BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GANGGUAN KESADARAN PADA EPILEPSI. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN DEFINISI ETIOLOGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Takrif/pengertian. 1/2/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Biasanya Kejang Demam terjadi akibat adanya Infeksi ekstrakranial, misalnya OMA dan infeksi respiratorius bagian atas

Di Indonesia penelitian epidemiologik tentang epilepsi belum pernah dilakukan, namun epilepsi tidak jarang dijumpai dalam masyarakat.

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan dan bentuk tubuh, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Epilepsi merupakan penyakit kronis di bidang neurologi dan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. setelah penyakit jantung dan kanker (World Health Organization (WHO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SMF/lab Neurologi Referrat Program Studi Kedokteran Umum Universitas Mulawarman EPILEPSI. Dipresentasikan pada tanggal: 01 Mei 2013.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

EPILEPSI. Rambu Shinta Anggung Praing. Fakultas Kedokteran UKRIDA. Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta. Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

2/19/2017 MATERI DEFINISI EPILEPSI PENATALAKSANAAN EPILEPSI. Definisi Konseptual

BAB 2 NYERI KEPALA. B. Pertanyaan dan persiapan dokter muda

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kejang merupakan masalah neurologi yang paling sering kita jumpai pada

DRUGS USED IN EPILEPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1

PEDOMAN DIAGNOSTIK & PENGOBATAN EPILEPSI PADA ANAK. Dr Erny SpA(K) FK UWKS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang datang dalam serangan-serangan berulang secara spontan yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI

BIPOLAR. oleh: Ahmad rhean aminah dianti Erick Nuranysha Haviz. Preseptor : dr. Dian Budianti amina Sp.KJ

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang

BAB I PENDAHULUAN. Insiden epilepsi di dunia berkisar antara tiap penduduk tiap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terdapat 204 resep (50,62%) dan pasien berjenis kelamin laki-laki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) merupakan gangguan

Definisi Suatu reaksi organik akut dengan ggn utama adanya kesadaran berkabut (clouding of consciousness), yg disertai dengan ggn atensi, orientasi, m

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Tulang adalah jaringan hidup yang memiliki vaskularisasi yang baik, dengan

BAB III METODE PENELITIAN

KELOMPOK E DEPERTEMEN ANAK SRIYANTI B. MATHILDIS TAMONOB RANI LEKSI NDOLU HARRYMAN ABDULLAH

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAHAN AJAR I KEJANG Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

Kejang Pada Neonatus

DAFTAR ISI xx DAFTAR ISI. DATAR TABEL xxiii DAFTAR GAMBAR xxiv DFTAR SINGKATAN xxv DAFTAR LAMPIRAN xxvi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEJANG PADA ANAK. Oleh: Nia Kania, dr., SpA., MKes

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Struktur tiroid terdiri dari folikel yang berfungsi untuk mensekresikan hormon

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. sekelompok neuron kortek/subkortek, bisa sebagai serangan epilepsi maupun bukan

V E R T I G O. Yayan A. Israr, S. Ked. Author : Faculty of Medicine University of Riau Arifin Achmad General Hospital of Pekanbaru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. poliuria neurohormonal. Karbamazepin merupakan lini pertama untuk. pengobatan trigeminal neuralgia (Aronson, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DIAGNOSIS EPILEPSI. Oleh : Utoyo Sunaryo Bagian Neurologi FK UWKS RSUD Dr Moh. Saleh Kota Probolinggo

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses

MANAJEMEN KEJANG PASCA TRAUMA

BAB 5 PEMBAHASAN. Pada penelitian ini yang bermakna sebagai faktor risiko bangkitan kejang

REFERAT EPILEPSI PADA ANAK

A. Pemeriksaan penunjang. - Darah lengkap

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nyeri kepala merupakan masalah yang sering terjadi pada anak-anak dan

Journal Reading ULFA ELSANATA ( )

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

Bab 10 NYERI. A. Tujuan pembelajaran

BAB 1 PENDAHULUAN. serta tidak didapatkan infeksi ataupun kelainan intrakranial. Dikatakan demam

e) Faal hati f) Faal ginjal g) Biopsi endometrium/

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Stroke merupakan suatu gangguan fungsional otak yang ditandai dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

BAB I PENDAHULUAN. Meningioma adalah tumor jinak pada CNS yang. berasal dari selubung meninges pada otak dan korda

Diagnosa Banding Kejang Pdf Download ->>->>->> DOWNLOAD

Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) merupakan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia mempunyai dua faktor yang berpengaruh besar terhadap

riwayat personal-sosial

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak), terdiri atas semua bagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mortalitas yang tinggi pada penderitanya. Selain sebagai penyebab kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindrom neurokutaneus merupakan sekelompok besar kelainan kongenital

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gejala Awal Stroke. Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

Definisi Vertigo. Penyebab vertigo

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

- Seluruh perilaku, gerak dan aktivitas kita dikontrol oleh otak, yang terdiri dari bermilyard-milyard sel otak.

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Lenglengan (Leucas lavandulifolia Sm.)

Curiculum vitae. Dokter umum 1991-FKUI Spesialis anak 2002 FKUI Spesialis konsultan 2008 Kolegium IDAI Doktor 2013 FKUI

Hepatitis Virus. Oleh. Dedeh Suhartini

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA KAJIAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN FENITOIN, KARBAMAZEPIN, DAN ASAM VALPROAT TUNGGAL TERHADAP OUTCOME PASIEN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keaadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara pparoksismal, dan disebabkan oleh berbagai etiologi. Sedangkan bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah manifestasi klinik dari bangkitan serupa (stereotipik),berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked) Menurut Shapiro Menurut Shapiro dan kawan-kawan (1990) penyebab late onset epilepsi sebagian besar masih belum diketahui. Pendapat ini juga didukung oleh penelitian Jimenez dan kawan-kawan (1990), dimana penyebab epilepsi 53% tidak diketahui, 20% penyakit serebrovaskuler, 10% peminum alkohol kronis, 6,3% tumor dan 2,5% post trauma kapitis. Apabila terjadi setelah usia 60 tahun penyebab terserung adalah penyakit serebrovaskuler. Penyebab bangkitan berulang yang dimuali pada usia 35-60 tahun dipikirkan kemungkinan penyebab seperti trauma, neoplasma, penyakit vaskuler, withdrawal alkohol atau obat sedatif-hipnotif lainnya. Sedangkan pada usia lebih dari 60 tahun dipikirkan penyakit vaskuler, tumor penyakit degeneratif, trauma, oleh karena itu late onset epilepsy memerlukan perhatian khusus serta dievaluasi dan dicari penyebabnya. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keaadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara pparoksismal, dan disebabkan oleh berbagai etiologi. Sedangkan bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah manifestasi klinik dari bangkitan serupa (stereotipik),berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked) 2.2 Etiologi Penyebab bangkitan berulang yang dimuali pada usia 35-60 tahun dipikirkan kemungkinan penyebab seperti trauma, neoplasma, penyakit vaskuler, withdrawal alkohol atau obat sedatif-hipnotif lainnya. Sedangkan pada usia lebih dari 60 tahun dipikirkan penyakit vaskuler, tumor penyakit degeneratif, trauma, oleh karena itu late onset epilepsy memerlukan perhatian khusus serta dievaluasi dan dicari penyebabnya. Menurut Shapiro Menurut Shapiro dan kawan-kawan (1990) penyebab late onset epilepsi sebagian besar masih belum diketahui. Pendapat ini juga didukung oleh penelitian Jimenez dan kawan-kawan (1990), dimana penyebab epilepsi 53% tidak diketahui, 20% penyakit serebrovaskuler, 10% peminum alkohol kronis, 6,3% tumor dan 2,5% post trauma kapitis. Apabila terjadi setelah usia 60 tahun penyebab terserung adalah penyakit serebrovaskuler. 2.3 Patofisiologi Bangkitan epilepsi disebabkan oleh ketidakseimbangan sekresi maupun fungsi neurotransmiter eksitatorik dan inhibitorik di otak. Keadaan ini bisa disebabkan sekresi neurotransmiter dari presinaptik tidak terkontrol ke sinaptik yang selanjutnya berperan pada 2

reseptor NMDA atau AMPA di post-sinaptik. Keterlibatan reseptor NMDA subtipe dari reseptor glutamat (NMDAR) disebut-sebut sebagai patologi terjadinya kejang dan epilepsi. Secara farmakologik, inhibisi terhadap NMDAR ini merupan prinsip kerja dari obat antiepilepsi. Beberapa penelitian neurogenetik membuktikan adanya beberapa faktor yang bertanggungjawab atas bangkitan epilepsi antara lain kelainan pada ligand-gate (sub unit dari reseptor nikotinik) begitu juga halnya dengan voltage-gate (kanal natrium dan kalium). Hal ini terbukti pada epilepsi lobus frontalis yang ternyata ada hubungannya dengan terjadinya mutasi dari resepotor nikotinik subunit alfa 4.9 Berbicara mengenai kanal ion maka peran natrium, kalium dan kalsium merupakan ion-ion yang berperan dalam sistem komunikasi neuron lewat reseptor. Masuk dan keluarnya ion-ion ini menghasilkan bangkitan listrik yang dibutuhkan dalam komunikasi sesame neuron.9 Jika terjadi kerusakan atau kelainan pada kanal ion-ion tersebut maka bangkitan listrik akan juga terganggu sebagaimana pada penderita epilepsi. Kanal ion ini berperan dalam kerja reseptor neurotransmiter tertentu. Dalam hal epilepsi dikenal beberapa neurotransmiter seperti gamma aminobutyric acid (GABA) yang dikenal sebagai inhibitorik, glutamat (eksitatorik), serotonin (yang sampai sekarang masih tetap dalam penelitian kaitan dengan epilepsi, asetilkholin yang di hipokampus dikenal sebagai yang bertanggungjawab terhadap memori dan proses belajar. 2,6 2.4 Klasifikasi Terdapat berbagai cara klasifikasi, klafikikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsy (ILAE) terdiri dari jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi dan klasifikasi untuk sindrom, untuk kepentingan klinis, biasanya digunakan kiasifikasi berdasarkan sifat serangan: 2,5 Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsy. I. Serangan parsial. 3

A. Serangan sederhana Dengan manifestasi motorik Dengan manifestasi sensorik Dengan manifestasi autonomik Dengan manifestasi psikik B. Serangan parsial kompleks (dapat diikuti dengan automatisme) Dengan gambaran parsial sederhana (Al A4) pada awalnya, disusul serangan lena (absence) Dengan serangan lena pada awalnya C. Serangan umum sekunder dengan evolusi dan serangan parsial sederhana/kompleks menjadi serang umum. Parsial sederhana yang menjadi umum tonik-klonik Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik 2,5 II. Serangan umum A. Serangan lena (petit mal) B. Serangan mioklonik C. Serangan klonik D. Serangan tonik 4

E. Serangan tonik-klonik (grand mal) F. Serangan atonik III. Serangan tak tergolongkan 2.5 Manifestasi Klinis Epilepsi parsial ( 20% dari seluruh kasus epilepsi). A. Bangkitan parsial sederhana Dimulai dengan muatan listrik di bagian otak tertentu dan muatan ini tetap terbatas di daerah tersebut, dimana tidak terjadi perubahan kesadaran. Penderita mengalami sensasi, gerakan atau kelainan psikis yang abnormal, tergantung kepada daerah otak yang terkena. Jika terjadi di bagian otak yang mengendalikan gerakan otot lengan kanan, maka bangkitan dimulai dari lengan kanan yang akan bergoyang dan mengalami sentakan, tungkai atau muka (unilateral/fokal) kemudian menyebar pada sisi yang sama (jacksonian march), kepala juga mungkin berpaling kea rah bagian tubuh yang mengalami kejang (adversif). Jika terjadi pada lobus temporalis anterior bagian dalam, maka penderita akan mencium bau yang sangat menyenangkan atau sangat tidak menyenangkan. Pada penderita yang mengalami kelainan psikis bisa mengalami deja vu (merasa pernah mengalami keadaan sekarang di masa yang lalu). B. Bangkitan parsial kompleks Bangkitan fokal disertai terganggunya kesadaran, yang sering diikuti oleh automatisme yang stereotipik seperti mengunyah, menelan, tertawa, dan kegiatan motorik lainnya tanpa tujuan yang jelas, atau kepala mungkin berpaling ke arah bagian tubuh yang mengalami kejang (adversif). Epilepsy umum menurut simptomatologi a. Epilipsi Petit Mal Ialah epilepsy umum yang idiopatik. Meliputi kira-kira 3-4 % dari kasus epilepsy. Umumnya timbul pada anak pubertas (4-5 tahun). Bangkitan berupa kehilangan kesadaranyang 5

berlangsung tidak lebih dari 10 detik. Sikap berdiri dan duduk masih bisa dipertahankan kadangkadang terlihat gerakan alis, kelopak dan bola mata. Setelah sadar biasanya penderita dapat melanjutkan aktivitas seperti semula. Bangkitan dapat berlangsung beberapa ratus kali dalam sehari. Bangkitan petitmal yang tidak ditanggulangi 50% akan menjadi grand-mal. Petit-mal yang tidak akan timbul lagi pada usia dewasa dapat diramalkan berdasarkan 4 ciri : timbul pada usia 4-5 tahun dengan taraf kecerdasan yang normal, harus murni dan kehilangan kesadaran hanya beberapa detik, mudah di tanggulangi hanya dengan satu macam obat. Pola EEG khas berupa gelombang runcing dan lambat dengan frekuensi 3 per detik. b. Grand-mal Grand-mal (meliputi 75% kasus epilepsy) meliputi tipe primer dan sekunder. Epilepsy grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik- klonik Gejala kejang berdasarkan sisi otak yang terkena Sisi otak yang terkena Lobus frontalis/precentral Lobus oksipitalis Lobus parietalis Lobus temporalis Lobus temporalis anterior Lobus temporalis anterior sebelah dalam Gejala Kedutan pada otot tertentu Halusinasi kilauan cahaya Mati rasa atau kesemutan di bagian tubuh tertentu Halusinasi gambaran dan perilaku repetitif yang kompleks misalnya berjalan berputarputar Gerakan mengunyah, gerakan bibir mencium Halusinasi bau, baik yg menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan 6

2.6 Diagnosis Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu: 1. Memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal menunjukkan bangkitan epilepsy atau bukan epilepsy 2. Apabila benar terdapat bangkitan epilepsy, maka tentukanlah bangkitan yang ada termasuk jenis bangkitan yang mana 3. Tentukan etiologi, sindrom epilepsi apa yang ditunjukkan oleh bangkitan tadi, atau epilepsi apa yang diderita oleh pasien. Diagnosis epilepsy ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik dalam bentuk bangkitan epilepsy berulang (minimum 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform pada EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah sebagai berikut: 1. Anamnesis (auto dan alo-anamnesis) a) Pola/ bentuk bangkitan b) Lama bangkitan c) Gejala sebelum, selama dan pasca bangkitan d) Frekuensi bangkitan e) Factor pencetus f) Ada/ tidak adanya penyakit lain yang diderita sekarang 7

g) Usia pada saat terjadinya bangkitan pertama h) Riwayat pada saat dalam kandungan, kelahiran dan perkembangan bayi/ anak i) Riwayat terapi epilepsy sebelumnya j) Riwayat penyakit epilepsy dalam keluarga 2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologic Melihat adanya tanda-tanda dari gangguann yang berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologic fokal atau difus, kecanduan alcohol atau obat terlarang dan kanker. 3. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan indikasi I. Pemeriksaan laboratorium a. Darah : hemoglobin, lekosit, hematokrit, trombosit, apusan darah tepi, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium), kadar gula, fungsi hati (SGOT, SGPT, Gamma GT, alkali fosfatase), ureum, kreatinin, dan lainnya atas indikasi. b. Cairan serebrospinal : bila dicurigai ada infeksi SSP c. Pemeriksaan-pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi misalnya ada kelainan metabolic bawaan. 3,5 II. Pemeriksaan Pencitraan a. Pemeriksaan elektro-ensefalografi (EEG) Rekaman EEG sebaiknya dilakukan pada saat bangun, tidur, dengan stimulasi fotik, hiperventilasi, stimulasi tertentu sesuai pencetus bangkitan (pada epilepsy reflex) 8

Kelainan epileptiform EEG interiktal (di luar bangkitan) pada orang dewasa dapat ditemukan sebesar 29-38%, pada pemeriksaan ulang gambaran epileptiform dapat meningkat menjadi 59-77%. Bila EEG pertama normal sedangkan persangkalan epilepsy sangat tinggi, maka dapat dilakukan EEG ulangan dalam 24-48 jam setelah bangkitan atau dilakukan dengan persyaratan khusus, misalnya kurangi tidur (sleep deprivation), atau dengan menghentikan obat anti-epilepsi (OAE). Indikasi pemeriksaan EEG : 1. Membantu menegakkan diagnosis epilepsi. 2. Menentukan prognosis pada kasus tertentu 3. Pertimbangan dalam penghentian OAE 4. Membantu dalam menentukan letak focus 5. Bila ada perubahan bentuk bangkitan dari bangkitan sebelumnya. b. Pemeriksaan pencitraan otak (brain imaging), dengan indikasi : 1. Semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan structural 2. Adanya perubahan bentuk bangkitan 3. Terdapat defisit neurologik fokal 4. Epilepsi dengan bangkitan parsial 5. Bangkitan pertama di atas usia 25 tahun 6. Untuk persiapan tindakan pembedahan epilepsi C. Magnetic Resonance Imaging (MRI) 9

MRI merupakan prosedur pencitraan pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan Computed Tomography (CT scan) MRI dapat mendeteksi sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa. Pemeriksaan MRI diindikasikan untuk epilepsi yang sangat mungkin memerlukan terapi pembedahan. 2.7 Diagnosis Banding 1. Sinkop, dapat bersifat vasovagal attack, kardiogenik, hipovolumik, hipotens dan sinkope saat miksi (micturition syncope). 2. Serangan iskemik sepintas (Transient Ischemic Attack) 3. Vertigo 4. Transient global amnesia 5. Narkolepsi 6. Bangkitan panic, psikogenik 7. Sindrom menier 8. Tics 2.8 PENATALAKSANAAN Jika penyebabnya adalah tumor, infeksi atau kadar gula maupun natrium yang abnormal, maka keadaan tersebut harus diobati terlebih dahulu. Jika keadaan tersebut sudah teratasi, maka kejangnya sendiri tidak memerlukan pengobatan. Jika penyebabnya tidak dapat disembuhkan atau dikendalikan secara total, maka diperlukan obat anti-kejang untuk mencegah terjadinya kejang lanjutan. Sekitar sepertiga penderita mengalami kejang kambuhan, sisanya biasanya hanya mengalami 1 kali serangan. Obat-obatan biasanya diberikan kepada penderita yang mengalami kejang kambuhan. 10

a. Karbamazepin Obat ini telah digunakan sebagai obat antiepilepsi sejak 1974, merupakan senyawa minostilbene. Terutama efektif untuk epilepsi psikomotor, meskipun juga bermanfaat untuk jenis tonik-klonik umum atau fokal motorik.tidak efektif untuk jenis lena dan jenis mioklonik Obat ini tidak menimbulkan sedasi dan dilaporkan membenikan efek psikotropik berupa meningkatnya inisiatif dan perbaikan tingkah laku; selain itu juga diduga mempunyai efek antidepresi karena struktur kimianya yang mirip imipramin. Mekanisme kerjanya secara pasti belum diketahui. Karbamazepin diserap dengan cepat setelah penggunaan per-oral, kadar puncak plasma tercapai dalam2 6 jam; waktu paruhnya dalam penggunaan jangka lama berkisar antara 13 17 jam; dalam darah 80% terikat dengan protein. Obat ini dimetabolisme menjadi 10,11-epoksid yang juga mempunyai aktivitas antikonvulsan. Karena merangsang metabolisme hepar, obat ini dapat memperpendek waktu paruh obat (antiepilepsi) lain yang diberikan bersamaan. Obat ini juga bermanfaat untuk mengatasi neuralgia trigeminal. Dosis umumnya berkisan antara 600 1200 mg/hari untuk dewasa dan 20 30 mg/kgbb/hari untuk anak-anak, dibagi 2 3 dosis. Dimulai dari dosis rendah untuk menghindani efek samping dan dinaikkan setiap 4 6 minggu sampai tercapai dosis optimal. Kadar plasma yang efektif berkisar 6 8 ug/ml, efek samping mulai muncul pada kadar plasma 8,5 10 ug/ml. Efek samping yang mungkin dijumpai berupa diplopi, pandangan kabur, mengantuk, pusing, muntah, mual dan ataksia, selain itu pernah dilaporkan menyebabkan depresi sumsum tulang yang fatal, ikterus dan sindrom Steven-Johnson. Ada yang menganjurkan pemeriksaan darah berkala pada penggunaan karbamazepin yang terus menerus. Karbamazepin tersedia dalam bentuk tablet 100 mg, 200 mg. tablet controlled release 200 mg dan sirup 100 mg/5 ml.9 b. Fenitoin/Difenilhidantoin Fenitoin telah diperkenalkan sebagai obat antiepilepsi sejak 1938, merupakan hasil riset yang khusus mencari obat anti epilepsi. Obat ini menekan penyebaran lepas muatan listrik dan 11

fokus epileptik ke korteks normal di sekitarnya; efek ini diduga karena fenitoin mengurangi kadar natrium intraseluler sehingga mengurangi iritabilitas neuron bersangkutan terutama di selsel piramidal dan sel-sel neuron perantara. Obat ini efektifdan banyak digunakan untuk epilepsi umum, terutama jenis tonik-klonik, juga untuk jenis fokal dan psikomotor, tetapi tidak efektif untuk jenis lena atau untuk kejang demam. Pada pemberian per oral, diserap di traktus gastrointestinal dan dimetabolisme di hati; waktu paruhnya 22 jam pada pemberian per oral dan 10 15 jam bila diberikan intravena. Konsentrasi maksimal tercapai dalam 4 24 jam dan keadaan mantap tercapai setelah 7 10 hari. Ekskresinya terutama dalam bentuk termetabolisme melalui urine, hanya <5% yang diekskresi dalam bentuk utuh. Obat ini diketahui mempunyai sifat farmakokinetik yang sulit karena adanya sifat kejenuhan atau kemampuan maksimum hepar untuk memetabolisme obat ini sehingga perubahan dosis yang melampaui batas maksimum akan sangat menaikkan kadarnya dalam plasma. Bila efek terapeutiknya belum memuaskan, dianjurkan untuk mengukur kadarnya dalam plasma; bila <8 mg/l (20 umol/l) dosis ditambah 100 mg, bila kadarnya 8 12 mg/i (20 60 umol/i) dosis ditambah 50 mg., sedangkan bila kadarnya> 12 mg/l (60 umol/l) cukup dengan penambahan 25 mg. Dosis umumnya 47 mg/kgbb/hari dibagi dalam tiga dosis terutama efektif untuk jenis tonik-klonik umum atau fokal dan jenis parsial kompleks. Efek samping dapat berupa alergi. Manifestasi alergi berupa ruam kulit dapat muncul 10 14 hari setelah pengobatan dimulai, juga dapat menyebabkan sindrom Steven-Johnson, Hiperplasi gingiva dan hipertnikosis merupakan efek samping yang tidak tergantung dosis, dijumpai terutama pada anak-anak 2-3 bulan pengobatan. Fenitoin juga pernah dilaporkan meningkatkan kejadian labio/palatoschizis pada bayi yang ibunya menggunakan obat tersebut. Fenitoin tersedia dalam bentuk kapsul/tablet 50 mg., 100 mg. dan preparat per enteral 100 mg/2 ml. 2.9 Prognosis Pasien epilepsy yang berobat teratur,1/3 akan bebas dari serangan paling sedikit 2 tahun,dan bisa lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir obat dihentikan,pasien tidak mengalami sawan 12

lagi,dikatakan telah mengalami remisi.diperkirakan 30% pasien tidak mengalami remisi meskipun minum obat dengan teratur. Sesudah remisi,kemungkinan munculnya serangan ulang paling sering didapat pada sawan tonikklonik dan sawan parsial kompleks.demikian pula usia muda lebih mudah mengalami relaps sesudah remisi. BAB III KESIMPULAN Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf kronik kejang berulang muncul tanpa diprovokasi. 13

Penyebabnya adalah kelainan bangkitan listrik jaringan saraf yang tidak terkontrol baik sebagian maupun seluruh bagian otak. Keadaan ini bisa di indikasikan sebagai disfungsi otak. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala yang disampaikan oleh orang lain yang menyaksikan terjadinya serangan epilepsi pada penderita. EEG (elektroensefalogram) merupakan pemeriksaan yang mengukur aktivitas listrik di dalam otak. Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak memiliki resiko. Elektroda ditempelkan pada kulit kepala untuk mengukur impuls listrik di dalam otak 14