BAB 4 HASIL. 23 Universitas Indonesia. Gambar 4.1 Sel-sel radang akut di lapisan mukosa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 HASIL. Tabel 4.1. Lokasi, Frekuensi dan Persentasi Perforasi Apendiks. Lokasi Perforasi Frekuensi (n=68) Persentasi (%)

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Tabel 4.1. Frekuensi Pasien dengan Hiperplasia Folikel Limfoid Diagnosis PA Hiperplasia Folikel

BAB 4 HASIL. Tabel 4.1 Hasil Penelitian Serabut Saraf Ektopik Terhadap Apendisitis Akut/Kronik. Tipe Radang Apendisitis.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J POST APPENDIKTOMY DI BANGSAL MAWAR RSUD Dr SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Intususepsi merupakan salah satu penyebab tersering dari obstruksi usus dan

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens

BAB 1 PENDAHULUAN. vermiformis. Apendiks vermiformis memiliki panjang yang bervariasi dari

HUBUNGAN ANTARA GOLONGAN DARAH SISTEM ABO DENGAN KEJADIAN APENDISITIS AKUT DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2009

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : NURHIDAYAH J FAKULTAS KEDOKTERAN

4.3.1 Identifikasi Variabel Definisi Operasional Variabel Instrumen Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apendisitis akut merupakan radang akut pada apendiks vermiformis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada

K35-K38 Diseases of Appendix

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBEDAAN RASIO NEUTROFIL/LIMFOSIT PADA PENDERITA APENDISITIS AKUT TANPA PERFORASI DAN DENGAN PERFORASI SKRIPSI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN A GAMBARAN HISTOPATOLOGI PENYAKIT CROHN

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jurnal Kesehatan Masyarakat (Adhar, Lusia, Andi 26-33) 26

dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan peradangan brokioli yang lebih kecil.edema membran

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

I. PENDAHULUAN. berkembang. Berdasarkan data WHO (2010), setiap tahunya terdapat 10 juta

BAB I PENDAHULUAN. kecil) atau appendiktomi. Appendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat

BAB I PENDAHULUAN. bagian kanan bawah (Anderson, 2002).Komplikasi utama pada apendisitis adalah

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. D. DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian. Lebih dari satu juta orang per tahun di dunia meninggal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang lebih dari delapan dekade terakhir. Hipertensi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. abdomen darurat. Pria lebih banyak terkena daripada wanita, remaja lebih. berusia 10 sampai 30 tahun (Brunner & Suddarth, 2000).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

A. Pemeriksaan Fisik

LAPORAN PEDAHULUAN ABDOMINAL PAIN

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduknya memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan serta

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU April 2014

Gambaran histopatologik lambung tikus wistar yang diberikan ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) setelah induksi aspirin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. terhentinya migrasi kraniokaudal sel krista neuralis di daerah kolon distal pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009).

Kata kunci: kanker kolorektal, jenis kelamin, usia, lokasi kanker kolorektal, gejala klinis, tipe histopatologi, RSUP Sanglah.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.S DENGAN GANGGUAN SISTIM PENCERNAAN : POST OPERASI APPENDIKTOMI HARI KE-2 DI RUANG ANGGREK RSUD SUKOHARJO

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN PERSEPSI NYERI PADA PASIEN APENDISITIS DI RUANG BEDAH RUMAH SAKIT EMBUNG FATIMAH KOTA BATAM

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Bedah Digestif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Oleh : Iftina Amalia NIM :

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB II KONSEP DASAR. rentan terhadap infeksi (Smeltzer & Bare, 2002)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. secara tidak langsung dapat meningkatkan angka usia harapan hidup. Di tahun

ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT PADA ANAK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama masyarakat di dunia dan. penyebab kematian nomor dua di Amerika Serikat.

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dari rata-rata nasional (1,4%), yaitu pada urutan tertinggi ke-6 dari 33 provinsi

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,

Transkripsi:

BAB 4 HASIL Hasil pengamatan sediaan patologi anatomi apendisitis akut dengan menggunakan mikroskop untuk melihat sel-sel polimorfonuklear dapat dilihat pada gambar 6,7 dan tabel yang terlampir Gambar 4.1 Sel-sel radang akut di lapisan mukosa 23

24 Gambar 4.2 Sel-sel Radang Akut di Lapisan Muskularis dan Serosa Gambar 4.3 Sel-el Radang Akut di Lapisan Mukosa, Submukosa, dan Muskularis Hasil penelitian dianalisis dengan program Microsoft Excel. Berikut adalah tabel dan grafik dari penelitian yang telah dilakukan pada Departemen Patologi Anatomi FKUI RSUPNCM

25 Tabel 4.1 Sebaran Apendisitis Akut berdasar Usia dalam Dekade dari Sampel Penelitian di RSUPNCM tahun 2005-2007 Usia Frekuensi Persentase 0-10 8 8.2% 11-20 31 31.6% 21-30 28 28.6% 31-40 13 13.3% 41-50 10 10.2% 51-60 5 5.1% 61-70 2 2% 71-80 0 0% 81-90 1 1.0% Total 98 100%

26 Gambar 4.4. Grafik Sebaran Apendisitis Akut berdasar usia dalam decade, dari sampel penelitian di RSUPNCM tahun 2005-2007 Berdasar besar sampel yang diambil, apendisitis akut paling banyak ditemukan pada pasien remaja hingga dewasa muda yang berusia antara 11 hingga 20 tahun dengan jumlah 31 orang ( 31.6% ) diikuti populasi yang berusia 21 hingga 30 tahun dengan jumlah 28 orang ( 28.6% ). Tabel 4.2 Frekuensi dan Persentase Jenis Kelamin Pasien yang Didiagnosis Apendisitis Akut dari Sampel Penelitian di RSUPNCM tahun 2005-2007 Jenis Kelamin Frekuensi Persentase Laki-laki 47 48% Perempuan 51 52% Total 98 100

27 Gambar 4.5. Grafik frekuensi dan persentase Jenis Kelamin pada Pasien dengan apendisitis akut di RSUPCNCM tahun 2005-2007 Dari tabel dan grafik didapatkan penderita apendisitis akut terbanyak ialah perempuan dengan jumlah 51 ( 52% ), sedangkan pria berjumlah 47 ( 48% ). Tabel 4.3 Frekuensi dan Persentasi Lokasi Inflamasi pada Pasien yang Didiagnosis Apendisitis Akut dari Sampel Penelitian di RSUPNCM tahun 2005-2007 Lokasi Frekuensi Persentase Pangkal 2 2% Tengah 0 0% Ujung 0 0% Semua 87 88.7% Pangkal, Tengah 5 5.1% Pangkal,Ujung 1 1.1% Tengah,Ujung 3 3.1% Total 98 100%

28 Gambar 4.6. Grafik frekuensi dan Persentase Lokasi inflamasi pada Pasien dengan apendisitis akut di RSUPCNCM tahun 2005-2007 Dari data yang telah diolah, didapatkan lokasi inflamasi terbanyak pasien yang didiagnosis apendisitis akut dari sampel penelitian di RSUPNCM tahun 2005-2007 ialah pada semua bagian dari apendiks yaitu sejumlah 87 ( 88,7% ) diikuti dengan pangkal, tengah sejumlah 5 ( 5,1% ); tengah, ujung sejumlah 3 ( 3,1% ) dan pangkal sejumlah 2 ( 2% )

29 Tabel 4.4 Frekuensi dan Persentase Kedalaman Inflamasi pada Pasien yang Didiagnosis Apendisitis Akut dari Sampel Penelitian di RSUPNCM tahun 2005-2007 Kedalaman Frekuensi Persentase Mukosa 1 1.1 Submukosa 0 0 Muskularis 1 1.1 Serosa 0 0 Mukosa, Submukosa 7 7.1 Mukosa, Muskularis 6 6.1 Mukosa, Serosa 0 0 Submukosa, Muskularis 3 3.1 Submukosa, Serosa 0 0 Mukularis, Serosa 4 4 Mukosa, Submukosa, Muskularis 17 17.3 Mukosa, Submukosa, Serosa 0 0 Submukosa, Muskularis, Serosa 7 7.1 Mukosa, Muskularis, Serosa 2 2.1 Mukosa, Submukosa, Muskularis, Serosa 50 51 Total 98 100

30 Gambar 4.7. Grafik frekuensi kedalaman pada apendisitis akut di RSUPCNCM tahun 2005-2007 Dari data yang telah diolah, didapatkan kedalaman inflamasi terbanyak pasien yang didiagnosis apendisitis akut dari sampel penelitian di RSUPNCM tahun 2005-2007 ialah pada mukosa,submukosa,muskularis,serosa atau pada semua kedalaman dari apendiks yaitu sejumlah 50 ( 51% ) diikuti dengan mukosa,submukosa,muskularis sejumlah 17 ( 17,3% ); submukosa, muskularis, serosa sejumlah 7( 7,1% ); mukosa, submukosa sejumlah 7 ( 7% ); mukosa, muscular sejumlah 6 ( 6,1% ); muskularis, serosa sejumlah 4 ( 4,1% ); submukosa, muscular sejumlah 3 ( 3% ); mukosa, muskularis, serosa sejumlah 2 ( 2,1% ); muscularis sejumlah 1 ( 1,1% ) dan mukosa sejumlah 1 ( 1,1% ) Berdasarkan data di atas apendiks yang menunjukan tingkat keparahan yang tinggi yaitu dengan ditemukannya serbukan sel-sel polimorfonuklear pada lapisan muskularis dan serosa bersamaan, sebanyak 59 ( 59% )

31 Tabel 4.5. Frekuensi dan Persentase Apendisitis Akut yang sesuai dengan Kriteria yang Terdapat dalam Robbins Cotran Appendisitis Akut Frekuensi Persentase Sesuai Kriteria 90 92% Tidak Sesuai Kriteria 8 8% Total 98 100% Gambar 4.8. Grafik Apendisitis Akut yang Sesuai Kriteria Robbins Cotran Dari data yang telah diolah, terdapat 90 ( 92% ) sediaan yang sesuai dengan kriteria yang terdapat dalam Robbins Cotran dan terdapat 8 ( 8% ) sediaan yang tidak sesuai dengan kriteria yang terdapat dalam Robbins Cotran

BAB 5 PEMBAHASAN Dari hasil penelitian ini, jumlah usia terbanyak pada sediaan yang didiagnosis sebagai apendisitis akut di RSUPNCM pada tahun 2005 2007 ialah pada dekade kedua yaitu 11 20 tahun. Hal ini sesuai dengan data epidemiologi dimana apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa. 17 Penderita apendisitis akut terbanyak dari sampel yang diambil di RSUPNCM dari tahun 2005 2007 ialah perempuan. Dari data epidemiologi dikatakan Insiden apendisitis sama banyaknya antara wanita dan laki-laki pada masa prapuber, sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rationya menjadi 3:2, kemudian angka yang tinggi ini menurun pada pria 17 Lokasi inflamasi terbanyak dari hasil penelitian ini ialah pada semua bagian dari apendiks. Hal ini tidak sesuai dengan patogenesis apendisitis akut dimana inflamasi biasa muncul pada bagian distal (ujung) apendiks. Dikatakan terjadinya obstruksi menyebabkan bendungan mukus di dalam lumen kemudian memicu terjadinya peningkatan tekanan intralumen lalu menyebabkan terhambatnya aliran limfe. Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Bila kemudian aliran arteri terganggu, akan terjadi trombosis pada arteri yang menyuplai apendiks maka akan terjadi infark dinding apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Hal ini biasa muncul pada bagian distal. 17 Pada penelitian ini hasil didapatkan tidak sesuai dengan patogenesis karena pasien datang tidak dalam keadaan akut dini sehingga ketika sediaan dibuat, inflamasi yang terjadi pada pasien telah mencapai di seluruh bagian apendiks. Frekuensi kedalaman inflamasi terbanyak dari hasil penelitian ini ialah pada semua lapisan apendisitis yaitu mukosa, submukosa, muskularis dan serosa. Hal ini sesuai dengan patogenesis apendisitis dimana pada stadium awal, terjadi peradangan di mukosa apendiks. Kemudian peradangan ini secara cepat meluas melalui submukosa menembus tunika muskularis dan tunika serosa. 32

33 Apendisitis akut yang menunjukan tingkat keparahan yang tinggi yaitu dengan ditemukannya serbukan sel-sel polimorfonuklear pada lapisan muskularis dan serosa bersamaan, sebanyak 59 ( 59% ). Disebut dengan tingkat keparahan yang tinggi karena infiltrasi telah mencapai lapisan terluar dari apendiks yang memudahkan terjadinya komplikasi seperti perforasi, peritonitis atau abses periapendiks. Untuk menegakkan diagnosis apendisitis akut, penulis memakai kriteria yang terdapat dalam Robbins Cotrans, dimana dikatakan kriteria histologik untuk diagnosis apendisitis akut adalah infiltrasi neutrofilik pada muskularis propria. 2 Dari data yang telah diolah, terdapat 90 ( 92% ) sediaan yang proses inflamasinya telah mencapai muskularis propria. Hal ini sesuai dengan kriteria yang terdapat dalam Robbins Cotran.