BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA KADAR 25-HYDROXYVITAMIN D PLASMA DAN DERAJAT ASMA PADA PASIEN ASMA BRONKIAL DI RSUP SANGLAH DENPASAR

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB II LANDASAN TEORI. ke waktu karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta. pemahaman mengenai patologi, patofisiologi, imunologi, dan genetik

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang sering dijumpai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Kusta merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB I PENDAHULUAN 1,2,3. 4 United Nations Programme on HIV/AIDS melaporkan

BAB I PENDAHULUAN. depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK BOUGENVILLE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya pendapatan masyarakat. Di sisi lain menimbulkan dampak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik

Vitamin D and diabetes

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa Yunani (yang berarti terengah-engah) dan pertama kali

BAB I PENDAHULUAN. populasi dalam negara yang berbeda. Asma bronkial menyebabkan kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa nematoda menjadikan manusia sebagai pejamunya. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

kekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan.

DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat dunia sejak ratusan tahun

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ASMA BRONKIALE: KENALI LEBIH DEKAT DAN KENDALIKAN KEKAMBUHANNYA

BAB I PENDAHULUAN. bronkus. 3 Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi asma

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit. peradangan kulit kronik spesifik yang terjadi pada

BAB 1. PENDAHULUAN. hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai IgE yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang, yang memiliki kasus TB terbanyak. Negara-negara ini menyumbangkan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.

ASMA DAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN (PENJASORKES) DI SEKOLAH. I Made Kusuma Wijaya

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi barier epidermal, infiltrasi agen inflamasi, pruritus yang

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa

BAB I PENDAHULUAN. Scottish Health Survey pada anak usia 2-15 tahun didapatkan persentasi anak lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinis yang khas berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 75 ibu hamil dengan usia kehamilan antara 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang kejadian asma meningkat pesat, lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia terkena dampaknya. Prevalensi asma terbesar terdapat di negara industri. Di Amerika Serikat, prevalensi asma berkisar 11,6 per 100 orang, dan meningkat tiap dekade dari 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun 2009. 1-5 Negara industri yang letaknya jauh dari khatulistiwa seperti Australia, Selandia Baru dan Inggris memiliki prevalensi asma tertinggi, termasuk juga di Asia-Pasifik dan negara-negara Arab. Prevalensi asma di Arab Saudi sebesar 26,5%, Kuwait sebanyak 16,8% dan di Uni Emirat Arab (13,6%) mirip dengan negara industri atau negaranegara barat. 2 Penelitian asma di Indonesia sendiri telah dilakukan di beberapa tempat, pada tahun 2002 didapatkan prevalensi asma pada usia 6-7 tahun sebesar 3% dan untuk usia 13-14 tahun sebesar 5,2%. 6 Pada banyak kasus, onset pada anak asma dimulai sejak usia dini, dengan 80% - 90% didiagnosis sebelum usia 6 tahun. 1 Penelitian terbaru menunjukkan bahwa, farmakoterapi saat ini sering tidak memadai secara efektif dalam mengobati pasien asma. Data ini menunjukkan perlunya

upaya untuk mengidentifikasi penyebab asma yang ditujukan untuk beberapa faktor risiko. 3 Patogenesis asma yaitu suatu proses inflamasi kronik yang khas, melibatkan dinding saluran respiratorik, menyebabkan terbatasnya aliran udara dan peningkatan reaktivitas saluran napas. Gambaran khas inflamasi saluran respiratorik adalah aktivasi eosinofil, sel mast, makrofag, dan sel limfosit T pada mukosa dan lumen saluran respiratorik. 6-8 Proses inflamasi pada asma menyebabkan reaksi inflamasi akut dan kronis. Pajanan alergen inhalasi pada pasien yang alergi dapat menimbulkan respons alergi fase cepat, dan pada beberapa kasus, dapat diikuti dengan respons fase lambat. 6 Penelitian epidemiologi menunjukkan defisiensi vitamin D berhubungan dengan meningkatnya insidensi gejala asma. Hubungan antara kadar vitamin D dan beratnya asma pada anak dan fungsi paru pada dewasa telah dilaporkan. Asupan vitamin D yang tinggi pada ibu hamil berhubungan dengan menurunnya risiko terjadinya mengi yang berulang pada anak. 9 Efek yang luas dari vitamin D pada epitel saluran napas, otot polos bronkus, dan kekebalan tubuh berhubungan dalam patogenesis asma. 3 Salah satu cara bahwa vitamin D dapat mempengaruhi patogenesis asma adalah melalui modulasi sel T regulator (Treg). Vitamin D dapat mencetuskan diferensiasi sel T naif menjadi IL-10 untuk mensekresi Treg. Vitamin D juga dapat meningkatkan kekebalan dengan modulasi sitokin TGF-β dan IL-10 pada manusia. Dalam sel T manusia, vitamin D menurunkan sel dendritik OX40L dan meningkatkan pengaturan TGF-β. Hal ini menyebabkan peningkatan TGF-β-positif Treg dan menurunkan tingkat sitokin Th2. 5,10

Sel epitel paru mengekspresikan 1 α-hidroksilase yang tinggi. Hal ini memungkinkan sel epitel saluran napas untuk mengkonversi 25(OH)D3 inaktif menjadi 1,25(OH)2D3 aktif dalam paru yang meningkatkan fungsi imun. 11 Penelitian Bosse pada tahun 2007 menyatakan Vitamin D receptor (VDR) ada dalam bronkus otot polos pada transkrip messenger RNA dan dalam protein pada sel otot polos bronkial. Song meneliti mengenai efek dari calcitriol pada sensitisasi secara pasif pada proliferasi sel otot polos bronkial manusia dan ekspresi matriks metalloproteinase (MMP) 9 dan a disintegrin and metalloprotease 33 (ADAM33). MMP diyakini memainkan peran dalam remodeling saluran napas. Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar vitamin D yang rendah dapat menyebabkan proliferasi sel otot polos bronkus, pelepasan sitokin, dan remodeling jalan napas. Vitamin D telah terbukti memiliki efek imunomodulator yang bermakna pada interaksinya dengan beberapa sel imunitas yang terlibat dalam asma, termasuk sel mast, CD4+ Sel T dari kedua fenotip Th1 dan Th2, monosit, makrofag, sel dendritik, dan sel Treg. 3,12,13,14,15,16 Defisiensi vitamin D terdapat pada beberapa negara di dunia, termasuk daerah yang tinggi paparan sinar mataharinya. 4 Meskipun status atopi, paparan dan sensitisasi terhadap allergen dari lingkungan dan atau riwayat penyakit alergi keluarga merupakan faktor risiko yang signifikan pada asma, bukti terbaru menunjukkan bahwa kekurangan vitamin D juga merupakan suatu predisposisi. Bukti epidemiologi menunjukkan bahwa ada epidemi di seluruh dunia dengan defisiensi vitamin D, dan kekurangan vitamin D dihubungkan dengan peningkatan kejadian asma dan peningkatan keparahan asma pada anak. Banyak penelitian yang menunjukkan hasil bahwa defisiensi vitamin D

berhubungan dengan meningkatnya kejadian asma, keparahan asma dan menjadikan asma tidak terkontrol. Seperti pada penelitian Bener di Qatar hasil serum vitamin D pada anak yang menderita asma lebih rendah dibandingkan dengan anak tanpa asma serta penelitian Alyasin di Iran juga mendapatkan hasil yang sama. 2,9. 1.2. Rumusan masalah Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah terdapat perbedaan kadar 25-hydroxyvitamin D antara anak yang menderita asma dengan anak yang tidak menderita asma. 2. Apakah terdapat hubungan antara kadar 25-hydroxyvitamin D dengan penyakit asma yang terkontrol dan tidak terkontrol. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan kadar 25-hydroxyvitamin D serum dengan penyakit asma. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui kadar 25-hydroxyvitamin D serum pada anak yang menderita asma. 2. Mengetahui kadar 25-hydroxyvitamin D serum pada anak yang tidak menderita asma.

3. Mengetahui kadar 25-hydroxyvitamin D serum pada asma yang terkontrol dengan baik. 4. Mengetahui kadar 25-hydroxyvitamin D serum pada asma yang tidak terkontrol dengan baik. 5. Mengetahui perbedaan kadar 25-hydroxyvitamin D serum pada anak asma dengan yang tidak menderita asma. 6. Mengetahui perbedaan kadar 25-hydroxyvitamin D serum pada anak asma yang terkontrol baik dengan yang tidak terkontrol. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat dalam bidang ilmu pengetahuan: Hasil penelitian dapat memberikan pengetahuan mengenai peranan dan hubungan vitamin D pada anak yang menderita asma, dan sebagai data rujukan untuk penelitian selanjutnya. 2. Manfaat dari segi klinis: Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan pemberian vitamin D untuk pencegahan dan pengobatan asma pada anak. 3. Manfaat untuk pengabdian masyarakat: Memberikan informasi kepada masyarakat peran vitamin D terhadap pencegahan dan pengobatan asma pada anak.