METODOLOGI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi penelitian.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi nasional menitikberatkan pada pembanguan sektor

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

Produk Domestik Bruto (PDB)

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

ARAHAN PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN KEGIATAN AGRIBISNIS DI KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh : NURUL KAMILIA L2D

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mengedepankan dethronement of GNP, pengentasan garis kemiskinan,

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

AKTIVITAS EKONOMI HULU-HILIR DI PERBATASAN. ARIS SUBAGIYO Halama n

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

Batam adalah kotamadya kedua di Propinsi Riau setelah Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom. Tetapi, dengan Keppres

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PENGANTAR AGRIBISNIS

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

Transkripsi:

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Peningkatan perekonomian daerah dapat di lakukan melalui integrasi berbagai sektor yang ada di dalam wilayah. Hal tersebut berarti bahwa peningkatan perekonomian wilayah dapat dilakukan dengan memberdayakan sumberdaya lokal yang ada di dalam wilayah itu sendiri. Dengan pemanfaatan sumberdaya lokal yang ada dengan sebaik-baiknya diharapkan dapat meningkatkan proses income multiplication serta dapat menghindari terjadinya kebocoran wilayah (regional leakage). Kontribusi PDRB Kabupaten Karo pada tahun 2009 berasal dari sembilan sektor sebagai kontributor utama yaitu sektor pertanian,sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri, listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa, dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5,17% pada tahun 2009 dan 5,21 % pada tahun 2008. Pemilihan sektor prioritas di Kabupaten Karo merupakan suatu upaya pemerintah dalam mewujudkan perekonomian yang lebih baik. Sektor prioritas tersebut mampu menarik sektor-sektor lainnya untuk bergerak secara sinergis sehingga dapat meningkatkan perekonomian di wilayahnya. Sektor pertanian khususnya subsektor hortikultura dianggap mampu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat yang lebih layak dari sebelumnya. Hal ini dapat dilihat bahwa subsektor hortikultura memiliki potensi dalam peningkatan nilai tambah khususnya bagi sektor pertanian sekaligus dapat memperluas penyerapan tenaga kerja. Hortikultura sebagai bagian dari sektor pertanian khususnya tanaman bahan makanan merupakan satu lapangan usaha yang dapat menyerap banyak tenaga kerja dan berbagai jenis komoditasnya dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri pengolahan. Sumber-sumber pertumbuhan pembangunan pertanian yang dapat memicu pertumbuhan wilayah, meliputi : peningkatan produktivitas sumberdaya pertanian,

40 peningkatan nilai tambah komoditas pertanian, peningkatan peluang pasar dengan pengembangan produk berdaya saing tinggi dan peningkatan investasi dengan penciptaan iklim investasi yang menarik. Bila diperhatikan lebih lanjut, sumbersumber pertumbuhan pembangunan pertanian tersebut merupakan bagian dari konsep agribisnis. Peran subsektor hortikultura dalam struktur perekonomian Kabupaten Karo dapat dikaji melalui analisis Input-Output. Peran tersebut dapat dilihat berdasarkan pembentukan struktur permintaan dan penawaran, konsumsi masyarakat dan pemerintah, investasi, ekspor dan impor, nilai tambah bruto, dan struktur output sektoral, keterkaitan dan kepekaan antar sektor, dampak terhadap multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja. Analisis keterkaitan digunakan untuk melihat bagaimana hubungan suatu sektor dengan sektor yang lain dalam perekonomian yang dapat dilihat melalui keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan. Keterkaitan ke belakang akan melihat hubungan keterkaitan tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit permintaan akhir pada sektor tertentu terhadap total pembelian input semua sektor dalam perekonomian. Keterkaitan ke depan akan melihat hubungan keterkaitan tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh suatu unit permintaan akhir suatu sektor terhadap total penjualan output semua sektor dalam perekonomian. Kondisi perekonomian Kabupaten Karo tahun 2009 yang diukur berdasarkan perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan pertumbuhan, walaupun tidak terlalu besar yakni sebesar Rp. 3.175.599.350. Pada tahun 2008 nilai PDRB Kabupaten Karo sebesar Rp.3.019.387.588 dan tahun 2002 sebesar Rp. 2.869.736.960. Sektor pertanian mendominasi struktur perekonomian di Kabupaten Karo. Hal ini dibuktikan dengan besarnya sumbangan sektor ini dalam pembentukan PDRB Kabupaten Karo tahun 2008 yang mencapai 59,77 %. Sub sektor pertanian yang mendominasi nilai PDRB Kabupaten Karo adalah berasal dari Sub sektor Hortikultura dan Tanaman Pangan yang dikelompokkan dalam Sektor Bahan Makanan yakni sebesar 95,24 % terhadap nilai total sumbangan PDRB dari sektor Pertanian, atau sekitar 77,90 % terhadap nilai PDRB Kabupaten Karo. Tingkat kepekaan suatu sektor akan dianalisis melalui mekanisme pasar

41 output yang akan dilihat melalui analisis penyebaran. Analisis yang lain yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis multiplier. Analisis tersebut digunakan untuk mengetahui seberapa besar peningkatan dan penurunan output, seberapa besar peningkatan pendapatan akibat perubahan output dan seberapa besar penyerapan tenaga kerja akibat perubahan output dalam perekonomian. Dalam menentukan strategi pengembangan subsektor hortikultura, pemerintah dapat memilih subsistem agribisnis hortikultura guna lebih memfokuskan pengembangan agribisnis hortikultura di Kabupaten Karo. Pemilihan s u b s i s t e m dapat dilakukan dengan cara melihat ranking sektor tersebut. Kriteria penentuan ranking dapat dilihat dari nilai koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran. Jika koefisien dan kepekaan penyebaran suatu sektor tinggi maka s u b s i s t e m tersebut berada pada prioritas pertama. Jika koefisien penyebaran tinggi dan kepekaan penyebaran rendah maka berada pada posisi kedua, jika koefisien penyebaran rendah dan kepekaan penyebaran tinggi maka berada pada posisi ketiga dan jika koefisien dan kepekaan penyebaran sama-sama rendah maka dapat disimpulkan sektor tersebut berada pada posisi keempat. Selain itu, dalam menentukan s ubsistem prioritas dapat juga melihat jumlah nilai multiplier yang telah distandarisasi. Standarisasi dilakukan dengan membagi setiap multiplier masing-masing s u bsistem dengan nilai rata-rata multiplier semua s u b s i s t e m. Jumlah nilai multiplier standarisasi tertinggi merupakan s u b s i s tem yang dapat diprioritaskan karena nilai tersebut mencerminkan kontribusi yang diberikan suatu s u b s i stem jika s ubsistem tersebut mengalami peningkatan output. Subsistem prioritas diperoleh dengan mengkombinasikan setiap kategori penentuan prioritas yang telah dipaparkan sebelumnya. Strategi pengembangan subsektor hortikultura dilakukan dengan memilih beberapa subsistem yang dapat dijadikan subsistem prioritas. Menurut Saragih (2001), konsep agribisnis dikembangkan dengan ditandai ciri : 1. Berubahnya orientasi kegiatan ekonomi dari yang berorientasi peningkatan produk kepada berorientasi pasar.

42 2. Berkembangnya kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan memperdagangkan sarana produksi primer serta perdagangan. 3. Semakin kuatnya kaitan antara (1) kegiatan pruduksi dan perdagangan sarana produksi pertanian primer dengan usahatani, dan (2) pertanian primer dengan kegiatan pengolahan hasil pertanian primer dan perdagangannya serta keterkaitannya dengan konsumen. Konsep agribisnis sebagai bentuk pertanian modern memandang kegiatan ekonomi dilihat sebagai sektor agribisnis yang terdiri dari subsistem hulu, usahatani, hilir dan jasa layanan pendukung. Subsistem-subsistem tersebut merupakan suatu kesatuan kegiatan ekonomi yang integral. Selanjutnya Syafaat (2003) juga menyatakan agar sistem agribisnis secara keseluruhan mampu berkembang dan berkelanjutan (sustainable), semua unit kegiatan agribisnis secara ekonomi harus mampu hidup (economically viable). Untuk itu unit-unit usaha agribisnis secara vertikal dari mulai hulu sampai hilir harus saling mendukung dan memperkuat satu sama lain. Semua unit usaha tersebut tidak boleh bersaing dan saling mematikan. Hal ini berarti bahwa dalam pengelolaan agribisnis, keterkaitan antar pelaku dari berbagai pihak seperti penghasil produk primer, pengolah, pedagang, distributor dan lain-lain sangat dibutuhkan. Semakin baik keterkaitan dalam pengelolaan sistem agribisnis, maka semakin besar pula perannya terhadap pembentukan perekonomian wilayah. Subsistem usahatani atau pertanian primer (on-farm agribusiness), yaitu kegiatan yang menggunakan sarana produksi pertanian yang menghasilkan komoditas pertanian primer. Termasuk dalam hal ini adalah usaha tani tanaman pangan dan hortikultura, usahatani perkebunan dan usaha tani perternakan, usaha perikanan dan usaha kehutanan. Subsistem usahatani memiliki keterkaitan ke belakang dengan subsistem hulu yang menghasilkan input produksi. Input produksi yang dibutuhkan dalam proses produksi apabila dapat disediakan dari sumberdaya lokal dapat menjadi sumber pertumbuhan wilayah, sebaliknya apabila berasal dari impor akan menjadi sumber kebocoran wilayah (regional leakage). Sehubungan dengan hal tersebut, pengembangan agribisnis sedapat mungkin harus menggunakan input-input produksi yang sebagian besar bersumber dari potensi lokal. Proses produksi/budidaya membutuhkan keterkaitan ke belakang

43 (backward linkage) dengan kegiatan ekonomi lainnya terutama penguasaan sarana produksi, mesin-mesin kegiatan budidaya, pengangkutan sarana produksi, kegiatan perdagangan sarana produksi dan sebagainya. Proses produksi dapat menghasilkan sumber-sumber pertumbuhan wilayah yang terjadi akibat munculnya keterkaitan tersebut. Penggunaan sumberdaya lokal dengan adanya keterkaitan tersebut diharapkan dapat menjadi local multiplier yang dihasilkan dari proses produksi. Agribisnis hilir merupakan kegiatan industri yang mengolah hasil hilir, yaitu : kegiatan industri yang mengolah hasil pertanian menjadi produk olahan baik produksi antara (intermediate product), maupun produk akhir. Agribisnis hilir/agroindustri diklasifikasikan atas 4 (empat) hasil kegiatan (transformasi), yaitu : 1. Kegiatan hanya berupa grading/pengkelasan dan pembersihan, 2. Kegiatan penggilingan, pencampuran dan pemotongan, 3. Kegiatan pemasakan, pengalengan, dehidrasi, ekstraksi dan pasteurisasi, dan 4. Kegiatan yang menyangkut perubahan kimia tekstur. Manfaat aktivitas agribisnis hilir adalah meningkatkan nilai tambah, produk dapat dipasarkan dengan mudah, peningkatan daya saing serta menambah pendapatan/kesejahteraan petani/masyarakat tani dan membuka peluang tenaga kerja (penanggulangan pengangguran). Kegiatan agribisnis hilir merupakan kegiatan untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian melalui kegiatan pasca panen dan pengolahan sehingga produk dapat dipasarkan dengan mudah dan dapat ditingkatkannya daya saing produk. Subsistem agribisnis hilir merupakan kegiatan yang sangat menentukan peran pertanian dalam pengembangan wilayah melalui keterkaitan ke belakang dengan subsistem agribisnis budidaya. Semakin baik keterkaitan subsistem agribisnis budidaya dengan subsistem agribisnis hilir maka efek pengganda yang dihasilkan makin besar. Proses peningkatan nilai tambah tersebut dapat dilakukan di dalam maupun di luar wilayah. Proses peningkatan nilai tambah apabila dilakukan di dalam wilayah akan meningkatkan peluang penggunaan sumberdaya lokal, sehingga meningkatkan perekonomian wilayah. Sedangkan apabila peningkatan

44 nilai tambah dilakukan di luar wilayah, maka berpotensi menimbulkan kebocoran wilayah. Selanjutnya, proses peningkatan nilai tambah yang terjadi di dalam wilayah dapat meningkatkan pendapatan dan peluang kerja. Kawasan Agribisnis Hortikultura merupakan salah satu wilayah dengan kesamaan ekosistem dan disatukan oleh fasilitas infrastruktur ekonomi yang sama sehingga membentuk kawasan yang berisi berbagai kegiatan usaha berbasis hortikultura mulai dari penyediaan sarana produksi, budidaya, penanganan dan pengolahan pasca panen dan pemasaran serta berbagai kegiatan pendukungnya. Oleh karena itu pendekatan pengembangan kawasan dapat didekati dengan pendekatan sistem agribisnis, baik subsistem hulu, usahatani, hilir dan jasa. Selain itu, sebagai suatu kawasan diperlukan jasa infrastruktur penunjang yang mendukung kegiatan agribisnis yang ada di dalam suatu kawasan. Pengembangan kawasan hortikultura di suatu wilayah diharapkan dapat memberikan dampak bagi stakeholders yang terlibat secara merata dan berkeadilan. Pengembangan kawasan tersebut pada akhirnya diharapkan menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesempatan berusaha dan meningkatkan pendapatan masyarakat serta memberikan pengaruh terhadap terjadinya kegiatan ekonomi di kawasan dan sekitarnya dapat mempercepat pertumbuhan pendapatan, penyerapan tenaga kerja dan tumbuhnya sektor-sektor usaha terkait (backward and forward linkages). Kerangka pemikiran penelitian digambarkan pada Gambar 1. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Kajian Peran Agribisnis Hortikultura Terhadap Perekonomian Wilayah (Studi Kasus : Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara) dilaksanakan pada bulan Mei September 2011 di Kabupaten Karo. Fokus kajian pada penelitian ini adalah di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Simpang Empat, Kecamatan Tiga Panah dan Kecamatan Barusjahe. 3.3.Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian berupa data primer dan sekunder. Data sekunder yang dibutuhkan antara lain data produksi dan luas panen sektor

45 hortikultura, data harga komoditas hortikultura di tingkat petani, data potensi pedesaan, Tabel Input Output Kabupaten Karo (hasil ras dari Tabel IO Provinsi Sumatera Utara), Form Alat dan Mesin Hortikultura, Database Penyuluhan Tingkat Kecamatan serta data-data indikator perekonomian lainnya. Sumber data sekunder antara lain adalah Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS) pusat, BPS Provinsi Sumatera Utara, BPS Kabupaten Karo, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Utara, Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo. Sedangkan data primer diperoleh dengan mengumpulkan data dan informasi secara langsung di lapangan dengan narasumber terdiri dari anggota kelompok tani, asosiasi, pemerintahan, mantri tani, penyuluh, pengumpul/bandar, pengusaha, pedagang, masyarakat dan lain-lain. Adapun alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian adalah alat tulis, perangkat komputer dengan program MS Excel, Arc GIS, Software GAMS, dan lain-lain. Pengambilan data penelitian terbagi menjadi data sekunder yang diambil berdasarkan sumber data, serta data primer yang diperoleh dari lapangan. Pengambilan data primer tidak hanya data mengenai sistem agribisnis di Kabupaten Karo, tetapi juga di luar wilayah Kabupaten Karo mengingat pemasaran subsektor hortikultura sudah dapat diekspor sampai ke luar wilayah. 3.4. Teknik Analisis Yang Digunakan Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif sistem agribisnis hortikultura, analisis kelengkapan sarana dan prasarana sistem permukiman, analisis sarana dan prasarana sistem agribisnis, analisis margin tata niaga dan analisis input-output. Pada Tabel 5 ditampilkan matriks pendekatan penelitian. Dalam menganalisis kondisi profil sistem agribisnis hortikultura digunakan data sekunder yang diperoleh dari instansi yang berwewenang baik secara kuantitatif dan kualitatif. Data yang dikumpulkan menyangkut kondisi atau profil sistem agribisnis baik di subsistem hulu (upstream), subsistem usahatani (on farm), subsistem hilir (on farm) meliputi industri pengolahan dan pemasaran serta subsistem jasa.

46 Perekonomian Kabupaten Karo Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Permasalahan : 1. Keterbatasan dan penurunan kapasitas sumberdaya pertanian, 2. Rantai tata niaga yang panjang dan sistem pemasaran yang belum adil dan tidak berpihak kepada petani, 3. Akses terhadap pelayanan usaha dan permodalan masih terbatas, 4. Kelembagaan petani dan posisi tawar petani masih rendah, 5. Sarana dan prasarana penunjang yang terbatas, 6. Rendahnya nilai tambah yang dihasilkan. Agribisnis Subsistem Hulu Subsistem Budidaya Subsistem Hilir Subsistem Jasa dan Pelayanan Peran Agribisnis Hortikultura dalam perekonomian Kabupaten Karo (Analisis Input Output) Peran dalam struktur Ekonomi Keterkaitan sektor lain (Analisis keterkaitan dan penyebaran) Dampak terhadap Permintaan Output (Analisis Multiplier Out put) Dampak terhadap Pendapatan (Analisis Multiplier Pendapatan) Dampak terhadap PDRB (Analisis Multiplier Nilai Tambah Bruto) Strategi Pengembangan Subsistem Agribisnis Hortikultura Gambar 1. Kerangka Pemikiran

47 Tabel 5. Matriks Pendekatan Penelitian No Tujuan Metode Analisis Jenis Data 1 Mengetahui peran agribisnis hortikultura dalam perekonomian wilayah. 2 Mendiskripsikan tingkat perkembangan subsistemsubsistem dalam sistem agribisnis hortikultura 3 Mengevaluasi kondisi dan kelengkapan sarana dan prasarana sistem pemukiman dan sistem agribisnis Analisis Input Output untuk mengetahui keterkaitan subsektor hortikultura dengan sub sektor lain di dalam wilayah Analisis Deskriptif : a. Subsistem hulu (produsen saprodi, distributor saprodi baik swasta, BUMN, KUD atau bentuk koperasi lainnya) b. Subsistem usaha tani (kegiatan budidaya yang dilakukan petani, kelompok tani, gabungan kelompok tani, swasta) c. Subsistem hilir (usaha pengolahan dan kegiatan pasca panen yang dilakukan oleh gapoktan/pengumpul dll) dan kegiatan pemasaran hasil pertanian yang dilakukan baik oleh gapoktan, pengumpul dll termasuk pasar, kios) d. Subsistem jasa layanan pendukung (koperasi simpan pinjam, kredit bank, Lembaga Keuangan Mikro, penyuluhan pendidikan dan keterampilan, penelitian dan pengembangan) Analisis pemukiman Skalogram sarana atau fasilitas Tabel I/O Kab. Karo 2009 PDRB Kab. Karo Data Harga Komoditas Hortikultura di tingkat petani Data Primer dan Sekunder Data Kelembagaan Data PODES Kab. Karo Tahun 2008 Form Alat dan Mesin Hortikultura Data Primer 4 Untuk mengetahui Margin dari Setiap Elemen yang terlibat dalam Agribisnis Hortikultura Analisis Margin Tata Niaga Data harga Data aliran barang (Data primer dan data sekunder) Sumber Keluaran BPS Kab. Karo Dipertabun Kab. Karo Peran hortikultura dalam Perekonomian Wilayah Data di lapangan Ditjen Hortikultura Diperta.Karo Tingkat perkembangan subsistem-subsistem dalam sistem agribisnis Diperta Karo Pengambilan data di lapangan - Sarana dan prasarana sistem pemukiman hirarki wilayah - sarana dan prasarana sistem agribisnis Diperta. Karo Pengambilan data di lapangan Tata Niaga Komoditas Hortikultura

48 3.4.1.Analisis Skalogram Analisis terhadap kelengkapan sarana dan prasarana, baik sistem pemukiman dan sistem agribisnis dilakukan dengan metoda skalogram. Analisis skalogram dilakukan berawal dari konsep wilayah nodal, dimana wilayah diasumsikan sebagai suatu sel hidup yang terdiri dari inti daan plasma yang masing-masing mempunyai fungsi yang saling mendukung. Inti dalam hal ini diasumsikan sebagai pusat kegiatan industri dan pusat pasar serta pusat inovasi. Sedangkan plasma atau hinterland merupakan pusat pemasok dari bahan mentah, tenaga kerja dan pusat pemasaran barang-barang hasil industri yang diproduksi di pusat (inti). Berdasarkan konsep wilayah nodal tersebut, pusat atau hinterland suatu wilayah dapat ditentukan berdasarkan jumlah dan jenis fasilitas umum, industri dan jumlah penduduknya. Unit wilayah yang mempunyai jumlah dan jenis fasilitas umum, industri dan jumlah penduduk dengan kuantitas dan kualitas yang secara relatif paling lengkap dibandingkan dengan unit wilayah yang lain akan menjadi pusat atau mempunyai hirarki tinggi. Sebaliknya, jika suatu wilayah mempunyai jumlah dan jenis fasilitas umum, industri serta jumlah penduduk dengan kuantitas dan kualitas paling rendah merupakan wilayah hinterland dari unit wilayah yang lain. Analisis skalogram yang digunakan adalah skalogram dengan pembobotan. Tabel analisis yang digunakan seperti pada Tabel 6. Tabel 6. Tampilan Tabel Untuk Analisis Skalogram dengan Pembobotan. No Kecamatan/ Penduduk. SD F Σ total Σ jenis indeks Desa fasilitas fasilitas 1 B 1 F 1 F 1 k Σ (F1.K) / bk*(n/ak) B 2 : N B n FN Σ Kec yang Ak memiliki fasilitas Σ total Bk fasilitas Bobot N/ak

49 Analisis skalogram dalam penelitian ini terbagi menjadi 2 (dua), skalogram sistem pemukiman dengan cakupan wilayah desa berdasarkan Data Potensi Desa (PODES) dan skalogram sistem agribisnis dengan cakupan wilayah kecamatan berdasarkan form Alat dan Mesin Hortikultura yang ditambah dengan data primer dan sekunder lainnya. Pembagian ini disesuaikan dengan ketersediaan data. Skalogram sistem agribisnis disusun berdasarkan form standar alat dan mesin hortikultura yang dikeluarkan oleh BPS dan Departemen Pertanian serta ditambah dengan data sekunder (database agribisnis penyuluhan) dan data primer berdasarkan wawancara. Form alat dan mesin hortikultura merupakan form bagi penyuluh/mantri tani/ PPL untuk melakukan pendataan alat dan mesin hortikultura di setiap kecamatan. Alat dan mesin hortikultura tersebut terbagi menjadi : 1. Alat budidaya pertanian, 2. Alat/mesin pasca panen, dan 3. Alat/mesin pengolahan. 3.4.2 Analisis Margin Tata Niaga Analisis ini digunakan untuk mengetahui selisih suatu komoditas. Secara singkat rumus analisis ini adalah : Margin Pemasaran : Mp = Pr Pf atau Mp = Σ bi + Σ ki Margin keuntungan : Ski = [ki/(pr Pf) x 100%] Sbi = [bi/(pr Pf) x 100%] Sp = (Pf/Pr) x 100% Keterangan : Mp : Margin Pemasaran Pr : Harga di tingkat konsumen Pf : Harga di tingkat produsen bi : Biaya tata niaga ke-i ki : Keuntungan ke-i Ski : Bagian keuntungan yang diterima lembaga Sbi : Share biaya dari margin Sp : Besarnya kontribusi harga yang diterima produsen

50 3.4.3 Analisis Input dan Output Analisis Input-Output (I-O) secara teknis dapat menjelaskan karakteristik struktur ekonomi wilayah yang ditunjukkan dengan distribusi sumbangan sektoral serta keterkaitan sektoral perekonomian wilayah. Selain itu analisis Input-Output digunakan untuk menentukan sektor unggulan pada perekonomian Kabupaten Karo, berdasarkan data yang diturunkan dari Tabel I-O Provinsi Sumatera Utara. Tabel Input-output yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tabel Input-Output Kabupaten Karo yang di Ras dari Tabel Input Output Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000, yang di updating menjadi Tabel I-O tahun 2009 yang selanjutnya di-ras menjadi tabel I-O Kabupaten Karo tahun 2009. Mengacu pada Tabel I-O Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000 dengan 71 sektor perekonomian (71X71) yang diturunkan ke level kabupaten maka diperoleh Tabel I-O Kabupaten Karo dengan 24 sektor (24X24) yang di-update ke tahun 2009. Sektor-sektor perekonomian dalam Tabel I-O Kabupaten Karo (24 sektor) merupakan hasil agregasi dari sektor-sektor dalam Tabel I-O Provinsi Sumatera Utara (71 sektor) yang disesuaikan dengan klasifikasi sektor (lapangan usaha) untuk penentuan PDRB. Sektor-sektor perekonomian dalam Tabel I-O Kabupaten Karo tahun 2009 ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7. Identifikasi Sektor-sektor perekonomian Tabel I-O Kabupaten Karo tahun 2009 (24 sektor) Kode Kode Sektor I-O I-O Sektor 1 Tanaman bahan makanan lainnya 13 Konstruksi 2 Sayur-sayuran 14 Perdagangan besar dan eceran 3 Buah-buahan 15 Restoran 4 Tanaman Perkebunan 16 Hotel 5 Peternakan dan hasil-hasilnya 17 Pengangkutan 6 Kehutanan 18 Komunikasi 7 Perikanan 19 Bank 8 Minyak dan Gas Bumi 20 Real Estate 9 Penggalian 21 Jasa Perusahaan 10 Industri bukan migas 22 Pemerintahan Umum 11 Listrik dan gas 23 Swasta 12 Air Bersih 24 Jasa Perorangan & Rumah Tangga Asumsi yang digunakan dalam penurunan Tabel I-O dari tingkat provinsi ke tingkat kabupaten adalah bahwa terdapat kemiripan struktur ekonomi antara

51 Kabupaten Karo dengan Provinsi Sumatera Utara sebagai induknya. Metode yang digunakan untuk mendapatkan Tabel I-O Kabupaten Karo tahun 2009 adalah dengan metode RAS (Gambar 2). Tabel Input Output Provinsi Sumatera Utara Tahun 200 (71X71 sektor) Proses Agregasi menjadi Tabel Input Output KabupatenKaro Tahun 2009 (24X24 sektor) Matriks Koefisien Teknis Tabel Input Output Kabupaten Karo Tahun 2009 (24X24 sektor) Kabupaten Karo 2009 Konversi Data PDRB menjadi Total Input (Kabupaten Karo Tahun 2009) berdasarkan Proporsi Data PDRB dan Total Input Kabupaten Karo 2009 Data Permintaan Akhir Metode RAS Sumber : Diadopsi dan dimodifikasi dari Sumunaringtyas 2010 Tabel Input Output Kabupaten Karo Tahun 2009 (24X24 sektor) Gambar 2. Tahapan metode RAS. Hasil dari metode RAS adalah Tabel I-O Kabupaten Karo tahun 2009. Data yang diperoleh antara lain adalah; input antara masing-masing sektor, nilai tambah, total input atau output, dan jumlah permintaan akhir. Untuk mendetailkan data input primer atau Nilai Tambah Bruto (NTB) menjadi upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak langsung maka didekati dengan nilai proporsi dari tabel I-O dasar.

52 Arahan Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah Kabupaten Karo Penetapan Wilayah Pengembangan Subsektor Hortikultura Analisis SIG Barusjahe Simpang Empat Tigapanah Luar wilayah Sistem Agribisnis Hortikultura Subsistem Hulu Subsistem Usahatani Subsistem Hilir Subsistem Jasa Layanan Pendukung Analisis Deskriptif Analisis Ekonomi Wilayah Analisis Input-Output Sistem Tata Niaga Analisis Margin Tata Niaga Sarana dan Prasarana Sistem Permukiman Skalogram terhadap Sistem Permukiman Sarana dan Prasarana Sistem Agribisnis Skalogram terhadap Sistem Agribisnis Keterkaitan antar sektor, subsistem agribisnis, peran perekonomian wilayah Gambar 3. Kerangka Analisis