BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
|
|
- Hengki Kurniawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia pestisida banyak digunakan baik dalam bidang pertanian maupun kesehatan. Di bidang pertanian pemakaian pestisida dimaksudkan untuk meningkatkan produksi pangan. Banyaknya frekuensi serta intensitas hama dan penyakit mendorong petani semakin tidak dapat menghindari pestisida. Di bidang kesehatan, penggunaan pestisida merupakan salah satu cara dalam pengendalian vektor penyakit. Penggunaan pestisida dalam pengendalian vektor penyakit sangat efektif diterapkan terutama jika populasi vektor penyakit sangat tinggi atau untuk menangani kasus yang sangat menghawatirkan penyebarannya (Munawir, 2005). Pestisida merupakan racun yang mempunyai nilai ekonomis terutama bagi petani. Pestisida memiliki kemampuan membasmi organisme selektif (target organisme), meskipun demikian pada praktiknya pemakaian pestisida dapat menimbulkan bahaya pada organisme non target. Dampak negatif terhadap organisme non target meliputi dampak terhadap lingkungan berupa pencemaran dan menimbulkan keracunan bahkan dapat menimbulkan kematian bagi manusia (Tarumingkeng, 2008). Pengendalian secara kimiawi dengan aplikasi pestisida merupakan cara yang paling praktis, ekonomis dan efisien, meskipun demikian dampak negatifnya seperti meningkatnya residu serta timbulnya pencemaran lingkungan menjadi masalah yang harus diperhatikan (Kementan RI, 2011). Penggunaan pestisida memang memberikan keuntungan secara ekonomis, namun juga memberikan kerugian diantaranya residu yang tertinggal tidak hanya pada tanaman, tapi juga pada air, tanah dan udara. Penggunaan pestisida secara terus-menerus akan mengakibatkan efek resistensi berbagai jenis hama. Hal tersebut dapat terjadi terutama jika pestisida digunakan secara tidak tepat baik pada cara, dosis maupun organisme sasarannya (Quijano & Rengam, 1999). Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat memberikan akibat samping keracunan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketidaktepatan penggunaan 1
2 2 pestisida antara lain tingkat pengetahuan, sikap/perilaku pengguna pestisida, penggunaan alat pelindung diri, serta kurangnya informasi yang berkaitan dengan resiko penggunaan pestisida. Selain itu, petani lebih banyak mendapat informasi mengenai pestisida dari petugas pabrik pembuat pestisida dibanding dari petugas kesehatan (Raini, 2001). World Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahun terdapat 1-5 juta kasus keracunan pestisida pada pekerja pertanian dengan jumlah kematian mencapai jiwa. Sekitar 80% keracunan pestisida dilaporkan terjadi di negara-negara berkembang (Kishi et al., 1995). Penelitian dengan pengamatan gejala klinik dan pengukuran aktivitas enzim kolinesterase di suatu perkebunan sayur-mayur di Lembang menunjukkan 2 diantara 16 pengguna pestisida (12,5%) mengalami keracunan, di Kecamatan Pangalengan angka ini dilaporkan lebih tinggi yaitu 28% hampir separuhnya mengalami keracunan tingkat sedang (Raini, 2004). Di Desa Kanigoro, Kecamatan Ngablak, Magelang pernah terjadi peristiwa kematian misterius yang menimpa 9 warga pada bulan Juli Menurut Harian Republika, 26 September 2007, hasil pemeriksaan laboratorium kesehatan dipastikan akibat keracunan pestisida. Pada tahun 1996, data Departemen Kesehatan (Depkes) tentang monitoring keracunan pestisida organofosfat dan karbamat pada petani penjamah pestisida organofosfat dan karbamat di 27 provinsi Indonesia menunjukkan 61,82% petani mempunyai aktivitas kolinesterase normal, 1,3% keracunan berat, 9,98% keracunan sedang dan 26,89% keracunan ringan (Raini, 2007). Beberapa penelitian tentang residu pestisida pada sayuran didapatkan residu insektisida golongan organofosfat dengan kandungan profenofos dan klorpirifos pada bawang merah 0,565 1,167 ppm, cabe merah 0,024 1,713 ppm dan pada kentang 0,125 4,333 ppm (Soemirat, 2003). Pada tahun 2011, Laboratorium Kesehatan Kabupaten Boyolali telah melakukan pemeriksaan kolinesterase darah sebagai skrining terhadap kejadian keracunan pestisida pada 56 petani penyemprot pestisida di 2 kecamatan yaitu Selo dan Cepogo dan diperoleh hasil 10 orang (18%) mengalami keracunan berat, 13 orang (23%) keracunan sedang, 19 orang (34%) keracunan ringan dan 14 orang
3 3 (25%) normal. Diketahui pula bahwa petani penyemprot telah menggunakan pestisida golongan organofosfat (berbahan aktif Profenofos dan diazinon). Kabupaten Boyolali merupakan salah satu wilayah di Jawa Tengah yang dalam hal ekonomi bertumpu pada sektor pertanian (Rokhani, 2010). Kabupaten Boyolali terdiri dari 19 kecamatan. Luas wilayah Kabupaten Boyolali adalah ,0965 Ha yang terdiri dari tanah sawah ,4945 Ha (23%), tanah kering ,0830 Ha (55,3%) dan tanah lain ,5190 Ha (21,7%). Hasil pertanian yang diunggulkan antara lain tembakau dan sayuran. Beberapa daerah penghasil tanaman sayuran adalah Kecamatan Selo, Ampel, Cepogo, Musuk, Mojosongo, Nogosari dan Andong. Dari beberapa kecamatan tersebut, Kecamatan Selo yang menjadi sentra penghasil tanaman sayuran terbesar di Kabupaten Boyolali. Jenis sayuran yang ditanam di Kecamatan Selo antara lain bawang merah, bawang daun, kentang, wortel, kobis/kol, sawi, brokoli, kol bunga, cabai besar, cabai rawit, tomat, buncis, mentimun dan labu siam. Total luas panen dari komoditas tersebut pada tahun 2012 adalah hektar dengan jumlah hasil produksi kwintal (BPS Kab. Boyolali, 2013). Kecamatan Selo terdiri dari 10 desa yang tersebar di sisi sebelah Timur dan Utara lereng Gunung Merapi dan sebelah Barat dan Selatan lereng Gunung Merbabu. Daerah ini mempunyai ketinggian dari permukaan laut antara m dpl m dpl. Pada tahun 2012, Kecamatan Selo memiliki curah hujan yang cukup tinggi yaitu mm per tahun dengan jumlah hari hujan mencapai 144 hari hujan (BPS Kab. Boyolali, 2013). Iklim yang ada di Kecamatan Selo adalah iklim tipe C basah. Iklim ini sangat cocok untuk daerah pertanian. Tanah di Kecamatan Selo sebagian besar digunakan sebagai tanah kering yaitu mencapai 5.572,4 Ha dari 5.607,8 Ha dan sisanya adalah tanah sawah seluas 35,4 Ha. Tanah Kering tersebut sebagian besar digunakan sebagai tegal/kebun yaitu seluas Ha. Rata-rata tingkat pendidikan masyarakatnya cukup rendah yaitu hanya tamat SD dengan angka jiwa dari total jiwa. Mata pencaharian penduduk Kecamatan Selo umumnya petani baik petani tanaman pangan maupun tanaman hortikultura (termasuk sayuran) disamping beternak (BPS Kab. Boyolali, 2013).
4 4 Berdasarkan survei awal yang dilakukan, diperoleh data bahwa petani sayuran pernah mengalami beberapa masalah kesehatan seperti mual, muntah serta sakit kepala setelah melakukan penyemprotan dengan pestisida. Upaya yang dilakukan oleh petani adalah dengan istirahat. Bila terjadi kondisi yang serius bagi kesehatan, petani baru memeriksakan kesehatan ke puskesmas, sehingga tidak diperoleh data status kesehatan petani yang berkaitan langsung dengan penggunaan pestisida. Faktor-faktor yang berpengaruh dengan kejadian keracunan pestisida adalah faktor dari dalam tubuh (int ernal) dan dari luar tubuh (eksternal). Faktor dari dalam tubuh antara lain umur, jenis kelamin, genetik, status gizi, tingkat pengetahuan dan status kesehatan. Faktor dari luar tubuh juga mempunyai peranan yang besar. Faktor tersebut antara lain banyaknya jenis pestisida yang digunakan, jenis pestisida, dosis pestisida, frekuensi penyemprotan, masa kerja menyemprot, lama menyemprot/lama paparan, pemakaian alat pelindung diri, kontak terakhir dengan pestisida, ketinggian tanaman, suhu lingkungan, waktu menyemprot dan tindakan terhadap arah angin (Afriyanto, 2008). Sayuran merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomis tinggi, umur yang relatif singkat, namun peka terhadap hama dan penyakit. Hama yang paling banyak menyerang adalah serangga yang utamanya dikendalikan dengan insektisida, dimana organofosfat merupakan golongan terbesarnya (Rustia et al., 2010). Insektisida tersebut mudah terurai di alam tetapi memiliki tingkat keracunan yang lebih tinggi (Sudarko et al., 2007). Selain itu, juga menyebabkan kematian terbanyak di seluruh dunia dibanding pestisida jenis lain (Quijano & Rengam, 1999). Tanaman sayuran membutuhkan penyemprotan pestisida yang lebih sering dan lebih lama dibandingkan dengan tanaman padi dan gandum (Chakraborty et al., 2009). Frekuensi penyemprotan serta tingginya volume pestisida yang digunakan menunjukkan adanya peranan yang menentukan dari pestisida ini terhadap produksi tanaman sehingga pestisida ini tidak dapat dilepaskan dari penanaman sayuran. Oleh karena itu, petani sayuran memiliki resiko yang tinggi mengalami keracunan pestisida (Rustia et al., 2010). Disamping itu, penggunaan pestisida
5 5 pada tanaman sayuran di dataran tinggi tergolong sangat intensif, baik jenis, komposisi, takaran, waktu, maupun interval pemakaian. Hal ini terutama disebabkan kondisi iklim yang sejuk dengan kelembaban dan curah hujan yang tinggi sehingga sangat baik untuk perkembangbiakan hama dan penyakit tanaman. Penggunaan insektisida pada tanaman pangan, termasuk sayuran selama 25 tahun terakhir meningkat 20 kali (Winarti & Miskiyah, 2010). Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang faktor resiko yang berhubungan dengan keracunan pestisida pada petani penyemprot sayuran di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: Faktor resiko apakah yang menyebabkan terjadinya keracunan pestisida pada petani penyemprot sayuran di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali? 1. Umum C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui faktor resiko yang menyebabkan terjadinya keracunan pestisida pada petani penyemprot sayuran di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. 2. Khusus a. Mengetahui tingkat keracunan pestisida pada petani penyemprot sayuran di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali berdasarkan kadar kolinesterase dengan metode Edson. b. Menganalisis faktor resiko tingkat pendidikan, status gizi, masa kerja menyemprot, frekuensi penyemprotan, lama paparan, dosis pestisida, jumlah jenis pestisida dan penggunaan alat pelindung diri (APD) terhadap kejadian keracunan pestisida pada petani penyemprot sayuran di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali.
6 6 D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan manfaat bagi: 1. Masyarakat Dapat memberikan tambahan pengetahuan kepada masyarakat khususnya petani penyemprot sayuran tentang faktor- faktor resiko yang menyebabkan terjadinya keracunan pestisida, sehingga masyarakat dapat berperan aktif dalam melakukan upaya pencegahan dan pengendalian keracunan pestisida. 2. Puskesmas Memberikan data/informasi tentang kejadian keracunan pestisida di wilayah kerjanya, sehingga dapat menjadi masukan untuk meningkatan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas khususnya kesehatan kerja. 3. Dinas Kesehatan Dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida pada petani penyemprot sayuran dan sebagai masukan (referensi) untuk pengambilan kebijakan dalam program pencegahan dan pengendalian keracunan pestisida khususnya pada petani penyemprot sayuran di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. 4. Peneliti Penelitian ini kiranya dapat menambah pengetahuan dan pengalaman terhadap masalah kesehatan khususnya faktor-faktor yang berhubungan dengan keracunan pestisida pada petani sayuran, serta menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian ilmiah lainnya. E. Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan penulis, penelitian dengan judul faktor resiko yang berhubungan dengan keracunan pestisida pada petani penyemprot sayuran di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali belum pernah dilakukan. Namun, tentang terjadinya keracunan pestisida pada pengguna khususnya petani penyemprot telah banyak dilakukan. Dari berbagai macam penelitian serupa yang merupakan informasi awal dalam penelitian ini, antara lain:
7 7 1. Nasruddin (2001) dengan judul: Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan pestisida pada petani hortikultura di Sukoharjo. 2. Mualim (2002) dengan judul: Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keracunan pestisida pada petani sayuran di Kabupaten Magelang Jawa Tengah. 3. Sarjoko ( 2006) dengan judul: Faktor-faktor resiko keracunan pestisida pada petani hortikultura di Kabupaten Sleman. 4. Afriyanto (2008) dengan judul: Kajian Keracunan Pest isida pada Petani Penyemprot Cabe di Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang. 5. Suwastika (2009) dengan judul: Faktor lingkungan, higiene perorangan, perilaku penyemprot dan tingkat keracunan pestisida petani jeruk di Kabupaten Timor Tengah Selatan. 6. Panjaitan (2011) dengan judul: Faktor resiko terjadinya keracunan pestisida pada petani hortikultura di Kabupaten Magelang. Persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan dapat dilihat pada tabel 1.
8 8 Tabel 1. Deskripsi Penelitian Serupa dengan Penelitian ini Penelitian Hasil Persamaan Perbedaan Panjaitan, (2011) Faktor Resiko Terjadinya Keracunan Pestisida pada Petani Hortikultura di Kabupaten Magelang Terdapat hubungan yang signifikan antara penyimpanan, penyiapan, penyemprotan pestisida, pencucian alat aplikasi dan dengan kejadian keracunan pestisida pengguna/ penyemprot pestisida penelitian: Cross sectional lama tiap penyemprotan, penyimpanan, penyiapan, penyemprotan pestisida, pencucian alatalat aplikasi Suwastika, (2009) Faktor Lingkungan, Higiene Perorangan, Perilaku Penyemprot dan Tingkat Keracunan Pestisida Petani Jeruk di Kabupaten Timor Tengah Selatan Afriyanto (2008) Kajian Keracunan Pestisida pada Petani Penyemprot Cabe di Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Faktor-faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan kejadian keracunan pestisida adalah jumlah pohon, lama penyemprotan, mencuci tangan, arah penyemprotan dan Faktor risiko yang berpengaruh terhadap keracunan pestisida (P<0,05) yaitu variabel pengetahuan, sikap, dosis, lama penyemprotan, arah semprot terhadap arah angin, kebersihan badan pemakaian APD pengguna/ penyemprot pestisida penelitian: Cross sectional lama penyemprotan, penyemprot pestisida penelitian: Cross sectional Keracunan Pestisida status gizi, jumlah pestisida, dosis pestisida, lama menyemprot, frekuensi menyemprot, pemakaian APD jumlah pohon jeruk, waktu menyemprot terakhir, mencuci tangan, mengganti pakaian, mandi dan merokok setelah penyemprotan, arah penyemprotan pengetahuan, sikap, tindakan menyemprot pada arah angin, kebersihan badan Variabel perancu: cuaca (arah angin, kelembaban, suhu, kecepatan angin) Metode pemeriksaan kolinesterase: plasma darah dengan metode spektrofotometer
9 9 Sarjoko, (2006) Faktor-faktor Resiko Keracunan Pestisida pada Petani Hortikultura di Kabupaten Sleman Mualim, (2002) Fakto-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Keracunan Pestisida pada Petani Sayuran di Kabupaten Magelang,Jawa Tengah Nasruddin, (2001) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Keracunan Pestisida pada Petani Hortikultura di Sukoharjo Faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan adalah tingkat pendidikan petani, lama menyemprot, frekuensi penyemprotan dalam 1 minggu, status gizi Tingkat pendidikan, lamanya kerja penyemprotan dalam 1 hari, pengetahuan, sikap dan penggunaan APD memiliki hubungan bermakna dengan tingkat keracunan pestisida Ada hubungan secara bermakna antara umur, lamanya menyemprot dalam 1 hari, frekuensi menyemprot dalam 1 minggu, tindakan terhadap arah angin, pemakaian masker dengan kejadian keracunan pestisida pengguna/ penyemprot pestisida, frekuensi menyemprot dalam 1 minggu, lama menyemprot per hari, masa kerja menyemprot pengguna/ penyemprot pestisida penelitian: Cross sectional Masa kerja, frekuensi penyemprotan dalam 1 minggu, lama penyemprotan dalam jam per hari, pengguna/ penyemprot pestisida penelitian: Cross sectional lama penyemprotan dalam jam per hari, lamanya menjadi penyemprot, frekuensi penyemprotan dalam 1 minggu, banyaknya jenis pestisida,, dosis pestisida penelitian : Case - Control kebiasaan petani saat menyemprot, higiene perorangan, arah penyemprotan Pengetahuan dan sikap petani Variabel pengganggu: Umur, tingkat pendidikan, status gizi Variabel luar: Pelayanan kesehatan penelitian: Case - Control Arah angin, kebersihan badan Variabel pengganggu: Umur, status gizi
BAB I PENDAHULUAN. membunuh atau mengendalikan berbagai hama tanaman. Tetapi pestisida. lingkungan apabila tidak tepat dalam menggunakannya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pestisida merupakan substansi kimia yang mempunyai daya bunuh yang tinggi, penggunaannya mudah, dan hasilnya cepat diketahui untuk membunuh atau mengendalikan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sistem pertanian di Indonesia. Pestisida digunakan untuk mengurangi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk sebanding dengan peningkatan produksi pangan sehingga sangat diperlukan pestisida yang membantu sistem pertanian di Indonesia. Pestisida
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pestisida merupakan salah satu teknologi pengendalian organisme
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pestisida merupakan salah satu teknologi pengendalian organisme pengganggu tumbuhan yang dianggap paling menjanjikan harapan. Pestisida telah digunakan sekitar 500 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk Indonesia sebagian besar bermata pencaharian petani yang sudah mengenal teknologi intensifikasi pertanian, salah satunya penggunaan untuk mengendalikan hama,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan peningkatan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan peningkatan jumlah konsumsi pangan, sehingga Indonesia mencanangkan beberapa program yang salah satunya adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung.
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung. Luas lahan sayuran di Tanggamus adalah 6.385 ha yang didominasi oleh tanaman cabai 1.961
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Petani merupakan kelompok kerja terbesar di Indonesia. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin menurunnya jumlah angkatan kerja yang bekerja pada sektor pertanian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penggunaan pestisida di seluruh dunia (world-wide), tetapi dalam hal kematian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan pestisida semakin lama semakin tinggi terutama di negara-negara berkembang di Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Latin. Negara-negara berkembang ini
Lebih terperinciTahun Bawang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia adalah salah satu negara berkembang dan negara agraris yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara berkembang dan negara agraris yang sebagian penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Petani merupakan kelompok kerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Food
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Food and Agriculture Organization (FAO) mendefinisikan bahwa pestisida adalah setiap zat yang diharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terpadat di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terpadat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Berdasarkan hasil sensus penduduk nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengendalikan hewan atau tumbuhan pengganggu seperti binatang pengerat, termasuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pestisida merupakan obat-obatan, campuran dari senyawa kimia yang bersifat bioaktif dan umumnya memiliki sifat beracun. Menurut FAO dan SK Menteri Pertanian RI No.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan produksi pertanian.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap hasil pertanian berupa buah dan sayur semakin tinggi sejalan dengan pertambahan penduduk. Untuk mengantisipasi kebutuhan tersebut
Lebih terperinciPUBLIKASI ILMIAH. Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan
HUBUNGAN CARA PENANGANAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI DI DUSUN BANJARREJO DESA KEMBANG KUNING KECAMATAN CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan dampak negatif terhadap kesehatan manusia (Wudianto, 1999).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini tidak terlepas dari manfaat yang dirasakan masyarakat dari penggunaan pestisida tersebut. Bahkan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. meningkat tinggi setelah aplikasi pestisida. Penggunaan bahan-bahan beracun itu pada
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap hasil pertanian berupa buah dan sayur semakin tinggi sejalan dengan pertambahan penduduk. Untuk mengantisipasi kebutuhan
Lebih terperinciBABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki wilayah perkebunan kelapa sawit yang cukup luas.
BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perkebunan kelapa sawit yang cukup luas. Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Dengan adanya perkebunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rangka mewujudkan pertanian sebagai leading sector melalui suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Petani adalah sektor yang sangat penting di Indonesia dalam rangka mewujudkan pertanian sebagai leading sector melalui suatu proses yang berencana, sistematis, dengan
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung
Lebih terperinciSUMMARY NURLAILA GAIB NIM :
SUMMARY HUBUNGAN MASA KERJA DAN LAMA PENYEMPROTAN TERHADAP KEJADIAN KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI SAWAH (Studi Penelitian di Kelurahan Tumbihe Kecamatan Kabila) NURLAILA GAIB NIM : 811409149 Program
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai
49 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Penelitian Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara 4 0 14 sampai 4 0 55 Lintang Selatan dan diantara 103 0 22 sampai 104
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatkan derajat dan tarap hidup manusia. Penggunaan pestisida di bidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor pembangunan yang mampu meningkatkan derajat dan tarap hidup manusia. Penggunaan pestisida di bidang pertanian, utamanya di negara-negara
Lebih terperinciBAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan
BAB II DESA PULOSARI 2.1 Keadaan Umum Desa Pulosari 2.1.1 Letak Geografis, Topografi, dan Iklim Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pekerja yang terganggu kesehatannya (Faris, 2009). masyarakat untuk mempertahankan hidupnya dan kehidupan.
1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kesehatan merupakan hak dasar (asasi) manusia dan salah satu faktor yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani dan didukung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berarti bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus di wujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang merupakan komoditi hortikultura yang sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan oleh petani di Indonesia sebagian besar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sayuran cukup penting di Indonesia, baik untuk konsumsi di dalam negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bidang pertanian saat ini masih merupakan aktivitas perekonomian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bidang pertanian saat ini masih merupakan aktivitas perekonomian terbesar salah satunya di Indonesia. Sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar
Lebih terperinciHUBUNGAN HIGIENE PERORANGAN DAN CARA PENYEMPROTAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI DI DESA KEMBANG KUNING KECAMATAN CEPOGO
HUBUNGAN HIGIENE PERORANGAN DAN CARA PENYEMPROTAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI DI DESA KEMBANG KUNING KECAMATAN CEPOGO PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang secara ekonomis sangat merugikan petani. Organisme Pengganggu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman pertanian sering diganggu atau dirusak oleh organisme pengganggu yang secara ekonomis sangat merugikan petani. Organisme Pengganggu Tanaman/Tumbuhan (OPT) ini
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang dikenal sebagai negara agraris. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Kebiasaan petani dalam menggunakan pestisida
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor terpenting dalam pembangunan Indonesia, terutama dalam pembangunan ekonomi. Keberhasilan pembangunan sektor pertanian dapat dijadikan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerusakan tanaman yang disebabkan oleh organisme atau serangga merupakan masalah penting bagi petani di Indonesia. Petani mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk menanggulangi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gaya hidup sehat atau kembali ke alam (Back to nature) telah menjadi trend baru masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan bahan-bahan
Lebih terperinci30% Pertanian 0% TAHUN
PERANAN SEKTOR TERHADAP PDB TOTAL I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Julukan negara agraris yang kerap kali disematkan pada Indonesia dirasa memang benar adanya. Pertanian merupakan salah satu sumber kehidupan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang merupakan komoditi hortikultura yang sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan oleh petani di Indonesia sebagian besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di daerah tropis karena dilalui garis khatulistiwa. Tanah yang subur dan beriklim tropis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kecenderungan semakin menurun, angkatan kerja yang bekerja pada sektor
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Petani merupakan kelompok kerja terbesar di Indonesia. Meski ada kecenderungan semakin menurun, angkatan kerja yang bekerja pada sektor pertanian masih berjumlah sekitar
Lebih terperinciI PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1
1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan
Lebih terperinciBAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH
BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Karakteristik Wilayah Kecamatan Pacet merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Kecamatan ini berada di bagian utara kota Cianjur. Wilayah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki tanaman pangan maupun hortikultura yang beraneka ragam. Komoditas hortikultura merupakan komoditas pertanian yang memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di antaranya disebabkan serangan hama tanaman. Banyak hama yang menyerang tanaman kubis, salah satunya
Lebih terperinciI PENDAHULUAN Latar Belakang
1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Selain memiliki masa panen yang cukup pendek, permintaan
Lebih terperinciKONTAMINASI RESIDU PESTISIDA ORGANOPHOSPHAT DAN KARBAMAT DALAM BUAH MELON. (Studi kasus pada petani melon di Desa Curut Kecamatan Penawangan Grobogan)
KONTAMINASI RESIDU PESTISIDA ORGANOPHOSPHAT DAN KARBAMAT DALAM BUAH MELON (Studi kasus pada petani melon di Desa Curut Kecamatan Penawangan Grobogan) Oleh: Eko Hartini Fakta dan Data Kabupaten Grobogan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kacang panjang, daun kecipir, buncis, seledri, dan lain-lain. Kacang panjang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran merupakan sumber vitamin dan mineral terutama vitamin B dan C. Jenis sayuran yang banyak mengandung mineral dan serat diantaranya bayam, kacang panjang, daun kecipir,
Lebih terperinciIV. KEDAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110 o sampai dengan
IV. KEDAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Keadaan fisik Kabupaten Sleman Wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110 o 13 00 sampai dengan 110 o 33 00 Bujur Timur, dan mulai 7ᵒ34 51 sampai dengan 7ᵒ47 03 Lintang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.hal ini dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang diartikan pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eva Tresnawati, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan komoditas sayuran bernilai ekonomi yang banyak diusahakan petani setelah cabai dan bawang merah. Kentang selain digunakan sebagai
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. BPS Kab. Boyolali, (2013) Boyolali Dalam Angka, Boyolali.
DAFTAR PUSTAKA Achmadi, U.F., (1994) Aspek Kesehatan Kerja Penggunaan Pestisida pada Sektor Pertanian dan Perkebunan. In Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal di Indonesia (Materi Pelatihan Bagi Dokter
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BOYOLALI
BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BOYOLALI No. 1/08/3309/Th.I, 11 Agustus 2016 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA KAB. BOYOLALI (ANGKA TETAP TAHUN 2015) Angka Tetap (ATAP) produksi padi Kabupaten Boyolali Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Karo merupakan suatu daerah di Propinsi Sumatera Utara yang terletak di dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan dan merupakan daerah hulu sungai. Kabupaten
Lebih terperinciKARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis
IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan beberapa kota dan kabupaten seperti Kabupaten
Lebih terperinciHUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PENGGUNAAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI DI DESA KEMBANG KUNING KECAMATAN CEPOGO
HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PENGGUNAAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI DI DESA KEMBANG KUNING KECAMATAN CEPOGO PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gayatri Anggi, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sayuran dalam kehidupan manusia sangat berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan peningkatan gizi, karena sayuran merupakan salah satu sumber mineral dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memperkirakan bahwa sekitar satu juta orang keracunan insektisida secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization, WHO) memperkirakan bahwa sekitar satu juta orang keracunan insektisida secara tidak disengaja dan dua juta orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berasal dari sayuran.sayuran berperan penting karena mengandung berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Salah satu sumber pemenuh makanan pangan dan peningkatan gizi manusia berasal dari sayuran.sayuran berperan penting karena mengandung berbagai sumber mineral, vitamin,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (Quasi Experiment) Kelompok Intervensi O1 X O2
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (Quasi Experiment) dengan rancangan Separate Sample Pretest-Postest (Notoatmodjo, 2005). Pretest Intervensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Industri perunggasan di Indonesia terutama ayam pedaging (broiler) sangat
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Industri perunggasan di Indonesia terutama ayam pedaging (broiler) sangat dominan dalam penyediaan protein hewani. Saat ini produksi daging broiler menempati urutan pertama
Lebih terperinciSumber : Pusdatin dan BPS diolah, *) angka sementara.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat diperlukan bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat Indonesia. Potensi pertanian di Indonesia tersebar secara merata di seluruh
Lebih terperinciKARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas
III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peranan dalam peningkatan kesejahteraan manusia. Dalam lingkup kesehatan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pestisida merupakan salah satu teknologi modern yang terbukti mempunyai peranan dalam peningkatan kesejahteraan manusia. Dalam lingkup kesehatan masyarakat, penggunaan
Lebih terperinciBAB 3 POTENSI DAN KONDISI LOKASI
BAB 3 POTENSI DAN KONDISI LOKASI 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Boyolali 3.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah, terletak antara 110 22'
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas
Lebih terperinciGambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian baik sebagai pemilik dan penggarap lahan. kebutuhan pangan dan sandang yang semakin meningkat seiring dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat pedesaan menggantungkan harapan hidup pada sektor pertanian baik sebagai pemilik dan penggarap lahan maupun pekerja (buruh tani). Bidang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. ayat (1) yang menyatakan bahwa Penggunaan pestisida dalam rangka
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pestisida telah digunakan sebagai sarana untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) di Indonesia sejak sebelum Perang Dunia ke II (PD II). Berbagai uji
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Program pembangunan nasional yang dilaksanakan pada berbagai sektor
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program pembangunan nasional yang dilaksanakan pada berbagai sektor selama ini telah menunjukkan keberhasilan. Salah satu keberhasilan pembangunan yang dapat dirasakan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Air hujan yang turun ke permukaan bumi merupakan hasil proses. dari laut, danau, maupun sungai, lalu mengalami kondensasi di
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air hujan yang turun ke permukaan bumi merupakan hasil proses penguapan dari laut, danau, maupun sungai, lalu mengalami kondensasi di atmosfer, dan kemudian menjadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi
Lebih terperinciKARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi
III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah
Lebih terperinciStudi Sebaran Spasial Berbagai Golongan Pestisida Pada Lahan Pertanian Kentang Di Desa Kepakisan Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara Tahun 2013
Studi Sebaran Spasial Berbagai Golongan Pestisida Pada Lahan Pertanian Kentang Di Desa Kepakisan Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara Tahun 2013 Eny Sofiyatun 1, Dwi Atin Faidah 2, Wahyu Nur Setiawan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi dan memegang peranan penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada tanaman dapat disebabkan oleh faktor biotik ataupun abiotik. Faktor pengganggu biotik adalah semua penyebab gangguan yang terdiri atas organisme atau makhluk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan yang diakibatkan dari kegiatan pertanian merupakan salah satu masalah lingkungan yang telah ada sejak berdirinya konsep Revolusi Hijau. Bahan kimia
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. yang optimal yang setinggi-tingginya sebagai investasi sumber daya manusia yang produktif
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal yang setinggi-tingginya sebagai investasi sumber daya manusia yang produktif
Lebih terperinciTabel 1.1. Letak geografi dan administratif Kota Balikpapan. LS BT Utara Timur Selatan Barat. Selat Makasar
KOTA BALIKPAPAN I. KEADAAN UMUM KOTA BALIKPAPAN 1.1. LETAK GEOGRAFI DAN ADMINISTRASI Kota Balikpapan mempunyai luas wilayah daratan 503,3 km 2 dan luas pengelolaan laut mencapai 160,1 km 2. Kota Balikpapan
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Wilayah Desa Jogonayan 1. Kondisi Geografis dan Administrasi Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau
Lebih terperinciLAPORAN KEMAJUAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM
LAPORAN KEMAJUAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM PENYULUHAN PROGRAM 5T CARA CERDAS PETANI MENGGUNAKAN PESTISIDA GUNA MEMINIMALISASI PENCEMARAN LINGKUNGAN BIDANG KEGIATAN: PKM-M Diusulkan oleh:
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kubis (Brassica Olearecea Var Capitata). Kubis memiliki kandungan gizi yang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini sayuran sangat berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan peningkatan gizi terhadap manusia, karena sayuran merupakan salah satu sumber mineral dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dalam perekonomian nasional dinilai strategis dan mampu menjadi mesin penggerak pembangunan suatu negara. Pada tahun 2009 sektor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Kondisi Topografi Desa Banyuroto terletak di Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan batas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tingkat kematian mencapai korban jiwa. 3 Sekitar 80% keracunan. dilaporkan terjadi di negara-negara sedang berkembang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang beriklim tropis sehingga memiliki tanah yang subur dan cocok untuk berbagai macam jenis tanaman. Produktivitas dan mutu hasil pertanian
Lebih terperinciIII. KEADAAN UMUM LOKASI
III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Desa Kemukten 5.1.1 Letak Geografis Desa Kemukten secara administratif terletak di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hamahama
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hamahama tanaman. Penggunaannya yang sesuai aturan dan dengan cara yang tepat adalah hal mutlak yang
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang
70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar
Lebih terperinci