BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terpadat di

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terpadat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Berdasarkan hasil sensus penduduk nasional (Suspenas) pada tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia adalah 237,641,326 jiwa (BPS, 2011). Besarnya jumlah penduduk terkait langsung dengan penyediaan pangan. Semakin besar jumlah penduduk di suatu negara, maka semakin besar pula kebutuhan negara tersebut akan ketersediaan pangan. Ketersedian produk pangan merupakan masalah yang serius yang harus diatasi oleh pemerintah Indonesia saat ini. Terdapat beberapa solusi dalam mengatasi permasalahan ketersedian pangan di Indonesia. Subejo (2009) mengungkapkan bahwa salah satu solusi dalam peningkatan ketersediaan pangan adalah dengan meningkatan produktifitas hasil pertanian. Dalam upaya meningkatkan produktifitas lahan pertanian perlu memperhatikan beberapa factor yang mempengaruhinya, salah satunya yaitu keberadaan hama dan penyakit. Pada periode Januari-Desember 2010 sebanyak ha lahan pertanian terkena serangan hama wereng batang cokelat dan ha mengalami rusak parah (Media Indonesia, 2011). Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan resistensi tanaman dan mengendalikan hama pengganggu diantaranya dengan menggunakan pestisida. Penggunaan pestisida terbukti mampu meningkatkan produktifitas pertanian dan mengendalikan serangga pembawa penyakit. 1

2 2 Penelitian di Amerika Latin menunjukan bahwa dengan menggunakan pestisida dapat meningkatkan hasil pertanian sebesar 40% pada tanaman cokelat. Di Pakistan dengan menggunakan pestisida dapat meningkatkan hasil panen pada tanaman tebu sebesar 33%, dan berdasarkan data dari Food and Agriculture Organitation (FAO) penggunaan pestisida dapat menyelamatkan 50% hasil panen pada tanaman kapas (Sudarmo, 2007). Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat menimbulkan berbagai macam efek negatif seperti pencemaran lingkungan, resistensi serangga terhadap pestisida, timbulnya hama sekunder, adanya residu pada bahan yang dipanen, dan keracunan pada pengguna (Hidayat & Sartiami, 2011). Pada tahun 1983 diketahui tujuh jenis hama yang resisten terhadap pestisida dan pada tahun 1984 jumlah hama yang resisten meningkat menjadi 147 jenis hama (Rustia, 2009). Resistensi ini membuat dosis yang digunakan untuk memberantas hama harus ditingkatkan. Hal ini berakibat pada meningkatnya keracunan yang dialami oleh lingkungan, tanaman, petani dan konsumen semakin tinggi. Pestisida merupakan senyawa kimia beracun yang memiliki efek toksik bagi manusia. Menurut Kelana (2007) tingginya tingkat keracunan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan dapat dilihat dari temuan pada tahun 1990 yang menyebutkan bahwa 83% sampel ASI (air susu ibu) telah tercemar dieldrin, dan 61% ASI mengandung pestisida heptochlor expocide (salah satu pestisida golongan organoklorin). Temuan tehadap residu pestisida pada ASI merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan bahwa penggunaan pestisida yang berlebihan berbahaya bagi keselamatan manusia. Kontaminasi pestisida pada manusia banyak terjadi pada para penjamah pestisida seperti petani. Penelitian yang dilakukan oleh Pribadi (2005) terhadap

3 3 petani padi di Desa Mendoyo Dauh Tukad, Kabupaten Jembrana, menunjukkan bahwa 73,46% petani mengalami keracunan pestisida. Tanaman holtikultura merupakan tanaman yang memiliki sifat tidak tahan hama dan penyakit dan memiliki waktu tanam yang panjang. Hal ini menyebabkan petani memilih pestisida sebagai jalan keluar untuk mengurangi resiko kegagalan panen akibat hama dan penyakit. Petani sayuran sering menggunakan pestisida sebagai tindakan pencegahan dengan cara melakukan penyemprotan setelah tanaman ditanam. Selain itu, petani juga melakukan strategi lainnya, diantaranya penambahan konsentrasi dan frekuensi penyemprotan pada saat serangan berat. Keracunan pestisida pada manusia terjadi karena adanya kontak yang cukup lama dengan pestisida. Orang tidak akan langsung sakit akibat pestisida, tetapi butuh waktu sampai beberapa tahun kemudian. Pada orang dewasa yang terpapar pestisida secara kontinyu butuh waktu 5 sampai dengan 30 tahun untuk sakit (Hesperian.org, 2009). Masyarakat umumnya tidak mengetahui apabila dirinya mengalami keracunan pestisida. Gejala keracunan khususnya pestisida organofosfat umumnya tidak spesifik bahkan cenderung menyerupai gejala penyakit biasa seperti pusing, mual, dan lemah. Hal ini dianggap sebagai suatu penyakit yang tidak memerlukan terapi khusus. Gejala klinik seperti pusing, mual dan lemah baru akan timbul bila aktifitas cholinesterase 50% dari normal atau lebih rendah (Raini, 2004). Aktifitas enzim cholinesterase darah berbeda-beda pada setiap petani. Aktifitas tersebut dipengaruhi oleh faktor usia, tingkat pendidikan, masa kerja, frekuensi penyemprotan, dan pemakaian alat pelindung diri (APD). Penelitian oleh Prihadi (2008) di Desa Sumberejo didapat bahwa tingkat pengetahuan dan penggunaan APD berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida organofosfat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sungkawa (2008) yang

4 4 menyatakan variabel-variabel seperti umur, masa kerja, frekuensi penyemprotan, dan penggunaan alat pelindung diri menunjukan hubungan yang bermakna terhadap kejadian penyakit goiter yang disebabkan karena keracunan pestisida. Propinsi Bali memiliki wilayah pertanian yang luas dan termasuk dalam daerah agraris. Bali terkenal dengan sistem pengairan subak, yaitu suatu organisisasi yang memelihara infrastruktur pengairan dan mengatur pembagian air keseluruh sawah petani secara adil dan berkala yang membuat lahan pertanian di Bali selalu mendapat pasokan air yang merata disepanjang tahun. Kabupaten Tabanan merupakan daerah dengan lahan pertanian terluas di Bali. Kabupaten ini terkenal sebagai daerah lumbung padi Propinsi Bali. Lahan pertanian di Kabupaten Tabanan tidak hanya dimanfaatkan sebagai lahan persawahan tetapi juga dimanfaatkan sebagai lahan untuk menanam sayur, seperti Desa Batunya di Kecamatan Baturiti. Mayoritas penduduk Desa Batunya bekerja sebagai petani sayur, baik sebagai buruh tani maupun sebagai petani yang mengolah lahannya sendiri. Akan tetapi, mayoritas petani sayur didesa ini lebih memilih menggunakan jasa buruh tani untuk melakukan kegiatan petanian seperti mengolah tanah, menyemprot, bahkan memanen hasil petanian. Dalam melakukan penyemprotan, buruh tani masih menggunakan pestisida kimia berbahaya. Hal ini menyebabkan buruh tani di Desa Batunya sering terpapar pestisida sehingga beresiko untuk mengalami keracunan pestisida. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian keracunan pestisida pada buruh tani di Desa Batunya, Kecamatan Baturiti, Tabanan.

5 5 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan diangkat oleh peneliti yaitu, faktorfaktor apakah yang mempengaruhi keracunan pestisida pada buruh tani di Desa Batunya, Kecamatan Baturiti, Tabanan tahun Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keracunan pestisida pada buruh tani di Desa Batunya, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan pada tahun Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui proporsi keracunan pestisida pada buruh tani di Desa Batunya, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. 2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pengetahuan terhadap keracunan pestisida pada buruh tani di Desa Batunya. 3. Untuk mengetahui pengaruh lama penggunaan pestisida terhadap keracunan pestisida pada buruh tani di Desa Batunya. 4. Untuk mengetahui pengaruh frekuensi penyemprotan terhadap keracunan pestisida pada buruh tani di Desa Batunya. 5. Untuk mengetahui pengaruh kebersihan diri terhadap keracunan pestisida pada buruh tani di Desa Batunya. 6. Untuk mengetahui pengaruh pemakaian alat pelindung diri (APD) terhadap keracunan pestisida pada buruh tani di Desa Batunya.

6 6 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Dari hasil penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran mengenai faktorfaktor yang berpengaruh terhadap kejadian keracunan pestsida pada buruh tani Manfaat Praktis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan oleh : 1. Petugas penyuluh lapangan pertanian dalam membuat strategi pencegahan dan pengendalian bahaya penggunaan pestisida untuk menghindari terjadinya keracunan. 2. Puskesmas dalam membuat strategi pencegahan, pengendalian dan pemantauan bahaya penggunaan pestisida oleh buruh tani. 3. Buruh tani dalam menggunakan pestisida untuk lebih berhati-hati dan lebih bijak ketika menggunakan pestisida sehingga mengurangi resiko terpapar racun pestisida.