TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I PENDAHULUAN. 1.1.

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEMENTERIAN PERTANIAN PEDOMAN UMUM. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG

2013, No BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya

PENGEMBANGAN USAHA AGRIBINIS PEDESAAN (PUAP) DI PROVINSI BENGKULU

PEDOMAN UMUM. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) nis Perdesaan (PUAP)

PRAKTIKUM MK. KOPERASI DAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS Jati diri Koperasi-Prinsip dan Nilai Koperasi

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari

Perkembangan Kelembagaan Petani Melalui Pemanfaatan Dana PUAP (Hasil Studi Lapang Di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara) Oleh:

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP)

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Bengkulu, Oktober 2010 Penanggung jawab Kegiatan, Dr. Wahyu Wibawa, MP.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI PURWOREJO P E R A T U R AN BUPATI P U R W O R E J O N O M OR : 40 T A H U N 2009 T E N T A N G

PARTISIPASI PETANI DALAM PENERAPAN USAHATANI PADI ORGANIK (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dasar pijakan pembangunan kedepan akan mengakibatkan pertumbuhan akan

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 08/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

KINERJA PERKEMBANGAN GAPOKTAN PUAP DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP)

Partisipasi Petani dalam Pelaksanaan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) di Kab. OKU. Abstract

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. usaha agribisnis di pedesaan, program pengembangan usaha agribisnis pedesaan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

III KERANGKA PEMIKIRAN

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Selaku Ketua Tim PUAP Pusat, Sumarjo Gatot Irianto

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

Kinerja Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Provinsi Kalimantan Selatan

PETUNJUK TEKNIS VERIFIKASI DOKUMEN ADMINISTRASI PENYALURAN BLM-PUAP Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan

II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor

Model-Model Usaha Agribisnis. Rikky Herdiyansyah SP., MSc

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 07/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN GENERASI MUDA PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)

III KERANGKA PEMIKIRAN

KATA PENGANTAR. Sumarjo Gatot Irianto. Jakarta, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Selaku Ketua Tim PUAP Pusat,

BAB I PENDAHULUAN. misalkan susu dari hewan ternak, sutera dari ulat sutera, dan madu dari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara yang sebagian besar penduduknya

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR. Siti Abir Wulandari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Pengertian dan Batasan Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan. 29,41%, tahun 2013 tercatat 29,13%, dan 2014 tercatat 28,23%.

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

Hubungan antara Karakteristik Petani dan Dinamika Kelompok Tani dengan Keberhasilan Program PUAP

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian. kali diperkenalkan pada Tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal (BIMAS).

KAJIAN PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DALAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS DI PERDESAAN KABUPATEN WONOSOBO ABSTRAK

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI

II. TINJAUAN PUSTAKA Akses Kredit Masyarakat Miskin Pada Sektor Keuangan

BUPATI SUMBAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyuluh pertanian merupakan pendidikan non formal yang ditujukan kepada

KATA PENGANTAR. Pedoman Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) Gapoktan PUAP

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.07/MEN/2012 TENTANG

ABSTRACT. Hendra Saputra 1) dan Jamhari Hadipurwanta 2) ABSTRAK

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.21/MEN/2010 TENTANG

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2014 DAFTAR ISI

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN RESPONSIF GENDER TAHUN 2015

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka PUAP adalah sebuah program peningkatan kesejahteraan masyarakat, merupakan bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri yang melakukan penyaluran bantuan modal usaha dalam upaya menumbuhkembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran, yang diwujudkan dengan penerapan pola bentuk fasilitas bantuan penguatan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani Operasional penyaluran dana PUAP dilakukan dengan memberikan kewenangan kepada Gapoktan yang telah memenuhi persyaratan. Gapoktan juga didampingi oleh tenaga penyuluh pendamping dan penyelia mitra tani. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Gapoktan sebagai penyalur PUAP antara lain: 1. Memiliki SDM yang mampu mengelola usaha agribisnis; 2. Memiliki struktur kepengurusan yang aktif; 3. Dimiliki dan dikelola oleh petani; 4. Dikukuhkan oleh bupati atau wali kota; 5. Jumlah dana yang disalurkan ke setiap Gapoktan sebesar Rp 100 juta. Gapoktan yang telah mengikuti pelatihan kepemimpinan, kewirausahaan dan manajemen, akan diberikan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sebesar 100 juta rupiah untuk setiap Gapoktan dalam rangka mengembangkan

usaha agribisnis perdesaan yang meliputi usaha budidaya (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan) dan usaha non-budidaya (industri rumah tangga, pemasaran/bakulan, dan usaha lainnya yang berbasis pertanian). Tentunya dalam penyaluran dana tersebut terdapat beberapa prosedur yang harus dipenuhi bagi mereka yang akan memanfaatkan bantuan tersebut Sejalan dengan format penumbuhan kelembagaan tani di perdesaan, Menteri Pertanian melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 273/Kpts/OT.160/4/2007 telah menetapkan Gapoktan merupakan format final dari organisasi di tingkat petani di perdesaan yang di dalamnya terkandung fungsifungsi pengelolaan antara lain unit pengolahan dan pemasaran hasil, unit penyediaan saprodi, unit kelembagaan keuangan mikro. Melalui Permentan 273 Kementerian Pertanian telah menetapkan dan mewadahi Gapoktan sebagai kelembagaan ekonomi petani serta sekaligus menentukan arah pembinaan kelembagaan petani di perdesaan. Gapoktan penerima BLM PUAP, diarahkan untuk dapat dibina dan ditumbuhkan menjadi Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) sebagai salah satu unit usaha dalam Gapoktan (Departemen Pertanian, 2011). Program PUAP yang dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian sejak dari tahun 2008, pelaksanaannya melalui pendekatan dan strategi sebagai berikut : 1. Memberikan bantuan stimulus modal usaha kepada petani untuk membiayai usaha ekonomi produktif dengan membuat usulan dalam bentuk RUA (Rencana Usaha Anggota), RUK (Rencana Usaha Kelompok) dan RUB

(Rencana UsahaBersama) dalam menggunakan dana PUAP sesuai dengan usulan; 2. Petani penerima manfaat program PUAP tersebut harus mengembalikan dana stimulasi modal usaha kepada Gapoktan sehingga dapat digulirkan lebih lanjut oleh Gapoktan melalui kaidah-kaidah usaha simpan-pinjam; 3. Dana stimulasi modal usaha yang sudah digulirkan melalui pola simpan pinjam selanjutnya melalui keputusan seluruh anggota gapoktan diharapkan dapat ditumbuhkan menjadi LKM-A (Lembaga Keuangan Mikro- Agribisnis), dan pada akhirnya difasilitasi menjadi jejaring pembiayaan (Linkages) dari perbankan/lembaga keuangan. A. Tujuan PUAP Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) bertujuan untuk: 1. Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah; 2. Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani; 3. Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis; 4. Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.

B. Sasaran PUAP Sasaran PUAP yaitu: 1. Berkembangnya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin yang terjangkau sesuai dengan potensi pertanian desa; 2. Berkembangnya 10.000 Gapoktan/Poktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani; 3. Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani/peternak (pemilik dan atau penggarap) skala kecil, buruh tani, dan 4. Berkembangnya usaha agribisnis petani yang mempunyai skala usaha harian, mingguan, maupun musiman. C. Indikator Keberhasilan PUAP Indikator keberhasilan PUAP antara lain: 1. Terfasilitasinya permodalan bagi petani pemilik maupun penggarap, buruh tani dan rumah tangga petani dalam melakukan usaha agribisnis di perdesaan; 2. Meningkatnya kemampuan Gapoktan dan atau kelembagaan tani dalam menyalurkan dan memfasilitasi bantuyan modal usaha kepada petani; 3. Meningkatnya kinerja usaha agribisnis yang dilakukan oleh petani (pemilik dan atau penggarap) skala kecil, buruh tani dan rumah tangga tani dalam melakukan usaha tani di perdesaan sesuai dengan potensi; 4. Berkembangnya usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi unggulan daerah. (Departemen Pertanian, 2011)

D. Pola Dasar PUAP Pola dasar PUAP dirancang untuk meningkatkan keberhasilan penyaluran dana BLM PUAP kepada Gapoktan dalam mengembangkan usaha produktif petani skala kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin. Komponen utama dari pola dasar pengembangan PUAP adalah keberadaan Gapoktan, keberadaan penyuluh pendamping dan penyelia mitra tani, pelatihan bagi petani, pengurus Gapoktan, dan penyaluran BLM kepada petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani E. Strategi Dasar dan Operasional PUAP Strategi Dasar dan Operasional PUAP adalah: 1. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan PUAP dilaksanakan melalui pelatihan bagi petugas pembina dan pendamping PUAP, rekrutmen dan pelatihan bagi PMT, pelatihan bagi pengurus Gapoktan, dan pendampingan bagi petani oleh penyuluh pendamping; 2. Optimalisasi potensi agribisnis di desa miskin dan tertinggal dilaksanakan melalui identifikasi potensi desa, penentuan usaha agribisnis (budidaya dan hilir) unggulan, dan penyusunan dan pelaksanaan RUB berdasarkan usaha agribisnis unggulan; 3. Penguatan modal bagi petani kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin kepada sumber permodalan dilaksanakan melalui penyaluran BLM PUAP kepada pelaku agribisnis melalui Gapoktan, fasilitasi pengembangan kemitraan dengan sumber permodalan lainnya;

4. Pandampingan Gapoktan dilaksanakan melalui penempatan dan penugasan Penyuluh Pendamping di setiap Gapoktan, dan penempatan dan penugasan PMT di setiap kabupaten/kota. F. Prosedur Penyaluran BLM PUAP Prosedur penyaluran BLM PUAP yaitu sebagai berikut: 1. Kuasa pengguna anggaran pusat pembiayaan pertanian melakukan proses penyaluran dana BLM PUAP kepada Gapoktan sesuai dengan persyaratan dan kelengkapan dokumen yang ditetapkan; 2. Penyaluran BLM PUAP dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung ke rekening Gapoktan; 3. Surat perintah membayar diajukan ke kantor pelayanan perbendaharaan negara (KPPN) Jakarta dengan lampiran: Ringkasan keputusan Menteri Pertanian tentang penetapan desa dan Gapoktan; Rekapitulasi dokumen dari tim pembina PUAP provinsi; Kwitansi yang sudah ditandatangani ketua Gapoktan dan diketahui atau disetujui oleh tim teknis kabupaten atau kota dengan materai Rp 6.000. Landasan Teori Anggota masyarakat bukan merupakan objek pembangunan. Anggota masyarakat perdesaan sebagian besar terdiri dari petani yang sebagian besar dari padanya merupakan petani kecil dan bahkan sebagai buruh tani. Kedudukan

petani yang lemah ini harus dirubah menjadi kuat, maju dan mandiri, sehingga peranannya dalam pembangunan menjadi subjek pembangunan. Bertambah pentingnya kedudukan anggota masyarakat tersebut dapat diartikan pula bahwa anggota masyarakat diajak untuk untuk berperan secara lebih aktif dan didorong untuk berpartisipasi, namun pemerintah tetap perlu dilibatkan (Adisasmita, 2006). Mikkelsen dalam Usman (2008), mengemukakan bahwa pembangunan menjadi positif apabila ada partisipasi masyarakat dan sebaliknya kurangnya partisipasi masyarakat dalam program pembangunan berarti adanya penolakan secara internal di kalangan anggota masyarakat itu sendiri dan secara eksternal terhadap pemerintah atau pelaksana program. Pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah tentunya bertujuan untuk mencapai masyarakat yang sejahtera sehingga posisi masyarakat merupakan posisi yang penting dalam proses pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pembangunan, partisipasi masyarakat merupakan hal yang sangat mempengaruhi keberhasilan proses pembangunan itu sendiri. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan mutlak diperlukan, tanpa adanya partisipasi masyarakat pembangunan hanyalah menjadikan masyarakat sebagai objek semata (Murtiyanto, 2011). Menurut Umboh dalam Irawaty (2009), pembangunan masyarakat desa merupakan gerakan pembangunan yang didasarkan atas peran serta dan swadaya gotong-royong masyarakat. Atas dasar hal tersebut maka kesadaran, peran serta dan swadaya masyarakat perlu ditingkatkan agar partisipasi masyarakat dalam pembangunan akan dirasakan sebagai suatu kewajiban bersama. Dengan pastisipasi dan peran serta di sini bukan berarti masyarakat itu hanya berfungsi

untuk memberikan dukungan dan keikutsertaan dalam proses pembangunan atau ikut berpartisipasi secara aktif (sense of participation), tetapi juga menikmati hasil-hasil pembangunan itu sendiri. Dengan demikian akan tercipta rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa tanggung jawab (sense of responsibility) dalam proses pembangunan menuju tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Partisipasi berarti keikutsertaan seseorang ataupun sekelompok masyarakat dalam suatu kegiatan secara sadar. Menurut Jnabrabota Bhattacharyya dalam Ndraha (1987) mengartikan partisipasi sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan bersama. Partisipasi masyarakat yang idealnya terjadi apabila masyarakat memang mau secara sukarela mendukung kegiatan tersebut. Kegiatan mendukung suatu kegiatan memang berkembang dari masyarakat di tingkat bawah sampai pada proses pengambilan keputusan. Partisipasi menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan pembangunan, dilain pihak, juga dapat dikatakan bahwa pembangunan berarti kalau dapat meningkatkan kapasitas masyarakat termasuk dalam berpartisipasi. Secara harafiah, partisipasi berarti turut berperan serta dalam suatu kegiatan, keikutsertaan atau peran serta dalam suatu kegiatan, peran serta aktif atau proaktif dalam suatu kegiatan. Partisipasi dapat didefinisikan secara luas sebagai bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan. Partisipasi menurut Fithriadi,dkk adalah pokok utama dalam pendekatan pembangunan yang terpusat pada masyarakat dan berkesinambungan serta merupakan proses interaktif yang

berlanjut. Prinsip dalam partisipasi adalah melibatkan atau peran serta masyarakat secara langsung dan hanya mungkin dicapai jika masyarakat sendiri ikut ambil bagian sejak dari awal, proses dan perumusan hasil (Ginting, 2011). Menurut Davis (2005) yang dikutip oleh Stepan (2011), ada tiga unsur penting partisipasi, yaitu: 1. Bahwa partisipasi atau keikutsertaan sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan, tidak hanya semata-mata keterlibatan secara jasmaniah; 2. Kesediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok. Ini berarti, bahwa terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk membantu kelompok; 3. Unsur tanggung jawab. Unsur tersebut merupakan segi yang menonjol dari rasa menjadi anggota kelompok tani. Bentuk partisipasi yaitu : 1. Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan; 2. Partisipasi waktu adalah partisipasi dalam hal memberikan waktunya untuk menghadiri suatu kegiatan. 3. Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan suatu program; 4. Partisipasi ide lebih merupakan partisipasi berupa sumbangan ide, pendapat. (Murtiyanto, 2011).

Untuk mengukur skala partisipasi masyarakat dapat diketahui dari kriteria penilaian tingkat partisipasi untuk setiap individu (anggota kelompok) yang dikemukakan oleh Chapin dalam Surotinijo (2009) yaitu: 1. Keanggotaan dalam organisasi atau lembaga tersebut; 2. Frekuensi kehadiran (attendence) dalam pertemuan-pertemuan yang diadakan; 3. Sumbangan/iuran yang diberikan; 4. Keanggotaan dalam kepengurusan; 5. Kegiatan yang diikuti dalam tahap program yang direncanakan; 6. Keaktifan dalam diskusi pada setiap pertemuan yang diadakan. Menurut Slamet dalam Kusumaningtyas (2003), tumbuh kembangnnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: 1. Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi; 2. Adanya kemauan untuk berpartisipasi; 3. Adanya kemampuan untuk berpartisipasi. Masyarakat tergerak untuk berpartisipasi jika: 1. Partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang sudah ada di tengah-tengah masyarakat yang bersangkutan; 2. Partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang bersangkutan; 3. Manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat memenuhi kepentingan masyarakat setempat; 4. Dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang dilakukan oleh masyarakat. Ndraha (1987)

Hernanto dalam Iwan (2010) mengemukakan bahwa partisipasi terhadap kegiatan yang dijalankan dalam sebuah program dipengaruhi oleh karateristik sosial ekonomi. Karakteristik sosial ekonomi merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat partisipasi yang berasal dari petani itu sendiri. Karateristik sosial ekonomi tersebut meliput i: 1. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan petani akan mempengaruhi cara berfikir yang diterapkan pada usahataninya yaitu dalam rasionalitas usaha dan kemampuan memanfaatkan setiap kesempatan ekonomi yang ada. Mardikanto dalam Iwan (2010) menerangkan, pendidikan merupakan proses timbal balik dari setiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, teman dan alam semesta. 2. Luas lahan Menurut Kuswardhani (1998) yang dikuti oleh Iwan (2010), Luas lahan akan menentukan partisipasi petani terhadap proyek. Luas sempitnya lahan yang dikuasai akan mempengaruhi anggota untuk mengolah lahan. 3. Pengalaman Bertani Menurut Soekartawi (1999), pengalaman seseorang dalam berusaha tani berpengaruh dalam menerima inovasi dari luar. Petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah menerapkan inovasi daripada petani pemula atau petani baru. Petani yang sudah lama berusaha tani akan lebih mudah menerapkan anjuran penyuluhan demikian pula dengan penerapan teknologi.

4. Umur Umur berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam menerima yang baru. Menurut Ajiswarman dalam Rona (1999), orang yang masuk pada golongan tua cenderung selalu bertahan dengan nilai-nilai yang lama sehingga diperkirakan sulit menerima hal-hal yang bersifat baru. Orang yang berusia lebih tua mempunyai partisipasi yang lebih rendah dibandingkan dengan orang yang berusia muda. 5. Frekuensi mengikuti penyuluhan Menurut Soekartawi (1999), agen penyuluhan dapat membantu petani memahami besarnya pengaruh struktur sosial ekonomi dan teknologi untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan menemukan cara mengubah struktur atas situasi yang menghalangi untuk mencapai mencapai tujuan tersebut. Semakin tinggi frekuensi petani mengikuti penyuluhan maka keberhasilan penyuluhan pertanian yang disampaikan semakin tinggi pula. 6. Jumlah tanggungan Semakin banyak anggota keluarga akan semakin besar pula beban hidup yang akan ditanggung atau harus dipenuhi. Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi keputusan petani dalam berusahatani (Soekartawi, 1999). Kerangka Pemikiran PUAP adalah sebuah program peningkatan kesejahteraan masyarakat, merupakan bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri yang melakukan penyaluran bantuan modal usaha dalam upaya menumbuhkembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran, yang diwujudkan dengan penerapan pola bentuk fasilitas bantuan penguatan modal usaha untuk petani

anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Dana tersebut disalurkan melalui Gapoktan kepada kelompok tani dan diteruskan ke petani yang membutuhkannya. Usaha untuk mencapai tujuan tersebut, salah satunya tidak terlepas dari adanya partisipasi petani dalam berbagai kegiatan yang telah direncanakan. Partisipasi petani pada program pengembangan usaha agribisnis perdesaan (PUAP) diharapkan dapat mendorong terwujudnya tujuan diadakannya program. Namun dalam pelaksanaannya partisipasi petani dalam mengikuti setiap kegiatan dipengaruhi oleh karakteristik sosial ekonomi petani. Karakteristik yang mempengaruhi petani dalam berpartisipasi adalah karakteristik sosial ekonomi yaitu meliputi pendidikan, luas lahan, status kanggotaan, lama berusaha tani, umur dan frekuensi mengikuti penyuluhan. Partisipasi tersebut akan mendorong beberapa aspek yang perlu ditingkatkan yaitu tingkat partisipasi dalam program PUAP serta hubungan karakteristik sosial ekonomi petani dengan pelaksanaan program PUAP. Dalam pelaksanaan program tersebut, terdapat masalah yang dihadapi di daerah penelitian. Dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut:

PUAP Gapoktan I Gapoktan II Kelompok Tani Kelompok Tani Petani Petani Karakteristik sosial ekonomi petani penerima PUAP: 1. Tingkat Pendidikan 2. Umur 3. Pengalaman bertani 4. Jumlah tanggungan 5. Luas lahan 6 Frekuensi mengikuti Partisipasi Petani dalam Program Tingkat Partisipasi Masalah Sangat Rendah Rendah Cukup Tinggi Tinggi Sangat Tinggi Keterangan: = Menyatakan Proses = Menyatakan Hubungan Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Partisipasi Petani Dalam Program Usaha Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)

Hipotesis Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah, maka yang menjadi hipotesis penelitian ini adalah: 1. Tingkat partisipasi masyarakat dalam program PUAP di daerah penelitian adalah tinggi. 2. Terdapat hubungan karakteristik sosial ekonomi petani penerima PUAP (tingkat pendidikan, umur, pengalaman bertani, jumlah tanggungan, luas lahan, dan frekuensi mengikuti penyuluhan (pertemuan)) dengan tingkat partisipasinya dalam pelaksanaan program PUAP di daerah penelitian.