III KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II. LANDASAN TEORI. Sebagian besar produk konsumen dan industrial memiliki merek. Merek-merek

BAB II LANDASAN TEORI. Pemasaran merupakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan manajer

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Loyalitas Merek. Menurut (Griffin, 2005; dalam Mamang, 2014) menyatakan Loyalty is

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Kotler dan Keller (2011:9) pemasaran adalah suatu proses sosial yang

BAB II LANDASAN TEORI. pendukung dan acuan penelitian. Teori-teori ini menjadi bahan rujukan

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. penting dalam strategi pemasaran. Keberadaan konsumen yang loyal pada merek

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Kotler & Keller (2012 : 41) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (2002) adalah Studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. penjualan adalah aspek pemasaran (Kotler, 2009:10) mengemukakan pengertian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gagasan, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen

VII. ANALISIS TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP ATRIBUT PRODUK DAN LOYALITAS KONSUMEN MOCI KASWARI LAMPION

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maju perkembangan teknologi, semakin marak pula

Perilaku Konsumen

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB II KERANGKA TEORITIS. Webster s 1928 Dictionary, dalam Lupiyoadi (2013), menyatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II URAIAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN. dan jasa, termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk

BAB II. LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemasaran modern. Bauran pemasaran dapat didefinsikan sebagai serangkaian alat

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II URAIAN TEORITIS

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Sampel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini maka diperlukan adanya teori-teori atau konsep-konsep yang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. NIlai, Biaya dan Kepuasan

BAB II KERANGKA TEORITIS. sebenarnya merupakan nilai tangible dan intangible yang terwakili dalam sebuah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. Tujuan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menyebabkan persaingan yang semakin tinggi diantara

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pelayanan menurut Kotler dan Keller (2007:42) merupakan setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. tajam antar perusahaan. Dengan adanya kemajuan teknologi yang juga terus

BAB II LANDASAN TEORI. tempat, organisasi dan gagasan (Kotler, 2001:347). Dari definisi diatas. 1. Intangibility (tidak dapat dilihat, dirasakan).

Bab I Pendahuluan - 1. Bab I. Pendahuluan. Era globalisasi dewasa ini merupakan suatu isu yang banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Konsumen 2.2 Kepuasan Konsumen

III. KERANGKA PEMIKIRAN. yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkosumsi, menghabiskan barang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh perusahaan dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nilai yang terkandung didalam produk tersebut. Salah satu nilai yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. LANDASAN TEORI. penjualan, tetapi dipahami dalam pemahaman modern yaitu memuaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. konsumen sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi pengalaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau jasa dari seseorang atau penjual dan untuk membedakannya dari

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Konsep Pemasaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ageng Tirtayasa Banten terhadap Pelayanan SPP Online Bank BTN Cabang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan perpindahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. LANDASAN TEORI. falsafah baru ini disebut konsep pemasaran (marketing concept). Konsep

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian peluang pasar menurut Kotler (2008) adalah suatu bidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kotler (2008), mendefinisikan pemasaran sebagai berikut : Menurut Marketing Association of Australia and New Zealand (MAANZ)

III KERANGKA PEMIKIRAN

LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Pemasaran dan Konsep Pemasaran. Menurut (Kotler, 2007), pemasaran adalah :

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keunggulan atau keistimewaan suatu produk atau layanan secara menyeluruh

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II. LANDASAN TEORI. Menurut Basu Swasstha DH dan Ibnu Sukotjo (2002:179) pemasaran adalah:

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semakin mengembangkan potensinya untuk dapat bersaing dan merebut market

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh pelanggan atau tidak. Lovelock (2008:5) mendefinisikan jasa (service) adalah

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesannya terhadap kinerja suatu produk dan harapan-harapannya. Sedangkan

II. LANDASAN TEORI. disebabkan karena manusia dapat memenuhi kebutuhannya melalui kegiatan pemasaran

LANDASAN TEORI. Pemasaran pada umumnya dipandang sebagai tugas untuk menciptakan, memperkenalkan dan menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

Bab II Landasan Teori. atau jasa untuk dikonsumsi pribadi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan oleh konsumen. Perilaku konsumen didefinisikan sebagai studi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Philip Kotler dan Armstrong (2001 : 7), mendefinisikan. dengan orang lain. Stanton dalam Basu Swastha (2002 : 10),

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. mana dampaknya juga dirasakan di Indonesia. Banyak merek-merek yang cukup

Transkripsi:

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Konsumen Pada umumnya, konsumen dapat didefinisikan sebagai orang yang membeli dan mengkonsumsi barang atau jasa yang diproduksi dan didistribusikan oleh produsen atau penyedia jasa. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Menurut Kotler (2005) konsumen adalah individu atau kelompok yang berusaha untuk memenuhi atau mendapatkan barang atau jasa untuk kehidupan pribadi atau kelompoknya. Sumarwan (2003) menyatakan bahwa konsumen terdiri dari dua jenis yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri, sedangkan konsumen organisasi meliputi organisasi bisinis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintahan, dan lembaga lainnya (sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, dan lain-lain). Organisasiorganisasi harus membeli peralatan dan jasa-jasa lainnya untuk menjalankan seluruh kegiatan organisasi. 3.1.2. Perilaku Konsumen Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perilaku diartikan sebagai tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Sedangkan definisi perilaku konsumen menurut Engel et al. (1995) adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Menurut Engel et al. (1995) perilaku konsumen dipengaruhi dan dibentuk oleh pengaruh lingkungan (budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga atau situasi), perbedaan

individu (sumberdaya konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi), dan proses psikologis (pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku). Secara sederhana hubungan ketiga faktor tersebut dengan proses keputusan konsumen dan implikasinya pada strategi pemasaran dapat dilihat pada Gambar 3. Pengaruh Lingkungan Budaya Kelas Sosial Pengaruh Pribadi Keluarga Perbedaan Individu Sumberdaya Konsumen Motivasi dan Keterlibatan Pengetahuan Sikap Kepribadian Gaya hidup Demografi Proses Keputusan Pengenalan kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi alternatif Pembelian Hasil Proses Psikologis Pengolahan informasi Pembelajaran Perubahan Sikap dan Perilaku Gambar 3. Strategi Pemasaran Harga Produk Promosi Tempat (Distribusi) Orang Proses Bukti Fisik Model Perilaku Pengambilan Keputusan Konsumen Sumber : Engel et al. (1995)

3.1.2.1. Pengaruh Lingkungan Manusia sebagai makhluk sosial merupakan individu yang tidak bisa lepas dari hubungan dengan faktor-faktor di luar dirinya. Hubungan tersebut seringkali dapat mempengaruhi bagaimana seorang mengambil keputusan dalam hidupnya. Faktor lingkungan yang mempengaruhi seorang dijelaskan oleh Engel et al. (1995) dalam beberapa hal berikut yaitu : (1) Budaya Menurut Engel et al. (1995) budaya dalam perilaku konsumen mengacu pada nilai, gagasan, artefak, dan simbol-simbol bermakna lainnya yang dapat membantu individu untuk berkomunikasi, membuat tafsiran, dan melakukan evaluasi sebagai anggota masyarakat. Budaya melengkapi orang dengan rasa identitas dan pengertian akan perilaku yang dapat diterima di dalam masyarakat. Beberapa dari sikap dan perilaku yang lebih penting yang dipengaruhi oleh budaya yaitu rasa diri dan ruang, komunikasi dan bahasa, pakaian dan penampilan, makanan dan kebiasaan makanan, waktu dan kesadaran akan waktu, hubungan (keluarga, organisasi, pemerintah, dan sebagainya), nilai dan norma, kepercayaan dan sikap, proses mental dan pembelajaran, dan kebiasaan kerja dan praktek. Pengaruh utama dari budaya adalah pengaruhnya terhadap struktur konsumsi dan pengambilan keputusan. Budaya merupakan variabel utama dalam penciptaan dan komunikasi makna di dalam produk. (2) Kelas Sosial Kelas sosial adalah pembagian di masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang berbagi nilai, minat, dan perilaku yang sama, atau kelompok-kelompok yang relatif homogen dalam suatu masyarakat lama yang tersusun secara hirarki (Kotler, 2005). Mereka dibedakan atas perbedaan status sosial-ekonomi yang berurut dari terendah hingga tertinggi. Status sosial terkadang sering menghasilkan bentuk-bentuk perilaku konsumen yang berbeda. Dalam pemasaran, sistem status merupakan faktor yang sangat menarik untuk diketahui karena mereka dapat mengusahakan pengaruh yang besar pada apa yang dibeli

dan dikonsumsi oleh orang. Sedangkan determinan apa yang dapat dibeli oleh konsumen sangat ditentukan oleh kelas sosial yaitu pendapatan atau kekayaan konsumen sehingga variabel kelas sosial mendapat penekanan yang cukup besar dalam penelitian pemasaran. (3) Pengaruh Pribadi Pengaruh pribadi adalah tekanan yang dirasakan untuk menyesuaikan diri dengan norma dan harapan yang diberikan oleh orang lain. Sebagai konsumen, perilaku kita sering dipengaruhi oleh mereka yang berhubungan erat dengan kita. Perilaku konsumen sering dipengaruhi oleh pengaruh pribadi konsumen sendiri yang ditunjukkan melalui kelompok acuan maupun komunikasi lisan. Kelompok acuan terdiri dari kelompok primer dan kelompok sekunder. Kelompok primer merupakan agresi sosial yang cukup kecil seperti keluarga, tetangga, dan teman, dimana pribadi konsumen terus menerus berinteraksi dan sifatnya cenderung non formal. Kelompok sekunder merupakan kelompok yang sifatnya lebih formal dan tidak ada kegiatan interaksi rutin sehingga tidak membentuk ide dan perilaku, dan yang termasuk kelompok ini seperti asosiasi professional atau organisasi komunikasi. (4) Keluarga Keluarga adalah kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih yang dihubungkan melalui darah, perkawinan, adopsi, dan tinggal bersama. Keluarga sangat penting dalam studi perilaku konsumen karena dua alasan, yaitu karena keluarga merupakan unit pemakaian dan pembelian untuk banyak produk konsumen dan keluarga merupakan pengaruh utama pada sikap dan perilaku individu. (5) Situasi Perilaku individu akan berubah apabila situasi berubah, yang terkadang perubahannya tidak dapat diramalkan, sehingga situasi memberikan pengaruh yang cukup kuat dalam perilaku konsumen. Perubahan lingkungan fisik (lokasi, tata ruang, warna), lingkungan sosial, kemudahan akses informasi, waktu, tujuan,

sasaran pembelian dan keadaan suasana hati serta kondisi konsumen sangat berpengaruh terhadap perubahan perilaku konsumen. 3.1.2.2. Perbedaan Individu Perbedaan individu merupakan faktor internal yang menggerakkan dan mempengaruhi perilaku individu. Ada lima hal yang membuat perbedaan keputusan pembelian antara individu konsumen yang satu dengan yang lainnya, yaitu: (1) Sumber Daya Konsumen Sumber daya yang sebenarnya dimiliki oleh konsumen terdiri atas tiga hal dan melalui ketiga hal inilah pemasar melakukan proses pertukaran barang dan jasa. Sumber daya tersebut adalah ekonomi, temporal, dan kognitif. Ketiga sumberdaya tersebut dibawa ke dalam setiap situasi pengambilan keputusan. Perilaku yang termotivasi diprakarsai oleh pengaktifan kebutuhan atau pengenalan kebutuhan. Kebutuhan atau motif diaktifkan ketika ada ketidakcocokan antara kondisi yang diinginkan dengan kondisi aktual (Engel et al. 1995). Secara praktis, ini berarti pemasar bersaing untuk mendapatkan uang, waktu dan perhatian konsumen. (2) Motivasi dan Keterlibatan Kebutuhan dapat diartikan sebagai perbedaan antara keadaan ideal dengan keadaan sebenarnya yang dapat mengaktifkan perilaku. Munculnya kebutuhan akan menimbulkan suasana motivasi dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya yang bertujuan memperoleh kepuasan. Keterlibatan mengacu pada tingkat relevansi yang didasari dalam tindakan pembelian dan konsumsi. Bila keterlibatan tinggi, ada motivasi untuk memperoleh dan mengolah informasi dan kemungkinan yang jauh lebih besar dari pemecahan masalah yang diperluas. Keterlibatan terdiri dari dua jenis yaitu keterlibatan langgeng dimana keterlibatan tersebut ada sepanjang waktu akibat peningkatan konsep diri. Selain itu ada keterlibatan situasional yaitu keterlibatan sementara yang distimulasikan oleh risiko yang didasari, tekanan konformitas, atau pertimbangan lain.

(3) Pengetahuan Konsumen Pengetahuan konsumen merupakan informasi yang disimpan di dalam ingatan konsumen yang dibagi atas pengetahuan produk, pembelian, dan pemakaian. Pengetahuan produk mencakup kesadaran terhadap kategori dan merek produk, terminologi produk, atribut atau ciri produk serta kepercayaan tentang kategori produk secara umum dan mengenai merek spesifik. Pengetahuan pembelian meliputi informasi yang dimiliki oleh konsumen yang berhubungan dengan perolehan produk. Pengetahuan ini melibatkan informasi yang dimiliki konsumen yang berhubungan dengan keputusan tentang dimana produk harus dibeli dan kapan pembelian terjadi. Pengetahuan pemakaian meliputi informasi yang terekam diingatan mengenai bagaimana produk digunakan dan apa yang dibutuhkan untuk dapat menggunakannya. Apabila konsumen memiliki pengetahuan pemakaian dengan jelas, maka besar kemungkinan konsumen akan memilih produk tersebut. Oleh karena itu, pemasar harus mengetahui pengetahuan konsumen karena informasi yang ada pada konsumen mengenai produk akan sangat mempengaruhi pola pembelian mereka. (4) Sikap Sikap merupakan sebuah evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang merespon dengan cara menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan objek atau alternatif yang diberikan. Intensitas, dukungan, dan kepercayaan adalah sifat penting dari sikap. Sifat-sifat ini bergantung pada kualitas pengalaman konsumen sebelumnya dengan objek sikap. Dengan demikian sikap pun dapat berubah yaitu saat dimana konsumen mengakumulasikan pengalaman baru. (5) Kepribadian, Gaya Hidup, dan Demografi Kepribadian dapat diartikan sebagai respon yang konsisten terhadap stimulus lingkungan. Gaya hidup adalah pola dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Gaya hidup juga merupakan hasil dari jajaran total ekonomi budaya dan kekuatan kehidupan sosial yang menyokong kualitas manusia seseorang. Demografi adalah karakteristik yang dimiliki oleh masyarakat, dapat berupa umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendapatan.

3.1.2.3. Proses Psikologis Proses psikologis adalah proses sentral yang membentuk semua aspek motivasi dan perilaku konsumen. Proses psikologis juga merupakan hal penting dalam mempengaruhi konsumen dalam proses keputusan. Menurut Engel et al. (1995) terdapat tiga proses psikologis utama, yaitu pemrosesan informasi, pembelajaran, dan perubahan sikap atau perilaku. (1) Pemrosesan Informasi Pemrosesan informasi adalah suatu proses yang mengacu pada bagaimana stimulus diterima, ditafsirkan, disimpan dalam ingatan, dan kemudian diambil kembali. Pemrosesan informasi terdiri dari tahap pemaparan, perhatian, pemahaman, penerimaan, dan pemerolehan kembali. (2) Pembelajaran Pembelajaran dapat dipandang sebagai proses dimana pengalaman menyebabkan perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan perilaku. Hubungan antara pembelajaran dengan pemasaran sangat positif dimana penguasaan mengenai pengetahuan produk membantu pemasar dalam mempengaruhi konsumen untuk memakai produknya. (3) Perubahan Sikap Perilaku Perubahan sikap dan perilaku menjadi sasaran pemasaran karena dapat dipengaruhi oleh beragam situasi. Pemasar perlu mengetahui dan memahami perubahan sikap dan perilaku agar pemasar dapat menentukan proses pemasaran yang sesuai. Banyak perusahaan yang mengeluarkan dana besar dalam usaha memodifikasi atau mengukuhkan cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak di dalam pasar. 3.1.2.4. Proses Keputusan Menurut Engel et al. (1995) terdapat lima tahapan proses pengambilan keputusan konsumen yaitu motivasi dan pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan hasil atau perilaku pasca pembelian. Urutan proses tersebut adalah sebagai berikut :

Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Pembelian Perilaku Pasca Pembelian Gambar 4. Tahapan Proses Keputusan Pembelian Sumber : Engel et al. (1995) Tahap pertama adalah pengenalan kebutuhan yang pada hakikatnya bergantung pada berapa banyak ketidaksesuaian yang ada di antara keadaan aktual (situasi konsumen sekarang) dengan keadaan yang diinginkan. Ketika ketidaksesuaian ini melebihi tingkat atau ambang tertentu, kebutuhan pun dikenali. Pengenalan kebutuhan tidak secara otomatis mengaktifkan suatu tindakan. Hal ini bergantung pada beberapa faktor. Pertama, kebutuhan yang dikenali harus cukup penting. Kedua, konsumen percaya bahwa solusi bagi keputusan tersebut ada dalam batas kemampuannya. Tahap kedua adalah pencarian informasi. Pencarian informasi didefinisikan sebagai aktifitas termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan atau pemerolehan informasi yang diinginkan. Pencarian informasi dapat bersifat internal dan eksternal. Pencarian internal melibatkan pemerolehan kembali pengetahuan dari ingatan. Pencarian eksternal terdiri atas pengumpulan informasi dari pasar. Proses pencarian informasi ini lebih dahulu menggunakan pencarian internal lalu jika masih belum berhasil dapat menggunakan pecarian eksternal. Motivasi utama dibalik pencarian pra pembelian adalah keinginan untuk membuat pilihan konsumsi yang lebih baik.

Tahap ketiga adalah evaluasi alternatif. Evaluasi alternatif merupakan tahap dimana konsumen mengevaluasi berbagai alternatif pilihan dan memilih alternatif untuk memenuhi kebutuhan. Pada tahap ini, konsumen menggunakan kriteria evaluasi sebagai atribut yang digunakan dalam menilai alternatif-alternatif pilihan sehingga dapat memberikan manfaat yang dicari dan memuaskan kebutuhan tersebut. Kriteria evaluasi dapat berbeda-beda bergantung pada karakteristik produk yang dibutuhkan oleh konsumen. Kriteria evaluasi yang sering digunakan antara lain harga, nama merek, negara asal dan kriteria evaluasi yang bersifat hedonik (prestise, status). Kriteria evaluasi tertentu yang digunakan oleh konsumen selama pengambilan keputusan akan bergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah pengaruh situasi, kesamaan alternatif-alternatif pilihan, motivasi, keterlibatan, dan pengetahuan (Engel et al., 1995). Ketika pengambilan keputusan bersifat kebiasaan, evaluasi alternatif hanya akan melibatkan konsumen yang membentuk niat untuk membeli kembali produk yang sama seperti sebelumnya. Tahap keempat adalah pembelian dimana jika menggunakan model perilaku konsumen, ditunjukkan sebagai fungsi dari dua faktor yaitu niat pembelian dan pengaruh lingkungan. Niat pembelian konsumen digolongkan menjadi dua kategori, yaitu (1) produk dan merek (2) kelas produk. Niat pembelian kategori pertama umumnya disebut sebagai pembelian yang terencana sepenuhnya, hal ini merupakan hasil dari keterlibatan tinggi dan pemecahan masalah yang diperluas. Pada niat kategori kedua disebut sebagai pembelian yang terencana walaupun pilihan merek dibuat di tempat penjualan. Tahap terakhir adalah perilaku pasca pembelian. Perilaku pasca pembelian dapat dilihat dari adanya tingkat kepuasan atau ketidakpuasan yang dialami konsumen setelah pembelian terhadap suatu produk dilakukan. Kepuasan berfungsi mengukuhkan loyalitas pembeli, sedangkan ketidakpuasan dapat menyebabkan keluhan, komunikasi lisan yang negatif, dan upaya untuk menuntut ganti rugi melalui sarana hukum.

3.1.3. Karakteristik Konsumen Karakteristik konsumen dapat mempengaruhi pilihan konsumen terhadap produk maupun merek yang akan dibeli. Menurut Engel et al. (1995), beberapa karakteristik yang dapat mempengaruhi sikap dan persepsi terhadap proses pembelian konsumen adalah : (1) Karakteristik demografi yang meliputi beberapa variabel seperti jenis kelamin, umur, tempat tinggal, pendidikan akhir, pekerjaan, status, pendapatan per bulan, dan lain-lain. Pengetahuan akan berbagai variabel tersebut akan membantu perusahaan dalam memaksimumkan daya tariknya melalui produk dan bauran pelayanannya. (2) Karakteristik psikologi memungkinkan perusahaan membuat profil gaya hidup para konsumen. Hal tersebut dilakukan dengan mengadaptasi bauran pemasaran produk dan pelayanan restoran bersangkutan sesuai dengan aktivitas, minat dan opini kelompok konsumen. 3.1.4. Karakteristik Produk Sunarto (2006) mendefinisikan kulitas produk sebagai evaluasi menyeluruh konsumen atas kebaikan kinerja barang atau jasa. Hal utama yang penting untuk menilai kinerja produk adalah dimensi apa yang digunakan oleh konsumen untuk melakukan evaluasinya. Restoran merupakan salah satu usaha yang dalam operasionalnya menawarkan produk dan jasa. Dimensi kualitas merupakan hal utama yang dapat digunakan dalam mengevaluasi kinerja produk dan jasa. Dimensi kualitas dibagi menjadi dua bagian, yaitu dimensi kualitas jasa dan dimensi kualitas produk. 3.1.4.1. Dimensi Kualitas Jasa Mowen dan Minor (1998) mengemukakan bahwa dimensi kualitas jasa dapat dibagi ke dalam lima dimensi yang dikenal sebagai SERVQUAL. Dimensi tersebut

harus dipenuhi oleh penyedia jasa untuk dapat menilai kualitas pelayanan dalam suatu perusahaan jasa. Kelima dimensi kualitas tersebut adalah sebagai berikut : 1. Tangibles Dimensi ini mencakup penampilan fisik fasilitas, peralatan, serta penampilan pekerja. Tangible ini merupakan wujud dari suatu service atau jasa dari bangunan, interior, seragam pegawai, peralatan yang dipakai, dan sebagainya yang berwujud. Karena jasa tidak dapat diamati secara langsung, maka konsumen sering kali berpedoman pada kondisi yang terlihat mengenai jasa dalam melakukan evaluasi. 2. Reliability Dimensi ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan secara akurat dan handal, dapat dipercaya dan bertanggung jawab atas apa yang dijanjikan, tidak pernah memberikan janji yang berlebihan, dan selalu memenuhi janjinya. Secara umum dimensi reliabilitas merefleksikan konsistensi dan keandalan. 3. Responsiveness Dimensi ini mencakup keinginan untuk membantu pelanggan dan memberikan tanggapan dan pelayanan yang cepat dan tepat. Dimensi ketanggapan ini merefleksikan komitmen perusahaan untuk memberikan pelayanan yang tepat pada waktunya. Dimensi ini berkaitan dengan keinginan dan atau kesiapan pekerja untuk melayani. 4. Assurance Dimensi ini mencakup pengetahuan dan kesopanan pekerja serta kemampuannya untuk memberikan kepercayaan kepada pelanggan. Dimensi ini merefleksikan kompetensi perusahaan, keramahan kepada pelanggan, dan keamanan operasinya. Kompetensi berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan jasa. 5. Emphaty Dimensi ini menunjukkan derajat perhatian yang diberikan kepada setiap pelanggan. Dimensi ini juga merefleksikan kemampuan pekerja untuk menyelami perasaan sebagaimana jika pekerja itu sendiri mengalaminya. Hal ini meliputi

kegiatan mempelajari keinginan konsumen, memberikan perhatian secara individu kepada konsumen, dan mengenal konsumen secara lebih dekat lagi. 3.1.4.2. Dimensi Kualitas Produk Selain dimensi yang berkaitan dengan kualitas jasa, kita juga dapat menentukan dimensi kualitas yang berkaitan dengan produk. Dimensi kualitas barang berdasarkan Mowen dan Minor (1998) terdiri atas: 1. Fungsi (Performance) Merupakan kinerja utama dari beroperasinya barang tersebut. 2. Fitur (Features) Dimensi yang menunjukkan karakteristik sekunder yang melengkapi fungsi dasar dari barang. 3. Keandalan (Reliability) Dimensi yang menunjukkan kemungkinan barang gagal atau tidak berfungsi selama satu periode tertentu. 4. Usia produk (Durability) Dimensi yang menunjukkan jumlah manfaat yang diperoleh dari barang sebelum barang tersebut secara fisik menjadi tidak terpakai. 5. Pelayanan (Serviceability) Dimensi yang menunjukkan kecepatan, keramahan, kompetensi, dan kemudahan direparasi. 6. Estetika (Aesthetics) Dimensi yang menunjukkan unsur penilaian subjektif pribadi mengenai bagaimana suatu barang terlihat. 7. Persepsi kualitas (Perceived quality) Citra dan reputasi barang serta tanggung jawab perusahaan terhadap barang tersebut.

3.1.5. Kepuasan Konsumen 3.1.5.1. Konsep Kepuasan Konsumen Kotler (2005) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa seorang sebagai hasil perbandingan antara prestasi atau produk yang dirasakan dan yang diharapkan. Menurut Simamora (2004), sesudah terjadinya pembelian terhadap suatu produk, konsumen akan mengalami kepuasan atau ketidakpuasan. Konsumen mendasarkan harapannya kepada informasi yang diterima tentang produk. Jika konsumen mendapatkan kenyataan yang ternyata berbeda dengan harapannya, maka konsumen merasa tidak puas. Sebaliknya, jika produk tersebut memenuhi harapan, maka konsumen akan merasa puas. Sementara itu, menurut Rangkuti (2006) kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja sosial yang dirasakannya setelah pemakaian. Mengukur kepuasan pelanggan sangat bermanfaat bagi perusahaan dalam rangka mengevaluasi posisi perusahaan saat ini dibandingkan dengan pesaing dan pengguna akhir, serta menemukan bagian mana yang membutuhkan peningkatan. Umpan balik dari pelanggan secara langsung atau dari focus group dari keluhan pelanggan merupakan alat untuk mengukur kepuasan pelanggan. Menurut Engel et al (1995) kepuasan konsumen merupakan evaluasi setelah pembelian dilakukan, dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan konsumen, sedangkan ketidakpuasan konsumen muncul apabila hasil tidak sesuai dengan harapan. Bagan yang membentuk kepuasan pelanggan dapat dilihat pada bagan berikut :

Tujuan Perusahaan Kebutuhan dan Keinginan Produk Nilai Produk Bagi Pelanggan Harapan Pelanggan Terhadap Produk Tingkat Kepuasan Pelanggan Gambar 5. Diagram Konsep Kepuasan Pelanggan Sumber : Engel et al. (1995) Kepuasan berfungsi untuk mengukuhkan loyalitas konsumen, sementara ketidakpuasan dapat menyebabkan keluhan dan komunikasi lisan yang negatif. Harapan konsumen mempunyai peranan yang besar dalam menentukan kualitas produk dan kepuasan konsumen. Harapan konsumen dibentuk dan didasarkan beberapa faktor, diantaranya pengalaman berbelanja di masa lalu, opini teman dan kerabat serta informasi dan janji perusahaan para pesaing. 3.1.5.2. Pengukuran Kepuasan Konsumen Menurut Kotler (2005), alat atau metode yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan antara lain : 1. Sistem Keluhan dan Saran Perusahaan yang berorientasi pada pelanggan untuk mengajukan saran dan keluhan. Pelanggan menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang digunakan bisa berupa kotak saran yang diletakkan di lokasi-lokasi strategis (mudah dijangkau atau sering dilewati pelanggan), kartu komentar (yang bisa diisi langsung atau dikirimkan via pos kepada perusahaan), saluran khusus bebas pulsa, website, dan lain-lain. Berdasarkan karakteristiknya, metode ini

bersifat pasif, karena perusahaan menunggu inisiatif pelanggan untuk menyampaikan keluhan dan pendapat. 2. Ghost Shopping Dengan metode ini, perusahaan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan atau berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan atau pesaing, mereka diminta berinteraksi dengan staf penyedia jasa dan menggunakan produk dan jasa perusahaan. Berdasarkan pengalamannya tersebut, mereka kemudian diminta melaporkan temuan-temuannya berkenaan dengan kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing. 3. Lost Costumer Analysis Pelanggan berhenti membeli atau beralih ke pesaing dapat memberikan informasi mengenai penyebab terjadinya hal tersebut dan apa saja kelebihan-kelebihan dari pesaing. Kenaikan tingkat kehilangan pelanggan menunjukkan bahwa perusahaan gagal memuaskan pelanggan. Cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah dengan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan atau penyempurnaan selanjutnya. Hanya saja kesulitan metode ini adalah pada mengidentifikasi atau mengontak mantan pelanggan yang bersedia memberikan masukan dan evaluasi terhadap kinerja perusahaan. 4. Survei Kepuasan Pelanggan Cara yang efektif untuk memahami tingkat kepuasan pelanggan adalah dengan memahami tingkat kepuasan pelanggan melalui survei langsung kepada pelanggan secara periodik. Pengukuran kepuasan pelanggan dengan metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya adalah : a. Directly Reported Satisfaction Pengukuran ini dilakukan dengan menggunkan item-item spesifik yang menanyakan langsung tingkat kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan.

b. Derived Satisfaction Pengukuran ini mirip dengan pengukuran kualitas jasa SERVQUAL. Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yaitu tingkat harapan pelanggan terhadap kinerja produk, persepsi pelanggan terhadap kinerja aktual produk, alternatif lain tingkat kepentingan masing-masing atribut atau kinerja ideal juga bisa ditanyakan. c. Problem Analysis Dalam teknik ini, konsumen diminta mengungkapkan masalah-masalah yang dihadapi berkaitan dengan produk atau jasa perusahaan dan saran-saran perbaikan. Kemudian perusahaan akan melakukan analisis content terhadap semua masalah dan saran perbaikan untuk mengidentifikasi bidang-bidang utama yang membutuhkan perhatian dan tindak lanjut segera. d. Importance Performance Analysis Dalam teknik ini, konsumen diminta untuk menilai tingkat kepentingan berbagai atribut yang relevan dan tingkat kinerja perusahaan pada masingmasing atribut tersebut. Kemudian nilai rata-rata tingkat kepentingan atribut dan kinerja perusahaan tersebut akan dianalisis di matriks Importance Performance. Matriks ini sangat bermanfaat sebagai pedoman dalam mengalokasikan sumberdaya organisasi yang terbatas pada bidang spesifik, dimana perbaikan kinerja bisa berdampak besar pada kepuasan total. Selain itu, matriks ini juga menunjukkan bidang atau atribut tertentu yang perlu dipertahankan dan aspekaspek yang perlu dikurangi prioritasnya. 3.1.6. Loyalitas Konsumen 3.1.6.1. Konsep Loyalitas Konsumen Loyalitas konsumen merupakan kombinasi antara kemungkinan pelanggan untuk membeli ulang dari pemasok yang sama di kemudian hari dan kemungkinan untuk membeli barang atau jasa perusahaan pada berbagai tingkat harga (Tim Marknesis 2009). Menurut Umar (2003), loyalitas konsumen sering dihubungkan

dengan loyalitas merek. Loyalitas merek adalah ukuran kesetiaan konsumen terhadap suatu merek (Aaker, 1997). Hal ini didukung oleh Durianto et al (2004) yang menyatakan bahwa loyalitas merek adalah suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke produk merek lain, terutama jika didapati adanya perubahan pada merek tersebut baik menyangkut harga maupun atribut lain. Loyalitas merek merupakan elemen penting yang membentuk perilaku konsumen. Dengan adanya konsumen yang loyal akan melakukan pembelian ulang sehingga penjualan perusahaan akan meningkat. Banyak manfaat yang dapat diambil dari pelanggan yang loyal terhadap suatu merek. Manfaat tersebut antara lain : (1) mengurangi biaya-biaya pemasaran, (2) meningkatkan penjualan, (3) memikat pelanggan baru, dan (4) merespon ancaman pesaing (Aaker, 1997). Berbagai cara yang dapat dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan brand loyalty antara lain : melayani pelanggan dengan tepat (treat the customer right), menjaga kedekatan dengan pelanggan (stay close to the customer), memperhatikan kepuasan pelanggan (measure manage customer satisfication), menciptakan biaya peralihan, dan memberikan pelayanan ekstra. 3.1.6.2. Pengukuran Loyalitas Konsumen Menurut Aaker (1997), loyalitas konsumen diukur berdasarkan tingkatan sebagai berikut : 1. Switcher buyer Switcher buyer adalah tingkat loyalitas yang paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pembelian konsumen berpindah dari satu merek ke merek lain mengindikasikan bahwa merek tidak loyal, semua merek dianggap memadai. Dalam hal ini, merek memegang peranan yang kecil dalam keputusan pembelian. Ciri paling jelas dalam kategori ini adalah mereka membeli suatu merek karena banyak konsumen lain membeli merek tersebut karena harganya murah.

2. Habitual buyer Konsumen yang termasuk kategori habitual buyer adalah pembeli yang puas terhadap produk, atau setidaknya tidak mengalami ketidakpuasan. Kelompok habitual buyer membeli suatu merek karena alasan kebiasaan sehingga tidak terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup untuk menstimulasi suatu peralihan merek terutama jika peralihan tersebut membutuhkan usaha. Namun, apabila merek tersebut justru mengalami perubahan baik terhadap usaha, biaya, dan risiko untuk mendapatkannya maka kelompok kategori ini juga tidak akan menanggung biaya peralihan yang ditimbulkan oleh merek tersebut. Pembeli yang termasuk kategori habitual buyer tidak menanggung biaya peralihan terhadap merek. 3. Satisfied buyer Satisfied buyer merupakan kategori pembeli yang puas dengan merek yang mereka konsumsi. Namun, pembeli pada kategori satisfied buyer dapat menanggung switching cost atau biaya peralihan, seperti waktu, biaya, atau risiko yang timbul akibat tindakan peralihan merek atau perubahan yang dilakukan merek tersebut sehingga membutuhkan biaya peralihan untuk mendapatkannya. Konsumen kategori ini rela menanggung biaya peralihan untuk mendapatkan merek yang akan dikonsumsinya tersebut. 4. Liking the Brand Liking the Brand adalah kategori pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka didasari oleh asosiasi yang berkaitan dengan simbol, rangkaian pengalaman menggunakan merek itu sebelumnya, atau persepsi kualitas yang tinggi. Orang tidak selalu dapat mengidentifikasi mengapa mereka menyukai sesuatu bila hubungan tersebut terbentuk dalam waktu yang lama. 5. Committed Buyer Committed buyer adalah kategori pembeli yang setia. Mereka mempunyai kebanggaan dalam menggunakan suatu merek. Merek tersebut bahkan menjadi sangat penting baik dari segi fungsi maupun sebagai ekspresi siapa sebenarnya penggunanya. Ciri yang tampak pada kategori ini adalah tindakan pembeli untuk

merekomendasikan merek yang dia gunakan kepada orang lain. Nilai konsumen yang berkomitmen itu tidak begitu besar pada lembaga yang menghasilkan produk atau jasa tetapi lebih pada dampak terhadap orang lain dan terhadap pasar itu sendiri. Bagi merek yang mempunyai brand equity yang kuat, tingkatan dalam brand loyalty-nya diharapkan membentuk segitiga terbalik. Maksudnya semakin ke atas semakin melebar sehingga diperoleh jumlah committed buyer yang lebih besar daripada switcher buyer seperti tampak di gambar berikut : Gambar 6. Piramida Loyalitas Merek Sumber : Aaker dalam Durianto et al (2004) 3.1.7. Pemasaran dan Bauran Pemasaran Kotler (2005) mendefinisikan pemasaran sebagai proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain. Definisi manajerial pemasaran sering digambarkan sebagai seni menjual produk. Kotler (2005) juga menjelaskan bahwa konsep pemasaran menegaskan bahwa kunci untuk mencapai sasaran organisasi adalah perusahaan harus menjadi lebih efektif dibandingkan para pesaing dalam menciptakan, menyerahkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang terpilih. Konsep

pemasaran berdiri di atas empat pilar yaitu pasar sasaran, kebutuhan pelanggan, pemasaran terintegrasi, dan kemampuan menghasilkan laba. Konsep pemasaran mempunyai perspektif dari luar dan dalam. Konsep itu dimulai dari pasar yang didefinisikan dengan baik, berfokus pada kebutuhan pelanggan, mengkoordinasikan semua aktivitas yang mempengaruhi pelanggan dan menghasilkan laba dengan memuaskan pelanggan. Pasar Kebutuhan Pemasaran Laba Sasaran Pelanggan terintegrasi Kepuasan Gambar 7. Konsep Pemasaran Sumber : Kotler (2005) Kotler (2005) menjelaskan bahwa strategi pemasaran dapat dirumuskan dengan menganalisis bauran pemasarannya. Menurut Kotler (2005), bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran. Menurut Sunarto (2006), penciptaan bauran pemasaran (marketing mix) meliputi koordinasi dan kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan produk, promosi, penetapan harga, dan distribusi. Formulasi strategi pada bauran pemasaran nantinya dapat digunakan sebagai program pemasaran bagi perusahaan. Unsur bauran pemasaran jasa (Dibb & Simkin 1993, diacu dalam Tjiptono & Chandra 2007) terdiri atas: 1) Produk (Product) Produk merupakan keseluruhan konsep objek atau proses yang memberikan sejumlah nilai kepada konsumen. Konsumen tidak hanya membeli fisik dari produk tetapi juga membeli manfaat dan nilai dari produk tersebut. Keunggulan produk jasa terletak pada kualitasnya yang mencakup keandalan, ketanggapan,

jaminan, empati, dan bukti fisik. Unsur produk berkaitan dengan rentang produk, tingkat kualitas, nama merek, lini layanan, garansi, dan dukungan purnabeli. 2) Harga (Price) Harga merupakan jumlah nilai yang dipertukarkan kepada konsumen untuk memiliki atau menggunakan jasa atau produk. Strategi penentuan harga berpengaruh dalam pemberian nilai kepada konsumen dan mempengaruhi citra produk, serta kepuasan konsumen untuk membeli. Unsur harga berkaitan dengan tingkat harga, diskon, komisi, syarat pembayaran, persepsi konsumen terhadap nilai, kualitas harga, dan diferensiasi. 3) Tempat (Place) Tempat dalam jasa merupakan gabungan antara lokasi dan keputusan atas saluran distribusi. Dalam hal ini berhubungan dengan bagaimana cara penyampaian jasa kepada konsumen dan di mana lokasi yang strategis. Unsur tempat berkaitan dengan lokasi, prominence, aksesibilitas, saluran distribusi, dan cakupan distribusi. 4) Promosi (Promotion) Promosi didefinisikan sebagai kumpulan dari kiat intensif yang beragam dan kebanyakan berjangka pendek. Promosi dirancang untuk mendorong pembelian suatu produk atau jasa agar lebih cepat dan lebih besar oleh konsumen dan pedagang. Unsur promosi berkaitan dengan publisitas, periklanan, personal selling, promosi penjualan, direct and online marketing, serta sponsorship. 5) Proses (Process) Proses merupakan gabungan semua aktivitas, umumnya terdiri atas prosedur, jadwal pekerjaan, mekanisme, aktivitas, dan hal-hal rutin, di mana jasa dihasilkan dan disampaikan kepada konsumen. Proses dapat dibedakan ke dalam dua cara, yaitu: kompleksitas yang berhubungan dengan langkah-langkah dan tahapan proses, dan keragaman yang berhubungan dengan adanya perubahan dalam langkah-langkah atau tahapan proses.

6) Orang (People) Orang sebagai karyawan berkaitan dengan pelatihan, wewenang, komitmen, insentif, penampilan, sikap, dan perilaku antarpribadi, sedangkan pelanggan lain berkaitan dengan perilaku, keterlibatan, sikap, komunikasi, pendidikan, dan kontak antar pelanggan. Untuk mencapai kualitas diperlukan pelatihan staf sehingga karyawan mampu memberikan kepuasan kepada konsumen. 7) Bukti Fisik (Physical Evidence) Bukti fisik merupakan lingkungan fisik tempat jasa diciptakan dan langsung berinteraksi dengan konsumen. Ada dua jenis bukti fisik, yakni bukti penting (essential evidence) merupakan keputusan-keputusan yang dibuat oleh pemberi jasa mengenai desain dan tata letak dari gedung, ruang, dan lain-lain dan bukti pendukung (peripheral evidence) merupakan nilai tambah yang bila berdiri sendiri tidak akan berarti apa-apa. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Gambar 8 menjelaskan proses analisis untuk menjawab permasalahan pada penelitian ini. Modernisasi yang terjadi menyebabkan perubahan gaya hidup masyarakat di berbagai sendi bidang kehidupan. Modernisasi dapat diartikan sebagai proses perubahan dari corak kehidupan masyarakat yang tradisional menjadi modern, terutama berkaitan dengan teknologi dan organisasi sosial. Salah satu ciri masyarakat modern adalah keramaian (crowding). Keramaian (crowding) hidup di kota disebabkan oleh kepadatan, kecepatan dan tingginya aktivitas kehidupan masyarakat kota. Tingginya aktivitas yang dilakukan di luar rumah menyebabkan masyarakat perkotaan cenderung lebih memilih makan di luar rumah dibandingkan membuat makanan sendiri. Hal ini menyebabkan pertumbuhan bisnis restoran semakin pesat. Semakin berkembangnya industri penyedia jasa makanan, khususnya restoran, menyebabkan persaingan pada industri restoran semakin tinggi sehingga pengelola restoran harus cermat dalam mengetahui keinginan konsumen. Hal ini bertujuan agar konsumen tidak berpindah ke restoran lain yang merupakan pesaingnya.

Restoran saat ini tidak hanya dijadikan sebagai tempat makan, tetapi juga sebagai tempat berkumpul bersama keluarga atau teman, tempat pertemuan, dan tempat untuk melepas lelah atau beristirahat. Kondisi ini mengakibatkan semakin banyaknya restoran di perkotaan yang salah satunya adalah Kota Bogor. Hal ini berdampak pada persaingan antar restoran baik untuk restoran sejenis ataupun tidak sejenis yang semakin ketat dalam menarik konsumen, mempertahankan konsumen, maupun memperluas pangsa pasar. Pantasteiik Restaurant Botani Square adalah salah satu restoran yang berada di tengah persaingan tersebut. Pantasteiik Restaurant Botani Square harus berusaha memberikan pelayanan terbaik sesuai kebutuhan dan keinginan konsumennya. Namun dalam perjalanan usahanya, pendapatan Pantasteiik Restaurant Botani Square relatif tidak stabil dengan indikator antara lain dengan tren penurunan penjualan menu utamanya yaitu pancake dalam tiga bulan terakhir dan jumlah pengunjung yang fluktuatif dari bulan ke bulan. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa belum terpenuhinya kepuasan konsumen secara penuh. Selain itu, banyaknya restoran pesaing yang berada di kawasan Mall Botani Square dan banyaknya keluhan konsumen terhadap Pantasteiik Restaurant Botani Square menyebabkan perlunya penelitian yang menganalisis penilaian konsumen terhadap atribut-atribut Pantasteiik Restaurant Botani Square. Karakteristik umum dan tingkat loyalitas konsumen Pantasteiik Restaurant Botani Square dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu membuat tabulasi sederhana dengan cara mengelompokkan jawaban yang sama kemudian dipersentasekan. Selanjutnya, melakukan identifikasi atribut-atribut yang dimiliki Pantasteiik Restaurant Botani Square untuk mengetahui seberapa besar kinerja Pantasteiik Restaurant Botani Square dan kepentingan konsumen terhadap atributatribut tersebut melalui Importance Performance Analysis (IPA). Selain itu, dilakukan analisis kepuasan konsumen agar dapat mengetahui seberapa besar kepuasan konsumen terhadap atribut-atribut Pantasteiik Restaurant Botani Square dengan menggunakan alat analisis Customer Satisfaction Index (CSI). Berdasarkan hasil analisis dapat disusun rekomendasi alternatif strategi bauran pemasaran yang

sesuai untuk Pantasteiik Restaurant Botani Square dengan harapan dapat meningkatkan kepuasan konsumen yang pada akhirnya meningkatkan penjualan dan keuntungan bagi Pantasteiik Restaurant Botani Square.

Meningkatnya jumlah restoran di Bogor menyebabkan semakin ketatnya persaingan antar restoran 1. Adanya proses modernisasi 2. Terjadinya perubahan gaya hidup 3. Meningkatnya aktivitas di luar rumah 4. Masyarakat cenderung makan di luar rumah Pantasteiik Restaurant memasuki pasar restoran di Bogor sebagai pemain baru Restoran pesaing di kawasan Botani Square, tren penurunan penjualan pancake, jumlah pengunjung yang fluktuatif, dan keluhan-keluhan dari konsumen yang diperoleh dari buku kritik dan saran restoran Kebutuhan akan penilaian konsumen terhadap atribut-atribut Pantasteiik Restaurant melalui teori perilaku konsumen Proses Keputusan Pembelian: Pengenalan kebutuhan Pencarian informasi Evaluasi alternatif Keputusan pembelian Perilaku pascapembelian Tingkat Kepuasan Konsumen: Produk Harga Tempat Promosi Orang Proses Bukti fisik Tingkat Loyalitas Konsumen melalui Piramida Loyalitas: Commited buyer Liking the brand Satisfied buyer Habitual buyer Switcher buyer Customer Satisfaction Index Importance Performance Analysis Analisis Deskriptif Analisis Deskriptif Merumuskan alternatif bauran pemasaran untuk Pantasteiik Restaurant Botani Square Gambar 8. Kerangka Pemikiran Operasional