IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

PENGARUH PENGGUNAAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP BEBERAPA SIFAT FISIK TANAH DAN LAJU INFILTRASI PADA LATOSOL DARMAGA (STUDI PADA TANAMAN KACANG TANAH)

PENGARUH OLAH TANAH DAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP AGREGAT TANAH DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL JAGUNG

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang sangat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

PENGARUH PENGGUNAAN MULSA JAGUNG TERHADAP SIFAT FISIK DAN BIOLOGI TANAH SERTA PRODUKSI JAGUNG PADA TANAH LATOSOL CIMANGGU BOGOR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizi cukup, nilai ekonomis tinggi serta banyak digunakan baik untuk

I. PENDAHULUAN. ini. Beras mampu mencukupi 63% total kecukupan energi dan 37% protein.

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK)

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan

IV. SIFAT FISIKA TANAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah semak yang memiliki nama ilmiah Ananas

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN. yang biasa dilakukan oleh petani. Tujuan kegiatan pengolahan tanah yaitu selain

PENGARUH JENIS MULSA ALAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN TOMAT HASIL PERSILANGAN PADA BUDIDAYA ORGANIK

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung.

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan bagian komoditi ekspor yang strategis dan sangat

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Tanah Sebelum Pemadatan

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

Latar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. RIWAYAT HIDUP... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR... vi. DAFTAR ISI...

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccarata L.) atau yang lebih dikenal dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

STAF LAB. ILMU TANAMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukkan bahwa penggunaan jenis mulsa dan jarak

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

No. Parameter Sifat Fisik Metode Bobot Isi Porositas Total Pori Drainase Indeks Stabilitas Agregat Tekstur

I. PENDAHULUAN. tanaman kedelai secara signifikan. Perbaikan sistem budidaya kedelai di Indonesia,

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB I PENDAHULUAN. Tanah terdiri atas bahan padat dan ruang pori di antara bahan padat,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR. Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1) Semester Genap 2011/2012

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

III. BAHAN DAN METODE

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

II. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

III. BAHAN DAN METODE. Selatan yang diketahui memiliki jenis tanah Ultisol dan Laboratorium Ilmu Tanah

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah

I. PENDAHULUAN. Tanah disebut padat apabila porositas totalnya, terutama porositas yang terisi

Transkripsi:

27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Bobot isi tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa Rata-rata (g/cm 3 ) Tanpa Mulsa (M0) 1,04 1,01 0,99 1,01a Dosis 0,92 ton/ha (M1) 1,04 0,95 1,02 1,00a Dosis 1,84 ton/ha (M2) 1,00 0,94 1,08 1,01a Dosis 2,76 ton/ha (M3) 0,90 1,00 1,02 0,97a Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa pemberian mulsa sampai 2,76 ton/ha tidak berpengaruh nyata terhadap bobot isi tanah. Hal ini disebabkan karena jangka waktu penelitian terlalu singkat sehingga rongga dan agregat tanah yang terbentuk belum cukup untuk menghasilkan penurunan bobot isi. Mulsa akan nyata mempengaruhi bobot isi jika mulsa diterapkan pada lahan lebih dari satu musim tanam (Sinukaban, 2007). Kohnke (1968) menyatakan bahwa semakin tinggi jumlah mulsa yang diberikan ke dalam tanah mengakibatkan populasi organisme tanah meningkat. Nilai bobot isi yang didapatkan sudah baik yaitu sekitar 0,97-1,01 g/cm 3, sehingga sulit untuk memperbaiki nilai bobot isi yang sudah baik. Dengan meningkatnya populasi organisme tanah, maka aktifitas biota tanah semakin banyak dan mengakibatkan rongga atau pori tanah yang terbentuk meningkat (Asdak, 2002). Bobot isi merupakan parameter yang dapat digunakan untuk menilai kepadatan suatu tanah. Semakin kecil bobot isi tanah maka semakin sarang tanah tersebut, sebaliknya semakin besar bobot isi semakin padat tanah tersebut. Pemberian mulsa jerami sebagai penutup tanah diharapkan dapat mengurangi erosi dan aliran permukaan, serta memperbaiki sifat fisik tanah. Foth (1978) dalam penelitiannya menyatakan bahwa bobot isi 1.0 g/cm 3 atau kurang, bagus untuk perkembangan akar tanaman dalam menembus tanah 37

16 karena tidak terjadi pemadatan. Faktor yang sangat penting dalam penentuan produktivitas tanah adalah bobot isi tanah, sebab dapat menggambarkan tingkat kepadatan tanah yang akan mempengaruhi daya tembus akar tanaman, air dalam tanah, dan aerasi tanah (Haridjaja, 1980). Semakin kecil bobot isi tanah maka semakin sarang tanah tersebut sehingga mudah untuk dapat meneruskan air dan ditembus oleh akar. Untuk menurunkan bobot isi tanah diperlukan mulsa sisa tanaman yang banyak dan memerlukan waktu lebih dari satu musim tanam. Hal ini sesuai dengan pendapat Brown dan Dicky (1970) yang menyatakan bahwa untuk menurunkan bobot isi tanah, meningkatkan permeabilitas, porositas, dan total pori diperlukan mulsa sisa tanaman lebih dari 11 ton/ha. 4.2. Pengaruh Mulsa terhadap Kadar Air pada berbagai nilai pf. Analisis statistik pada taraf 5% menunjukkan bahwa pemberian mulsa jerami padi sampai 2,76 ton/ha tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air pada pf 1, 2, 2,54 dan 4,2 (Tabel 4). Hal ini disebabkan oleh waktu perlakuan pemberian mulsa yang baru satu musim sehingga pengaruh mulsa terhadap perubahan kadar air pada berbagai nilai pf belum terlihat. Tabel 4. Kadar air pada pf 1, pf 2, pf 2,54 dan pf 4,2 dari berbagai taraf pemberian mulsa Kadar Air (%) pf 1 pf 2 pf 2,54 pf 4,2 Tanpa Mulsa (M0) 60,76a 41,67a 40,25a 33,91a Dosis 0,92 ton/ha (M1) 56,26a 45,57a 39,86a 34,68a Dosis 1,84 ton/ha (M2) 59,29a 43,55a 40,19a 34,21a Dosis 2,76 ton/ha (M3) 58,20a 39,67a 38,89a 33,71a Pemberian mulsa dengan cara disebar di atas permukaan tanah hanya dapat memperbaiki lapisan atas tanah saja dan sulit untuk memperbaiki lapisan tanah di bawahnya. Akibatnya pemberian mulsa yang hanya dalam satu musim belum mampu menciptakan proses agregasi yang dapat mempengaruhi distribusi pori dalam tanah.

17 Penentuan nilai kadar air pada pf 1, 2, 2,54 dan 4,2 dimaksudkan untuk melihat kadar air tanah pada kondisi tertentu. Seperti pada pf 2,54 atau pada tegangan 1 / 3 bar adalah menunjukkan kondisi kadar air tanah pada kapasitas lapang. Kadar air kapasitas lapang adalah keadaan tanah yang cukup lembab yang menunjukkan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya tarik gravitasi. Kadar air pada pf 4,2 atau pada tegangan 15 bar menunjukkan kondisi air pada titik layu permanen. Titik layu permanen merupakan kandungan air tanah dimana akar-akar tanaman mulai tidak mampu lagi menyerap air dari tanah, sehingga tanaman menjadi layu (Soepardi, 1983). Kapasitas lapang dan titik layu permanen merupakan dua keadaan kadar air yang penting untuk pertumbuhan tanaman. Keduanya menunjukkan batas atas dan bawah dari air yang di pegang oleh tanah dan tersedia bagi tanaman. Besarnya nilai kadar air kapasitas lapang dan titik layu permanen berbeda pada setiap tanah, semuanya bergantung pada distribusi ukuran partikel, volume pori, dan distribusi ukuran pori. 4.3. Pengaruh Mulsa terhadap Pori Air Tersedia Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pemberian mulsa jerami padi sampai 2,76 ton/ha tidak berpengaruh nyata terhadap pori air tersedia di dalam tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap ruang pori air tersedia di dalam tanah disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Pori air tersedia pada berbagai taraf pemberian mulsa Pori Air Tersedia (%) Tanpa Mulsa (M0) 6,35a Dosis 0,92 ton/ha (M1) 5,18a Dosis 1,84 ton/ha (M2) 5,97a Dosis 2,76 ton/ha (M3) 5,17a Pemberian mulsa yang hanya satu musim di permukaan tanah belum mampu memperbaiki pori air tersedia karena hanya dapat memperbaiki lapisan atas tanah, sehingga tidak berpengaruh terhadap struktur atau agregat lapisan di

18 bawahnya yang dapat memperbaiki pori air tersedia. Tidak berpengaruhnya mulsa yang diberikan karena jumlahnya terlalu sedikit dan belum melapuk secara sempurna dalam waktu yang singkat sehingga belum dapat memperbaiki struktur tanah yang dapat menciptakan pori air tersedia. Selisih antara kadar air kapasitas lapang dan titik layu permanen adalah pori air tersedia. Penentuan pori air tersedia ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa persen air yang mudah diambil oleh tanaman (Foth, 1972). Pori air tersedia berukuran 0,2 25 µm (Oades, 1986). Masnang (1995) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemberian mulsa jerami padi dengan dosis 5.79 ton/ha dapat meningkatkan pori air tersedia dari 9.1% menjadi 15.4% dimana terjadi peningkatan sebesar 6.3% 4.4. Pengaruh Mulsa terhadap Ruang Pori Total Tanah Hasil analisis statistika terhadap nilai ruang pori total pada penelitian ini disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Ruang pori total tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa Rata-rata (%) Tanpa Mulsa (M0) 60,86 64,68 62,46 62,67a Dosis 0,92 ton/ha (M1) 60,74 63,98 61,53 62,08a Dosis 1,84 ton/ha (M2) 63,32 64,62 59,41 62,45a Dosis 2,76 ton/ha (M3) 65,85 62,45 61,62 63,31a Analisis statistika menunjukkan bahwa pemberian mulsa jerami padi sampai 2,76 ton/ha pada lahan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai ruang pori pada taraf 5% (Tabel 6). Hal ini disebabkan karena jangka waktu penelitian yang terlalu singkat sehingga rongga dan agregat tanah yang terbentuk belum cukup untuk meningkatkan ruang pori total tanah. Nilai ruang pori total yang diperoleh sudah baik yaitu berkisar 62%, sehingga sulit untuk meningkatkan ruang pori total yang sudah ada. Sulit untuk mempengaruhi atau merubah struktur tanah hanya dalam satu musim tanam (Sinukaban et al., 2007). Pada penelitian ini pengaruh faktor tanaman seperti suhu, cahaya matahari, pupuk, dan lain-lain pada setiap petak dianggap sama, sehingga yang diamati

19 hanya pengaruh dari mulsa saja. Sistem perakaran tanaman kacang tanah secara langsung dapat juga memperbaiki porositas tanah melalui kemampuannya menembus lapisan tanah. Pada tanah dengan perlakuan dosis sebesar M1 dan M2, ada kecenderungan peningkatan ruang pori total lebih rendah daripada dosis M3. Hal ini menunjukkan bahwa penutupan mulsa sebanyak M3 lebih efektif untuk meningkatkan ruang pori total tanah. Pemberian mulsa pada lahan, awalnya akan diuraikan oleh mikroba tanah dan selanjutnya dipakai oleh organisme makro tanah, dan hasil dekomposisi dari organisme makro akan dipakai oleh organisme mikro untuk kebutuhannya sehingga dapat memperbaiki atau merubah pori makro dan mikro sehingga dapat meningkatkan ruang pori total tanah. Pori-pori tersebut terbentuk akibat aktifitas biota tanah. Organisme yang paling utama dalam membentuk ruang pori tanah adalah organisme yang berukuran makro karena organisme ini pada umumnya dapat mengunyah dan merobek jaringan tanaman dan membuatnya lebih mudah bagi organisme mikro untuk menggunakannya. Aktivitas organisme tanah membantu membentuk saluran-saluran dalam tanah yang berfungsi sebagai pori tanah. Menurut Suwardjo (1981), mulsa jerami dapat sebagai sumber energi bagi biota tanah, sehingga aktifitas biota tanah akan meningkat yang sejalan dengan peningkatan ruang pori total tanah. 4.5. Pengaruh Mulsa terhadap Laju Infiltrasi Tanah Infiltrasi adalah masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah, sedangkan laju infiltrasi adalah banyaknya air per satuan waktu yang masuk melalui permukaan tanah. Hasil analisis statistika terhadap laju infiltrasi minimum masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Laju infiltrasi konstan tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa Rata-rata (cm/jam) Kategori Infiltrasi Tanpa Mulsa (M0) 2,4 6,0 7,2 5,2a Sedang Dosis 0,92 ton/ha (M1) 3,6 6,0 7,2 5,6a Sedang Dosis 1,84 ton/ha (M2) 4,8 6,0 8,4 6,4a Sedang Dosis 2,76 ton/ha (M3) 18,00 12,00 16,80 15,6b Cepat Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan

20 Analisis statistika menunjukkan bahwa laju infiltrasi tanah meningkat secara nyata dengan penggunaan mulsa minimal 2,76 ton/ha. M3 memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap laju infiltrasi tanah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini disebabkan karena dosis mulsa pada M3 lebih banyak daripada dosis yang lain. Pemberian mulsa pada tanah akan mengurangi proses detachment atau penghancuran agregat tanah akibat butiran air hujan yang jatuh ke tanah. Adanya mulsa yang ditebar dipermukaan tanah dapat menghambat butir-butir hujan yang jatuh sehingga energi tumbuknya berkurang dan juga dapat mencegah terjadinya surface sealing, sehingga daya dispersi agregat tanah dapat dikurangi, dan proses penutupan pori tanah oleh partikel-partikel halus dapat dikurangi. Disamping itu kemampuan mulsa dalam mempertahankan kadar air tanah di bawahnya dapat meningkatkan aktifitas makrofauna yang selanjutnya meningkatkan infiltrasi. Tanah yang tidak diberi mulsa mempunyai kemampuan melalukan air yang lebih rendah daripada tanah yang diberi mulsa. Pori-pori makro tanah dapat tertutup oleh butiran-butiran halus yang terbentuk akibat dispersi agregat tanah, sehingga laju masuknya air ke dalam tanah menjadi berkurang. Pada tanah yang diberi mulsa, dispersi agregat permukaan tanah dapat terlindungi sehingga air yang jatuh tidak langsung masuk ke dalam tanah. Hasil pendekatan model infiltrasi dengan menggunakan model Horton terhadap laju infiltrasi pada setiap waktu pada seluruh petak percobaan disajikan dalam Lampiran 2. 4.6. Pengaruh Mulsa terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Tanah 4.6.1. Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun Parameter pertumbuhan tanaman yang meliputi tinggi tanaman dan jumlah daun selama masa pertumbuhan disajikan pada Gambar 1 dan 2. Dari data jumlah daun pada penelitian ini dapat dilihat bahwa makin banyak pemberian mulsa menyebabkan jumlah daun per rumpun makin banyak pula dengan semakin lamanya umur tanaman (Gambar 1 dan Tabel Lampiran 3). Hal ini disebabkan karena semakin lama umur tanaman, maka mulsa semakin melapuk. Pemberian

21 bahan organik berupa mulsa dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, karena mulsa yang telah melapuk dapat menyediakan hara bagi tanaman. Jumlah Daun (helai) 80 70 60 50 40 30 20 10 0 2 4 6 8 10 Umur (minggu setelah tanam) Gambar 1. Jumlah daun kacang tanah selama masa pertumbuhan tanaman ( = 0 ton/ha, = 0,92 ton/ha, = 1,84 ton/ha, = 2,76 ton/ha) 60 Tinggi Tanaman (cm) 50 40 30 20 10 0 2 4 6 8 10 12 Umur (minggu setelah tanam) Gambar 2. Tinggi tanaman kacang tanah selama masa pertumbuhan tanaman ( = 0 ton/ha, = 0,92 ton/ha, = 1,84 ton/ha, = 2,76 ton/ha) Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian mulsa jerami dapat meningkatkan tinggi tanaman (Gambar 2 dan Tabel Lampiran 4). Pemberian mulsa memberikan pengaruh yang lebih baik daripada yang tidak diberi mulsa. Pemberian mulsa dapat meningkatkan ketersediaan air bagi tanaman, mengurangi fluktuasi suhu tanah, dapat mengendalikan pertumbuhan gulma, dan memperbaiki

22 aerasi tanah sehingga akar dapat berkembang lebih baik dan pertumbuhan tanaman akan menjadi lebih subur. 4.6.2. Biomassa Basah dan Biomassa kering Hasil perhitungan biomassa basah dan kering disajikan pada Tabel 8 dan 9. Berat biomassa basah diukur setelah tanaman dipanen, sedangkan biomassa kering diukur setelah lima tanaman sample dioven dengan suhu 70 o C. Perhitungan biomassa basah dan kering dimaksudkan untuk melihat pengaruh perlakuan mulsa terhadap pertumbuhan tanaman kacang tanah. mulsa pada lahan pertanian dapat mengurangi laju evaporasi sehingga kehilangan air akibat evaporasi dapat berkurang dan air dapat tersedia bagi tanaman sehingga pertumbuhan tanaman menjadi optimal. Tabel 8. Bobot biomassa basah kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa Rata-rata (gram) Tanpa Mulsa (M0) 166,00 153,00 154,50 157,83a Dosis 0,92 ton/ha (M1) 161,33 146,33 181,50 163,05a Dosis 1,84 ton/ha (M2) 163,00 164,20 178,00 168,40a Dosis 2,76 ton/ha (M3) 157,20 165,40 190,60 171,07a. Tabel 9. Bobot biomassa kering kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa Rata-rata (gram) Tanpa Mulsa (M0) 45,00 42,760 34,40 40,33a Dosis 0,92 ton/ha (M1) 45,80 43,50 38,40 42,57a Dosis 1,84 ton/ha (M2) 47,80 53,00 41,00 47,27a Dosis 2,76 ton/ha (M3) 45,60 55,00 48,80 49,80a Analisis statistika menunjukkan bahwa pemberian mulsa jerami padi sampai 2,76 ton/ha tidak berpengaruh nyata terhadap biomassa basah dan kering kacang tanah (Tabel 8 dan 9). Hal ini dikarenakan dalam waktu satu musim tanam, mulsa belum melapuk secara sempurna, perlu dua atau tiga musim tanam lagi agar mulsa dapat melapuk. Pemberian mulsa dalam waktu yang lama akan mengalami proses

23 dekomposisi (perubahan bentuk organik menjadi anorganik) sehingga unsur hara yang dilepaskan akan menjadi tersedia yang kemudian dipakai tanaman untuk pertumbuhannya (Suwardjo, 1981). 4.6.3. Jumlah dan Bobot Polong Kacang Tanah Hasil perhitungan jumlah dan bobot polong pada lima tanaman sample ditunjukkan pada Tabel 10 dan 11. Pemberian mulsa jerami padi pada petak percobaan sampai 2,76 ton/ha tidak berpengaruh nyata produksi polong baik jumlah maupun bobotnya, karena mulsa yang diberikan dalam waktu satu musim tanam belum melapuk secara sempurna sehingga unsur hara yang diserap tanaman masih belum mencukupi. Hal ini terlihat pada uji statistik antar perlakuan pada taraf 5%. Tabel 10. Jumlah polong kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa Rata-rata Tanpa Mulsa (M0) 27 27 25 26a Dosis 0,92 ton/ha (M1) 28 22 31 27a Dosis 1,84 ton/ha (M2) 29 32 20 27a Dosis 2,76 ton/ha (M3) 30 27 28 28a Jika dilihat dari data yang dihasilkan, pada perlakuan mulsa M3 terlihat adanya kecenderungan peningkatan jumlah dan bobot polong. Penambahan mulsa pada tanah dapat mengurangi evaporasi, menyetabilkan suhu dan kelembaban tanah, serta meningkatkan ketersediaan unsur hara tanah. Dengan demikian, kondisi pertumbuhan kacang tanah dapat lebih baik dan pembentukan polong optimal. Tabel 11. Bobot polong kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa Rata-rata (gram) Tanpa Mulsa (M0) 25,20 27,00 23,60 25,27a Dosis 0,92 ton/ha (M1) 27,00 23,20 27,66 25,95a Dosis 1,84 ton/ha (M2) 32,80 31,80 22,25 27,66a Dosis 2,76 ton/ha (M3) 33,25 29,20 24,60 29,01a

24 4.6.4. Jumlah dan Bobot Biji Kacang Tanah Perhitungan jumlah dan bobot biji kacang tanah dilakukan setelah lima tanaman contoh kacang tanah dioven. Bagian kacang tanah yang dimanfaatkan oleh manusia adalah biji kacang tanah sehingga dapat dijadikan indikator produktivitas tanaman. Pengaruh penggunaan mulsa terhadap jumlah biji dan bobot biji kacang tanah disajikan pada Tabel 12 dan 13. Tabel 12. Jumlah biji kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa Rata-rata Tanpa Mulsa (M0) 45 47 42 45a Dosis 0,92 ton/ha (M1) 49 38 53 47a Dosis 1,84 ton/ha (M2) 46 48 50 48a Dosis 2,76 ton/ha (M3) 46 48 52 49a Pemberian mulsa dengan cara disebar di permukaan tanah dapat menjaga kelembaban tanah dan menyetabilkan suhu yang dapat mengurangi penguapan air, sehingga air yang dikonsumsi untuk pembentukan tiap satuan berat biji kacang tanah dapat tercukupi. Namun, tanaman yang diberi mulsa mempunyai jumlah dan bobot kering biji yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberi mulsa (Tabel 12 dan 13) Tabel 13. Bobot biji kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa Rata-rata (gram) Tanpa Mulsa (M0) 18,33 18,00 17,67 18,00a Dosis 0,92 ton/ha (M1) 19,67 21,00 18,00 19,56a Dosis 1,84 ton/ha (M2) 21,80 26,25 15,00 21,01a Dosis 2,76 ton/ha (M3) 20,00 25,50 22,00 22,50a Analisis statistika menunjukkan bahwa perlakuan mulsa jerami padi sampai 2,76 ton/ha tidak berpengaruh nyata terhadap tidak berpengaruh terhadap jumlah dan bobot biji kacang tanah. Hal ini dikarenakan mulsa yang diberikan dalam waktu satu musim tanam belum melapuk secara sempurna, perlu dua atau tiga musim tanam lagi agar mulsa dapat melapuk. Menurut Suwardjo (1981), sisa

25 tanaman yang diberikan pada tanah selama tiga musim tanam sangat nyata meningkatkan pertumbuhan dan produksi dibandingkan dengan yang tidak diberi mulsa. Mulsa lambat laun akan terdekomposisi (perubahan bentuk organik menjadi anorganik) sehingga unsur hara yang dilepaskan akan menjadi tersedia yang kemudian dipakai tanaman untuk pertumbuhan jumlah biji dan polong serta bobot biji dan polongnya (Suwardjo, 1981). Pemberian mulsa dengan dosis 0,92 ton/ha (M1); 1,84 ton/ha (M2), dan 2,76 ton/ha (M3) dalam waktu satu musim tanam belum berpengaruh terhadap sifatsifat fisik tanah seperti bobot isi, ruang pori total, kadar air pada berbagai nilai pf, laju infiltrasi, dan produksi tanaman kacang tanah. Namun pemberian mulsa dalam jumlah yang lebih banyak cenderung meningkatan pertumbuhan dan produksi. Hal ini sejalan dengan penelitian Suwardjo (1981) yang menyatakan bahwa pemberian sisa tanaman yang diberikan pada tanah selama tiga musim tanam sangat nyata meningkatkan pertumbuhan dan produksi dibandingkan dengan yang tidak diberi mulsa. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk melihat bagaimana pengaruh mulsa terhadap jenis tanaman yang lain, dosis mulsa yang lebih banyak, dan waktu yang lebih dari satu musim tanam.