BAB 1 PENDAHULUAN. kista. Tempat predileksinya antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. praktek dermatologi (Simonart, 2012). Akne vulgaris adalah penyakit inflamasi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit. yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda

BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. papul, pustul, nodul dan kista di area predileksinya yang biasanya pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit. keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. mengandung kelenjar sebasea seperti: muka, dada dan punggung ( kelenjar/cm). 1,2 Acne

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai. Indonesia, menurut catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetika

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Akne vulgaris atau lebih dikenal dengan jerawat, adalah penyakit self-limited yang menyerang unit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit. peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering

BAB I PENDAHULUAN. dan papula yang erimatus, serta pada kasus yang berat dapat disertai pustul yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. al, 2008). Tempat-tempat predileksi acne vulgaris adalah wajah, leher,

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, yang mengakibatkan kelainan signifikan dan gangguan pada

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan pemulihan (Menteri Kesehatan RI,

ABSTRAK Gambaran Karakteristik Penderita Akne Vulgaris di Klinik Spesialis Kulit dan Kelamin Sakura Derma Bandung

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Penelitian. Akne vulgaris adalah suatu kelainan pada unit. pilosebaseus yang banyak dijumpai pada remaja.

BAB I PENDAHULUAN. Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan

UJI KORELASI ANTARA NILAI AKTIVITAS SUPEROXIDE DISMUTASE DALAM ERITROSIT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN AKNE VULGARIS PADA WANITA

I. PENDAHULUAN. Satu dekade terakhir, pola komunikasi di Indonesia mengalami banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. vulgaris, merupakan penyakit peradangan kronis dari unit pilosebasea akibat

BAB I PENDAHULUAN. Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan

BAB I PENDAHULUAN. hipopigmentasi berwarna putih susu berbatas tegas. Vitiligo mengenai sekitar 0,5-1% dari

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup. kualitas hidup sebagai persepsi individu dari posisi individu dalam

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif dengan rancangan cross-sectional atau potong lintang. Bertujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dijumpai, dapat sembuh sendiri, dan terutama ditemukan pada remaja. Akne

ABSTRAK KADAR CRP DAN LED BERKORELASI POSITIF DENGAN DERAJAT KEPARAHAN AKNE VULGARIS

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. membunuh serangga (Heller, 2010). Sebanyak dua juta ton pestisida telah

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang serius

BAB I PENDAHULUAN. (Uta, 2003). Jerawat terjadi ketika pori-pori kulit dipenuhi oleh minyak, sel kulit

I. PENDAHULUAN. Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan diperkirakan lebih dari 300 juta orang setiap tahunnya terinfeksi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok dapat menyebabkan timbulnya berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Umumnya prevalensi abortus sekitar % dari semua. prevalensi masih bervariasi dari yang terendah 2-3% sampai yang

BAB I PENDAHULUAN. hanya dari segi medis namun juga psikososial, sedangkan bagi masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. digunakan dalam jumlah kecil karena memiliki tingkat kemanisan yang tinggi,

PERBANDINGAN KADAR VITAMIN E PLASMA PADA BERBAGAI DERAJAT KEPARAHAN AKNE VULGARIS TESIS SRI NAITA PURBA NIM:

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 1 (kurangnya sekresi insulin) dan tipe 2 (gabungan antara resistensi

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN. transparansinya. Katarak merupakan penyebab terbanyak gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam air, tidak berbau dan sangat manis. Pemanis buatan ini mempunyai tingkat kemanisan 550

BAB 1 PENDAHULUAN. tetap terjadi perubahan dalam morfologi, biokimia, dan metabolik yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan seperti trauma, infeksi atau obat-obatan (Van de Kerkhof, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari semua kelompok usia dan ras. Jong (2005) berpendapat bahwa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Perbedaan Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Pre

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit

BAB I PENDAHULUAN. adalah melindungi tubuh terhadap serangan penyakit dari luar dan menjaga suhu

DAFTAR ISI x. HALAMAN JUDUL i. HALAMAN PERSETUJUAN. ii. HALAMAN PERNYATAAN... iii. RIWAYAT HIDUP... iv. KATA PENGANTAR... v. ABSTRAK...

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga sepatu roda (inline skating) merupakan olahraga yang. membutuhkan keseimbangan antara kelincahan, kekuatan, kecepatan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Akne vulgaris adalah suatu penyakit yang. dialami oleh hampir semua remaja dan orang dewasa

DERAJAT PENYAKIT ACNE VULGARIS BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN KADAR MDA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. National Health and Nutrition Examination Survey III (NHANES III) yang

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serum terhadap kejadian acute coronary syndrome (ACS) telah dilakukan

HUBUNGAN TIDUR LARUT MALAM TERHADAP TIMBULNYA AKNE VULGARIS PADA MAHASANTRI PUTRA PESANTREN INTERNATIONAL K.H MAS MANSUR UMS 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA AKNE VULGARIS PADA AWAL PUBERTAS REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 4 LAPPARIAJA KABUPATEN BONE KARTIKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. berbahaya dari logam berat tersebut ditunjukan oleh sifat fisik dan kimia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit kulit akibat peradangan menahun dari unit pilosebasea yang ditandai dengan gambaran lesi yang bervariasi, seperti komedo, papul, pustul, nodul dan kista. Tempat predileksinya antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung. 1,2 Akne vulgaris merupakan suatu penyakit yang tidak hanya memberikan efek secara fisik bagi pasiennya, namun juga efek psikologis seperti rasa cemas dan depresi. 3 Akne vulgaris yang berat dapat menyebabkan terbentuknya skar yang permanen. 1,3,4 Diperkirakan sekitar 60-70% populasi di Amerika Serikat pernah menderita akne vulgaris 1 sepanjang hidupnya dan sebanyak 20% diantaranya menderita akne vulgaris berat. Di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan, berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis selama periode Januari Desember 2008, dari total 5.573 pasien yang berobat ke Unit Rawat Jalan Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 107 pasien (1,91%) diantaranya merupakan pasien dengan diagnosis akne vulgaris. Dari jumlah tersebut, 8,41% berusia 0-12 tahun, 90,6% berusia 13-35 tahun dan hanya 0,93% yang berusia 36-65 tahun. Hal ini menggambarkan bahwa pasien akne vulgaris yang terbanyak adalah usia remaja dan dewasa muda. 5 Patofisiologi akne vulgaris adalah multifaktorial, dengan bukti-bukti yang kuat menunjukkan adanya keterlibatan beberapa faktor yang berkaitan dengan patogenesis penyakit. Pada umumnya patofisiologi akne vulgaris terdiri dari perubahan pola keratinisasi dalam folikel, produksi sebum yang meningkat, peningkatan jumlah flora folikel (propionibacterium acnes) dan respon

inflamasi, namun bagi sebagian besar peneliti, patofisologi akne vulgaris masih merupakan suatu misteri. Telah dilakukan berbagai usaha untuk mencari pemecahan terhadap kompleksitas patofisiologi tersebut dengan tujuan agar di masa mendatang dapat ditemukan pendekatan terapi yang lebih menyeluruh dan tepat untuk pasien akne vulgaris. Penelitian terbaru etiopatogenesis akne vulgaris difokuskan pada peranan radikal bebas dan enzim antioksidan. Produksi radikal bebas ini biasanya lambat, dan dinetralkan oleh enzim antioksidan intraseluler seperti Superoksida Dismutase (SOD), Catalase (CAT), Glucose-6-1,4,6 phosphate dehydrogenase (G6PD) dan Myeloperoxidase (MPO). 7,8 Namun gangguan keseimbangan diantara keduanyadapat menimbulkan stres oksidatif. 9 Perubahan komposisi dari sebum, dan produksi radikal bebas berupa Reactive Oxygen Species (ROS) oleh neutrofil yang terlibat dalam iritasi dan destruksi dari dinding folikel mungkin berperan dalam menghasilkan inflamasi pada akne vulgaris. 10,11 Basak dkk melakukan penelitian tentang peran sistem pertahanan antioksidan dalam akne papulopustular pada 52 pasien akne vulgaris tipe papulopustular dan 36 orang sehat sebagai kontrol. Derajat keparahan akne dinilai berdasarkan Global Acne Grading System (GAGS). Hasil penelitian menunjukkan aktivitas SOD dan Glutathione Peroxidase (GSH-Px) secara bermakna menurun pada kelompok akne vulgaris. Aktivitas CAT dan kadar Thiobarbituric acid reactive substance (TBARS) lebih tinggi pada pada pasien dibanding kontrol. Hanya korelasi kecil yang dijumpai antara aktivitas GSH-Px dengan derajat keparahan akne. Kurutas dkk melakukan penelitian tentang aktivitas SOD dan MPO dalam polimorfonuklear leukosit (PMN) pada pasien akne vulgaris. Subjek terdiri dari 43 pasien akne vulgaris yang dikelompokkan ke dalam derajat ringan (subjek dengan lesi komedo) sampai berat (subjek dengan lesi nodulo-kistik) dan 24 orang sehat sebagai kontrol. Hasil penelitian menunjukkan 7

tidak ada perbedaan yang bermakna dalam aktivitas MPO antara pasien dan kontrol. Aktivitas SOD dalam PMN secara bermakna lebih rendah pada pasien akne vulgaris dibanding kontrol. Namun tidak ada hubungan yang dijumpai antara aktivitas enzim dengan derajat keparahan akne. 8 Arican dkk melakukan penelitian stres oksidatif pada pasien dengan akne vulgaris dengan mengukur parameter stres oksidatif yaitu CAT, glukosa G6PD, SOD dan Malondialdehid (MDA) dalam darah vena pada 43 pasien akne vulgaris dan 46 orang sehat sebagai kontrol. Pasien dengan lesi komedo dicatat sebagai derajat ringan, papul dan pustul sebagai derajat sedang dan nodulo-kistik sebagai derajat berat. Hasil penelitian menunjukkan kadar CAT dan G6PD pada pasien menurun secara statistik, dan kadar SOD dan MDA dijumpai meningkat secara statistik (p<0,001). Perbedaan dan hubungan secara statistik tidak dijumpai antara derajat keparahan, distribusi lesi dan kadar rata-rata dari enzim. Sarici dkk melakukan penelitian stres oksidatif pada akne vulgaris dengan mengukur parameter stres oksidatif yaitu CAT, SOD, Xantin Oksidase (XO), Nitrat Oksida (NO), dan MDA dalam darah vena pada 32 pasien akne vulgaris dan 34 orang sehat sebagai kontrol. Hasil penelitian menunjukkan kadar aktivitas MDA dan XO dalam plasma pasien akne vulgaris secara bermakna lebih tinggi dibanding kontrol. Aktivitas SOD dan CAT secara bermakna lebih rendah ditemukan pada kelompok pasien dibanding kelompok kontrol. Kadar NO plasma pada pasien lebih tinggi dibanding kelompok kontrol, namun perbedaannya tidak bermakna secara statistik. Nermeen dkk melakukan penelitian aktivitas SOD dan kadar MDA dalam jaringan dan darah pada berbagai derajat keparahan akne vulgaris, pada 23 pasien dengan derajat keparahan akne ringan, sedang, berat yang dinilai berdasarkan GAGS dan 23 orang sehat sebagai kontrol. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara aktivitas SOD dan kadar 10 9

MDA antara pasien dan kontrol. Perbedaan bermakna dijumpai pada kelompok akne berat dibandingkan dengan akne sedang dan ringan. Khairunisa S dkk melakukan penelitian uji korelasi antara nilai aktivitas SOD dalam eritrosit dengan derajat keparahan akne vulgaris. Subjek terdiri dari 21 orang pasien akne vulgaris yang dikelompokkan kedalam derajat ringan, sedang, berat dan 21 orang sebagai kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan bermakna antara nilai aktivitas SOD pada kelompok akne dan kelompok kontrol. Perbedaan bermakna dijumpai pada kelompok akne derajat sedang dan berat dibandingkan akne ringan. 13 12 Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai aktivitas SOD pada akne vulgaris terutama bila dihubungkan dengan derajat keparahan akne vulgaris belum menunjukkan hasil yang konsisten. Peneliti berminat untuk melakukan penelitian tentang perbandingan kadar superoksida dismutase dalam plasma pada berbagai derajat keparahan akne vulgaris. 1.2. Rumusan masalah Bagaimana perbandingan kadar SOD plasma pada berbagai derajat keparahan akne vulgaris? 1.3. Hipotesis Ada perbedaan yang bermakna kadar SOD plasma pada berbagai derajat keparahan akne vulgaris.

1.4. Tujuan penelitian 1.4.1. Tujuan umum: Menganalisis perbandingan kadar SOD pada berbagai derajat keparahan akne vulgaris. 1.4.2. Tujuan khusus: a. Mengetahui kadar SOD plasma pada pasien akne vulgaris derajat ringan. b. Mengetahui kadar SOD plasma pada pasien akne vulgaris derajat sedang. c. Mengetahui kadar SOD plasma pada pasien akne vulgaris derajat berat. d. Menganalisis perbedaan kadar SOD plasma pada pasien akne vulgaris dan kelompok kontrol. 1.5 Manfaat penelitian 1.5.1. Bidang Akademik atau Ilmiah Membuka wawasan yang lebih mendalam tentang kompleksitas patofisiologi akne vulgaris, terutama mengenai peranan stres oksidatif dan antioksidan khususnya SOD dalam patofisiologi akne vulgaris. 1.5.2 Pelayanan Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuanmasyarakat mengenai peran antioksidan dalam terjadinya akne vulgaris sehingga nantinya mungkin perlu dimasukkan kedalam pola makan atau menjadi terapi pelengkap akne vulgaris pada masa yang akan datang.

1.5.3 Pengembangan Penelitian Hasil penelitian ini dapat menjadi data bagi penelitian selanjutnya dalam mengevaluasi peranan stres oksidatif dan antioksidan dalam patofisiologi akne vulgaris.