1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kesehatan merupakan hak dasar (asasi) manusia dan salah satu faktor yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja yang terganggu kesehatannya (Faris, 2009). Bekerja merupakan salah satu kegiatan utama bagi setiap orang atau masyarakat untuk mempertahankan hidupnya dan kehidupan. Dalam melakukan pekerjaan mempunyai risiko gangguan kesehatan atau penyakit yang ditimbulkan oleh pekerjaan tersebut, terutama di sektor informal, baik petani, nelayan, pedagang kaki lima dan bahkan pembantu rumah tangga, karena ketidaktahuan tenaga kerja sektor informal mempunyai risiko yang lebih tinggi dalam kaitannya dengan gangguan kesehatan yang diderita akibat dari pekerjaan (Anies, 2005). Kaitannya dengan faktor yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan, dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya risiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor manusianya, oleh karena itu perlu adanya upaya pencegahan dan pengendalian terhadap kemungkinan timbulnya gangguan kesehatan (Faris, 2009). Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun membutuhkan pangan yang semakin besar. Dalam rangka mencukupi kebutuhan
2 pangan tersebut, Indonesia mencanangkan beberapa program bidang pertanian. Salah satunya adalah program intensifikasi tanaman pangan. Dari program ini diharapkan produksi pangan meningkat dari luas lahan yang sudah ada. Program ini tentu ditunjang dengan perbaikan teknologi pertanian, varietas lahan, perbaikan teknik budidaya yang meliputi pengairan, pemupukan dan pengendalian hama penyakit ini terus diaktifkan (Wudianto, 2007). Untuk peningkatan jumlah produksi pertanian, salah satu caranya dengan pemberantasan hama, gulma, dan penyakit dengan penggunaan pestida secara intensif untuk penunjang program pemenuhan kebutuhan pangan. Ketergantungan pestisidapun naik sehingga dosis pestisida dinaikkan (Kusdwiratri,1998). Salah satu pengaruh penggunaan pestisida adalah terjadinya pencemaran lingkungan yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan, salah satu pencemaran di lingkungan kerja pertanian yaitu pencemaran udara berupa uap dan partikel dari pestisida semprot dengan bantuan angin yang dapat mempengaruhi kesehatan petani, dengan kondisi lingkungan kerja di atas, maka petani memiliki beban kerja tambahan dan kapasitas kerja yang dapat mempengaruhi kesehatan terutama terhadap gangguan sistem pernafasan (Kusdwiratri, 1998). Petani merupakan salah satu pekerja sektor informal, berbeda dengan pekerja sektor formal. Pembinaan kesehatan dan pencegahan kecelakaan kerja terhadap tenaga kerja disektor formal telah berjalan dengan baik, di bawah pengawasan Kementerian Tenaga Kerja serta instansi terkait. Para petani atau tenaga kerja di pertanian, tidak jarang mendapat penyakit maupun gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pekerjaannya tanpa disadari, misalnya keluhan
3 pusing, cepat lelah, daya kerja berkurang, jarang dianggap sebagai gangguan yang serius (Anies, 2005). Menurut Shobib (2013) yang mengutip pendapat Ani, setiap hari ribuan petani dan para pekerja di sektor pertanian teracuni oleh pestisida akibat kurangnya pengetahuan untuk menggunakan alat pelindung diri (APD) dan setiap tahun diperkirakan jutaan orang yang terlibat di pertanian menderita keracunan akibat pestisida. Perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 2009 terjadi sekitar 600.000 kasus dan 60.000 kematian terjadi di India dan yang paling rentan adalah anak-anak, perempuan, pekerja di sektor informal dan petani miskin. Di Bangladesh, pada 2008 keracunan pestisida paling tinggi menyebabkan kematian. Di Kamboja, setidaknya 88% petani mengalami dampak akut keracunan pestisida. Di China, antara 53.000 dan 123.000 orang keracunan pestisida setiap tahun. Menurut Shobib (2013) yang mengutip pendapat Elanda dkk, setiap tahunnya sekitar 5.000 sampai 10.000 mengalami dampak yang sangat berbahaya seperti kanker, cacat, mandul dan hepatitis. Menurut Shobib (2013) yang mengutip pendapat Ani, sebagai negara agraris, penggunaan pestisida di Indonesia cukup tinggi. Pada tahun 2008 tercatat sekitar 1.336 formulasi dan 402 bahan aktif pestisida telah didaftarkan untuk mengendalikan hama diberbagai bidang komoditi. Hasil penelitian Pesticide Action Network Asia and the Pasific (PANAP) tentang bahaya pestisida di Wonosobo, Jawa Tengah sebagai bagian pemantauannya di kawasan Asia, pada Agustus-Oktober 2009 menunjukkan bahwa 6 orang terdiri dari 2 orang
4 perempuan dan 4 orang laki-laki dari 100 responden mengalami gangguan kesehatan. Adanya berbagai akibat samping penggunaan pestisida, pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan. Tahun 1986 dikeluarkan Instruksi Presiden No. 3 tahun 1986 tentang penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) dan larangan peredaran dan penggunaan 57 jenis pestisida untuk tanaman padi. Program PHT sendiri mulai dilaksanakan tahun 1989. Subsisidi pestisidapun dihapuskan sejak bulan Januari 1989 (Wudianto, 2007). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Winasa (1989) tentang pemanfaatan alat pelindung pada 102 petani bawang merah di Brebes, ternyata hanya 18 (17,65%) yang memanfaatkannya dengan baik. Secara lebih terperinci ia mengemukakan bahwa hanya 2 (1,96%) responden yang memanfaatkan kacamata pelindung, 12 (11,76%) memanfaatkan sepatu boot, 18 (17,65) memanfaatkan sarung tangan, 27 (26,46) menggunakan masker. Baju lengan panjang digunakan oleh 57 (55,88%) responden, celana panjang pada 85 (83,33%) dan topi pelindung pada 99 (97,06%) responden. Umumnya mereka kurang menyadari perlunya alatalat pelindung tersebut, karena ternyata hanya 19 (25,53%) di antara 75 petani yang tidak menggunakan masker atau alat pelindung pernafasan yang mengetahui kegunaannya. Sedangkan di kalangan yang tidak menggunakan sarung tangan hanya 20 (23,80%) saja yang benar-benar tahu manfaatnya. Secara keseluruhan, hanya 18 (17,65%) responden yang di nilai baik menggunakan alat pelindung, sedangkan 84 (82,35%) sisanya masih perlu di tingkatkan pengetahuaannya.
5 Menurut Novizan (2003), petani pada umumnya beranggapan bahwa menggunakan APD saat menangani pestisida adalah hal yang tidak praktis dan merepotkan. Bahkan, tidak jarang ditemukan petani yang mengaku bahwa mereka sudah kebal dan terbiasa dengan bau pestisida yang menyengat. Hal ini dapat terjadi karena minimnya pengetahuan petani terkait keselamatan kerja. Disamping itu, kegiatan penyuluhan dan informasi pertanian yang sampai pada petani hanya memberikan pengetahuan tentang cara pemakaian dan manfaat pestisida untuk meningkatkat hasil panen. Dalam konteks Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), salah satu pengendalian dampak negatif pestisida yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Berdasarkan Pedoman Bimbingan Penggunaan Pestisida (Kementrian Pertanian RI, 2011), jenis APD yang diperlukan bagi pengguna pestisida adalah pakaian yang menutupi tubuh, penutup atau pelindung kepala, pelindung mata, sepatu boot, masker, dan sarung tangan. Kabupaten Karo dikenal sebagai daerah pertanian tanaman buah dan sayuran (hortikultura), Desa Suka Sipilihen merupakan salah satu desa yang berada di Kabupaten Karo yang mayoritas penduduknya petani dan dari seluruh petani sebagian besar merupakan petani jeruk, disamping itu hal yang paling mendasari pemilihan desa ini sebagai lokasi penelitian adalah karena berdasarkan wawancara, ditemui seorang petani pekerja puluhan tahun yang menggunakan bahan kimia pestisida yang mengidap kanker kelenjar getah bening yang disebabkan terpaparnya petani dengan pestisida secara terus menerus dengan dosis yang tinggi dan kebiasaan bekerja tanpa menggunakan alat pelindung diri
6 yang disebabkan karena kurangnya pengetahuan petani tentang manfaat dan kegunaan alat pelindung diri. Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di Desa Suka Sipilihen Kabupaten Karo dengan cara observasi langsung pada tanggal 09 Oktober 2015, pada petani jeruk Desa Suka Sipilihen Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo, menunjukkan bahwa petani jeruk belum menggunakan APD yang memenuhi standar aman diantaranya adalah masker, sarung tangan, celana panjang dan sepatu boot sesuai dengan peraturan dari Depkes RI tentang APD, pada saat berinteraksi dengan pestisida petani hanya memakai pakaian biasa, alas kaki berupa sandal, dan penutup kepala berupa plastik. Rata-rata pestisida yang di formulasikan lebih dari satu jenis pestisida bahkan ada yang sampai empat jenis pestisida sekaligus. Pada umumnya pengaplikasian pestisida di Kabupaten Karo dilakukan 10 hari sekali, dan ada juga yang seminggu sekali tetapi masih ditemukan buah dan daun jeruk yang berguguran dan busuk disebabkan oleh organisme pengganggu tanaman (hama), bahkan sebagian buruh petani ada yang melakukan penyemprotan dengan mengaplikasikan pestisida setiap hari. Selain itu petani rentan terhadap bahaya serangan hama seperti serangga yang ada pada tanaman pada saat pemetikan buah dan kecacingan disebabkan oleh terpaparnya petani dengan tanah pupuk yang terbuat dari kotoran ternak pada saat pembersihan lahan dan pemupukan. Di Desa Suka Sipilihen juga, berdasarkan wawancara perorangan kepada 3 keluarga petani yang peneliti lakukan pada tanggal 09 Oktober 2015 sejauh ini, belum ada penyuluhan pertanian khususnya terkait penggunaan alat pelindung diri
7 pada saat menggunakan pestisida, yang ada hanya penyuluhan tentang produk pestisida untuk meningkatkan hasil panen, sehingga menyebabkan masih minimnya pengetahuan petani terkait bahaya yang ditimbulkan pestisida bagi kesehatan apabila tidak menggunakan alat pelindung diri serta maanfaat penggunaannya karena masih kurangnya perhatian dan pengawasan dari Kementerian Ketenagakerjaan pada pekerja sektor non formal. Sehingga hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian pada petani jeruk sebagai salah satu upaya promosi kesehatan yang dapat dilakukan adalah dengan mengadakan penyuluhan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tentang Alat Pelindung Diri (APD). Menurut Sumardjo (1999), penyuluhan merupakan suatu intervensi komunikasi yang diselenggarakan untuk menimbulkan perubahan kualitas perilaku secara sukarela (voluntare change) bagi kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya dalam aspek perilaku, menurut Notoatmodjo (2007) yang mengutip pendapat Benyamin Bloom, membagi perilaku manusia menjadi tiga domain, yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective) dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, tiga domain dalam teori ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Berdasarkan penelitian Bernadetta (2011) yang mengutip pendapat Sastraatmadja, penyuluhan pertanian didefinisikan sebagai pendidikan nonformal yang ditujukan kepada petani dan keluarganya dengan tujuan jangka pendek untuk mengubah perilaku termasuk sikap, dan pengetahuan ke arah yang lebih baik, serta tujuan jangka panjang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
8 Indonesia. Selain menciptakan suatu perubahan pengetahuan dan sikap bagi masyarakat petani, penyuluhan pertanian juga diharapkan mampu mengarahkan wawasan berpikir dan menumbuhkan karakter sebagai bangsa yang sedang melakukan pembangunan. Karena itu perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh penyuluhan K3 tentang APD terhadap pengetahuan dan sikap petani jeruk dalam penggunaan APD di Desa Suka Sipilihen Kabupaten Karo tahun 2016. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana pengaruh penyuluhan K3 tentang APD terhadap pengetahuan dan sikap petani jeruk dalam penggunaan APD di Desa Suka Sipilihen Kabupaten Karo tahun 2016.
9 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh penyuluhan K3 tentang APD terhadap pengetahuan dan sikap petani jeruk dalam penggunaan APD di Desa Suka Sipilihen Kabupaten Karo tahun 2016. Tujuan Khusus 1. Mengetahui perbedaan antara tingkat pengetahuan dan sikap petani jeruk sebelum dan setelah penyuluhan k3 tentang APD. 2. Mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap petani jeruk yang mendapat penyuluhan k3 tentang APD dengan yang tidak mendapat penyuluhan k3 tentang APD. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh penyuluhan K3 tentang APD terhadap pengetahuan dan sikap petani jeruk dalam penggunaan Alat APD di Desa Suka Sipilihen Kabupaten Karo tahun 2016. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi petani jeruk agar lebih disiplin dalam menggunakan APD sehingga keterpaparan terhadap berbagai bahaya ditempat kerja dapat diminimalkan.
10 2. Sebagai bahan masukan/informasi bagi peneliti selanjutnya dalam hal penelitian lanjutan untuk promosi kesehatan dalam menggunakan alat pelindung diri. 3. Bagi Pemerintah khususnya dinas kesehatan setempat, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan terkait penggunaan alat pelindung diri dan mengadakan program promosi terkait K3 pada petani jeruk.