I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan komoditas strategis yang secara langsung mempengaruhi kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia, karena itu program peningkatan produksi padi mendapat prioritas utama dari pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Produksi padi tahun 2014 sebanyak 70,83 juta ton gabah kering giling (GKG) atau mengalami penurunan sebesar 0,45 juta ton (0,63% ) dibandingkan tahun 2013 (BPS, 2015). Tahun 2014 jumlah penduduk Indonesia adalah sebesar 252.034.317 jiwa, sejalan dengan itu tingkat konsumsi beras Indonesia mencapai 139,15kg/kapita. Atas dasar itu maka kebutuhan akan mencapai 33 juta ton beras atau setara dengan 76,57 juta ton GKG lebih tinggi dibanding dengan Malaysia dan Thailand yang hanya berkisar 65kg 70kg perkapita pertahun (BPS, 2015). Indonesia adalah negara agraris yang mampu meningkatkan produksi padi meskipun disisi lain luas lahan pertanian semakin berkurang karena pesatnya pembangunan. Menurut Sumalong (2010), diperlukan teknologi mutakhir atau teknologi tepat guna, untuk menekan kehilangan hasil atau kerusakan hasil setelah panen.
2 Hasil pertanian merupakan bahan yang mudah rusak, sehingga membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat. Salah satu faktor penghambat utama pada komoditas pertanian yang disimpan adalah adanya gangguan hama pascapanen, keberadaan hama pascapanen terutama untuk komoditas ekspor. Menurut Sjam (2014), kehilangan hasil panen akibat serangga hama pascapanen dapat berkisar antara 5% sampai 50%. Kehilangan tersebut dapat lebih besar selama komoditas berada di penyimpanan yang sebagian besar diakibatkan oleh serangga. Menurut Sunjaya dan Widayanti (2006), penyebab utama kerusakan pada bijibijian atau bahan pangan yang disimpan di daerah tropika adalah serangga. Serangga yang banyak merusak terutama dari jenis kumbang (Coleoptera). Sitophilus oryzae merupakan hama di penyimpanan yang paling penting dan banyak menimbulkan kerusakan pada bahan pangan yang disimpan. Selain menyerang gabah dalam tempat penyimpanan, kumbang ini juga menyerang beras. Kerusakan akibat serangan hama pascapanen dapat menyebabkan kehilangan hasil secara kuantintatif dan kualitatif. Kualitas menjadi menurun karena pengotoran dan kerusakan pada produk yang dapat menyebabkan butir menjadi pecah-pecah sampai hancur menjadi tepung, perubahan rasa dan aroma atau berbau sehingga menurunkan nilai jual (Sjam, 2014). Pengelolaan hama pascapanen adalah kegiatan yang mengatur keadaan lingkungan hama pascapanen, bertujuan untuk mengurangi atau menekan
3 perkembangan populasi hama. Dalam pengolahan hama pascapanen, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan hama pascapanen perlu dikelola atau diatur, sehingga keberadaan hama menjadi berkurang. Faktor-faktor tersebut harus menjadi perhatian untuk pengelolaan hama pascapanen, terutama jika tidak menggunakan pengendalian secara kimia sintetik. Pengendalian hama gudang S. oryzae selama ini dilakukan secara fumigasi yaitu dengan menggunakan bahan kimia yang berbahaya baik bagi lingkungan kesehatan manusia. Pengendalian hama secara terpadu tidak hanya mencakup pengertian tentang perpaduan beberapa teknik pengendalian hama, tetapi perpaduan beberapa teknik pengendalian hama, tetapi dalam penerapannya PHT harus memperhitungkan dampaknya baik yang bersifat ekologis, ekonomis, dan sosiologis sehingga secara keseleruhan memperoleh hasil yang terbaik. Oleh karena itu PHT dalam perencanaan, penerapan dan evaluasinya harus mengikuti suatu sistem pengelolaan yang terkoordinasi dengan baik (Untung, 1993). Pengendalian dengan bahan kemasan yang baik tahan terhadap kerusakan, tidak mudah sobek, dan memiliki kekuatan terhadap tekanan, mudah diperoleh dan tahan lama (Robi in, 2007), merupakan alternatif yang dibutuhkan saat ini untuk menunjang pengendalian hama gudang yang ramah lingkungan. Serangga juga tidak akan bertelur disembarang tempat, namun hanya bertelur pada tempat yang sesuai/mendukung untuk kelanjutan hidup keturunannya. Bila belum menemukan tempat yang sesuai, maka telur-telur yang sudah matang akan ditahannya untuk tidak dikeluarkan dan bahkan telur tersebut dapat diserapnya kembali (Atkins, 1980).
4 Serangan S. oryzae ini sangat tergantung pada varietas beras. Setiap varietas beras memiliki karakteristik tertentu seperti perbedaan nilai gizi, sifat fisik, kajian untuk mengetahui varietas beras yang disukai dan tidak disukai S. oryzae sangat penting, oleh karena itu pengenalan mengenai resistensi dari berbagai varietas beras perlu dilakukan agar dapat diketahui beras varietas Mentikwangi, varietas Ciherang, dan varietas Pandanwangi yang memiliki ketahanan tertentu. Setelah kualitas ini diketahui, maka dapat dilakukan analisis secara genetik terhadap varietas beras ini sehingga kelak beras yang diciptakan memiliki kualitas selain enak, produktif, juga tahan hama. Penyimpanan hasil pertanian merupakan aspek penting yang masih menjadi kendala dalam teknologi pascapanen. Hasil-hasil pertanian tidak selamanya dikonsumsi secara langsung. Oleh karena itu, hasil-hasil pertanian tersebut harus disimpan dalam gudang dengan manajemen gudang yang efisien agar kerusakan akibat serangan hama gudang dapat ditekan (BBPPTP Ambon 2013). Sampai saat ini petani kurang memperhatikan pengelolaan pascapanen terutama saat penyimpanan dengan penelitian ini diharapkan petani dapat memperoleh informasi tentang jenis varietas beras dan media penyimpanan yang tepat untuk mencegah serangan hama gudang (S. oryzae L.). 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari: 1. Respons berbagai varietas beras terhadap perkembangan hama gudang S.oryzae selama dipenyimpanan.
5 2. Perkembangan hama gudang S. oryzaepada berbagai media penyimpanan selama proses penyimpanan. 3. Interaksi terhadap berbagai varietas beras dan media penyimpanan selama proses penyimpanan. 1.3. Dasar Pengajuan Hipotesis Hama adalah hewan atau organisme yang aktivitasnya dapat menurunkan dan merusak kualitas juga kuantitas produk pertanian. Hama berdasarkan tempat penyerangannya dibagi menjadi 2 jenis yaitu hama lapang dan hama gudang/hama pascapanen. Hama lapang adalah hama yang menyerang produk pertanian pada saat masih di lapang. Hama gudang adalah hama yang merusak produk pertanian saat berada di gudang atau pada masa penyimpanan. Hama gudang merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan produksi. Hasil panen yang disimpan kususnya biji-bijian setiap saat dapat diserang oleh berbagai hama gudang yang dapat merugikan (Kartasapoetra, 1991). Populasi hama pascapanen dipertanaman biasanya masih rendah, akan tetapi setelah masuk dalam proses penyimpanan popolulasi akan bertambah seiring dengan lamanya penyimpanan. S. oryzae merupakan hama yang menyerang padi/beras pada saat penyimpanan. Perkembangan S. oryzae selama 3 generasi (sekitar 4 bulan) menghasilkan sekitar 1,5 juta keturunan, jika setiap ekor serangga selama perkembangannya menyerang satu butir gabah, berarti ada 1,5 juta butir gabah yang rusak. Jika dari setiap butir ada 15 mg bagian biji yang dimakan serangga berarti kehilangan 22,5kg. Keadaan
6 ini akan bertambah jika dalam awal penyimpanan tidak ada upaya pencegahan terhadap hama gudang. Perkembangan dan serangan hama S. oryzae bergantung pada beberapa faktor seperti suhu, kelembaban relatif dan kadar air bahan pangan. Kandungan nutrisi dan sifat fisik bahan pangan yang disimpan turut serta menentukan tingkat serangan. Kandungan air yang tinggi (diatas 16%) menyebabkan bahan pangan menjadi mudah diserang oleh hama gudang. Kelembaban mempengaruhi laju peningkatan populasi hama gudang. Kadar air yang rendah dengan kelembaban yang rendah memberikan proteksi terhadap serangan hama gudang (Natawigena, 1990). Ilato dkk. (2012) melakukan pengamatan terhadap populasi seranggahama, ternyata S. oryzae merupakan serangga hama yang memiliki populasi tertinggi yakni mencapai rata-rata 54,60 individu, kemudian diikuti oleh T. castaneum (13,85 individu), Oryzaephilus sp. (4,52 individu), Ahasverus sp. (3,42 individu), C. cephalonica (2,42 individu) dan Carpophilus sp. (6,94 individu), S. oryzae menyukai biji yang kasar dan perkembangannya akan terhambat pada bahan makanan yang berbentuk tepung. Kumbang ini tidak akan meletakkan telur pada material yang halus karena imago tidak dapat merayap dan akan mati di tempat tersebut (Marbun dan Yuswani, 1991). Kartasapoetra (1991) menyatakan bahwa serangan kumbang bubuk beras menyebabkan butir-butir beras menjadi berlubang kecil-kecil, sehingga mengakibatkan beras menjadi mudah patah dan remuk menjadi tepung.
7 Setiap padi memiliki karakter fisik dan kandungan nutrisi yang berbeda-beda, sehingga tidak semua jenis padi disukai oleh hama gudang. Kadar amilosa yang terkandung dalam padi merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat serangan, padi dengan kadar amilosa tinggi cenderung disukai hama gudang (Lopulalan, 2010). Kandungan amilosa padi Ciherang dan hibrida memiliki kadar amilosa lebih tinggi daripada padi ketan (Sari, 2008). Menurut Nurulhuda (2013), varietas padi memengaruhi ketahanan beras terhadap serangan hama gudang. Beras Pandanwangi, IR 64, Inpari 13, dan Situ Bagendit memiliki ketahanan relatif yang tidak berbeda nyata terhadap serangan hama S. oryzae. Sastrodihardjo dkk.(1992) menyatakan bahwa untuk mengendalikan suatu hama diperlukan suatu komponen yang dapat mengganggu keseimbangan pada proses fisiologi hama, karena proses ini merupakan proses yang rentan untuk dimanipulasi siklus hidupnya. Menurut Pabbage et al. (1990), wadah untuk penyimpanan juga menentukan kehilangan hasil akibat serangan hama gudang. Tempat penyimpanan juga sangat mempengaruhi kesukaan serangga gudang terhadap gabah yang disimpan. Kondisi dengan kelembaban tinggi dan temperatur yang tidak sesuai akan memacu perkembangbiakan serangga. Walaupun kadar air gabah sudah memenuhi standar setelah dikeringkan, jika tempat penyimpanan tidak sesuai justru akan meningkatkan kembali kadar air gabah. Tempat penyimpanan ini meliputi ruang penyimpanan maupun material yang digunakan untuk menyimpan bahan (Handayani, 2014).
8 Penyimpanan dengan pengemas yang terbuat dari polypropylene dan polietilen densitas tinggi memperpanjang daya simpan beras dan lebih baik dibanding karung dan kantong plastik. Untuk penyimpanan tempat benih berukuran kecil, berbagai jenis kantung atau bungkus plastik dapat digunakan. Berbagai tipe plastik memiliki ketahanan yang berbeda terhadap transmisi uap air. Toples kaca, PVC atau kantung mengandung lapisan aluminium akan memberi perlindungan terbaik terhadap masuknya kembali uap. Kantung polypropylene atau polyethylene merupakan pilihan terbaik berikutnya (Litbang, 2012). Wigati (2009) menyebutkan bahwa pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan produk. Kemasan yang baik dapat menjaga kualitas bahan pakan dalam jangka waktu yang lama. Jenis kemasan sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kadar air, aktivitas air, dan kerapatan pemadatan tumpukan, sedangkan lama penyimpanan sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kadar air, aktivitas air, berat jenis, ukuran partikel sudut tumpukan, kerapatan tumpukan, dan kerapatan pemadatan tumpukan. Interaksi antara jenis kemasan dengan lama penyimpanan sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kadar air, aktivitas air, dan berat jenis. Jumlah serangga paling banyak ditemukan pada kemasan karung goni, dan mulai muncul pada penyimpanan minggu ke-4. Jenis kemasan kertas dan plastik dapat mempertahankan ransum dari serangan serangga sampai penyimpanan 8 minggu, sedangkan karung plastik sampai penyimpanan 4 minggu, dan karung goni sampai penyimpanan 2 minggu. Jenis
9 kemasan karung goni, karung plastik, kemasan kertas, dan kemasan plastik dapat mempertahankan sifat fisik ransum sampai penyimpanan 8 minggu. Hasil penelitian Rahayu, dkk (2011) menunjukkan bahwa penggunaan tiga jenis bahan pengemas kantong plastik ketebalan 0,8 mm, kaleng bertutup dan kaleng kedap udara. Benih padi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kadar air benih padi. Demikian jugadaya kecambah benih padi selama penyimpanan tidak berbeda nyata selama penyimpanan menggunakan tiga jenis pengemas. Sehingga tiga jenis bahan pengemas tersebut dapat digunakan sebagai pengemas padapenyimpan benih padi. Pengemasan menggunakan kaleng kedap udara dapat direkomendasi sebagai bahan pengemas benih padi. Hal ini disebabkan karena setelah penyimpanan selama tujuh bulan kadar air benih padi <13% dan daya kecambahnya > 90%, dan pada akhir pengamatan benih yang terinfeksi kapang 72% (lebih rendah dari dua kemasan yang lain) dengan demikian benih padi tersebut masih layak untuk dijadikan benih karena sesuai SNI 01-6233.2-2003 oleh panitia teknis perumusan SNI Benih dan Bibit Tanaman Pangan, Departemen Pertanian, untuk kadar persyaratan mutu maksimum 13% sedang untuk daya kecambah atau daya tumbuh persyaratan mutu minimumnya sebesar 80%.
10 1.4. Hipotesis 1. Terdapat perbedaan ketahanan berbagaivarietas beras mempengaruhi serangan hama S. oryzae. 2. Perkembangan hama gudang S. oryzae dipengaruhi oleh berbagai media penyimpanan yang berbeda. 3. Terdapat interaksi antara varietas beras dan media penyimpanan terhadap serangan hama S. oryzae.