4 1. Eksplorasi data keluaran FTIR a. Membuat plot antara nilai absorban dan bilangan gelombang untuk setiap bahan temuan. Sumbu vertikal untuk nilai absorban dan sumbu horizontal untuk bilangan gelombang. Nilai absorban dari bawah ke atas untuk nilai dari kecil ke besar, sedangkan sumbu horisontal dari kiri ke kanan untuk bilangan gelombang dari besar ke kecil. b. Menentukan korelasi masing-masing komponen data spektrum FTIR dari ketiga kelompok tanaman herbal tersebut. 2. Pereduksian dimensi sekumpulan peubah asal menjadi peubah baru yang berdimensi lebih kecil menggunakan analisis komponen utama. Dengan peubah asal seluruh informasi bilangan gelombang dan bilangan gelombang padaa daerah sidik jari. Peubah asal n X p direduksi menjadi peubah baru yang berdimensi lebih kecil ny q dengan q banyaknya komponen utama yang digunakan. 3. Pemodelan yaitu menyusun fungsi diskriminan kanonik. Model 1: Berdasarkan seluruh informasi bilangan gelombang Model 2 : Berdasarkan informasi bilangan gelombang pada daerah sidik jari 4. Validasi model yaitu pengujian tingkat keberhasilan penempatan data dalam kelompok. Tingkat keakuratan pendugaan model dapat dilihat dari jumlah pengamatan yang telah berhasil diklasifikasikan ke dalam kelompok yang sebenarnya. Langkah awal evaluasi pengamatan baru (data uji) yaitu dengan cara mengalikan pengamatan FTIR nx p dengan koefisien komponen utama p V q. Sehingga akan diperoleh Y yang berukuran nxq, dimana n adalah jumlah pengamatan dan q merupakan jumlah komponen utama yang digunakan. 5. Menentukan model terbaik, dengan membandingkan kedua model yang telah terbentuk. Absorban dianalisis dengan menggunakan FTIR sehingga diperoleh data berupa nilai absorban dan bilangan gelombang. Grafik spektrum FTIR tidak memiliki pola tertentu dan bersifat fluktuatif. Plot dari data spektrum FTIR temulawak dapat dilihat pada Gambar 2. Data spektrum FTIR yang digunakan berada pada kisaran bilangan gelombang antara 3996.21 cm -1 sampai 399.24 cm -1. Bilangan gelombang pada plot datanya dari kiri ke kanan adalah untuk bilangan gelombang dari besar ke kecil dan nilai absorban dari bawah ke atas untuk nilai dari kecil ke besar. Contoh CX-37 yang berasal dari kabupaten Wonogiri kecamatan Ngadirejo cenderung memiliki nilai absorban yang paling rendah dibandingkan contoh lainnya pada setiap bilangan gelombang. Secara keseluruhan nilai absorban setiap contoh pada kisaran bilangan gelombang 3996.21 cm -1 sampai dengan 3681.87 cm -1 relatif stabil. Dua puluh dua contoh temulawak yang digunakan pada penelitian ini mengalami peningkatan nilai absorban dimulai pada bilangan gelombang 3681.87 cm -1, kemudian nilai absorban mengalami penurunan sampai dengann bilangan gelombang 2993.33 cm -1. Grafik spektrum FTIR temulawak pada bilangann gelombang 2993.33 cm -1 2750.32 cm - -1 berbentuk stalagmit pada puncaknya dan nilai absorban pada bilangan gelombang 2750.32 cm -1 sampai 1758.98 cm -1 mengalami penurunan yang relatif stabil. Grafik spektrum FTIR temulawak berbentuk stalagmit terjadi kembali pada kisaran bilangann gelombang antara 1758.98 cm -1 hingga 339.24 cm -1. Daerah pada kisaran bilangan gelombang ini merupakan daerah sidik jari. HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Data Keluaran FTIR Objek amatan dalam penelitian ini terdiri dari 67 buah contoh yangg terdiri dari 22 contoh temulawak, 21 contoh bangle, dan 24 contoh kunyit. Setelah contoh tersebut diekstraksi dalam larutan metanol kemudian Gambar 2 Bilangan Gelombang (cm -1 Plot data spektrum temulawak 1 ) FTIR untuk
5 Dari hasil output FTIR tanaman herbal bangle (Lampiran 3) diketahui bahwa contoh ZC-60 mengalami keganjilan pada kisaran bilangan gelombang antara 3732.037 cm -1 dan 3101.351 cm -1. Nilai absorban pada bilangan gelombang tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan 20 contoh lainnya. Keganjilan yang menimpa contoh asal kabupaten Sukabumi kecamatan Gunung Geulis tersebut mungkin disebabkan oleh adanya sesepora cemaran (Harborne, 1987). Plot spektrum FTIR kunyit (Lampiran 4) tidak menunjukkan adanya keganjilan seperti halnya plot spektrum FTIR bangle. Spektrum FTIR memiliki korelasi nilai absorban yang sangat tinggi antar bilangan gelombang. Nilai korelasi terbesar mencapai kisaran 1, salah satunya terjadi antara nilai absorban pada bilangan gelombang 3996.21 cm -1 dan 3994,34 cm -1. Analisis Komponen Utama Karakteristik output spektrum FTIR memiliki korelasi nilai absorban yang sangat tinggi antar bilangan gelombang sehingga sebelum melakukan analisis diskriminan kanonik data tersebut dianalisis terlebih dahulu menggunakan AKU. Dalam penelitian ini, penentuan banyaknya komponen utama yang akan digunakan dalam analisis selanjutnya berdasarkan pada persentase kumulatif proporsi keragaman total yang mampu dijelaskan. Informasi Seluruh Bilangan Gelombang Berdasarkan hasil analisis komponen utama yang dilakukan pada data seluruh informasi bilangan gelombang yaitu sebanyak 1866 bilangan gelombang, diketahui bahwa komponen utama pertama mampu menerangkan keragaman data sebesar 44.89% dan komponen utama kedua mampu menerangkan keragaman data sebesar 26.27% (Lampiran 5 dan Lampiran 7). Agar sebagian besar informasi dapat diketahui, maka diharapkan 99.99% keragaman data dapat dijelaskan oleh komponen utama. Sehingga banyaknya komponen utama yang sebaiknya digunakan yaitu 42 komponen utama pertama. Informasi Bilangan Gelombang pada Daerah Sidik Jari Data informasi bilangan gelombang pada daerah sidik jari yaitu sebanyak 706 bilangan gelombang juga dianalisis menggunakan AKU. Scree plot pada Lampiran 6 dan hasil AKU (Lampiran 8) menunjukkan bahwa 99.99% keragaman data dapat dijelaskan oleh 37 komponen utama pertama. Enam ratus enam puluh sembilan komponen utama berikutnya hanya menjelaskan 0.01% dari seluruh keragaman data. Sehingga 37 komponen utama pertama ini akan digunakan sebagai dasar analisis diskriminan kanonik. Analisis Diskriminan Kanonik Analisis diskriminan kanonik yang akan dilakukan berdasarkan skor komponen utama hasil analisis komponen utama yang dilakukan sebelumnya. Model 1 menggunakan skor 42 komponen utama pertama sedangkan model 2 menggunakan skor 37 komponen utama pertama. Informasi Seluruh Bilangan Gelombang Hasil analisis diskriminan kanonik model 1 yang menggunakan skor 42 komponen utama menghasilkan dua fungsi diskriminan kanonik. Akar ciri dan statistik uji V-Barlett dari diskriminan kanonik pada kedua fungsi diskriminan yang terbentuk, dapat dilihat pada Tabel 2. Akar ciri pertama dan akar ciri kedua menerangkan keragaman data masingmasing 97.87% dan 2.13%, hal tersebut menjelaskan bahwa sebagian besar keragaman antar kelompok terfokus pada fungsi diskriminan kanonik pertama. Tabel 2 Akar ciri diskriminan kanonik model 1 Akar Ciri Keragaman Kumul si atif db 1034.4329 0.9787 0.9787 318.2005 84 22.5477 0.0213 1.0000 99.5094 41 Hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak diperlukan fungsi diskriminan 1 untuk membedakan keragaman antar kelompok tanaman herbal ditolak pada taraf α=0.01, demikian pula dengan hipotesis nol yang menyatakan bahwa fungsi diskriminan 2 tidak diperlukan untuk membedakan keragaman kelompok. Kedua fungsi diskriminan kanonik tersebut akan membentuk ruang diskriminan berdimensi dua yang dapat menerangkan seluruh keragaman antar kelompok. Fungsi diskriminan kanonik 1 dan fungsi diskriminan kanonik 2 tidak dapat diabaikan dalam membedakan keragaman antar kelompok tanaman herbal tersebut. Koefisien-koefisien fungsi diskriminan kanonik 1 dan 2 untuk model 1 dapat dilihat pada Lampiran 9.
6 T : Temulawak B : Bangle K : Kunyit * : Centroid Temulawak # : Centroid Bangle @ : Centroid Kunyit Gambar 3 Plot sebaran data model 1 Melalui persamaan 7 akan dihasilkan skor-skor diskriminan. Skor-skor diskriminan beserta centroid-centroid kelompok tanaman herbal disajikan pada Lampiran 10. Dengan menggunakan skorskor diskriminan, pengamatan akan diplot terhadap sumbu diskriminan. Plot sebaran data dapat dilihat pada Gambar 3. Kedua fungsi diskriminan kanonik yang terbentuk sudah baik dalam memisahkan individu pada masing-masing kelompok. Gambar 3 menunjukkan bahwa centroid kelompok temulawak berdekatan dengan centroid kelompok kunyit, nilai kuadrat jarak mahalonobisnya sebesar 5.9954. Centroid kelompok bangle memiliki jarak yang cukup jauh dari centroid kedua kelompok lainnya, terbukti dari besarnya nilai kuadrat jarak mahalonobis antara centroid kelompok bangle dan kunyit yaitu sebesar 212.3049 dan kuadrat jarak mahalonobis antara centroid kelompok bangle dan temulawak sebesar 198.5675. Pada penelitian ini juga dilakukan pemodelan fungsi diskriminan kanonik menggunakan jumlah komponen utama yang berbeda-beda. Pemilihan jumlah komponen utama yang digunakan dilihat dari persentase kumulatif proporsi keragaman total yang mampu dijelaskan, antara lain pada persentase kumulatif proporsi keragaman total sebesar 80.34% (3 komponen utama), 95.12% (7 komponen utama), 97.36% (10 komponen utama), dan 98.32% (12 komponen utama). Analisis diskriminan yang dilakukan pada setiap jumlah komponen utama yang berbeda-beda menghasilkan masing-masing dua fungsi diskriminan kanonik. Pada tabel 3 yaitu akar ciri diskriminan kanonik dan hasil statistik uji V-Barlett menunjukkan bahwa kedua fungsi diskriminan kanonik yang terbentuk dari 3, 7, 10, dan 12 komponen utama tidak dapat diabaikan dalam membedakan keragaman antar kelompok pada taraf α=0.01. Tabel 3 Jumlah Komponen Utama 3 7 10 12 Akar ciri diskriminan kanonik berdasarkan seluruh informasi bilangan gelombang Akar Ciri Derajat Bebas 2.3028 102,8453 6 1.2746 41.9120 2 10.1889 171,4707 14 1.9579 53.1395 6 13.9310 197,7881 20 3.3082 69.3747 9 26.6240 230,7007 24 4.1687 76.3819 11 Sedangkan berdasarkan plot sebaran data pada Lampiran 11 dapat diketahui bahwa fungsi diskriminan kanonik yang terbentuk telah mampu memisahkan
7 individu pada masing-masing kelompok, walaupun masih banyak pengamatan yang jatuh jauh dari centroidnya. Semakin besar jumlah komponen utama yang digunakan pada pembentukan fungsi diskriminan kanonik, maka semakin jelas pula batas yang memisahkan individu pada masingmasing kelompok. Fungsi diskriminan kanonik berdasarkan 42 komponen utama lebih baik dalam memisahkan individu pada masing-masing kelompok jika dibandingkan dengan fungsi diskriminan kanonik yang terbentuk dari 3, 7, 10, dan 12 komponen utama. Dikatakan demikian karena fungsi diskriminan kanonik berdasarkan 42 komponen utama mampu memisahkan individu pada masing-masing kelompok secara lebih jelas. Informasi Bilangan Gelombang pada Daerah Sidik Jari Berdasarkan analisis diskriminan kanonik menggunakan 37 skor komponen utama ini terbentuk dua fungsi diskriminan kanonik. Koefisien-koefisien fungsi diskriminan kanonik 1 dan 2 untuk model 2 dapat dilihat pada Lampiran 12. Akar ciri pertama menerangkan 76.58% keragaman antar kelompok sedangkan akar ciri kedua menerangkan 23.42% keragaman antar kelompok (Tabel 4). Walaupun sebagian besar keragaman antar kelompok masih terfokus pada fungsi diskriminan kanonik 1, namun peran serta fungsi diskriminan kanonik 2 juga tidak dapat diabaikan dalam membedakan keragaman antar kelompok. uji V-Barlett pada taraf α=0.01 menunjukkan bahwa hipotesis nol yang menyatakan bahwa fungsi diskriminan 1 dan fungsi diskriminan 2 dapat diabaikan dalam membedakan keragaman antar kelompok tanaman herbal tersebut ditolak (Tabel 4). Dengan kata lain, kedua fungsi diskriminan yang terbentuk dapat digunakan untuk menerangkan seluruh keragaman antar kelompok. Kedua fungsi diskriminan tersebut tidak dapat diabaikan dalam membedakan keragaman antar kelompok. Tabel 4 Akar ciri diskriminan kanonik model 2 Akar Ciri Keragaman si latif Db Kumu- 109.6138 0.7658 0.7658 280.4226 74 33.5248 0.2342 1.0000 120.4170 36 Lampiran 13 menyajikan skor-skor diskriminan yang dihasilkan berdasarkan persamaan 7 dan centroid-centroid kelompok tanaman herbal. Kedua fungsi diskriminan yang dibentuk berdasarkan informasi bilangan gelombang pada daerah sidik jari juga memiliki kemampuan yang baik dalam memisahkan setiap kelompok tanaman herbal (Gambar 4). T : Temulawak B : Bangle K : Kunyit * : Centroid Temulawak # : Centroid Bangle @ : Centroid Kunyit Gambar 4 Plot sebaran data model 2
8 Berdasarkan Gambar 4 yang merupakan plot sebaran data pengamatan ketiga kelompok telah terlihat adanya pemisahan kelompok ditunjukkan oleh perbedaan centroid ketiga kelompok. Dari plot sebaran data tersebut diketahui bahwa ketiga centroid kelompok tanaman herbal tersebut memiliki jarak yang cukup jauh. Jarak antar centroid kelompok dapat dilihat pada Lampiran 14. Tabel 5 Jumlah Komponen Utama 3 7 8 10 Akar ciri diskriminan kanonik berdasarkan bilangan gelombang daerah sidik jari Akar Ciri Derajat Bebas 7,5967 120,8880 6 0,2448 11,1677 2 12,2175 201,8705 14 3,6565 75,3749 6 13,9910 205,9754 16 3,6621 74,6641 7 16,7250 228,1707 20 5,8800 91,6094 9 Pada bilangan gelombang daerah sidik jari juga dilakukan pemodelan fungsi diskriminan kanonik dengan menggunakan 3, 7, 8, dan 10 komponen utama. Analisis diskriminan yang dilakukan pada setiap jumlah komponen utama yang berbedabeda menghasilkan masing-masing dua fungsi diskriminan kanonik. Hasil statistik uji V-Barlett (Tabel 5) menunjukkan bahwa kedua fungsi diskriminan kanonik yang terbentuk dari 3, 7, 8, dan 10 komponen utama tidak dapat diabaikan dalam membedakan keragaman antar kelompok pada taraf α=0.01.fungsi diskriminan kanonik berdasarkan 37 komponen utama mampu memisahkan individu pada masing-masing kelompok secara lebih jelas jika dibandingkan dengan fungsi diskriminan kanonik yang terbentuk dari 3, 7, 8, dan 10 komponen utama. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 15. Validasi Model Untuk melihat kemampuan fungsi diskriminan dalam menempatkan pengamatan ke kelompok dengan benar dapat dilihat dari jumlah keberhasilan fungsi diskriminan tersebut dalam mengklasifikasikan pengamatan ke dalam kelompok yang sebenarnya. Pada tahapan validasi digunakan 20% dari total keseluruhan contoh yang digunakan. Informasi Seluruh Bilangan Gelombang Berdasarkan fungsi diskriminan yang terbentuk diketahui bahwa dari 4 pengamatan kelompok temulawak, hanya satu pengamatan yang telah sesuai diklasifikasikan ke dalam kelompok temulawak. Pengklasifikasian seluruh contoh pengamatan kelompok kunyit telah sesuai dan 2 dari 3 pengamatan kelompok bangle telah diklasifikasikan secara tepat. Secara keseluruhan penempatan pengamatan yang sesuai ke dalam kelompok yang sebenarnya sudah cukup baik. Tabel 6 yang merupakan tabel hasil klasifikasi model 1 menunjukkan bahwa dari total 12 pengamatan, 8 diantaranya telah diklasifikasikan secara tepat. Tabel 6 Hasil klasifikasi model 1 Kelompok berdasarkan Fs. Kelompok Diskriminan Awal Temulawalnyit Bang- Ku- Total Temulawak 1 0 3 4 Bangle 0 2 1 3 Kunyit 0 0 5 5 Total 1 2 9 12 T : Temulawak B : Bangle K : Kunyit * : Centroid Temulawak # : Centroid Bangle @ : Centroid Kunyit Gambar 5 Plot sebaran data uji model 1 Kesalahan pengelompokkan paling banyak terjadi pada kelompok tanaman herbal temulawak dan bangle. Tiga pengamatan temulawak dan satu pengamatan bangle diklasifikasikan secara salah ke dalam kelompok kunyit. Hal tersebut membuktikan bahwa antara kelompok tanaman herbal tersebut memiliki karekteristik yang hampir sama (Gambar 5). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahardjo dan Rostiana (2005) mengungkapkan bahwa temulawak dan kunyit memiliki kandungan komponen kimia yang hampir sama kandungan yaitu protein, pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri., namun persentase komposisinya berbeda.
9 Temulawak Leaf unit = 1.0 Bangle Kunyit Leaf unit = 1.0 Leaf unit = 1.0 5 0 02233 5 0 (10) 1 0000011111 3 1 77 1 2 2 2 1 3 3 2 0 11 2 0 11 5 0 333 2 0 (6) 0 455555 2 1 5 0 3 1 5 4 1 9 3 2 4 1 001 6 2 778 1 1 3 (5) 3 11134 7 3 66666 2 4 0 1 4 6 Gambar 6 Diagram dahan daun kadar kurkuminoid ekstrak data training tanaman obat herbal Ketiga tanaman herbal tersebut mengandung kurkuminoid, namun kadar kurkuminoid ekstraknyaa berbeda antara satu dengan yang lainnya. Diantara ketiga tanaman herbal tersebut, kadar kandungan kurkuminoid ekstrak terbesar dimiliki oleh kunyit yaitu sebesar 33%. Sedangkan bangle memiliki kadar kandungan kurkuminoid ekstrak yang paling rendah jika dibandingkan dengan kunyit dan temulawak, rata-rataa kandungan kurkuminoid ekstrak yang dimiliki tananaman obat herbal bangle yaitu sebesar 6.24% (Rohaeti et al., 2009). Ada beberapa pengamatan data training yang kadar kurkuminoid ekstraknya jauh lebih besar dan jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata kandungan kurkuminoid ekstrak pada masing-masing kelompok tanaman herbal(gambar 6). Pada data uji juga ditemukan adanya data yang serupa, antara lain CX-39, ZC-28, dan CL-5. Hal ini mengidentifikasikan bahwa data tersebut merupakan pencilan. Adanya pengamatan seperti itu pada data uji dapat menyebabkan kesalahan pengklasifikasian pada tahap validasi model. Kemampuan fungsi diskriminan dalam menempatkan pengamatan ke dalam kelompok dengan benar oleh model 1 yang dibentuk berdasarkan 42 skor komponen utama tersebut sama besarnya dengan kemampuan fungsi diskriminan yang terbentuk dari 3, 7, 10, dan 12 skor komponen utama. Delapan dari 12 pengamatan data uji telah diklasifikasikan secara tepat ke dalam kelompok yang sebenarnya. Hasil validasi modelnya dapat dilihat pada Gambar 7. Klasifikasi 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Gambar 7 Keberhasilan pengklasifikasian fungsi diskriminan kanonik berdasarkan seluruh informasi bilangan gelombang Informasi Bilangan Gelombang pada Daerah Sidik Jari Lebih dari setengah pengamatan ditempatkan pada kelompok yang tepat. Pengklasifikasian seluruh pengamatan kelompok bangle telah ditempatkan ke dalam kelompok bangle secara tepat. Dua dari empat pengamatan kelompok temulawak telah diklasifikasikan secara tepat, sedangkan dua pengamatan lainnya salah diklasifikasikan ke dalam kelompok bangle. Selain itu, dari 5 pengamatan kelompok kunyit hanya satu pengamatan yang salah klasifikasinya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7 dan plot sebaran data uji model 2 (Gambar 8). Tabel 7 Kelompok Awal 3 7 10 12 42 Jumlah Komponen Utama Klasifikasi Tepat Hasil klasifikasi model 2 Temulawak 2 2 Bangle 0 3 Kunyit 0 1 Total 2 6 Klasifikasi Tidak Tepat Kelompok berdasarkan Fs. Diskriminan Temulawak Bangle Total Kunyit 0 4 0 3 4 5 4 12
10 T : Temulawak B : Bangle * : Centroid Temulawak # : Centroid Bangle Gambar 8 Plot sebaran data uji model 2 Klasifikasi K : Kunyit @ : Centroid Kunyit 10 8 6 4 2 0 3 7 8 10 37 Jumlah Komponen Utama Klasifikasi Tepat Klasifikasi Tidak Tepat Gambar 9 Keberhasilan pengklasifikasian fungsi diskriminan kanonik berdasarkan informasi bila- pada daerah ngan gelombang sidik jari Dari hasil validasi, diketahui bahwa kemampuan fungsi diskriminan dalam menempatkan pengamatan ke kelompok dengan benar pada model 2 (berdasarkan 37 skor komponen utama) lebih baik dari pada kemampuan fungsi diskriminan yang dibentuk dari 3, 7, 8, dan 10 skor komponen utama (Gambar 9). SIMPULAN Hasil diskriminan kanonik yang dilakukan setelah data direduksi menggunakan AKU menghasilkan masing-masing dua fungsi diskriminan untuk model 1 dan model 2. Pada tiap model, diketahui bahwa agar seluruh keragaman antar kelompok dapat diterangkan maka kedua fungsi tersebut akan digunakan. Kedua fungsi diskriminan kanonik yang dibentuk memiliki kemampuan yang baik dalam memisahkan setiap kelompok. Kemampuan fungsi diskriminan model 2 dalam menempatkan pengamatan ke kelompok dengan benar lebih baik dari pada kemampuan fungsi diskriminan model 1. Penyusunan fungsi diskriminan sebagai fungsi pembeda kelompok terbaik bisa dilakukan hanya dengan menggunakan informasi bilangan gelombang pada daerah sidik jari saja. Karena informasi bilangan gelombang pada daerah sidik jarii dirasa telah cukup untuk mewakili seluruh informasi nilai absorban pada bilangan gelombang, mengingat daerah sidik jari merupakan daerah seluruh molekul senyawa dimanaa pada daerah ini akan dihasilkan getaran yang khas. SARAN Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan analisis diskriminan lebih lanjut mengenai data spektrum FTIR tanaman herbal tersebut. Metode yang bisa digunakan salah satunya yaitu Generalized Nonlinear Discriminant Analysis (GNDA). Metode tersebut biasa digunakan pada kasus khusus, yaitu data yang bersifat nonlinear. Didalam GNDA secara khusus dibahas Kernel Fisher diskriminan analisis (Zhang et al.,, 2008). DAFTAR PUSTAKAA BPOM. 2005. Peraturan Perundangundangan di bidang Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka. Indonesia. Dillon, W. R., Goldstein, M. 1984. Multivariate Analysis Methods and Applications. John Wiley and Sons, Inc., Canada. Fachriyah, E., Kurniawan, A., Meiny, Gunadi. 2007. Senyawa Kimia Fraksi Metanol Rimpang Bengle (Zingiber Cassumunar Roxb.). Media Medika Indonesiana vol. 42 no. 1 (Apr. 2007), halaman 21. Harborne, J.B. 1987. Phytochemical Method, second edition. Chapman and Hall, London. Johnson, R.A., Wichern, D.W. 1988. Applied Multivariate Stastistical Analysis, Second Edition. Pritice-Hall International, Inc., New Jersey. Khattree, R., Naik, D. N. 2000. Multivariate Data Reduction and Discrimination With SAS Sofware, SAS Institute Inc. Cary. N.C Manly, B. F. J. 1988. Multivariate Statistical Methods : A Primer. Chapman and Hall, London. Rahardjo, M., Rostiana, O. 2005. Budidaya Tanaman Kunyit. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika, Indonesia.