskipun kemajuan dalam terapi imunosupresif efektif untuk berbagai penyakit autoimun, lupus nefritis masih sulit untuk diobati dan merupakan penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas pada pasien lupus. Terapi dengan kortikosteroid, siklofosfamid, dan agen imunosupresif lain meningkatkan risiko infeksi. Terapi kortikosteroid jangka panjang dapat mengarah pada osteoporosis, nekrosis avaskular, diabetes melitus dan hipertensi, selain komplikasi kosmetik (seperti kerontokan rambut, moon face) dan infertilitas. Terapi siklofosfamid dapat menyebabkan sitopenia, sistitis hemoragik, infertilitas dan peningkatan risiko keganasan (Ruiz-Irastorza dkk.,2013). Transforming growth factor β1 (TGF-β1) adalah sitokin profibrotik pada penyakit ginjal kronis, yang memulai dan memodulasi berbagai proses patofisiologi. TGF-β1 disintesis oleh berbagai jenis sel ginjal dan aktivitas fungsi biologisnya melalui berbagai jalur, termasuk jalur Smad dan MAPK (Loeffler dan Wolf, 2013). TGF-β1 yang diekspresikan oleh sel podosit dan mesangial pada nefritis lupus, menggantikan ekspresi laminin-11 yang biasanya ditemukan di membran basalis glomerulus yang sudah matur (Jones, 2014). Pada penyakit ginjal, TGF-β1 ditingkatkan dan menginduksi sel ginjal untuk menghasilkan protein matriks ekstraselular yang menyebabkan glomerulosklerosis serta fibrosis tubulointerstitial. Berbagai jenis sel ginjal mengalami perubahan patofisiologi yang berbeda akibat induksi TGF-β1, yang menyebabkan apoptosis, hipertrofi dan kelainan prosesus Podosit, yang akhirnya mengakibatkan disfungsi ginjal (Loeffler dan Wolf, 2013). Disfungsi ginjal ini akan memicu terjadinya proteinuria sebagai respons tubulus ginjal yang bisa menggambarkan

3 perkembangan penyakit ginjal. Secara klinis, penurunan proteinuria menggambarkan perbaikan disfungsi ginjal (Hill dkk., 2001). Transforming growth factor β1 (TGF-β1) memiliki peran besar dalam pengendalian autoimunitas. Produksi TGF-β1 oleh limfosit berkurang pada LES. Penurunan kadar TGF-β1 mungkin berkaitan dengan kerentanan penyakit, aktivitas dan kerusakan organ pada LES. Jumlah total kadar TGF-β1 berkorelasi negatif dengan laju endap eritrosit dan berkorelasi positif dengan trombosit darah. Total kadar TGF-β1 lebih rendah pada pasien SLE dengan aktivitas penyakit yang tinggi dan kerusakan organ yang parah. Tingkat keparahan kerusakan ginjal dikaitkan dengan penurunan kadar TGF-β1 serum, hal ini menunjukkan bahwa TGF-β1 terlibat dalam pathogenesis kerusakan ginjal yang disebabkan oleh lupus nephritis (Jin dkk., 2012). Selain itu, hasil penelitian Hammad dkk., 2006 didapatkan kadar TGF-β1 serum pada anak dengan penyakit aktif secara signifikan lebih rendah daripada kontrol. Kadar TGF-β1 serum berkorelasi negatif dengan Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index (SLEDAI). Sebaliknya, kadar TGF-β1 urin pada anak dengan penyakit aktif secara signifikan lebih tinggi dibandingkan kontrol. Kadar TGF-β1 urin berkorelasi positif dengan titer anti-ds DNA dan berkorelasi negatif dengan kadar C3 serum. Pasien nefritis simptomatis secara signifikan kadar TGF-β1 urin lebih meningkat dibandingkan dengan nefritis asimptomatis. Dari data ini kita menyimpulkan bahwa penurunan kadar TGF-β1 menggambarkan disfungsi imunitas sistemik pada anak dengan lupus aktif sementara peningkatan produksi TGF-β1 ginjal tampaknya memiliki peran dalam presentasi klinis lupus nephritis (Hammad dkk.,2006). Obat-obatan yang memiliki efek seperti ROS scavenging, penghambatan jalur NF-κB dan TGF-β1 memiliki efek perlindungan terhadap progesifitas nefritis lupus. Jalur NF-κB sangat penting dalam perkembangan lupus, jalur ini mengontrol ekspresi sejumlah gen proinflamasi, seperti inos yang kadarnya tinggi pada lupus dan berkorelasi dengan keparahan penyakitnya (Jiang dkk., 2014). N-Asetil Sistein merupakan suatu senyawa yang mengandung tiol dengan efek antioksidan dan antiinflamasi. Efek antioksidan N-Asetil Sistein dapat terjadi

4 secara langsung melalui interaksi dengan ROS elektrofilik maupun sebagai prekusor glutation, suatu antioksidan yang dapat melindungi sel dari stres oksidatif (De Backer dkk., 2013). B. Rumusan Masalah 1. Adakah pengaruh N-asetil sistein terhadap ekspresi TGF-β1 pada mencit model nefritis lupus induksi pristan. 2. Adakah pengaruh N-asetil sistein terhadap kadar mikroalbuminuria pada mencit model nefritis lupus induksi pristan. C. Tujuan Penelitian : 1. Tujuan umum : Membuktikan, mengetahui dan membandingkan pengaruh N- asetilsistein terhadap ekspresi TGF-β1 dan kadar mikroalbuminuria pada mencit model nefritis lupus induksi pristan. 2. Tujuan khusus : a. Menganalisis pengaruh N-asetil sistein terhadap ekspresi TGF-β1 pada mencit model nefritis lupus induksi pristan. b. Menganalisis pengaruh N-asetil sistein terhadap kadar mikroalbuminuria pada mencit model nefritis lupus induksi pristan. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan bukti ilmiah mengenai pengaruh N-asetil sistein terhadap ekspresi TGF-β1 pada mencit model nefritis lupus induksi pristan. b. Memberikan bukti ilmiah mengenai pengaruh N-asetil sistein terhadap kadar mikroalbuminuria pada mencit model nefritis lupus induksi pristan.

5 2. Manfaat Terapan a. Menjadikan N-asetil sistein sebagai salah satu terapi tambahan atau suplementasi pada pasien nefritis lupus untuk menurunkan risiko morbiditas dan mortalitas. b. Efek N-asetil sistein pada peningkatan outcome pasien nefritis lupus.

6