I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis

LEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dr. Refli., MSc Jurusan Biologi FST UNDANA ALASAN MELAKUKAN

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

SUPLEMENTASI INSULIN TRANSFERRIN SELENIUM PADA MATURASI IN VITRO CUMULUS OOCYTE COMPLEX TERHADAP EKSPRESI SITOCROM-C dan EKSPRESI CASPASE 3 OLEH

Korelasi antara Oosit Domba yang Dikoleksi dari Rumah Pemotongan Hewan dengan Tingkat Fertilitasnya setelah Fertilisasi in vitro

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Reproduksi Sapi Betina Superovulasi

FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

Lampiran 1. Jumlah Zigot yang Membelah >2 Sel pada Hari Kedua

Kelahiran Anak Sapi Hasil Fertilisasi secara in Vitro dengan Sperma Hasil Pemisahan

PEMANFAATAN SEL KUMULUS PADA MEDIUM KULTUR IN VITRO EMBRIO MENCIT TAHAP SATU SEL

DNA (deoxy ribonucleic acid) yang membawa informasi genetik. Bagian tengah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ovarium merupakan salah satu organ reproduksi dalam wanita.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan dan Perkembangan Folikel

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH

CURRICULUM VITAE. B. Pendidikan, Penataran, Training 1. Pendidikan Sarjana

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur

Penggunaan Pregnant Mare's Serum Gonadotropin (PMSG) dalam Pematangan In Vitro Oosit Sapi

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

(In Vitro Quality of Filial Ongole Bovine Oocytes Collected from Ovary after Transported in Different Transportation Period) ABSTRAK

Jurnal Sains & Matematika (JSM) ISSN Volume 14, Nomor 4, Oktober 2006 Artikel Penelitian:

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perlakuan Superovulasi Sebelum Pemotongan Ternak (Treatment Superovulation Before Animal Sloughter)

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Penggunaan Medium CR1aa untuk Produksi Embrio Domba In Vitro

OPTIMALISASI PRODUKSI EMBRIO DOMBA SECARA IN VITRO: PENGGUNAAN MEDIUM CR1aa DAN PENGARUH STATUS REPRODUKSI OVARIUM YULNAWATI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


SUPLEMENTASI FETAL BOVINE SERUM (FBS) TERHADAP PERTUMBUHAN IN VITRO SEL FOLIKEL KAMBING PE

PENGARUH MEDIA IVM DAN IVC PADA PERKEMBANGAN EMBRIO SAPI SECARA IN VITRO

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK BIOLOGI MOLEKULER

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

TINJAUAN PUSTAKA. Superovulasi. Perkembangan Embrio Praimplantasi

Implementasi New Tech Anim Breeding: Analisis teknis dan ekonomis peningkatan kualitas genetik dan produksi ternak (KA,IB,TE, RG)

Pembentukan bangsa baru (ternak ruminansia dan non-ruminansia) 13. APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM PEMULIAAN TERNAK

Pada rnasa kini, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk. mempercepat peningkatan populasi, produksi dan mutu ternak adalah dengan

BAB I. PENDAHULUAN. ahli medis, bahkan orang awam diseluruh penjuru dunia. Sesuai dengan kata yang

Teknologi Reproduksi

PENGARUH KONSENTRASI SPERMATOZOA PASCA KAPASITASI TERHADAP TINGKAT FERTILISASI IN VITRO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktif dari hormon tiroksin memegang peranan penting dalam fungsi fisiologis

4/18/2015 FERTILISASI BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM TOPIK MEKANISME

I. PENDAHULUAN. Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang populasinya

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Umur terhadap Bobot Ovarium. Hasil penelitian mengenai pengaruh umur terhadap bobot ovarium domba

PENDAHULUAN Latar belakang

Efektivitas Manipulasi Berbagai Ko-Kultur Sel pada Sistem Inkubasi CO 2 5% untuk Meningkatkan Produksi Embrio Sapi Secara In Vitro

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT SAPI BETINA MUDA (JUVENILE)

PENGARUH UKURAN DAN JUMLAH FOLIKEL PER OVARI TERHADAP KUALITAS OOSIT KAMBING LOKAL

LAPORAN TAHUNAN HIBAH BERSAING MATURASI OOSIT DAN FERTILISASI IN VITRO MENGGUNAKAN KULTUR SEL GRANULOSA FOLIKEL OVARIUM


Pengaruh Waktu dan Suhu Media Penyimpanan Terhadap Kualitas Oosit Hasil Koleksi Ovarium Sapi Betina Yang Dipotong Di TPH

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi.

URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

IDENTIFIKASI PROFIL PROTEIN OOSIT KAMBING PADA LAMA MATURASI IN VITRO YANG BERBEDA DENGAN SDS-PAGE. Nurul Isnaini. Abstrak

Embrio ternak - Bagian 1: Sapi

MAKALAH EFISIENSI REPRODUKSI PADA TERNAK BETINA (SAPI) DISUSUN OLEH DILLA YUSPITA LAODE KIKI MURDIASYAH MAUREN WIRA NUGRAHA

PEMANFAATAN TEKNOLOGI KULTUR OVARI SEBAGAI SUMBER OOSIT UNTUK PRODUKSI HEWAN DAN BANTUAN KLINIK BAGI WANITA YANG GAGAL FUNGSI OVARI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

REKAYASA GENETIK DAN PERKEMBANGAN BIOTEKNOLOGI DI BIDANG PETERNAKAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. anjing, hal ini ditemukan pada situs arkeologi di Persia (Iran), Jericho (Tepi Barat),

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

TINGKAT KEMATANGAN OOSIT SAPI SECARA IN VITRO SETELAH INKUBASI PADA KONDISI TEMPERATUR DAN KOMPOSISI GAS CO 2 BERBEDA DWI WALID RETNAWATI

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

HUBUNGAN JUMLAH FOLIKEL PER OVARI DENGAN KUALITAS OOSIT DAN LAMA HARI TERBENTUKNYA BLASTOSIT FERTILISASI IN VITRO PADA SAPI FRIES HOLLAND

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKS) : ILMU REPRODUKSI & INSEMINASI BUATAN

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

Jurnal Kajian Veteriner Volume 3 Nomor 1 : ISSN:

TINGKAT PEMATANGAN OOSIT KAMBING YANG DIKULTUR SECARA IN VITRO SELAMA 26 JAM ABSTRAK

Z. Udin, Jaswandi, dan M. Hiliyati Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Estrus Sapi Betina Folikulogenesis

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan Penelitian. Metode Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

PENGARUH PENAMBAHAN INSULIN TRANSFERRIN SELENIUM (ITS) PADA MEDIUM TERHADAP TINGKAT MATURASI DAN FERTILISASI OOSIT SAPI BALI SECARA IN VITRO SKRIPSI

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc.

PENDAaULUAN. Latar belabng. merupaksn pemasok terbesar kebutuhan daging maupun susu masyarakat, berlangsung

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bioteknologi reproduksi merupakan teknologi unggulan dalam memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di dalamnya pemanfaatan proses rekayasa fungsi reproduksi dan genetika dalam upaya meningkatkan mutu dan jumlah produksi serta akan menjadi titik tolak bagi pengembangan industri ternak masa yang akan datang.hal ini sangat mendukung program breeding dalam pemilihan bibit unggul dan menunjang efisiensi pada peternakan sapi potong. Program peningkatan produksi dan kualitas pada ternak berjalan lambat bila proses reproduksi dilakukan secara alami,dengan rekayasa bioteknologi reproduksi, proses reproduksi dapat dimaksimalkan. Upaya peningkatan produktivitas hewan dapat dilakukan dengan menerapkan berbagai macam teknologi reproduksi seperti Inseminasi Buatan (IB), Fertilisasi In Vitro (FIV) dan Transfer Embrio (TE). Produksi embrio invitro merupakan salah satu teknologi reproduksi yang terdiri dari proses pematangan (In Vitro Maturation, IVM), fertilisasi (In Vitro Fertilization, IVF) dan kultur embrio (In Vitro Culture, IVC) secara in vitro. Dengan teknik FIV, materi genetik dari hewan yang mati mendadak atau sakit sehingga fungsi reproduksinya tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya masih dapat diselamatkan.disamping itu, FIV dapat digunakan untuk mempelajari berbagai teknologi reproduksi bantuan lainnya seperti kloning, stem cell untuk tujuan terapi dan lain sebagainya. 1

Prinsip utama dalam produksi embrioin vitroadalah tersedianya sel telur atau oosit dengan kualitas baik dalam jumlah banyak. Oosit yang belum matang dapat diperoleh melalui dua cara yaitu melalui aspirasi ovarium yang diperoleh dari RPH (Rumah Potong Hewan) atau dari induk sapi betina donor, melalui mekanisme superovulasi dengan menggunakan induksi hormon gonadotropin yaitu Pregnant MareSerum Gonadotrophin (PMSG) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang dilanjutkan dengan tindakan flushing (Widjiati dkk., 2010). Oosit yang telah dikoleksi selanjutnya dimaturasikan secara in vitro (in vitro maturation, IVM), dan difertilisasi (in vitrofertilization, IVF) dengan cara menggabungkan oosit matang dengan sperma dari pejantan unggul, zigot hasil fertilisasi akan tumbuh menjadi embrio melalui kultur in vitro (Suzuki et al., 1993; Boediono dkk., 1994; Amer, 2008). Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses FIV. Materi genetik yang digunakan dan sistim kultur sangat menentukan kualitas dan kuantitas embrio yang dihasilkan. Kualitas oosit sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses fertilisasi in vitro. Kekompakan dari bentukan kumulus ophorus dan ooplasma yang homogen serta adanya zona pelucida yang intak merupakan morfologi oosit yang mempunyai kualitas bagus untuk dapat bisa dilakukan maturasi secara in vitro atau in vitro maturation (IVM) (Widjiati., dkk 2010). Penguasaan dan aplikasi teknologi FIV telah mendorong para peneliti mencari kemungkinan baru yang memberi nilai tambah pemberdayaan embrio. Salah satu tujuannya agar zigot hasil FIV selain dapat dipakai seketika untuk keperluan transfer juga dapat disimpan sehingga dapat digunakan untuk keperluan kemudian hari. Ide ini berkembang sehingga ditemukan teknologi kultur embrio 2

(Sukra, 2000). Perkembangan embrio setelah proses fertilisasi in vitro terjadi di dalam media kultur. Periode produksi embrio in vitro terlama disimpan pada media kultur dibandingkan dengan media maturasi dan fertilisasi. Sebagai akibatnya, kultur media memiliki kontribusi yang besar dalam waktu perkembangan awal embrio, kualitas blastosis, serta jumah sel embrio (Nedambale et al., 2006). Medium yang biasa digunakan pada proses produksi embrio dapatdibedakan menjadi medium kompleks dan medium sederhana (Gordon 1994).Medium kompleks merupakan medium yang mengandung asam-asam amino,vitamin, prekursor asam nukleat, serta ion-ion penting lainnya yang sesuai untukoosit dan embrio in vitro (Gardner dan Lane 2000). Lebih lanjut di jelaskan bahwa embrio sangat rentan terhadap berbagai stress in vitro termasuk diantaranya dapat disebabkan oleh formulasi media yang tidak tepat, suplementasi media, masalah dalam sistem kultur, masalah teknis atau kurangnya kontrol kualitas yang tepat dan jaminan kualitas. Dampak jangka pendek yang dapat diamati dengan adanya stress in vitro tersebut diantaranya adalah terjadinya perubahan morfologi, proliferasi dan avoptosis sel, metabolisme, transcriptome, dan proteome, sedangkan dampak jangka menengah dan panjang diantaranya adalah rendahnya angka kebuntingan setelah dilakukan transfer, tingginya resiko aborsi, panjangnya masa kebuntingan, kelainan kongenital, kematian setelah kelahiran, dan munculnya penyakit setelah dewasa. Pada umumnya embrio yang dihasilkan melalui fertilisasi in vitro atau mulai dikultur pada tahap zigot dalam medium kultur akan mengalami hambatan perkembangan embrio tahap awal yang dikenal dengan fenomena cell-block 3

(Djuwita et al., 2000).Tahap terjadinya hambatan pada tiap spesies berbeda-beda, yaitu pada embrio antara tahap 2 sampai tahap 8 sel (Miyoshi et al., 1994).Embrio mencit dan tikus sering mengalami hambatan pada tahap 2 sel (two cell block) (Hogan, 1987) sedangkan embrio sapi dan domba pada tahap 8 sel (Gordon, 1994). Kejadian tersebut sangat dipengaruhi konsentrasi glukosa dalam medium kulturin vitro.menurut Djuwita et al. (2000) konsentrasi glukosa yang tinggi akan menghambat perkembangan embrio tahap awal (tahap 2 sel), tetapi konsentrasi glukosa yang tinggi dibutuhkan untuk perkembangan embrio mencapai tahap blastosis. Tissue CultureMedium 199 (TCM-199) digolongkan ke dalam kelompok medium kompleks yang telah umum digunakan untuk produksi embrio sapi dan domba secara invitro.namun dalam medium yang umum digunakan tingkat perkembangan embrio masih rendah maka peneliti perlu menambahkan berbagai faktor penumbuh untuk mengatasi hambatan atau fenomena cell-block. Dalam penyediaan media kulturivf seperti penambahan faktor penumbuh (growth factor), misalnya Epidermal Growth Factor (EGF) dari Insuline-like Growth Factor (IGF) telah dilaporkan (Heyner et al., 1993 dalam Margawati,et al,. 2000). Faktor penumbuh telah terbukti memainkan peran di regulasi fungsi ovarium. Insulin-like growth factor- I(IGF-I) merupakan faktor penumbuh yang penting dalam darah danpenting dalam interaksi antara rahimendometrium dan konsepsi (Simmen,et al, 1993).Penambahan insulin-like growth factor-1 (IGF-1) dapat meningkatkan perkembangan embrio yang dikultur (Herrler et al., 1992 dalam Jaswandi, 2002).Insulin-like growth factor-1 meningkatkan pertumbuhan embrio 4-6% sebagaimana terlihat dari peningkatan inner cell mass dan tingkat 4

metabolisme (Kaye et al., 1999 dalam Jaswandi, 2002). Beberapa peneliti menambahkan insulin 5 µg/ml pada medium kultur embrio kambing (Rusiyantono, 2001 dan sapi Suzuki et al.,1999 dalam Jaswandi, 2002). Suplementasi Insulin Bovine Pancreasdalam medium maturasi dan kultur dapat menstimulasi dan meningkatkan jumlah oosit yang matang, meningkatkan hasil IVF, jumlah embrio yang mencapai tahap blastosis, dan meningkatkan ekspresi mrna insulin-like growth factor receptor-i (IGFR-I).Selama pertumbuhan oosit, proses metabolisme terjadi antara oosit dan sel-sel folikel.selsel folikel (sel granulosa dan sel teka) menghasilkan sejumlah steroid dan berbagai protein termasuk diantaranya adalah growth factor. Oleh karena itu penambahan Insulin Bovine Pancreasdan cairan folikel dalam medium maturasi dan kultur diharapkan dapat mengoptimalkan kemampuan perkembangan embrio in vitro pada sapi. Untuk mendapatkan embrio yang mempunyai daya perkembangan yang tinggimaka dilakukan perbaikan melalui medium kultur. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Penambahan Beberapa Level Insulin Bovine Pancreas Dalam Media Kultur In Vitro Terhadap Tingkat Perkembangan Embrio Pada Tahap Pembelahan (Cleavage).. 1. 2 Perumusan Masalah 1. Apakah penambahan beberapa levelinsulin Bovine Pancreasdalam media kultur in vitroberpengaruh terhadap tingkat perkembangan embrio pada tahap pembelahan (cleavage) 2 sel, 4 sel dan 8 sel? 5

2. Berapa level Insulin Bovine Pancreasdalam media kultur in vitro yang dapat meningkatkan perkembangan embrio pada tahap pembelahan (cleavage)? 1. 3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuiperkembangan embrio sapipada pembelahan (cleavage) tahap 2 sel, 4 sel dan 8 selyang dikultur dalam media in vitro dengan penambahan beberapa level Insulin Bovine Pancreas. 1. 4Manfaat Penelitian 1. Memberikan kontribusi dalam pengembangan bioteknologi reproduksi ternak dengan ketersedian embrio yang berkualitas sesuai harapan. 2. Meningkatkan efisiensi aplikasi fertilisasi in vitro denganmenambahkan growth factor sehingga mendapatkan embrio yang bekualitas tinggi dalam menghasilkan embrioin vitro untuk transfer embrio. 1. 5Hipotesis Hipotesis penelitian adalah penambahan beberapa level Insulin Bovine Pancreasdalam media kultur in vitro akan berpengaruh terhadap tingkat perkembangan embrio pada tahap pembelahan (cleavage) 2 sel, 4 sel dan 8 sel. 6