Teknologi Reproduksi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Teknologi Reproduksi"

Transkripsi

1 Teknologi Reproduksi Teknologi reproduksi merupakan satu kesatuan dari teknik-teknik rekayasa sistem reproduksi hewan yang dikembangkan melalui suatu proses penelitian dalam bidang reproduksi hewan secara terus menerus dan berkesinambungan dengan hasil berupa alat, metoda ataupun alat dan metoda yang dapat diaplikasikan dengan tujuan tertentu. Terdapat banyak sekali teknologi reproduksi yang bisa diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan usaha peternakan yang ditujukan untuk meningkatkan populasi dan produksi. Beberapa diantaranya telah dipakai di Indonesia namun sebagian besar masih merupakan teknologi yang langka yang umumnya dikarenakan biaya perlakuannya dan peralatannya sangat mahal. Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, jamur, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Dewasa ini, perkembangan bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan murni lain, seperti biokimia, komputer, biologi molekular, mikrobiologi, genetika, kimia, matematika, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, bioteknologi adalah ilmu terapan yang menggabungkan berbagai cabang ilmu dalam proses produksi barang dan jasa. Bioteknologi secara sederhana sudah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Sebagai contoh, di bidang teknologi pangan adalah pembuatan bir, roti, maupun keju yang sudah dikenal sejak abad ke-19, pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas baru di bidang pertanian, serta pemuliaan dan reproduksi hewan. Di bidang medis, penerapan bioteknologi di masa lalu dibuktikan antara lain dengan penemuan vaksin, antibiotik, dan insulin walaupun masih dalam jumlah yang terbatas akibat proses fermentasi yang tidak sempurna. Perubahan signifikan terjadi setelah penemuan bioreaktor oleh Louis Pasteur. Dengan alat ini, produksi antibiotik maupun vaksin dapat dilakukan secara massal.

2 Pada masa ini, bioteknologi berkembang sangat pesat, terutama di negara negara maju. Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi semisal rekayasa genetika, kultur jaringan, rekombinan DNA, pengembangbiakan sel induk, kloning, dan lain-lain. Teknologi ini memungkinkan kita untuk memperoleh penyembuhan penyakit-penyakit genetik maupun kronis yang belum dapat disembuhkan, seperti kanker ataupun AIDS. Penelitian di bidang pengembangan sel induk juga memungkinkan para penderita stroke ataupun penyakit lain yang mengakibatkan kehilangan atau kerusakan pada jaringan tubuh dapat sembuh seperti sediakala. Di bidang pangan, dengan menggunakan teknologi rekayasa genetika, kultur jaringan dan rekombinan DNA, dapat dihasilkan tanaman dengan sifat dan produk unggul karena mengandung zat gizi yang lebih jika dibandingkan tanaman biasa, serta juga lebih tahan terhadap hama maupun tekanan lingkungan. Penerapan bioteknologi di masa ini juga dapat dijumpai pada pelestarian lingkungan hidup dari polusi. Sebagai contoh, pada penguraian minyak bumi yang tertumpah ke laut oleh bakteri, dan penguraian zat-zat yang bersifat toksik (racun) di sungai atau laut dengan menggunakan bakteri jenis baru. Kemajuan bioteknologi di berbagai bidang sangat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas dari suatu produk. Bioteknologi mempunyai beberapa arti antara lain: 1. Suatu kumpulan teknik yang memungkinkan pemasukan gen-gen asing dengan stabil ke dalam jalur bibit suatu organisme. 2. Suatu kumpulan teknik yang memungkinkan individu-individu memberikan suatu sumbangan yang luar biasa kepada lubuk (pool) gamet atau sigot dari beberapa populasi tertentu. Dengan demikian pada prinsipnya bioteknologi merupakan pemanfaatan makhluk hidup (mikroba, tumguhan, hewan) beserta sistemnya, sehingga menghasilkan bahan atau sumber daya yang memiliki nilai tambah bagi kesejahteraan umat manusia.

3 Contoh bioteknologi pada bidang peternakan, khususnya bioteknologi reproduksi adalah inseminasi buatan (IB), transfer embrio (TE), pemisahan jenis kelamin, pemisahan spermatozoa X dan Y, In Vitro Fertilization (IVF) atau lebih dikenal dengan bayi tabung, kloning dan sebagainya. Di Bidang peternakan khususnya sapi, bioteknologi reproduksi mulai berkembang pesat pada tahun 1970-an. Teknologi Inseminasi Buatan berperan penting dalam rangka peningkatan mutu geneti dari segi pejantan. Sperma beku dapat diproduksi dan digunakan dalam jumlah banyak cukup dengan memelihara pejantan berkualitas baik dipusat IB. Teknologi transfer embrio yang diterapkan secara bersama dengan teknologi IB dapat mengoptimalkan sekaligus potensi dari sapi jantan dan betina berkualitas unggul. Kemajuan di Bidang manipulasi mikro, khususnya pembelian embrio sebelum ditransfer pada resipien sangat bermanfaat bila ditinjau dari segi eknomi. Sapi jantan lebih menguntungkan untuk usaha produksi daging., sedangkan sapi betina lebih menguntungkan untuk usaha produksi susu. Untuk tujuan penentuan jenis kelamin embrio, biopsi dapat dilakukan pada tahap embrional dan selanjutnya embrio dapat langsung di transfer pada resipien tau disimpan dengan teknik pembekuan. Dalam rangka meneruskan keturunan suatu individu, secara alamiah diperlukan suatu proses perkawinan dimana jantan dan betina mutlai diperlukan. Jantan akan menghasilkan sel kelamin jantan (sperma) dan betina akan menghasilkan sel kelamin betina (sel telur). Pada hewan menyusui proses pembuahan dan perkembangan selanjutnya terjadi di dalam tubuh induk sampai proses kelahiran. Program peningkatan produksi dan kualitas pada hewan ternak (dalam hal ini sapi) berjalan lambat bila proses reproduksi dilakukan secara alamiah. Dengan rekayasa bioteknologi reproduksi, proses reproduksi dapat dimaksimalkan antara lain dengan teknologi Inseminasi Butana (IB). Transfer Embrio (TE), pembekuan embrio dan manipulasi embrio. Tujuan utama dari teknik IB adalah memaksimalkan potensi

4 pejantan berkualitas unggul. Sperma dari sutau pejantan berkualitas unggul dapat digunakan untuk beberapa ratus bahkan ribuan betina, meksipun seprma tersebut dikirim kesuatu tempat yang jauh. Perkembangngan selanjutnya adalah teknologi TE dimana bukan hanya potensi dari jantan saja yang dioptimalkan, melainkan potensi betina berkualitas unggul juga dapat dimanfatkan secara optimal. Pada betina untuk bunting hanya sekali dalam setahun (9 bulan bunting dan persiapan bunting selanjutnya) dan hanya mampu menghasilkan satu atau dua anak bila terjadi kembar. Dengan teknik TE betina unggul tidak perlu bunting tetapi hanya berfungsi menghasilkan embrio yang untuk selanjutnya bias ditransfer (dititipkan) pada induk titipan (resipien) dengan kualitas yang tidak perlu bagus tetapi mempunyai kemampuan untuk bunting. Kematian bukan lagi merupakan berakhirnya proses untuk meneruskan keturunan. Dengan teknik bayi tabung (IVF), sel telur yang berada dalam ovarium betina berkualitas unggul sesaat setelah mati dapat diproses diluar tubuh sampai tahap embrional. Selanjutnya embrio tersebut ditransfer pada resipien sampai dihasilkan anak. Produksi embrio dalam jumlah banyak (baik dengan teknik TE maupun bayi tabung) ternyata juga dapat menghasilkan masalah karena keterbatasan resipien yang siap menerima embrio. Untuk mengatasi masalah tersebut dikembangkan metode pembekuan embrio. Selain berbagai teknik tersebut di atas, potensi dari hasil yang masih dapat dioptimalkan dengan teknologi manipulasi mikro, penetuan jenis kelamin tahap embrional, sexing sperma dan teknik kloning. Berikut ini beberapa aplikasi teknolgi yang dapat dikembangkan untuk tujuan meningkatkan populasi dan produksi pada ternak: Inseminasi Buatan Yang dimaksud dengan Inseminasi Buatan adalah Kawin buatan dengan menggunakan semen beku pejantan unggul. Keuntungan IB:

5 1. Bibit unggul selalu tersedia dan mudah diperoleh dan bisa disediakan untuk hampir semua peternak. 2. Pengurangan kemungkinan terjadinya bahaya, pekerjaan dan ongkos perawatan. Pada umumnya pejantan kambing besar, galak dan berani menyerang manusia. 3. Bahaya lain ialah crossbreeding yang tidak disukai dapat dihindari. Dalam kawanan kambing yang terdiri atas bermacam-macam jenis ras kambing dengan hanya satu pejantan, maka crossbreeding tidak dapat dihindari. 4. Dapat menciptakan kambing pure-bred (ternak murni dari satu jenis). 5. Dengan IB, pemilihan pejantan yang baik lebih mudah dan lebih cepat dilaksanakan. 6. Pencegahan terhadap penjalaran penyakit menular yang tersebar dari hewan betina yang satu ke yang lainnya karena perkawinan secara alam. Dalam pelaksanaan IB ini dibutuhkan tenaga IB yang berpengalaman dan bertanggung jawab. Bila Pelaksana IB yang kurang pengalaman dan tidak bertanggung jawab, maka dapat merugikan program IB. Semen sejak keluar dari penis sampai penempatannya dalam alat reproduksi betina mengalami berbagai pengolahan seperti misalnya penampungan, pengujian atau penilaian, pengenceran, penyimpanan dan inseminasi; maka bila salah satu dari pengerjaan itu tidak beres, tujuan IB tentu tidak bisa tercapai. Inseminasi yang ceroboh akan mengakibatkan perlukaan pada serviks dan uterus. Bila tidak tepat waktu akan menyebabkan rendahnya angka konsepsi. Kurang kebersihan bisa merupakan sumber penyebaran penyakit dari kelompok kambing yang satu ke kelompok yang lainnya karena syarat-syarat dan Prosedur IB yang tidak diikuti dengan sebaik-baiknya. Inseminasi Buatan (IB) biasanya dilakukan pada ternak sapi dan telah terbukti memperbaiki produksi daging maupun susu. IB merupakan generasi kedua dari

6 teknologi reproduksi. Tetapi pemanfaatan praktis pada ternak kambing dan domba masih memerlukan perubahan perilaku. Potensi ternak kambing dan domba dalam produksi adalah menyediakan bahan pangan asal hewan berupa daging dan susu (dari kambing prahan). Umumnya petani sudah terbiasa memelihara kambing yang akhirnya menjadi biasa-biasa saja. Yang belum dilakukan adalah bagaimana memproduksi ternak kambing yang tidak seperti biasanya, hasilnya lebih tinggi dan dagingnya lebih bermutu. Teknik Inseminasi Inseminasi berasal dari kata in yang berarti masuk atau memasukkan; kata semen berarti cairan yang mengandung sel kelamin jantan, media nutritif dan nonnutritif. Akhiran asi berarti proses atau kegiatan. Inseminasi buatan telah lama dikenal dengan istilah kawin suntik. Semen untuk IB dibedakan menjadi 2 yakni semen cair dan semen beku. Teknik IB dengan Semen Beku. Ini relatif mudah dilakukan. Peralatan yang diperlukan berupa: Spekulum berbentuk paruh bebek untuk membuka vagina; Artificial Insemination (AI) Gun untuk menembakkan semen ke dalam leher rahim; plastik sit untuk menempatkan straw (kemasan semen beku); pinset untuk mengambil straw; gunting untuk memotong ujung straw; dilengkapi dengan mangkok air untuk pencairan semen dalam straw yang disebut tawing; kertas tissue. Langkah kegiatan IB dengan menggunakan semen beku: Ambil straw dari dalam termos atau container dengan hati-hati; Pegang pada ujung kemasan, baca label yang tertera pada straw secara singkat; Lakukan tawing sekitar 5 detik; Ambil dan keringkan dengan usapan tisu; Tempatkan straw pada ujung AI gun, gunting ujung kemasan straw; Pasang plastik sit pada AI gun dan fiksasi agar posisi straw mantap; Bawa AI gun yang telah siap dan spekulum ke kandang ternak betina; Dengan pertolongan perawat ternak, angkat kedua kaki belakang kambing/domba sehingga badannya membentuk sudut derajat terhadap lantai kandang; Buka vagina kambing dengan menggunakan spekulum yang sudah diberi pelumas, lihat

7 posisi lubang cervics, incarlah; masukkan AI gun melalui lorong spekulum menuju ke lubang cervics, dorong hingga ke posisi empat atau batas cervics tertahan sesuatau tekanan, ujung gun masuk sekitar 1 cm; Semprotkan semen pada bagian tersebut, lalu tank AI gun perlahan-lahan; Tahan posisi kambing dengan sudut 45 derajat, selama 5 menit; Lepas kedua kaki kambing sehingga dapat berdiri kembali di kandang. Teknik IB dengan Semen Cair dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut : Lakukan penampungan semen dari seekor pejantan. Caranya siapkan seekor betina perangsang (teaser) untuk dinaiki oleh pejantan kemudian tampung semen yang dikeluarkan dengan menggunakan vagina buatan yang telah disiapkan; Segera bawa semen ke tempat teduh atau ruangan untuk pengenceran; Jika volume semen 2 ml maka dapat diencerkan dengan cairan fisiologis hingga menjadi 4 ml. Selanjutnya, isap dengan spuit yang ujungnya disambung dengan plastik sit sebanyak 0,2 ml setiap dosis IB; Selanjutnya bawa ke tempat betina berahi untuk diinseminasikan dengan prosedur sama dengan teknik IB dengan menggunakan semen beku. Cara ini lebih sederhana, tidak memerlukan perlakuan dan peralatan khusus. Sangat praktis dipergunakan pada sebuah peternakan yang memiliki bibit unggul sendiri dengan jumlah populasi hingga 50 ekor betina. Setiap kali penampungan semen dapat dipergunakan untuk betina antara 12 sampai 20 ekor. Optimasisasi Teknologi Inseminasi Buatan dengan Sinkronisasi Berahi Teknologi sinkronisasi berahi (penyerentakan berahi) adalah suatu cara untuk menimbulkan gejala berahi secara bersama-sama pada suatu populasi atau dengan selang waktu yang berdekatan yang dapat diramalkan pada hewan. Penggunaan teknologi sinkronisasi berahi akan mampu untuk mengoptimalkan efisiensi produksi dan reproduksi kelompok ternak. Disamping itu dapat juga mempermudah pelaksanaan inseminasi buatan.

8 Tujuan Teknologi ini adalah untuk memanipulir proses reproduksi sehingga ternak akan terinduksi berahi dan proses ovulasinya, juga mempermudah pengamatan berahi dan dapat diinseminasi secara serentak atau dengan waktu yang berdekatan dan dengan hasil fertilitas yang normal. Teknik sinkronisasi dapat menggunakan hormon Progesteron maupun Prostaglandin. Penerapan dengan Prostaglandin lebih simpel dibandingkan dengan Progesteron karena waktu yang dibutuhkan lebih pendek. Beberapa peneliti mencoba mengoptimalkan teknologi ini dengan melakukan pemberian hormon lain seperti Luteinizing Hormon (LH) dan estradiol. Belakangan ini dicoba dengan pemberian Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH) dan hcg. Metode Sinkronisasi yang dikombinasikan dengan sinkronisasi ovulasi dengan penambahan hormon GnRH atau hcg setelah injeksi prostaglandin meningkatkan ovulasi. pemberian hormon GnRH atau hcg merangsang sekresi hormon gonadotropin untuk merangsang perkembangan folikel dominan agar terovulasi. prinsipnya penggunaan prostaglandin (PGF2a) harus pada ternak yang sudah mempunyai corpus luteum sehingga corpus luteum akan teregresi, aibatnya produksi progesteron yang disekresikan oleh CL akan turun secara drastis. Hormon GnRH yang dihasilkan oleh hipotalamus akan merangsang sekresi Hormon LH dan FSH yang bertanggung jawab dalam pembentukan folikel dan ovulasi. Selain meningkatkan ovulasi, hormon hcg juga berperan untuk memperpanjang masa hidup corpus luteum, peningkatan sintesis progesteron, induksi ovulasi pada keseluruhan siklus estrus dan membantu pembentukan korpus luteum asesoris ketika diberikan pada awal fase luteal Aktivitas LH yang dikandungnya menyebabkan hcg bersifat luteotropik dan memperpanjangan fungsi corpus luteum beberapa hari, sehingga dapat meningkatkan kebuntingan. Hasil penelitian Situmorang dan Siregar (1997) menunjukkan bahwa pemberian hcg jam setelah penyuntikan Prostaglandin mempercepat estrus, sedangkan pemberian hcg jam setelah penyuntikan prostaglandin dapat lebih menyeragamkan estrus dan ovulasi. Lebih lanjut dilaporkan bahwa pada ternak yang disinkronisasi dengan

9 Prostaglandin tanpa hcg, interval pemberian prostaglandin dan gejala estrus dan ovulasi cendrung lebih panjang dan variasinya juga besar. Ada dua cara melakukan sinkronisasi berahi yaitu dengan intramuscular dan intra uterin. Dosis hormon di sesuaikan dengan kebutuhan dan batas maksimal pemakaian dari produk. Bedasarkan hasil dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa dosis yang diberikan mempengaruhi onset dan persentase estrus, smakin tinggi dosis yang digunakan maka berahi pada ternak semakin cepat terjadi. Embrio Transfer Pengembangan teknik embrio transfer atau teknik pencangkokan diperlukan induk jenis unggul yang menghasilkan embrio dan induk biasa yang akan menerima embrio untuk dibesarkan dalam uterusnya. Induk jenis unggul yang menghasilkan embrio selanjutnya disebut donor dan induk yang menerima embrio disebut resipien. Seekor donor dengan melalui metoda superovulasi dapat menghasilkan banyak embrio dalam satu periode berahi, dan jumlah resipien harus lebih banyak dari jumlah donor. Kondisi uterus donor dan resipien harus sama agar embrio yang dipindahkan dari donor ke resipien bisa tumbuh secara normal. Cara untuk menyamakan kondisi uterus donor dan resipien adalah menyerentakan berahi hewanhewan itu. Jika mereka dapat mengalami berahi dalam waktu yang sama maka keadaan uterus mereka akan mengalami perubahan-perubahan yang sama setelah berahi itu berlalu. Pengertian Transfer Embrio Manusia telah melakukan berbagai cara untuk meningkatkan populasi sapi untuk memenuhi kebutuhan daging. Banyak sekali inovasi dan penerapan teknologi untuk mewujudkannya. Teknologi transfer embrio (TE) pada sapi merupakan generasi kedua bioteknologi reproduksi setelah inseminasi buatan (IB). Transfer embrio adalah suatu proses dimana embrio dipindahkan dari seekor hewan betina yang bertindak sebagai donor pada waktu embrio tersebut belum mengalami

10 implantasi, kepada seekor betina yang bertindak sebagai penerima sehingga resepien tersebut menjadi bunting. Transfer embrio adalah suatu metode buatan dalam perkawinan dengan cara membentuk embrio dari seekor betina induk unggul, yang disebut donor, kemudian dipindahkan dan dicangkokkan ke dalam saluran reproduksi induk betina lainnya dalam spesies yang sama, yang disebut resipien (Bedirian et al. 1977) Teknologi TE (transfer embrio) pada sapi merupakan generasi kedua bioteknologi reproduksi setelah inseminasi buatan (IB). Pada prinsipnya teknik TE adalah rekayasa fungsi alat reproduksi sapi betina unggul dengan hormon superovulasi sehingga diperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah besar. Sel telur hasil superovulasi ini akan dibuahi oleh spermatozoa unggul melalui teknik IB sehingga terbentuk embrio yang unggul. Embrio yang diperoleh dari donor dikoleksi dan dievaluasi, kemudian ditransfer ke induk resipien sampai terjadi kelahiran. TE memungkinkan induk betina unggul memproduksi anak dalam jumlah banyak tanpa harus bunting dan melahirkan. TE dapat mengoptimalkan bukan hanya potensi dari jantan saja tetapi potensi betina berkualitas unggul juga dapat dimanfaatkan secara optimal. Pada proses reproduksi alamiah, kemampuan betina untuk bunting hanya sekali dalam 1 tahun (9 bulan bunting ditambah persiapan untuk bunting berikutnya) dan hanya mampu menghasilkan 1 atau 2 anak bila terjadi kembar. Menggunakan teknologi TE, betina unggul tidak perlu bunting tetapi hanya berfungsi menghasilkan embrio yang untuk selanjutnya bisa ditransfer (dititipkan) pada induk titipan (resipien) dengan kualitas genetik rata-rata tetapi mempunyai kemampuan untuk bunting. PROSES TRANSFER EMBRIO Teknologi transfer embrio merupakan aplikasi bioteknologi reproduksi ternak melalui teknik Multiple Ovulation Embrio Transfer (MOET) serta rekayasa genetic untuk meningkatkan mutu genetik dalam waktu yang lebih singkat dan jumlah yang lebih banyak. Teknik produksi embrio dapat dilaksanakan dengan beberapa cara

11 seperti cara konvensional atau in vivo dan metode invitro serta Oocyt Pick Up (OPU). Produksi embrio dengan cara in vivo ialah salah satu teknik produksi embrio dimana pembentukan embrio berlangsung di dalam alat reproduki betina sedangkan metode invitro adalah sebaliknya yaitu proses pembentukan embrionya berlangsung di luar alat reproduksi. Dan untuk pengembangan dan peningkatan produksi dalam rangka penekanan biaya produksi dapat diterapkan teknik kloning Embrio. Embrio yang digunakan untuk transfer embrio dapat berupa embrio segar atau embrio beku (freezing embrio). Embrio beku efisien untuk dipakai karena dapat disimpan lama sebagai stock dan dapat dibawa ke daerah-daerah yang membutuhkan.sedangkan embrio segar hanya dapat di transfer pada saat produksi dilokasi yang berdekatan dengan donor. Peningkatan mutu genetik dengan ketersediaan anak keturunan yang banyak maka diarahkan kepada: 1. Transfer Embrio Jenis Sapi Potong. Untuk menghasilkan bibit yang akan menghasilkan bibit dasar dengan pertambahan bobot badan > 1,5 kg/hari dan mencapai berat > 400 kg pada umur 1,5 tahun. Yang telah di produksi antara lain Simenthal, Limousin, Brangus, Brahman, Angus dan Crossing Simenthal dan Brahman 2. Transfer Embrio Sapi Perah. Untuk menghasilkan bibit dasar (Fondation stock) dengan kriteria dari induk produksi susu > 7000 kg laktasi dan untuk pejantan mewariskan produksi susu > kg laktasi. Bangsa yang telah di produksi adalah FH. Berikut merupakan penjelasan dari masing-masing proses transfer embrio : 1. Pengadaan Sapi Donor dan Sapi Resipien Seleksi dilakukan dengan tujuan agar hewan yang dijadikan sebagai donor maupun resipien merupakan hewan yang layak mendapat perlakuan terhadap teknologi transfer embrio. Calon donor yang akan dipakai harus diseleksi dengan kriteria sbb:

12 a. Memiliki genetik yang unggul (Genetik Superiority) b. Mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi (High Reproductivity), sehat secara serologis bebas dari penyakit hewan menular terutama penyakitpenyakit reproduksi c. Memiliki nilai pasar tinggi. d. Sejarah reproduksi diketahui, mempunyai siklus birahi normal dan kemampuan fertilitas tinggi Pada calon resipient diberikan persyaratan berikut : a. Minimal sudah beranak atau dara yang mempunyai performans yang baik mempunyai berat badan minimal 300 kg b. Bebas penyakit menular terutama penyakit reproduksi. c. Sejarah reproduksi tidak menunjukkan gejala infertil, mempunyai siklus normal, tanda birahi terlihat jelas, intensitas lendir birahi normal dan transparan dan mempunyai interval birahi antara l8-24 hari. d. Sapi resipien tidak harus mempunyai mutu genetik yang baik dan berasal dari bangsa yang sama, tetapi harus mempunyai organ dan siklus reproduksi normal, tidak pernah mengalami kesulitan melahirkan (distokia) 2. Super Ovulasi Sapi merupakan ternak uniparous, dimana sel telur yang terovulasi setiap siklus berahi biasanya hanya satu buah. Dalam program TE, untuk merangsang terjadinya ovulasi ganda, maka diberikan hormon superovulasi sehingga diperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah besar. Hormon yang banyak digunakan untuk rekayasa superovulasi adalah hormon gonadotropin seperti Pregnant Mare s Serum Gonadotripin (PMSG) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH). Penyuntikan hormon gonadotropin akan meningkatkan perkembangan folikel pada ovarium (folikulogenesis) dan pematangan folikel sehingga diperoleh ovulasi sel telur yang

13 lebih banyak. Hormon FSH mempunyai waktu paruh hidup dalam induk sapi antara 2-5 jam. Pemberian FSH dilakukan sehari dua kali yaitu pada pagi dan sore hari selama 4 hari dengan dosis mg (tergantung berat badan). Perlakuan superovulasi dilakukan pada hari ke sembilan sampai hari ke 14 setelah berahi. 3. Penyerentakan Berahi Penyerentakan berahi atau sinkronisasi estrus adalah usaha yang bertujuan untuk mensinkronkan kondisi reproduksi ternak sapi donor dan resipien. Sinkronisasi estrus umumnya menggunakan hormon prostaglandin F2a (PGF2a ) atau kombinasi hormon progesteron dengan PGF2a. Prosedur yang digunakan adalah: a. Ternak yang diketahui mempunyai corpus luteum (CL), dilakukan penyuntikan PGF2a satu kali. Berahi biasanya timbul 48 sampai 96 jam setelah penyuntikan. b. Apabila tanpa memperhatikan ada tidaknya CL, penyuntikan PGF2a dilakukan dua kali selang waktu hari. c. Penyuntikan PGF2a pada ternak resipien harus dilakukan satu hari lebih awal daripada donor. Keadaan ini disebabkan karena pada ternak donor yang telah diberi hormon gonadotropin, berahi biasanya lebih cepat yaitu jam setelah penyuntikan PGF2a, sedangkan pada resipien berahi biasanya timbul jam setelah penyuntikan PGF2a 4. Inseminasi Buatan IB yang baik dilaksanakan 6 sampai 24 jam setelah timbulnya berahi. Berahi pada sapi ditandai oleh alat kelamin luar (vagina) berwarna merah, bengkak dan keluarnya lendir jernih serta tingkah laku sapi yang menaiki sapi lain atau diam apabila dinaiki sapi lain. Pada program TE, IB dilakukan dengan dosis ganda dimana satu straw semen beku biasanya mengandung 30 juta spermatozoa unggul. 5. Koleksi Embrio Koleksi embrio pada sapi donor dilakukan pada hari ke 7 sampai 8 setelah berahi. Sebelum dilakukan panen embrio, bagian vulva dan vagina dibersihkan dan

14 disterilkan dengan menggunakan kapas yang mengandung alkohol 70%. Koleksi embrio dilakukan dengan menggunakan foley kateter dua jalur 16-20G steril (tergantung ukuran serviks). Pembilasan dilakukan dengan memasukkan medium flushing Modified Dulbecco Phosphate Buffered Saline (M-PBS) yang telah dihangatkan di dalam waterbath 37 C. Embrio yang didapat dari pembilasan bisa langsung di transfer ke dalam sapi resipien atau dibekukan untuk disimpan dan di transfer pada waktu lain. 6. Transfer Embrio Terdapat dua metode TE yang digunakan yaitu metode pembedahan dan metode tanpa pembedahan. Metode pembedahan dilakukan dengan jalan membuatan sayatan di daerah perut (laparotomi) baik sayatan sisi (flank incici) atau sayatan pada garis tengah perut (midle incici). Metode tanpa pembedahan dilakukan dengan memasukkan embrio kedalam straw kemudian ditransfer kedalam uterus resipien dengan menggunakan cassoue gun insemination. Tiga (3) Faktor penting yang harus diperhatikan guna keberhasilan pelaksanaan transfer embrio adalah : 1. Kualitas embrio yang akan di transfer; umur,kwalitas, jenis embrio (bela/segar) metode pembekuan adanyakontaminasi atau infeksi pada embrio. 2. Tingkat keterampilan petugas dalam mentranfer antara lain kemampuan mendeposisikan embrio secara tepat (sepertiga apexcornua uteri) dan cepat, tidak terjadi luka pada uterus, dan sapi tenang/tidak stres. 3. Respon sapi resipien terhadap sinkronisasi, kondisi pakan yang digunakan, kondisi tubuh dengan BCS (Body Condition Skor) sedang (2,8-3,5) tidak ditemukan peradangan, kondisi ovarium dan CL normal dan penjagaan sapi jangan sampai stres. C. MANFAAT DAN KEUNGGULAN TRANSFER EMBRIO Adapun manfaat teknologi transfer embrio adalah:

15 1. Meningkatkan mutu genetik ternak. 2. Mempercepat peningkatan populasi ternak. 3. Berpotensi mencegah berjangkitnya penyakit hewan menular yang ditularkan lewat saluran kelamin. 4. Mempercepat pengenalan material genetik baru lewat ekspor embrio beku. 5. Meningkatkan penyediaan sumber bibit unggul. 6. Memanfaatkan sapi lokal yang kurang unggul untuk menghasilkan keturunan yang unggul. 7. Meningkatkan pendapatan masyarakat Keunggulan teknologi transfer embrio dibandingkan inseminasi buatan adalah: a. Perbaikan mutu genetik pada IB hanya berasal dari pejantan unggul sedangkan dengan teknologi TE, sifat unggul dapat berasal dari pejantan dan induk yang unggul. b. Waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh derajat kemurnian genetik yang tinggi (purebred) dengan TE jauh lebih cepat dibandingkan IB dan kawin alam. c. Dengan teknik TE, seekor betina unggul mampu menghasilkan lebih dari ekor pedet unggul per tahun, sedangkan dengan IB, hanya dapat menghasilkan satu pedet per tahun. d. Melalui teknik TE dimungkinkan terjadinya kebuntingan kembar, dengan jalan mentransfer setiap tanduk uterus (cornua uteri) dengan satu embrio. Proses dan Tata Cara Transfer Embrio Prinsip dasar dari transfer embrio meliputi beberapa treatmen/perlakuan dengan menggunakani teknik-teknik lainnya, yaitu superovulasi, oestrus synchronization (Sinkronisasi Birahi), artificial insemination (Inseminasi Buatan), embrio/eggs recovery (Pengumpulan atau pemanenan embrio) dan embrio/eggs transfer (Pemindahan embrio) (Sudarto, 1985)

16 Sebelum dilakukan transfer, dilakukan produksi embrio. Menurut Udrayana (2011) produksi embrio terdiri dari 2 cara yaitu produksi embrio in vivo dan produksi embrio in vitro. 1. Produksi embrio in vivo dilakukan dengan cara mengambil atau memanen embrio yang terdapat di dalam uterus (rahim) sapi betina donor (penghasil embrio), kemudian dipindahkan pada sapi betina yang lain (betina resipien) atau untuk disimpan dalam keadaan beku (freeze embryo). Untuk memperbanyak embrio yang dipanen, maka pada sapi-sapi betina donor biasanya dilakukan teknik superovulasi, yaitu suatu perlakuan menggunakan hormon untuk memperoleh lebih banyak sel telur (ovum) pada setiap periode tertentu. Sehingga dengan demikian, seekor betina donor yang telah disuperovulasi dan kemudian dilakukan inseminasi (memasukkan sel benih jantan pada uterus menggunakan alat tertentu), akan menghasilkan banyak embrio untuk dipanen. Embrio-embrio tersebut kemudian dipanen (flushing) 2 hari setelah superovulasi dan inseminasi. Hasil panen kemudian dilakukan evaluasi kualitas embrio (grading), setelah itu hasilnya dapat disimpan beku atau ditransfer pada betina lain. oestrus synchronization (sinkronisasi estrus) adalah usaha yang bertujuan untuk mensinkronkan kondisi reproduksi ternak sapi donor dan resipien. Sinkronisasi estrus umumnya menggunakan hormon prostaglandin F2 (PGF2 ) atau kombinasi hormon progesteron dengan PGF2a. Sedangkan menurut Asrul superovulasi menggunakan hormon gonadotropin, seperti FSH (Follicle Stimulating Hormonr) atau PMSG (Pregnant Mare s Serum Gonadotropin). Penyuntikan hormon itu akan meningkakan jumlah corpus luteum 2. Produksi embrio in vitro dilakukan dengan cara melakukan fertilisasi antara sel benih jantan (spermatozoa) dengan sel benih betina (ovum) dalam laboratorium, sehingga disebut pembuahan di luar tubuh. Salah satu alat yang

17 digunakan untuk proses ini adalah cawan petri atau tabung khusus. Sel telur didapatkan dengan cara mengambil sel-sel telur yang terdapat pada indung telur (ovarium) sapi-sapi betina yang telah dipotong di rumah potong hewan. Setelah diperoleh banyak sel telur, kemudian dilakukan pencucian dengan larutan khusus, selanjutnya dilakukan pemilihan sel telur yang masih baik dan ditempatkan dalam cawan petri. Pembuahan akan berlangsung jika pada cawan yang berisi sel-sel telur tadi ditempatkan sel benih jantan (spermatozoa yang masih hidup). Fertilisasi sempurna akan berlangsung sekitar 22 jam. Hasil fertilisasi kemudian ditumbuh kembangkan dalam media khusus dan diamati pembelahan sel-nya hingga hari ke 6-8 atau pada saat terbentuknya blastocyst. Kemudian dilakukan evaluasi embrio dengan melaksanakan grading. Embrio yang memiliki kualitas A dan B kemudian dibekuan, untuk disimpan dalam waktu yang lama. Pada dasarnya, embrio dapat hidup di tempat yang memenuhi syarat kehidupannya. Embrio yang sedang tumbuh membutuhkan sulplai makanan dari dirinya sendiri selama beberapa waktu, kemudian akan tergantung pada sekelilingnya, dalam hal ini tergantung pada rahim tempatnya berkembang. Penanganan harus mengupayakan rahim calon induk memiliki kondisi yang sama dengan kondisi rahim yang menghasilkan embrio, atau menyiapkan kondisi rahim induk untuk dapat memelihara embrio yang akan diterimanya. Perlakuan yang disiapkan untuk induk calon penerima embrio tentu harus esktra hati-hati, Pemberian hormon reproduksi dengan dosis dan waktu yang tertentu, pakan yang berkualitas baik serta manajemen pemeliharaan calon induk, mutlak harus dilakukan untuk memperoleh kondisi rahim yang baik dan siap menerima embrio dari luar. Setelah melalui serangkaian pemeriksaan yang teliti, kondisi rahim calon induk dinyatakan siap untuk menerima embrio, barulah dilakukan pemindahan (transfer) embrio kedalam rahim tersebut.

18 Program yang sedang dikembangkan dan menghasilkan perolehan cukup baik adalah kombinasi antara inseminasi buatan (IB) dengan transfer embrio (TE). Dengan kombinasi ini akan diperoleh kelahiran kembar (satu anak hasil IB dan satu anak lagi yang berasal dari TE). Pada prinsipnya, seekor induk yang mengalami puncak birahi, dilakukan inseminasi seperti pada umumnya, kemudian hari ke-7 setelah inseminasi dilakukan TE tanpa perlu perlakuan khusus (Udrayana, 2011) Kelebihan Transfer Embrio Pada proses reproduksi alami,dalam satu tahun betina hanya bisa bunting sekali dan hanya mampu menghasilkan 1 anak (atau 2 anak bila terjadi kembar). Menggunakan teknologi transfer embrio, betina unggul tidak perlu bunting dan menunggu satu tahun untuk menghasilkan anak. Betina unggul hanya berfungsi menghasilkan embrio yang selanjutnya ditransfer (dititipkan) pada induk resipien yang memiliki kualitas genetik rata-rata tetapi mempunyai kemampuan untuk bunting. Embrio yang digunakan untuk transfer embrio dapat berupa embrio segar atau embrio beku (freezing embrio). Embrio beku efisien untuk dipakai karena dapat disimpan lama sebagai stok dan dapat dibawa ke daerah-daerah yang membutuhkan. Sedangkan embrio segar hanya dapat ditransfer pada saat produksi di lokasi yang berdekatan dengan donor. Perbaikan mutu genetik TE lebih efisien daripada dengan IB. Perbaikan mutu genetik pada IB hanya berasal dari pejantan unggul sedangkan dengan teknologi TE, sifat unggul dapat berasal dari pejantan dan induk yang unggul. Memperpendek Selang Beranak Pada kambing lokal, selang beranak umumnya bervariasi 7-8 bulan. Selang beranak yang panjang umumnya terjadi karena kegagalan dalam pendeteksian birahi terutama pada kambing yang dipelihara dengan sistem dikandangkan secara terus

19 menerus. Cara mudah mengatasi masalah ini adalah dengan menempatkan pejantan pada kelompok betina sekitar 2-3 bulan setelah beranak. Kambing betina hanya mau kawin bila dalam keadaan birahi. Perkawinan sebaiknya dilakukan pada setengah bagian akhir masa birahi. Secara umum dapat disarankan mengawinkan ternak sebaiknya dilakukan pada hari kedua setelah onset birahi dan diulang 12 jam kemudian. Kawin alam menghasilkan angka kebuntingan lebih tinggi dari kawin suntik (IB). Kadang-kadang ternak kambing kurang menunjukkan tanda birahi, walaupun secara fisiologis ternak itu dalam keadaan birahi (Silent heat). Penempatan pejantan dan betina dalam satu kelompok membantu mendeteksi ternak-ternak birahi sehingga kegagalan kebuntingan karena tidak kawin dapat dihindari. Lama kebuntingan pada kambing adalah 150 hari (5 bulan) dengan kisaran hari. Ada tiga macam perkawinan yang dapat terjadi pada ternak, yaitu: a. In breeding, adalah perkawinan yang dilakukan antar saudara yang mempunyai hubungan keturunan dekat b. Grading up, adalah perkawinan antara pejantan unggul dengan sapi lokal yang diarahkan pada keturunan pejantan c. Cross breeding, adalah perkawinan antara dua bangsa yang telah diketahui dengan seksama masing-masing kemampuan produksinya. Cara pengaturan perkawinan dapat dilakukan dengan pengaturan sepenuhnya oleh manusia yang disebut hand matting, yaitu pemeliharaan sapi jantan dan betina dipisah, apabila ada betina yang berahi baru diambilkan pejantan untuk mengawininya, atau dilakukan Inseminasi Buatan (IB). Cara lain adalah pastura matting, yaitu sapi-sapi jantan dan betina dewasa pada musim kawin dilepas bersama-sama. Apabila terdapat sapi yang berahi, tanpa campur tangan manusia atau pemilik akan terjadi perkawinan.

20 DAFTAR PUSTAKA Anonim Kementrian Pertanian: Balai Embrio Ternak. Diambil dari hari Jumat, 7 Januari 2011 pukul wib. Novalina, Hasugian Transfer Embrio Balai Embrio Ternak Cipelang Bogor. Diambil dari hari Jumat, 7 Januari 2011 pukul wib.

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh. MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO DOSEN PENGAMPU Drh. BUDI PURWO W, MP SEMESTER III JUNAIDI PANGERAN SAPUTRA NIRM 06 2 4 10 375

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3

LEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3 LEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3 MEMPELAJARI PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MANUSIA MELALUI BIOTEKNOLOGI Bioteknologi berkebang sangat pesat. Produk-produk bioteknologi telah dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). Peningkatan produktifitas ternak adalah suatu keharusan, Oleh karena itu diperlukan upaya memotivasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam upaya menjadikan subsektor peternakan sebagai pendorong kemandirian pertanian Nasional, dibutuhkan terobosan pengembangan sistem peternakan. Dalam percepatan penciptaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 Kabupaten yang terdapat di provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang dikembangkan dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai hasil utama serta pupuk organik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk pengembangan ternak sapi potong. Kemampuan menampung ternak sapi di Lampung sebesar

Lebih terperinci

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Populasi sapi PO terbesar berada di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa

I. PENDAHULUAN. yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak lokal berperan penting dalam kehidupan masyarakat pedesaan yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa sifat unggul dibandingkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat di Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak Non Ruminansia (BPBTNR) Provinsi Jawa Tengah di Kota Surakarta.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi.

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau sangat bermanfaat bagi petani di Indonesia yaitu sebagai tenaga kerja untuk mengolah sawah, penghasil daging dan susu, serta sebagai tabungan untuk keperluan dikemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah.ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. (a) Luar kandang, (b) Dalam kandang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. (a) Luar kandang, (b) Dalam kandang HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Balai Embrio Ternak (BET) yang terletak di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Topografi lokasi

Lebih terperinci

Tatap muka ke 13 & 14 SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB

Tatap muka ke 13 & 14 SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB Tatap muka ke 13 & 14 PokokBahasan : SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB 1. Tujuan Intruksional Umum Mengerti tujuan sinkronisasi / induksi birahi Mengerti cara- cara melakuakn sinkronisasi birahi/induksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) merupakan kelinci hasil persilangan dari Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

Lebih terperinci

KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI

KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI Terbatasnya sapi pejantan unggul di Indonesia, merupakan persoalan dalam upaya meningkatkan populasi bibit sapi unggul untuk memenuhi kebutuhan daging yang masih

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 1999 sampai dengan

MATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 1999 sampai dengan MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan November 1999 sampai dengan Desember 2000 dilokasi Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi - Bogor. Kegiatannya meliputi

Lebih terperinci

Dr. Refli., MSc Jurusan Biologi FST UNDANA ALASAN MELAKUKAN

Dr. Refli., MSc Jurusan Biologi FST UNDANA ALASAN MELAKUKAN BIOTEKNOLOGI HEWAN Dr. Refli., MSc Jurusan Biologi FST UNDANA ALASAN MELAKUKAN BIOTEKNOLOGI HEWAN Untuk mengisolasi, identifikasi dan karakterisasi gen agar dapat mempelajari fungsinya Untuk membantu menyiapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bioteknologi reproduksi merupakan teknologi unggulan dalam memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di dalamnya pemanfaatan proses rekayasa fungsi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

MATERI DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2007 sampai dengan bulan Juli 2007. Lokasi penelitian berada pada dua kenagarian yaitu Kenagarian Sungai

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Reproduksi Sapi Betina Superovulasi

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Reproduksi Sapi Betina Superovulasi TINJAUAN PUSTAKA Sistem Reproduksi Sapi Betina Sistem reproduksi sapi betina lebih kompleks daripada sapi jantan, dimana terdiri dari beberapa organ yang memiliki peran dan fungsi masing-masing. Ovarium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Peternak Terhadap IB Persepsi peternak sapi potong terhadap pelaksanaan IB adalah tanggapan para peternak yang ada di wilayah pos IB Dumati terhadap pelayanan IB

Lebih terperinci

Implementasi New Tech Anim Breeding: Analisis teknis dan ekonomis peningkatan kualitas genetik dan produksi ternak (KA,IB,TE, RG)

Implementasi New Tech Anim Breeding: Analisis teknis dan ekonomis peningkatan kualitas genetik dan produksi ternak (KA,IB,TE, RG) Implementasi New Tech Anim Breeding: Analisis teknis dan ekonomis peningkatan kualitas genetik dan produksi ternak (KA,IB,TE, RG) Program alternatif PT Program Alternatif PT: Inseminasi Buatan, TE, Kloning

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 A B Hari ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16-17 Gambar 8 Teknik penyuntian PGF 2α. (A) Penyuntikan pertama, (B) Penyuntikan kedua, (C) Pengamatan estrus yang dilakukan tiga kali sehari yaitu pada

Lebih terperinci

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 HORMON KEBUNTINGAN DAN KELAHIRAN 33 Peranan hormon dalam proses kebuntingan 33 Kelahiran 34 MASALAH-MASALAH REPRODUKSI 35 FERTILITAS 35 Faktor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda 3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Estrus 4.1.1 Tingkah Laku Estrus Ternak yang mengalami fase estrus akan menunjukkan perilaku menerima pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementrian Pertanian Tahun 2010-- 2014 (Anonim

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 Deteksi Estrus Pengukuran hambatan arus listrik lendir vagina dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore) selama lima hari berturut-turut. Angka estrus detektor direkapitulasi dalam bentuk tabel secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Estrus Sapi Betina Folikulogenesis

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Estrus Sapi Betina Folikulogenesis TINJAUAN PUSTAKA Siklus Estrus Sapi Betina Sistem reproduksi sapi betina lebih kompleks daripada hewan jantan, karena terdiri atas beberapa organ yang memiliki peran dan fungsi masing- masing. Ovarium

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK BIOLOGI MOLEKULER

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK BIOLOGI MOLEKULER KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK BIOLOGI MOLEKULER H. Sofjan Sudardjad D. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan Jl.Harsono RM. No. 3 Gedung C Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12550

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inseminasi Buatan (IB) adalah proses perkawinan yang dilakukan dengan campur tangan manusia, yaitu mempertemukan sperma dan sel telur agar dapat terjadi proses pembuahan

Lebih terperinci

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Rangsangan seksual libido Berkembang saat pubertas dan setelah dewasa berlangsung terus selama hidup Tergantung pada hormon testosteron

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SEKSI PRODUKSI DAN APLIKASI (PA)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SEKSI PRODUKSI DAN APLIKASI (PA) STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SEKSI PRODUKSI DAN APLIKASI (PA) BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN BalaiEmbrioTernakCipelang BET STANDAR

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Sapi Perah FH (Fries Hollands) Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan dengan ternak perah lainnya. Sapi perah memiliki kontribusi

Lebih terperinci

Pemantauan dan Pengukuran Proses Layanan Purna Jual. Kegiatan Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal. Kepala BIB Lembang

Pemantauan dan Pengukuran Proses Layanan Purna Jual. Kegiatan Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal. Kepala BIB Lembang LEMBAR PENGESAHAN Pemantauan dan Pengukuran Proses Layanan Purna Jual 31 Okt 2016 1 dari 5 Kegiatan Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal Diperiksa oleh KRISMONO, SST Kasubbag TU 31 Oktober 2016 Disyahkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak dipelihara petani-peternak di Sumatra Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi Pesisir mempunyai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak yang dapat menyediakan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia selain dari sapi, kerbau dan unggas. Oleh karena itu populasi dan kualitasnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkawinan Perkawinan yang baik yaitu dilakukan oleh betina yang sudah dewasa kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat melahirkan (Arif, 2015).

Lebih terperinci

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto

Lebih terperinci

Pembentukan bangsa baru (ternak ruminansia dan non-ruminansia) 13. APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM PEMULIAAN TERNAK

Pembentukan bangsa baru (ternak ruminansia dan non-ruminansia) 13. APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM PEMULIAAN TERNAK 9. PROGRAM BREEDING TERNAK RUMINANSIA DI DAERAH TROPIS DAN SUB TROPIS 10. PROGRAM BREEDING TERNAK NON- RUMINANSIA DI DAERAH TROPIS DAN SUB TROPIS Perbandingan penerapan program breeding ternak ruminansia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) bukan berasal dari New Zealand, tetapi dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

Lebih terperinci

Oleh : R. Kurnia Achjadi Dosen FKH IPB/Komisi Bibit dan,keswan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian

Oleh : R. Kurnia Achjadi Dosen FKH IPB/Komisi Bibit dan,keswan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Oleh : R. Kurnia Achjadi Dosen FKH IPB/Komisi Bibit dan,keswan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian PEMBANGUNAN PETERNAKAN dan KESEHATAN HEWAN 2011-2014 Peningkatan bibit ternak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan produksi daging merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan sekaligus memajukan tingkat kecerdasan sumber daya manusia Indonesia.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing Peranakan Etawah atau kambing PE merupakan persilangan antara kambing kacang betina asli Indonesia dengan kambing Etawah jantan yang berasal dari daerah Gangga,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen. Pembibitan sapi perah dimaksudkan untuk meningkatkan populasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen. Pembibitan sapi perah dimaksudkan untuk meningkatkan populasi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembibitan Sapi Perah Dalam kerangka budidaya sapi perah, pembibitan merupakan unsur yang tidak terpisahkan dari ketiga pilar bidang peternakan yaitu, pakan, bibit dan manajemen.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma nutfah nasional Indonesia, hasil domestikasi dari banteng liar beratus-ratus tahun yang lalu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, namun sampai

Lebih terperinci

Bioteknologi, Peran dan Aplikasinya

Bioteknologi, Peran dan Aplikasinya Bioteknologi, Peran dan Aplikasinya I. Pendahuluan Bioteknologi merupakan teknologi yang memanfaatkan agen hayati atau bagian-bagiannya untuk menghasilkan barang dan jasa dalam skala industri untuk memenuhi

Lebih terperinci

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba 17 III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama delapan bulan yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan Desember 2010. Penelitian dilakukan di kandang Mitra Maju yang beralamat

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Prostaglandin F2 Alpha Terhadap Waktu Kemunculan Birahi dan Keberhasilan Inseminasi Buatan Sapi Brahman Cross (Bx) Heifers

Pengaruh Pemberian Prostaglandin F2 Alpha Terhadap Waktu Kemunculan Birahi dan Keberhasilan Inseminasi Buatan Sapi Brahman Cross (Bx) Heifers ISSN : 0852-3681 E-ISSN : 2443-0765 Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 27 (3): 39 43 Available online at http://jiip.ub.ac.id Pengaruh Pemberian Prostaglandin F2 Alpha Terhadap Waktu Kemunculan Birahi dan Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi Simmental dengan nama SIMPO. Sapi SIMPO merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENYERENTAKAN BERAHI

BAB I PENYERENTAKAN BERAHI BAB I PENYERENTAKAN BERAHI 1.1 Pendahuluan Penyerentakan berahi (Sinkronisasi Estrus) merupakan suatu proses manipulasi berahi pada sekelompok ternak betina. Adapun alasan dilakukannya Penyerentakan berahi

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Ternak Manunggal IV Dusun

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Ternak Manunggal IV Dusun 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Ternak Manunggal IV Dusun Wawar Lor, Desa Bedono, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang. Pelaksanaan dilakukan pada tanggal 21 Maret hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ternak Sapi Bali Sapi Bali merupakan plasma nutfah dan sebagai ternak potong andalan yang dapat memenuhi kebutuhan daging sekitar 27% dari total populasi sapi potong Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Populasi Sapi Pertambahan jumlah penduduk, meningkatnya kesejahteraan dan pendidikan masyarakat Indonesia, mengakibatkan permintaan akan produk peternakan semakin bertambah.

Lebih terperinci

HASlL DAN PEMBAHASAN

HASlL DAN PEMBAHASAN HASlL DAN PEMBAHASAN Siklus Estrus Alamiah Tanda-tanda Estrus dan lama Periode Estrus Pengamatan siklus alamiah dari temak-ternak percobaan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari.

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kinali dan Luhak Nan Duomerupakandua wilayah kecamatan dari. sebelaskecamatan yang ada di Kabupaten Pasaman Barat. Kedua kecamatan ini

I. PENDAHULUAN. Kinali dan Luhak Nan Duomerupakandua wilayah kecamatan dari. sebelaskecamatan yang ada di Kabupaten Pasaman Barat. Kedua kecamatan ini I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang Kinali dan Luhak Nan Duomerupakandua wilayah kecamatan dari sebelaskecamatan yang ada di Kabupaten Pasaman Barat. Kedua kecamatan ini terletak berdampingan.secara geografis

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK HASTONO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK Salah satu upaya peningkatan sefisensi reproduksi ternak domba

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Swasembada Daging Sapi Swasembada daging sapi adalah kemampuan penyediaan daging produksi lokal sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor sapi

Lebih terperinci

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS), HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS), ph DAN KEKENTALAN SEKRESI ESTRUS TERHADAP NON RETURN RATE (NR) DAN CONCEPTION RATE (CR) PADA INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI PERANAKAN FRIES HOLLAND Arisqi Furqon Program

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina.

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus reproduksi adalah perubahan siklus yang terjadi pada sistem reproduksi (ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperlihatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung Gambar 3. Foto Udara PT.Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung (Sumber: arsip PT.Widodo Makmur Perkasa) PT. Widodo Makmur

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan daging sapi yang sampai saat ini masih mengandalkan pemasukan ternak

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS YANG DIINSEMINASI TAHUN **** DAN TAHUN *** DI KECAMATAN (X) KABUPATEN (Y) PROPINSI (Z)

PERBANDINGAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS YANG DIINSEMINASI TAHUN **** DAN TAHUN *** DI KECAMATAN (X) KABUPATEN (Y) PROPINSI (Z) PROPOSAL PENELITIAN PERBANDINGAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS YANG DIINSEMINASI TAHUN **** DAN TAHUN *** DI KECAMATAN (X) KABUPATEN (Y) PROPINSI (Z) I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sel Darah Merah Jumlah sel darah merah yang didapatkan dalam penelitian ini sangat beragam antarkelompok perlakuan meskipun tidak berbeda nyata secara statistik. Pola kenaikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) bagi Provinsi Nusa Tenggara Barat, bahkan telah menjadi lambang bagi provinsi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

PAPER SINKRONISASI ESTRUS PADA TERNAK

PAPER SINKRONISASI ESTRUS PADA TERNAK 1 PAPER SINKRONISASI ESTRUS PADA TERNAK Untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Reproduksi Oleh : Ardan Legenda De A 135050100111093 Mirsa Ita Dewi Adiana 135050100111189 Ari Prayudha 135050100111098

Lebih terperinci

menciptakan iklim yang kondusif agar pembibitan swasta dapat berkembang baik. POLA DAN PROGRAM BREEDING Fokus utama perbaikan mutu adalah merencanakan

menciptakan iklim yang kondusif agar pembibitan swasta dapat berkembang baik. POLA DAN PROGRAM BREEDING Fokus utama perbaikan mutu adalah merencanakan Tenrm Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 MENINGKATKAN EFISIENSI PROGRAM BREEDING SAPI PERAH MELALUI PEMBERDAYAAN BIOTEKNOLOGI REPRODUKSI INSEMENASI BUATAN DAN TRANSFER EMBRIO M. ARIFIN BASYIR

Lebih terperinci

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh kelenjar endokrin dan disekresikan ke dalam aliran darah

Lebih terperinci

PENGARUH INJEKSI PGF2α DENGAN HORMON PMSG PADA JUMLAH KORPUS LUTEUM, EMBRIO DAN JUMLAH ANAK KELINCI

PENGARUH INJEKSI PGF2α DENGAN HORMON PMSG PADA JUMLAH KORPUS LUTEUM, EMBRIO DAN JUMLAH ANAK KELINCI 105 Buana Sains Vol 7 No 2: 105-112, 2007 PENGARUH INJEKSI PGF2α DENGAN HORMON PMSG PADA JUMLAH KORPUS LUTEUM, EMBRIO DAN JUMLAH ANAK KELINCI Eko Marhaeniyanto dan I Gedhe Putu Kasthama Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Reproduksi merupakan sifat yang sangat menentukan keuntungan usaha peternakan sapi perah. Inefisiensi reproduksi dapat menimbulkan berbagai kerugian pada usaha peterkan sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α Hasil penelitian didapatkan 13 dari 15 ekor domba (87,67%) menunjukan respon estrus dengan penyuntikan PGF 2α. Onset estrus berkisar

Lebih terperinci

PERBAIKAN FERTILITAS MELALUI APLIKASI HORMONE GONADOTROPIN PADA INDUK SAPI BALI ANESTRUS POST-PARTUM DI TIMOR BARAT

PERBAIKAN FERTILITAS MELALUI APLIKASI HORMONE GONADOTROPIN PADA INDUK SAPI BALI ANESTRUS POST-PARTUM DI TIMOR BARAT PERBAIKAN FERTILITAS MELALUI APLIKASI HORMONE GONADOTROPIN PADA INDUK SAPI BALI ANESTRUS POST-PARTUM DI TIMOR BARAT Amirudin Pohan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, NTT ABSTRAK Induk Sapi Bali yang

Lebih terperinci

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit BAB III PEMBIBITAN DAN BUDIDAYA PENGERTIAN UMUM Secara umum pola usahaternak sapi potong dikelompokkan menjadi usaha "pembibitan" yang

Lebih terperinci

PAPER SINKRONISASI ESTRUS PADA TERNAK

PAPER SINKRONISASI ESTRUS PADA TERNAK 1 PAPER SINKRONISASI ESTRUS PADA TERNAK Untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Reproduksi Oleh : Ardan Legenda De A 135050100111093 Mirsa Ita Dewi Adiana 135050100111189 Ari Prayudha 135050100111098

Lebih terperinci