I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal adalah peradangan yang terjadi pada jaringan pendukung gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis penyakit periodontal. Gingivitis merupakan inflamasi yang terjadi pada jaringan gingiva, sedangkan periodontitis ditandai dengan inflamasi yang sudah berlanjut dari jaringan gingiva ke jaringan pendukung di bawahnya (Klokkevold dan Mealey, 2006). Etiologi penyakit periodontal dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal penyebab penyakit periodontal yaitu bakteri plak, terutama Porphyromonas gingivalis yang dijumpai dalam poket periodontal. Endotoksin bakteri menyebabkan inflamasi gingiva, kehilangan perlekatan jaringan periodontal, dan kerusakan tulang alveolar (Utomo dan Prahasanti, 2005). Penyakit periodontal dapat diperparah dengan adanya keadaan sistemik yang kurang menguntungkan. Pada orang dengan kondisi sistemik yang kurang menguntungkan terjadi perubahan respon imun host sehingga lebih mudah mengalami kerusakan jaringan periodontal (Mealey dan Oates, 2006). Salah satu kondisi sistemik yang dapat mempengaruhi keparahan penyakit periodontal adalah diabetes mellitus (DM) tipe 2. Diabetes mellitus tipe 2 merupakan kelainan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh resistensi insulin (Saini dkk., 2011). Resistensi insulin adalah ketidakmampuan hormon insulin untuk 1
bekerja dengan optimal karena reseptor insulin pada sel berkurang sehingga hanya sedikit glukosa yang berhasil masuk ke dalam sel. Sebagai akibatnya, terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah. Kondisi ini dalam jangka panjang akan merusak pembuluh darah dan menimbulkan berbagai komplikasi (Grossi dkk., 2004). Diabetes mellitus tipe 2 dapat dibagi menjadi DM tipe 2 terkontrol dan tidak terkontrol. Pasien penderita DM tipe 2 tidak terkontrol memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terserang penyakit periodontal. Pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol terjadi proses glikosilasi non enzimatik yang menghasilkan Advanced Glycation End-products / AGEs Advanced Glycation End-products berikatan dengan reseptornya (RAGE) sehingga menyebabkan sekresi sitokin proinflammatory yang berlebihan. Sitokin-sitokin tersebut menyebabkan inflamasi dan kerusakan jaringan periodontal (Mealey dan Oates, 2006). Inflamasi jaringan periodontal dapat dilihat dari parameter klinis dan biokimia. Parameter klinis yaitu gingival index (GI), pocket depth (PD) dan clinical attachment level (CAL) yang menggambarkan inflamasi dan kerusakan jaringan periodontal. Parameter biokimia terdiri dari sitokin, enzim atau protein dalam cairan sulkus gingiva (CSG). Salah satu protein yang merupakan mediator inflamasi adalah calprotectin. Calprotectin merupakan protein sitosol yang paling dominan di dalam neutrofil dengan proporsi sekitar 60% dari seluruh protein sitosol lainnya dan memiliki efek antibakterial. Pada penderita dengan penyakit periodontal, kadar calprotectin meningkat dalam CSG dan berhubungan dengan derajat inflamasi (Kido dkk., 1998). Lesi peradangan pada jaringan periodontal, dimulai dari respon inflamasi pada gingiva terhadap bakteri dan produk-produknya. 2
Inflamasi didahului perubahan dalam pembuluh darah yang memacu pengerakan leukosit (Nicholson, 2002). Leukosit merupakan sel yang pertama kali merespon rangsangan dan didominasi oleh neutrofil. Pada sel neutrofil darah tepi calprotectin mengalami peningkatan pada kondisi inflamasi jaringan periodontal akibat induksi Lipopolisakarida Porphyromonas Gingivalis (P-LPS), Tumor Necrosis Factor-alfa (TNF-α) dan Interleukin-1β (IL-1β). Oleh sebab itu calprotectin pada CSG dijadikan marker atau berfungsi sebagai parameter biokimia adanya inflamasi jaringan periodontal termasuk penyakit periodontal (Kaner dkk., 2011). Menurut Herring dan Shah (2006) penderita DM dapat diberikan perawatan jaringan periodontal berupa perawatan mekanis, yaitu pembersihan deposit seperti plak atau kalkulus. Tujuan perawatan periodontitis dengan scaling dan root planing (SRP) yaitu menghilangkan deposit keras dan lunak serta bakteri yang menempel pada permukaan gigi bagian supragingiva dan subgingiva, sehingga mengeliminasi bakteri dan menurunkan inflamasi pada jaringan periodontal penderita DM tipe 2 tidak terkontrol ( Zhang dkk., 2010 ). Keberhasilan perawatan secara non bedah seperti SRP yang ditandai parameter klinis seperti GI, PD dan CAL ternyata dapat memperbaiki kontrol glikemik penderita DM tipe 2. 3
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Apakah ada hubungan antara level calprotectin dengan status kesehatan jaringan periodontal pada penderita periodontitis dengan DM tipe 2 tidak terkontrol ( dilihat dari parameter GI, PD dan CAL ) sebelum dan setelah tindakan SRP. C. Manfaat Penelitian 1. Memberi tambahan informasi ilmiah bagi perkembangan ilmu pengetahuan umumnya dan bidang kedokteran gigi khususnya tentang hubungan level calprotectin dengan status kesehatan jaringan periodontal pada periodontitis penderita DM tipe 2 tidak terkontrol. 2. Menjadi dasar pemikiran bagi pasien DM tipe 2 tidak terkontrol dalam usaha pencegahan dan penurunan keparahan penyakit periodontal. 3. Penelitian ini menjadi dasar bagi klinisi dalam melakukan perawatan SRP pada penderita periodontitis dengan DM tipe 2 tidak terkontrol. D. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui hubungan antara level calprotectin dengan status kesehatan jaringan periodontal pada penderita periodontitis dengan DM tipe 2 tidak terkontrol ( dilihat dari parameter GI, PD dan CAL ) sebelum dan setelah tindakan SRP. 4
E. Keaslian Penelitian Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yaitu: mengenai level calprotectin dalam CSG pada pasien periodontitis aggressive (Kaner dkk., 2011) maupun hubungan calprotectin dalam CSG sebagai marker biokimia penyakit periodontal (Kido dkk., 1999) tetapi hubungan antara level calprotectin dengan status kesehatan jaringan periodontal yang dilihat dari parameter GI, PD dan CAL pada penderita periodontitis dengan DM tipe 2 tidak terkontrol sebelum dan setelah tindakan SRP, sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan. 5