TOPIK 15 STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN INDONESIA DI PERSIMPANGAN JALAN SEANDAINYA BAPEPAM-LK TIDAK MEWAJIBKAN LAPORAN KEUANGAN DIAUDIT, MASIH BANYAKKAH PERUSAHAAN GO- PUBLIC DI INDONESIA MENGINGINKAN JASA AUDIT LAPORAN KEUANGAN? Pertanyaan yang menjadi tagline di atas menjadi menarik dan layak untuk diuji secara empiris. Di satu sisi, penulis bersyukur bahwa kemungkinannya sangat kecil BAPEPAM-LK membebaskan perusahaan go-public terhadap kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan auditan. Di sisi lain, penulis meyakini bahwa BAPEPAM-LK cepat atau lambat akan memberi tekanan yang semakin kuat kepada penyusun standar akuntansi keuangan untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan. Topik ini membahas posisi pengembangan akuntansi keuangan di Indonesia saat ini, dan mengusulkan langkah alternatif dalam pengembangan akuntansi dalam rangka meningkatkan peran dan fungsi akuntansi keuangan. AsgardChapter 183
Pengembangan standar akuntansi keuangan Indonesia setidaktidaknya dapat dibahas mulai dari tahun 1984 dengan terbitnya Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang merupakan hasil revisian dari PAI 1973. Selanjutnya, revisi besar dilakukan kembali pada tahun 1994 dengan diterbitkannya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 1994 oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK). Pengembangan SAK 1994 memiliki benang merah yang cukup jelas dengan standar akuntansi keuangan yang dikembangkan di Amerika oleh FASB. Dalam beberapa hal, namun demikian, DSAK menyampaikan standar secara variatif. Dalam perkembangannya, DSAK melakukan harmonisasi yang mengarah pada pengadopsian International Financial Reporting Standards (IFRS). Salah satu wujud dari pengadopsian ini adalah banyaknya PSAK yang telah direvisi, dan akan disusul oleh semakin banyak standar akuntansi keuangan revisian di masa datang untuk mengejar pencapaian tujuan di tahun 2012. Adopsi secara penuh IFRS oleh DSAK dimaksudkan untuk mencapai konvergensi standar akuntansi secara internasional yang sejauh ini juga dilakukan oleh IASB dan FASB. Penyusunan standar yang mengadopsi IFRS dilakukan dengan semangat tinggi agar tidak ketinggalan dengan negara-negara lain. Yang perlu direnungkan, sejauh manakah konvergensi standar ini memberi manfaat yang lebih besar dibanding biaya yang harus ditanggung. Sejauh ini yang dapat diprediksikan adalah biaya konvergensi yang jumlahnya sangat besar mengingat perubahan tersebut melibatkan banyak pihak, baik yang sudah menjadi Akuntan maupun yang akan menjadi Akuntan di masa datang. AsgardChapter 184
Disamping mengembangkan standar akuntansi keuangan untuk bisnis umum (disebut SAK Umum), DSAK juga mengembangkan beberapa standar akuntansi keuangan Syariah. Sampai dengan akhir tahun 2007 DSAK telah menerbitkan 6 PSAK Syariah (IAI, 2007). Sekilas, PSAK Syariah ini memiliki keterkaitan cukup erat dengan PSAK Umum. Namun demikian, jika dicermati, sebenarnya terdapat hal-hal baru yang dapat dianggap terobosan baru yang dilakukan oleh DSAK. Salah satunya adalah keberanian DSAK memunculkan elemen baru laporan keuangan, yaitu Dana Syirkah Temporer. DSAK mendefinisikan elemen Dana Syirkah Temporer sebagai berikut (IAI 2007): Dana syirkah temporer adalah dana yang diterima sebagai investasi dengan jangka waktu tertentu dari individu dan pihak lainnya di mana entitas syariah mempunyai hak untuk mengelola dan menginvestasikan dan tersebut dengan pembagian hasil investasi berdasarkan kesepakatan. Jika dilihat sebagai persamaan akuntansi, elemen Dana syirkah Temporer ini berada di sisi kanan (kredit) persamaan yang berarti merupakan salah satu jenis sumber pendanaan (sources of fund). Hal lain yang menarik untuk dicermati sekaligus diapresiasi adalah keberanian DSAK melepaskan diri dari belenggu rasionalitas yang selama ini dipegang, yaitu anggapan bahwa sumber pendanaan seharusnya hanya terdiri dari 2 elemen saja, yaitu utang (DSAK menyebutnya kewajiban atau liabilities) dan ekuitas. DSAK mendefinisikan elemen ekuitas sebagai berikut: Ekuitas adalah hak residual atas aset entitas syariah setelah dikurangi semua kewajidan dan dan syirkah temporer. AsgardChapter 185
Hal ini mencerminkan DSAK telah menerapkan rasionalitas matematika dalam pendefinisian ekuitas di PSAK Syariah. DSAK juga menunjukkan cita-cita luhurnya dengan gagasan menerbitkan standar akuntansi keuangan UKM (usaha kecil dan menengah) dan untuk ETAP (entitas tanpa akuntabilitas publik). Mengapa disebut sebagai cita-cita luhur? DSAK menyadari betapa akuntansi seharusnya berperan tidak hanya di perusahaanperusahaan yang terdaftar di pasar modal saja, yang otomatis merupakan perusahaan besar, tetapi juga seharusnya berperan di berbagai jenis entitas, diantaranya di UKM dan ETAP. Sepengetahuan penulis, melalui searching di Internet, standar akuntansi keuangan UKM dan ETAP masih berupa exposure draft (ED). ED PSAK UKM dan ETAP terkesan banyak kesamaannya dengan PSAK Umum. Standar akuntansi keuangan untuk UKM dan ETAP seharusnya berbeda dari standar akuntansi keuangan umum. Terdapat 3 jenis perbedaan utama antara entitas di bisnis kecil, UKM misalnya, dan perusahaan go-public. Perbedaan yang pertama, dibandingkan dengan di perusahaan go-public, transaksi barter lebih sering dilakukan di UKM atau ETAP. Sebagaimana telah didiskusikan di topik-topik sebelumnya, standar akuntansi keuangan yang berlaku mengabaikan transaksi barter, terutama yang tidak melibatkan aliran aset didalamnya. Perbedaan yang kedua, keterikatan para pelaku UKM dan ETAP untuk mematuhi standar akuntansi keuangan UKM dan ETAP juga tidak mudah untuk dipaksakan, dibandingkan perusahaan go-public. BAPEPAM-LK secara aktif berperan untuk mengawasi perusahaan AsgardChapter 186
perusahaan go-public melalui ketentuan yang dapat memaksa perusahaan untuk menjalankan peraturan dan standar yang ditetapkan, termasuk standar akuntansi keuangan. Perbedaan yang ketiga, entitas kecil, terutama UKM, di Indonesia lazimnya mendapat dukungan dan bantuan secara kontinyu dari pemerintah baik berupa dana segar maupun berbagai fasilitas. Hal ini tentunya perlu dirancang laporan keuangan yang difungsikan sebagai pertanggungjawaban dari entitas yang menerima bantuan dan fasilitas kepada pemerintah. Tiga karakteristik di atas sangat berbeda dari perusahaanperusahaan yang terdaftar di pasar modal. Artinya, ada risiko yang cukup jelas dan nyata bahwa PSAK UKM dan ETAP, yang sekarang masih berupa ED, menjadi peraturan dengan sepi peminat jika PSAK UKM dan ETAP tersebut diidentikkan dengan perusahaan go-publik. Namun demikian, gagasan untuk penyusunan PSAK UKM dan ETAP patut diapresiasi. Di satu sisi DSAK berharap sebagai bagian yang responsif terhadap keinginan dunia untuk mengkonvergensi standar akuntansi keuangan. Di sisi lain, DSAK juga terdorong untuk mengembangkan standar akuntansi yang dapat bermanfaat untuk berbagai entitas, termasuk UKM dan ETAP. Jika demikian, apa yang seharusnya dilakukan DSAK? Setidak-tidaknya terdapat 4 pilihan berikut ini. Alternatif pertama, DSAK lebih memfokuskan diri untuk pencapaian konvergensi akuntansi dengan risiko cita-cita luhur sulit dipenuhi secara optimal karena proses bisnis UKM dan ETAP di Indonesia AsgardChapter 187
memiliki karakteristik unik dan menarik yang tidak terakomodasi oleh standar akuntansi internasional. Juga, DSAK perlu mempertimbangkan terjadinya perubahan signifikan dalam proses konvergensi standar akuntansi keuangan di masa-masa datang. Alternatif kedua, DSAK mengambil langkah yang berbeda atau bahkan berlawanan dengan standar internasional (IFRS). Alternatif ketiga, DSAK sebatas mengikuti kemana arus perubahan akuntansi keuangan menuju. Alternatif keempat, DSAK mengembangkan standar akuntansi yang dapat bermanfaat bagi banyak entitas, termasuk UKM dan ETAP, dengan tetap dapat melakukan konvergensi standar akuntansi keuangan yang dirancang sesuai dengan standar internasional. Harapan ideal adalah bahwa DSAK mengambil alternatif keempat. Pertanyaan dasarnya, apakah itu mungkin? Dalam kesempatan ini penulis ingin berbagi gagasan yang dapat dipertimbangkan dalam pengembangan akuntansi keuangan agar akuntansi mencapai kedua tujuan, yaitu akuntansi yang memberi manfaat bagi berbagai entitas sekaligus memenuhi konvergensi standar akuntansi internasional. Gagasan yang diajukan di sini adalah sederhana, yaitu pengembangan standar akuntansi keuangan Indonesia seharusnya mendasarkan diri pada perspektif matematika. Mungkinkah gagasan tersebut mencapai 2 tujuan sekaligus? Berikut ini argumen yang mendasari pengembangan akuntansi keuangan berbasis matematika. Untuk mencapai tujuan pertama, pengembangan akuntansi berbasis matematika telah terbukti dapat mengidentifikasi berbagai jenis transaksi yang mungkin terjadi di bisnis sebagaimana telah didiskusikan di buku ini melalui simulasi transaksi menggunakan AsgardChapter 188
persamaan akuntansi. Demikian pula, dukungan pemerintah dalam berbagai bentuk dapat diakomodasi dengan menambahkan elemen Dana Pemerintah, misalnya, di sisi kanan persamaan akuntansi, daripada mengumpulkan semua jenis pendanaan selain dari utang ke elemen Ekuitas. Penyusunan standar akuntansi berbasis matematika juga lebih mudah dipahami dan dipraktikkan oleh para pelaku bisnis karena logika matematika yang digunakan relatif mudah. Dengan penerapan yang mudah dan output akuntansi yang memberi manfaat besar bagi pelaku bisnis maka peran akuntansi dalam mengatur berbagai entitas bisnis dapat tumbuh berkembang. Untuk mencapai ujuan kedua, yaitu konvergensi standar akuntansi internasional, akan lebih mudah dipenuhi jika pengembangan akuntansi berbasis matematika digunakan karena sebenarnya standar akuntansi keuangan internasional yang dikembangkan selama ini tidak menyimpang dari perspektif matematika. Sebagai contoh kongkrit, standar akuntansi selalu menjalankan mekanisme debet dan kredit secara benar. Yang menjadi persoalan sebenarnya dalam pengembangan akuntansi keuangan internasional adalah kekurang-pedulian penyusun standar akuntansi dalam mengembangkan standar dari perspektif matematika. Penyusun standar akuntansi menganggap bahwa penerapan matematika di akuntansi hanya sebatas penerapan mekanisme debet dan kredit di akun-akun buku besar utama (general ledgers). Penyusun standar akuntansi internasional justru sedikit terlalu asyik dengan pengembangan akuntansi berbasis prinsip-prinsip dasar. Dalam pengembangan standar akuntansi, DSAK dapat mengembangkan akuntansi keuangan berbasis matematika dengan AsgardChapter 189
tetap mendasarkan pada prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan oleh standar akuntansi keuangan internasional. Dengan cara tersebut maka standar akuntansi keuangan yang dikembangkan DSAK, jika gagasan ini dilaksanakan, dapat memenuhi konvergensi standar akuntansi keuangan internasional sekaligus bermanfaat bagi berbagai entitas bisnis. Kesimpulan: Seandainya pengertian konvergensi menuntut DSAK mengadopsi sepenuhnya, tanpa perubahan, standar akuntansi keuangan yang ditetapkan IASB, misalnya, maka merupakan tantangan bagi DSAK untuk meyakinkan pada lembaga penyusun standar akuntansi internasional bahwa pengembangan akuntansi berbasis matematika memiliki landasan pengetahuan yang lebih robust dibanding dengan metoda pengembangan akuntansi yang sudah ada yang dalam hal ini memfokuskan pada prinsip-prinsip dasar semata. AsgardChapter 190