Kontribusi Pemanfaatan Lahan Pekarangan terhadap Pemenuhan Gizi Keluarga dan Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Neneng Ratna, Erni Gustiani dan Arti Djatiharti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat Jalan Kayuambon no 80 Lembang - Bandung Email : fathbian@yahoo.com Abstrak Tersedianya pangan yang cukup secara nasional maupun wilayah merupakan suatu keharusan untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional, namun hal itu tidak cukup karena kabutuhan pangan di tingkat rumah tangga/individu harus terpenuhi juga. Salah satu upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi di tingkat rumah tangga/individu dapat dilakukan melalui pemanfaatan lahan pekarangan yang dikelola oleh seluruh anggota. Badan Litbang Pertanian telah mengembangkan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL) yang dibangun dengan prinsip pemanfaatan lahan pekarangan ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga serta peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Kawasan Rumah Pangan dapat dilakukan di wilayah pedesaan maupun perkotaan. Di wilayah perkotaan umumnya memiliki lahan pekarangan dengan luasan yang sempit. Salah satu fungsi lahan pekarangan adalah sebagai sumber pendapatan harian, dengan demikian lahan pekarangan memberikan kontribusi terhadap pengeluaran rumah tangga pelaksana kegiatan. Kajian ini bertujuan untuk memberikan informasi pemanfaatan lahan pekarangan dan kontribusinya terhadap pengeluaran pangan rumah tangga. Kegiatan dilaksanakan di Kelurahan Citeureup, Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi pada tahun 2014, dan pengambilan data pada bulan Mei sampai dengan Desember 2014. Pengamatan dan pengumpulan data dilakukan terhadap: 1) Keragaman Jenis tanaman yang ditanam; 2) Pola Pangan Harapan (PPH) ; 3) Kontribusi M-KRPL terhadap pengeluaran pangan rumah tangga. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Hasil yang diperoleh adalah: 1) Keragaman jenis tanaman yang ditanam di lahan pekarangan responden adalah tanaman sayuran (sayuran daun, sayuran merambat dan sayuran buah); tanaman rempah dan obat; tanaman buah dan tanaman hias, 2) Terjadi peningkatan skor Pola Pangan Harapan sebesar 7,28% yaitu dari 74,2% menjadi 79,60%, 3) Pemanfaatan lahan pekarangan sudah berkontribusi terhadap biaya pengeluaran pangan keluarga rata-rata sebesar 10,1% per bulan. Kata kunci : Kontribusi, pekarangan, rumah tangga Pendahuluan Lahan pekarangan telah lama dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber pangan. Dari waktu ke waktu, peran pekarangan sebagai sumber pangan terus menurun sejalan dengan semakin sempitnya lahan pekarangan akibat pertambahan jumlah penduduk, meningkatnya kesejahteraan dan kecenderungan diferensiasi/spesialisasi pekerjaan, semakin mudahnya memperoleh bahan pangan di pasar, serta terjadinya perubahan selera masyarakat. Saat ini aspek estetika dalam penataan pekarangan menjadi lebih dominan. Peran lahan pekarangan sebagai pemasok bahan pangan, dalam beberapa tahun terakhir kembali dimunculkan oleh pemerintah sebagai respon dari meningkatnya ancaman krisis pangan akibat perubahan iklim global serta tingginya laju pertambahan penduduk dan alih fungsi lahan. Kesadaran masyarakat terhadap keseimbangan gizi dan perlunya penyediaan bahan pangan sehat bagi keluarga juga mendorong menguatnya upaya memfungsikan kembali lahan pekarangan sebagai sumber pangan. Pemanfaatan lahan pekarangan sebagai penyedia bahan pangan potensial bagi keluarga pada dasarnya merupakan salah satu wujud peningkatan peran serta masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1751
Lahan maupun tanah mempunyai daya tarik sendiri baik sebagai investasi, tempat tumbuh bagi komoditas-komoditas yang diusahakan, maupun yang lebih umum dan mendasar yaitu sebagai tempat hunian atau rumah tinggal. Nugroho (2012) menilai lahan sebagai modal yang dapat memberikan manfaat baik secara langsung ( use value) maupun tidak langsung ( non use value). Di beberapa wilayah baik perdesaan maupun perkotaan, masih banyak lahan pekarangan yang belum dioptimalkan untuk usaha produktif pertanian. Hal tersebut antara lain karena terbatasnya tenaga kerja pertanian, informasi dan inovasi teknologi spesifik lokasi. Padahal apabila dikelola secara optimal dengan mengusahakan komoditas-komoditas yang diminati oleh pasar, pekarangan dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan keluarga (Wahyudi dan Sodiq, 2012). Pekarangan merupakan sebidang tanah di sekitar rumah yang mudah diusahakan dengan tujuan untuk meningkatkan pemenuhan gizi mikro melalui perbaikan menu keluarga. Karakterstik lahan pekarangan ditandai beberapa indikator penting (Rukmana, 2008), antara lain : (1) meliput i areal yang sempit atau terbatas, (2) berisi aneka tanaman, (3) letaknya dekat dengan rumah, (4) hasilnya yang diperoleh digunakan untuk keperluan sehari-hari, (5) pada umumnya tidak memerlukan modal besar. Lahan pekarangan berpotensi sebagai sumber pangan dan gizi termasuk vitamin dan mineral. Optimalisasi lahan pekarangan yang dikelola oleh seluruh anggota keluarga dengan cara mengusahakan berbagai komoditas, baik tanaman sayuran daun, sayuran buah, maupun tanaman pangan lokal dapat mendukung upaya pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional serta meningkatkan ketahanan pangan dan gizi di tingkat rumah tangga/individu. Tersedianya pangan yang cukup secara nasional maupun wilayah merupakan suatu keharusan untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional, namun hal itu tidak cukup karena kebutuhan pangan di tingkat rumah tangga/individu harus terpenuhi juga (Rachman dan Ariani, 2007). Dalam usaha memberdayakan sumber daya keluarga dan meningkatkan ketahanan pangan dan kecukupan gizi, di perkotaan pemanfaatan lahan pekarangan dapat dijadikan sumber usaha di bidang pertanian terutama tanaman sayuran. Dengan meningkatnya permintaan tanaman sayuran, sementara lahan produktif semakin sempit menuntut adanya inovasi teknologi yang mampu memanfaatkan lahan sempit dalam hal ini pemanfaatan lahan pekarangan untuk dijadikan pengembangan usaha tani skala rumah tangga (Harahap et al., 2013). Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari harus dilaksanakan dengan penerapan yang tepat melalui pembentukan kelompok, identifikasi kebutuhan, penyusunan rencana kegiatan, penyelenggaraan pelatihan, pembuatan kebun bibit dan penataan lingkungan kawasan (Werdhany dan Gunawan, 2012). Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi keluarga dapat dilakukan melalui pemanfaatan sumberdaya yang tersedia dulingkungan. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui pemanfaatan lahan pekarangan yang dikelola oleh seluruh anggota keluarga. Komitmen pemerintah untuk melibatkan keluarga dalam mewujudkan kemandirian pangan melalui diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, dan konservasi tanaman pangan untuk masa depan perlu diaktualisasikan dalam menggerakkan kembali budaya menanam di lahan pekarangan, baik perkotaan maupun di perdesaan (Saliem, 2011). Salah satu fungsi lahan pekarangan adalah sebagai sumber pendapatan harian. Pendapatan rumah tangga merupakan sumberdaya ekonomi yang sangat penting, yang memungkinkan setiap anggota rumah tangga mempunyai kemampuan untuk memperoleh segala kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan pangan. Pemanfaatan lahan pekarangan yang dirancang untuk meningkatkan 1752 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
pendapatan rumah tangga dapat diarahkan pada komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi, seperti sayuran, buah, biofarmaka, serta ternak dan ikan (Kementerian Pertanian, 2011). Pemilihan komoditas dan teknologi yang diintroduksikan harus memperhatikan agroekosistem suatu wilayah. Ketinggian tempat atau agroekosistem akan menentukan terhadap pemilihan komoditas dan teknologi yang yang diintroduksikan, harus sesuai dengan kebutuhan wilayah dan pengguna (Badan Litbang Pertanian 2011b; Lakitan, 2012). Kajian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana lahan pekarangan mampu memberikan kontribusi untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan pengeluaran pangan rumah tangga. Metodologi Pengkajian dilaksanakan di lokasi kegiatan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL) yaitu Kelompok Wanita Dahlia A, Kelurahan Citeureup, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi pada bulan Januari sampai dengan Desember 2014. Pengkajian dilaksanakan dengan metoda survey dan wawancara pada anggota kelompok kegiatan MKRPL sejumlah 15 orang. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan panduan pertanyaan terstruktur (kuesioner). Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Kepemilikan Lahan Pekarangan Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil survey dan FGD ( Focus Group Disscussion), sebelum dilakukan kegiatan M-KRPL lahan pekarangan responden sudah dimanfaatkan dengan ditanami beberapa jenis tanaman, seperti tanaman hias, tanaman obat, dan tanaman buah. Sebanyak 78,95% lahan pekarangan sudah ditanami tanaman hias, tanaman obat dan sebagian kecil tanaman buah dalam pot. Namun setelah masuknya kegiatan M-KRPL kombinasi tanaman yang ada dihalaman pekarangan responden menjadi lebih bervariasi, antara lain : 1). tanaman hias tanaman sayuran dan tanaman obat, 2) tanaman hias tanaman buah tanaman sayuran. Dari kombinasi tersebut, setiap rumah tangga masih mempertahankan tanaman hias, karena masih menginginkan nilai estetika. Menurut Rahman dan Bukhari (2010) tanaman hias merupakan tanaman yang memiliki nilai artistik, baik tanaman hias daun, pohon maupun yang berbunga. Tabel 1. Keragaman jenis dan rata-rata jumlah tanaman di lahan Pekarangan Responden No. Tanaman Lokasi Tanaman Sayuran Rempah Tanaman Buah Tanaman hias (Desadan obat Kecamatan) Jenis Jumlah Jenis Jumlah Jenis Jumlah Jenis Jumlah 1. Kel. Sayuran 4 Obat 1 pepaya 1 Tanaman 1 Citeureup, daun hias daun 2. Kec. Sayuran 1 Emponempon 2 Tanaman 1 Cimahi Utara merambat Sayuran buah 2 hias buah Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1753
Pola Pangan Harapan Pola Pangan Harapan (PPH) merupakan susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energy (absolute maupun relatif) dari kelompok pangan utama dari suatu pola ketersediaan dan/atau konsumsi pangan. PPH merupakan susunan beragam pangan yang didasarkan atas proporsi keseimbangan energy dari berbagai kelompok pangan (9 kelompok bahan pangan) untuk memenuhi kebutuhan gizi baik dalam jumlah maupun mutu. Melalui PPH mutu konsumsi pangan penduduk di suatu wilayah dapat dilihat dari skor pangan, dan biasa disebut dengan skor PPH. Semakin tinggi skor PPH, maka konsumsi pangan semakin beragam dan seimbang. Perhitungan skor PPH digunakan sebagai indikator mutu gizi dan keragaman ketersediaan maupun konsumsi pangan. Skor PPH di wilayah kegiatan MKRPL Kota Cimahi dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Pola Pangan Harapan (PPH) di Kota Cimahi Tahun 2014 Awal Akhir No Kelompok Pangan Skor Skor Skor Skor Skor Skor AKE maks PPH AKE maks PPH 1 Padi-padian 7,4 25 7,4 13,69 25 13,69 2 Umbi-umbian 0,3 2,5 0,3 0,31 2,5 0,31 3 Pangan Hewani 30,7 24 24 18,28 24 18,28 4 Minyak dan Lemak 2,9 5 1,9 10,84 5 5 5 Buah/ biji berminyak 0 1 0 4,80 1 1 6 Kacang2an 19,5 10 10 21,66 10 10,00 7 Gula 0,9 2,5 0,6 1,32 2,5 1,32 8 Sayuran dan Buah 169,1 30 30 112,50 30 30,00 9 Lainnya 0 0 0 0,00 0 0,00 TOTAL 160,3 100 74,2 183,40 100,00 79,60 Secara umum terlihat bahwa skor PPH Kota Cimahi sudah melampaui rata-rata Jawa Barat yaitu 72,7 (Badan Ketahanan Pangan Jawa Barat, 2010) dan rata-rata nasional 77,5. Sasaran PPH Nasional pada tahun 2014 sebesar 95 (Badan Ketahanan Pangan, 2010). Sementara itu ratarata skor PPH awal (sebelum kegiatan MKRPL) sebesar 74,2% sedangkan skor PPH akhir (setelah berlangsung kegiatan MKRPL) sebesar 79,60%. Ini berarti terdapat peningkatan sebesar 7,28%. Peningkatan tertinggi terjadi pada konsumsi kelompok pangan minyak dan lemak yaitu dari 1,9% menjadi 5% dan terjadi penurunan konsumsi pada kelompok pangan hewani. Bila dilihat dari pola konsumsi, masyarakat di Kelurahan Citeureup masih perlu meningkatkan keanegaragaman konsumsi pangan, terutama untuk mengkonsumsi ubi-ubian sebagai pengganti beras. Dengan demikian, optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan melalui kegiatan M-KRPL diharapkan dapat memberikan pengaruh positif dan berdampak pada pola konsumsi pangan dan peningkatan Skor PPH. Kontribusi M-KRPL terhadap pengeluaran pangan rumah tangga 1754 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Pemanfaatan lahan pekarangan juga memberikan kontribusi terhadap pengeluaran pangan rumah tangga. Kontribusi M-KRPL terhadap Pengeluaran Pangan Rumah Tangga di Kelurahan Citeureup, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi 2014 disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Kontribusi M-KRPL terhadap Pengeluaran Pangan Rumah Tangga di Kelurahan Citeureup, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi 2014. No Keterangan Nilai (Rata-rata dari 10 KK) 1. Nilai produk KRPL (Rp/b ln) (hasil yang dikonsumsi disetarakan dengan rupiah) a. Minimum 74.000 b. Maksimum 128.000 c. Rata-rata 100.000 2. Ratio antara produk KRPL dan pengeluaran pangan a. Rata-rata pengeluaran untuk pangan (Rp/bln) 1.000.000 b. Ratio nilai produksi KRPL dengan pangan (%) 10,1 Nilai produk KRPL di Kelurahan Citeureup apabila disetarakan dalam bentuk rupiah rata-rata setiap bulannya sebesar Rp. 100.000,-. Sedangkan pengeluaran pangan per bulan Rp. 1.000.000,- sehingga dengan adanya pemanfaatan lahan pekarangan diperkirakan dapat mengurangi pengeluaran rumah tangga sebesar 10,1% per bulan Kesimpulan Kegiatan MKRPL dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi peserta program, diantaranya meningkatkan fungsi halaman, meningkatkan skor PPH dari 74,2% menjadi 79,60% (terjadi peningkatan sebesar 7,28%) dan mengurangi pengeluaran pangan rumah tangga sebesar 10,1% per bulan. Daftar Pustaka Badan Ketahanan Pangan. 2010. Perkembangan Situasi Konsumsi Penduduk Indonesia. Badan Ketahanan Pangan Daerah Jawa Barat. 2011. Penganekaragaman Konsumsi Pangan, Kunci Hadapi Krisis Pangan Pokok. Badan Litbang Pertanian. 2011. Petunjuk Pengembangan Model Kawasan Rumah pangan Lestari. Harahap, M. M, Rauf, A. dan Damanik, M. M. B. 2013. Pengujian Media Tanam Kompos Sampah Domestik dan Residu Lubang Sampah Terhadap Kandungan Hara N, P, K serta Produksi Sawi (Brassica oleraceae) pada Tanah Inceptisol. Jurnal Online A groekoteknologi, 1 (2) : 543-553. Lakitan. B. 2012. Kontribusi Teknologi dalam Pencapaian Ketahanan Pangan. Makalah Hari Pangan Sedunia. Jakarta, Nugroho,I., dan R. Dahuri. 2012. Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. LP3ES, Jakarta. Rahman A, dan Bukhari R. 2010. Profil Agribisnis Tanaman Hias di Kota Medan. Provinsi Sumatera Utara. Warta Universitaria. UMA, edisi 25, Februari 2010. Rukmana, Rahmat. 2008. Bertanam buah-buahan di pekarangan. Kanisius. Yogyakarta Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1755
Saliem, H.P., M. Ariani, Y. Marisa dan T.B. Purwantini. 2002. Analisis Kerawanan Pangan Wilayah Dalam Perspektif Desentralisasi Pembangunan. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Wahyudi Hariyanto dan Sodiq Jauhari. 2012. Kontribusi Lahan Pekarangan dalam Pemenuhan Kebutuhan Pangan dan Gizi Keluarga. Prosiding Seminar Nasional 2012, Optimalisasi Lahan Pekarangan untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis. Werdhany, W.I. dan Gunawan. 2012. Teknik Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian, 16 (2) : 76-83 1756 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian