BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PENENTUAN BOBOT KEPENTINGAN DECISION MAKER DALAM GROUP DECISION MAKING

MADM-TOOL : APLIKASI UJI SENSITIVITAS UNTUK MODEL MADM MENGGUNAKAN METODE SAW DAN TOPSIS.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

COVER BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pendukung keputusan atau Decision Support System merupakan suatu sistem

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan

APLIKASI AHP UNTUK PENILAIAN KINERJA DOSEN

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Pengertian : Adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa.

STMIK GI MDP. Program Studi Sistem Informasi Kekhususan Komputerisasi Akuntansi Skripsi Sarjana Komputer S1 Tahun 2010/2011

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS KRITERIA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN BEASISWA BELAJAR BAGI GURU MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

School of Communication Inspiring Creative Innovation. Pengembangan Kepemimpinan Pertemuan 11 SM III

STMIK AMIKOM PURWOKERTO. Pemodelan Keputusan ABDUL AZIS, M.KOM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PRINSIP PARTISIPASI

Pemberdayaan Masyarakat

PEMODELAN KEPUTUSAN. Capaian Pembelajaran. N. Tri Suswanto Saptadi. Mahasiswa dapat memahami proses pemodelan keputusan. 10/5/ /5/2015

Pengambilan Keputusan Etis Dalam Perusahaan

PENENTUAN SISWA BERPRESTASI PADA SMK WIDYA YAHYA GADINGREJO DENGAN METODE SAW

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi sangat di perlukan adanya sistem pendukung keputusan untuk mendapatkan

Berlilana 1 dan Fandy Setyo Utomo 2

Metode pengambilan keputusan. Ira Prasetyaningrum

3.2 Objek Penelitian Pengumpulan Data Metode Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan

BAB 2 LANDASAN TEORI Sistem Pendukung Keputusan Pengertian Keputusan. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi (SNASTIKOM 2013) ISBN

Nunung Nurhasanah 1 ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu teknologi internet. Pemanfaatan teknologi Web sudah. manusia yang dapat dipenuhi dengan teknologi Web.

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENILAI KINERJA GURU (PKG) MENGGUNAKAN METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING (SAW) (STUDI KASUS) SMA NEGERI 9 SEMARANG

Sistem Pendukung Keputusan Penasehat Akademik (PA) untuk Mengurangi Angka Drop Out (DO) di STMIK Bina Sarana Global

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pengambilan Keputusan

Selamat membaca, mempelajari dan memahami

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pendukung Keputusan

MANAGEMENT SUMMARY CHAPTER 7 DECISION MAKING

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Konsumen tidak lagi hanya menginginkan produk yang berkualitas, tetapi juga

PENENTUAN FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN LALULINTAS DI WILAYAH BANDUNG METROPOLITAN AREA

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PAKET INTERNET OPERATOR TELEKOMUNIKASI DENGAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS)

Dasar Pengambilan Keputusan

Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Supplier Terbaik dengan Metode AHP Pada AMALIUN FOODCOURT

SISTEM INFORMASI PENDUKUNG KEPUTUSAN PADA SELEKSI PENERIMAAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pengantar Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support System)

Merita Diana SMPN 1 Tanjungraja, Lampung Utara. ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Machine learning (ML), bagian dari kecerdasan buatan (artificial

Rudi Hartoyo ( )

EKSPERIMENTASI PENDEKATAN SMALL GROUP WORK DAN THINK TALK WRITE

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN SUPPLIER PADA PT.BINTANG MEGA MEDIKA SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN APLIKASI PENGADUAN ONLINE PADA MASYARAKAT DI DESA BANDAR LOR KECAMATAN MOJOROTO KOTA KEDIRI

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

BAB I PENDAHULUAN. serta memperdayakan siswa untuk mampu memecahkan masalah- masalah yang

METODOLOGI. Persyaratan Jabatan: Model Kompetensi. Nilai Jabatan: Job Value. Gaji Pokok. Atribut Individu: Kompetensi Individu.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

P14 FMADM Dengan Pengembangan. A. Sidiq P.

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI PENERIMA BEASISWA PADA SMA 1 BOJA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

BAB I PENDAHULUAN. berbasis web, seperti situs internet resmi perusahaan atau intranet perusahaan

ANALISA TINGKAT KECANGGIHAN HUMANWARE DENGAN PENDEKATAN TEKNOMETRIK DI PABRIK GULA CANDI BARU, SIDOARJO

P13 Fuzzy MCDM. A. Sidiq P.

Sistem Pendukung Keputusan / Decision Support System

ANALISIS KRITERIA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN BEASISWA BELAJAR BAGI GURU MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Jurusan Siswa-Siswi SMA (IPA/IPS/BAHASA) Menggunakan Metode AHP (Studi Kasus SMA di Kota Padang).

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Sistem, Keputusan dan Sistem Pendukung Keputusan

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN. Sistem Informasi Pariwisata

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan gedung-gedung tinggi atau gedung pencakar langit (skyscraper)

Multi-Attribute Decision Making

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Konsep Sistem Pendukung Keputusan (SPK)

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri dari teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan perencanaan layar

BAB I PENDAHULUAN 1.1.! Latar Belakang

9/22/2011. Bahan Kuliah : Topik Khusus

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan pemerintah, diantaranya dengan melakukan perbaikan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GROUP DECISION SUPPORT SYSTEM UNTUK PEMBELIAN RUMAH DENGAN MENGGUNAKAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DAN BORDA

BAB I PENDAHULUAN. itu berdasarkan beberapa indikasi, seperti jumlah kelahiran penduduk dan

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PERENCANAAN PROMOSI JABATAN HEAD OF DEPARTMENT (HOD)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada kelas VIIe SMP Negeri 1 Sukoharjo tahun

PENGAMBILAN KEPUTUSAN SECARA BERKELOMPOK

School of Communication Inspiring Creative Innovation. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) Pertemuan ke-4

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. pengembangan (Research and Development). Menurut Sugiyono, (2011)

BAB 2 LANDASAN TEORI

Kuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan (Rigby & Bilodeau, 2015). Balanced Scorecard pada awalnya

BAB I PENDAHULUAN. pada morfologi punggungan hingga perbukitan di wilayah timur dari

LOGIKA FUZZY DALAM PENENTUAN BOBOT KRITERIA PADA PEMILIHAN VARIETAS PADA UNGGUL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengambilan keputusan adalah sebuah proses memilih tindakan (di antara berbagai alternatif) untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan (Simon dalam Turban dkk, 2007). Pengambilan keputusan juga merupakan aktivitas yang sering dilakukan oleh individu, kelompok maupun organisasi. Beberapa contoh keputusan penting yang sering dilakukan oleh organisasi adalah pemilihan lokasi pabrik, pemilihan lokasi kantor, pemilihan pemasok dan lain-lain. Berbagai keputusan penting tersebut dihasilkan dari proses pengambilan keputusan yang berupa evaluasi dan pemilihan alternatif terbaik. Dalam suatu proses pengambilan keputusan diperlukan adanya pengambil keputusan atau decision maker (DM). Pengambil keputusan atau decision maker (DM) yang dalam penelitian ini selanjutnya disebut dengan DM adalah salah satu komponen penting dalam suatu proses pengambilan keputusan. Peranan penting dari DM dalam suatu proses pengambilan keputusan adalah sebagai pemberikan informasi atau pendapat untuk tercapainya suatu keputusan. Proses pengambilan keputusan akan menjadi lebih sulit, jika melibatkan lebih seorang DM. Seorang DM terkadang tidak bisa mempertimbangkan semua aspek yang relevan dari suatu masalah (Kim dan Ahn, 1997; Yue, 2011b; Yue, 2011c; Yue, 2011d; Yue, 2012a). Hal itu mengindikasikan bahwa pada suatu proses pengambilan keputusan terkadang tidak hanya melibatkan satu DM, akan tetapi melibatkan lebih dari satu DM. Proses pengambilan keputusan yang melibatkan lebih dari satu DM dalam sebuah grup disebut dengan proses Group Decision Making (GDM) (Yue, 2011a; Yue, 2011c). Proses pengambilan keputusan yang melibatkan DM grup membutuhkan analisis yang komplek (Kim dan Ahn, 1997) karena memerlukan persetujuan dari para anggota grup sebelum proses seleksi atau pengambilan keputusan. Secara umum ada dua proses yang harus 1

2 diselesaikan dalam pengambilan keputusan grup yaitu proses konsensus dan proses seleksi (Alonso dkk, 2010; P Erez dkk, 2011). Proses konsensus adalah proses untuk memperoleh derajat persetujuan bersama secara maksimum dari para DM mengenai solusi yang dipilih dari alternatifalternatif yang ada. Derajat konsensus dalam proses konsensus harus mencapai ukuran minimal tertentu terlebih dahulu sebelum proses seleksi alternatif bisa dilakukan. Proses seleksi diperoleh dengan melakukan agregasi opini dari para DM terhadap alternatif-alternatif yang ada. Adanya dua tahapan proses yang harus dilalui ini mengakibatkan pengambilan keputusan grup membutuhkan waktu yang tidak sedikit dan melalui proses yang tidak mudah. Keterlibatan lebih dari satu DM dalam suatu proses pengambilan keputusan berpeluang menimbulkan bobot kepentingan DM yang berbedabeda. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi para DM yang biasanya berasal dari bidang yang berbeda sehingga setiap DM memiliki karakteristik yang unik terkait pengetahuan, pengalaman, personality sehingga para DM juga memiliki pengaruh yang berbeda dalam proses pengambilan keputusan (Yue, 2011a; Yue, 2011b; Yue, 2011c; Yue, 2011d; Yue, 2011e; Yue, 2012a). Perbedaan bobot kepentingan untuk para DM ini mendukung konsep GDM heterogen, yaitu GDM dengan penetapan bobot kepentingan yang berbeda untuk setiap DM dalam suatu proses pengambilan keputusan (Barzilai dkk, 1987; Yue, 2011a; Yue, 2011b; Yue, 2011c; Yue, 2011d; Yue, 2011e; Yue, 2012a). Penyelesaian masalah GDM dapat dilakukan dengan memberikan bobot kepentingan yang berbeda untuk setiap DM. Bobot yang berbeda untuk setiap DM berpeluang menghasilkan keputusan yang lebih baik. Proses penentuan bobot kepentingan DM mempunyai tingkat kesulitan tersendiri. Kesulitan penentuan bobot kepentingan DM ini telah banyak diselesaikan atau terpecahkan dengan munculnya bermacam-macam metode untuk penentuan bobot kepentingan DM. Beberapa metode penentuan bobot kepentingan DM diantaranya adalah penentuan bobot kepentingan DM yang didasarkan pada

3 kompetensi dari DM (Weiss dan Shanteau, 2003). Metode lain yang dapat digunakan untuk penentuan bobot kepentingan DM adalah metode yang didasarkan pada evaluasi terhadap penilaian DM atas alternatif ditinjau dari konsensus maksimum (Ben-Arieh dan Chen, 2006). Kedua metode ini penentuan bobot kepentingan DM tersebut mempunyai keunggulan masingmasing. Metode penentuan bobot kepentingan DM berdasarkan kompetensi mempunyai keunggulan tersendiri jika dibandingkan dengan metode penentuan bobot kepentingan DM berdasarkan konsensus. Keunggulan metode ini adalah DM yang mempunyai kompetensi yang tinggi akan mendapat bobot kepentingan yang tinggi. Keunggulan lain yang dimiliki metode ini adalah adanya pengujian konsistensi pendapat dari DM. Semakin konsisten pendapat yang diberikan seorang DM, maka akan semakin tinggi pula bobot kepentingan DM tersebut. Penekanan utama dari metode ini adalah pada kompetensi dari seorang DM berdasarkan konsistensi. Padahal kontribusi seorang DM terhadap grup juga perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan secara berkelompok. Kontribusi seorang DM menjadi penting karena dapat mempengaruhi keputusan yang dihasilkan dalam suatu GDM. Sedangkan metode penentuan bobot kepentingan DM berdasarkan konsensus grup mempunyai keunggulan tersendiri jika dibandingkan dengan metode penentuan bobot kepentingan DM berdasarkan kompetensi. Keunggulan dari metode ini adalah semakin tinggi kontribusi seorang DM terhadap grup maka semakin tinggi pula bobot kepentingan DM tersebut. Pada metode ini yang ditekankan adalah pada kontribusi seorang DM terhadap grup tanpa memperhatinkan kemampuan atau kompetensi dari seorang DM. Padahal kompetensi seorang DM akan berpengaruh kepada bobot kepentingan DM tersebut. Masalah penentuan bobot kepentingan DM dalam suatu GDM baik berdasarkan kompetensi maupun konsensus memungkinkan terjadinya decision bias. Fenomena decision bias adalah keputusan yang didominasi

4 oleh satu DM, namun belum tentu keputusan tersebut merupakan keputusan yang tepat. Decision bias biasa juga diartikan kesalahan dalam melakukan penentuan bobot kepentingan DM. Kesalahan ini berupa DM yang seharusnya mendapat bobot kepentingan yang tinggi akan tetapi mendapatkan bobot kepentingan yang rendah, begitu pula sebaliknya. Jika terjadi kesalahan dalam penentuan bobot kepentingan DM akan berakibat kepada keputusan grup yang kurang sesuai. Masing-masing metode penentuan bobot kepentingan DM mempunyai keunggulan dan kelemahan. Penelitian ini akan melakukan perancangan model untuk penentuan bobot kepentingan DM berdasarkan kompetensi dan konsensus. Sehingga nantinya akan diperoleh bobot kepentingan DM yang sesuai. Selain itu, dengan adanya model untuk penentuan bobot kepentingan DM berdasarkan kompetensi dan konsensus diharapkan dapat meningkatkan kualitas keputusan yang dihasilkan dari GDM. Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya dapat diketahui bahwa bobot kepentingan DM adalah variabel yang penting dalam suatu proses pengambilan keputusan secara berkelompok. Selain itu, penentuan bobot kepentingan DM berdasarkan evaluasi atas penilaian DM terhadap alternatif menentukan kualitas dan hasil dari pengambilan keputusan secara keseluruhan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka fokus utama pada penelitian ini adalah: Bagaiamana menentukan bobot kepentingan DM secara tepat pada masalah Group Decision Making (GDM), berdasarkan evaluasi penilaian DM terhadap alternatif dengan mempertimbangkan kemampuan atau kompetensi dari DM dan agar tercapainya konsensus maksimum? 1.3 Batasan Masalah Untuk lebih memfokuskan penelitian ini, digunakan asumsi dan batasan masalah sebagai berikut:

5 1. Penentuan bobot kepentingan DM berdasarkan pada evaluasi penilaian DM terhadap alternatif dengan mempertimbangkan kemampuan atau kompetensi dari DM dan tercapainya konsensus maksimum. 2. Penelitian ini dikondisikan hanya pada proses konsensus untuk mencapai kesepakatan. Kesepakatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai konsensus grup mencapai lebih dari satu. 3. Masalah ini terbatas pada Group Decision Making (GDM) dengan melibatkan lima anggota dalam setiap grup dan tidak terdapat diskusi antar anggota grup. 4. Penilaian dari DM diberikan dalam bentuk skala ordinal (ranking). 5. Penelitian ini tidak mencakup pemilihan siapa yang diberi wewenang menjadi DM dan penentuan alternatif yang akan dinilai. Masalah pengambilan keputusan pada penelitian ini dimulai dengan penilaian DM terhadap alternatif-alternatif yang sudah ditentukan. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menentukan bobot kepentingan DM berdasarkan evaluasi penilaian DM terhadap alternatif, dengan mempertimbangkan kemampuan atau kompetensi dari DM dan tercapainya konsensus maksimum untuk mendapatkan keputusan terbaik dan tercapai kesepakatan dalam masalah Group Decision Making (GDM). 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menetukan bobot kepentingan DM agar kesepakatan dapat tercapai, sehingga diharapkan output yang dihasilkan adalah alternatif terbaik yang dianggap paling sesuai pada masalah Group Decision Making (GDM).