Deputi Bidang Ekonomi

dokumen-dokumen yang mirip
Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

Deputi Bidang Ekonomi

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Deputi Bidang Ekonomi

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013

Analisis Perkembangan Industri

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

Perekonomian Suatu Negara

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

Deputi Bidang Ekonomi

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH?

Deputi Bidang Ekonomi

1. Tinjauan Umum

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

Analisis Perkembangan Industri

Kondisi Perekonomian Indonesia

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012)

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI SEPTEMBER 2015

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014

Pertumbuhan PDB Stabil dengan Basis yang Lebih Luas

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

ASUMSI PERTUMBUHAN EKONOMI APBN Tabel 1. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2011 dan 2012

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Ekonomi Global. Ministry of Finance, Fiscal Policy Office Center for Macroeconomic Policy. March 5 th, Peringkat Utang Yunani Kembali Dipangkas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2013 Jumat, 18 Januari 2013

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2008 pendapatan per kapita Indonesia sudah meliwati US$ 2.000,

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

BAB 1 PENDAHULUAN. Nilai tukar mata uang mencerminkan kuatnya perekonomian suatu negara. Jika

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan

Juni 2017 RESEARCH TEAM

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JUNI 2015

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. cukup baik di tengah situasi perekonomian global yang masih dibayang-bayangi

Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2010 III- 1

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Ringkasan eksekutif: Pertumbuhan melambat; risiko tinggi

Transkripsi:

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA TRIWULAN IV TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA Triwulan IV Tahun 2014

KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia edisi triwulan IV tahun 2014 merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Publikasi triwulan IV tahun 2014 ini memberikan gambaran dan analisa mengenai perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga triwulan IV tahun 2014. Dari sisi perekonomian dunia, publikasi ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia. Dari sisi perekonomian nasional, publikasi ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan IV tahun 2014 dan perkembangan ekonomi Indonesia dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, perkembangan investasi dan kerja sama internasional, serta industri dalam negeri. Sangat disadari bahwa publikasi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan publikasi ini dapat tercapai. Jakarta, Februari 2015 Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I

Halaman ini sengaja dikosongkan II

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... III DAFTAR TABEL...VII DAFTAR GAMBAR... X PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA... 2 Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat... 3 Perkembangan Ekonomi Uni Eropa... 7 Perkembangan Ekonomi Asia... 9 Perekonomian Tiongkok... 11 Perekonomian Jepang... 13 Perekonomian Singapura... 15 Perkembangan Harga Minyak Mentah Dunia... 17 PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA... 21 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia... 21 Indeks Tendensi Konsumen... 27 Indeks Keyakinan Konsumen... 28 Perkembangan Konsumsi Semen... 29 Perkembangan Konsumsi Kendaraan Bermotor... 30 Neraca Pembayaran Indonesia... 31 BOX 1: Perubahan Harga BBM Bersubsidi... 34 BOX 2: Perubahan Tahun Dasar PDB Berbasis SNA 2008... 35 PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA... 38 Pembiayaan Utang Pemerintah... 38 Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang... 38 Posisi Utang Pemerintah... 39 Surat Berharga Negara (SBN)... 41 Pinjaman... 44 ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL... 47 Isu Terkini... 47 Indonesia Prioritas Investasi Investor Asia-Pasifik... 47 BKPM: 90 Proyek Investasi Rp 400 Triliun Mandek... 47 III

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pusat (PTSP Pusat)... 48 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN... 49 Perkembangan Ekspor... 49 Perkembangan Impor... 52 Perkembangan Neraca Perdagangan... 55 Kondisi Bisnis Indonesia Triwulan IV Tahun 2014... 57 Perkembangan Harga Domestik... 59 Perkembangan Harga Komoditi Internasional... 59 PERKEMBANGAN INVESTASI... 62 Perkembangan Investasi... 62 Realisasi Investasi Triwulan IV Tahun 2014... 63 Realisasi Per Sektor... 63 Realisasi Per Lokasi... 65 Realisasi per Negara... 67 Perkembangan Kerjasama Ekonomi Internasional... 68 Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia... 68 Perkembangan Ekspor Impor dalam Kerangka ASEAN-Tiongkok FTA... 68 Ekspor ASEAN Ke Tiongkok... 69 Impor ASEAN Dari Tiongkok... 70 Perkembangan Ekspor dan Impor dalam Kerangka ASEAN FTA... 71 Ekspor Impor Indonesia- ASEAN... 71 Perdagangan Antar Negara ASEAN... 72 PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER... 74 Perkembangan Moneter Global... 74 Perkembangan Moneter Domestik... 74 Inflasi... 75 Inflasi Global... 75 Inflasi Domestik... 75 Nilai Tukar Mata Uang Dunia... 77 Indeks Harga Saham... 78 Indeks Harga Komoditas Internasional... 79 IV

Harga Bahan Pokok Nasional... 80 Respon Kebijakan Moneter... 80 SEKTOR PERBANKAN... 82 KREDIT USAHA RAKYAT (KUR)... 84 Laporan Perkembangan Sektor Industri Triwulan IV Tahun 2014... 86 Pertumbuhan Industri Pengolahan... 86 Penanaman Modal Dalam dan Luar Negeri... 93 Data Penjualan Komoditas Industri Utama... 98 Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri...101 Tenaga Kerja Sektor Industri...102 Promt Manufacturing Index (PMI)...104 Jumlah Wisatawan...107 LAMPIRAN... 110 Lampiran 1: Inflasi Global...111 Lampiran 2: Inflasi Domestik...112 Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan)...113 Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan)...114 Lampiran 3: Nilai Tukar Mata Uang...115 Lampiran 4: Indeks Saham Global...116 Lampiran 4: Indeks Saham Global (lanjutan)...117 Lampiran 5: Indeks Harga Komoditas Internasional...118 Lampiran 6: Harga Bahan Pokok Nasional...120 V

DAFTAR TABEL Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF... 2 Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY)... 5 Tabel 3. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barel)... 18 Tabel 4. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan IV Tahun 2014 Menurut Lapangan Usaha (YoY)... 22 Tabel 5. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2009-2014 Menurut Lapangan Usaha... 24 Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan IV Tahun 2014 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY)... 25 Tabel 7. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2009-2014 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran... 26 Tabel 8. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2013 Triwulan III Tahun 2014 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya... 27 Tabel 9. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Juni 2014 Januari 2015... 28 Tabel 10. Neraca Pembayaran Indonesia 2012 2014... 33 Tabel 11. Perkembangan Pembiayaan Utang Pemerintah 2009-2013 (Triliun Rupiah)... 38 Tabel 12. Pagu Dan Realisasi Pembiayaan Utang Tahun 2014 (triliun Rupiah)... 39 Tabel 13. Posisi Utang Pemerintah 2009-2014... 40 Tabel 14. Persentase Pinjaman dan SBN Terhadap Total Utang Pemerintah 2009 2014... 40 Tabel 15. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara (SBN) 2009 2014 (triliun Rupiah)... 42 Tabel 16. Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Tahun 2014 (Neto) (juta Rupiah)... 43 Tabel 17. Posisi Kepemilikan SBN Domestik Tahun 2014 (Triliun Rupiah)... 44 Tabel 18. Realisasi Pembiayaan Utang Melalui Pinjaman 2009-2014 (Triliun Rupiah)... 45 Tabel 19. Perkembangan Ekspor Triwulan IV Tahun 2014... 49 Tabel 20. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Berdasarkan Golongan Barang Terpilih Triwulan IV Tahun 2014... 50 Tabel 21. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Berdasarkan Golongan Barang Terpilih Triwulan IV Tahun 2014... 51 Tabel 22. Perkembangan Ekspor Non Migas ke Negara Tujuan Utama Triwulan IV Tahun 2014'... 52 VII

Tabel 23. Perkembangan Impor Triwulan IV Tahun 2014... 53 Tabel 24. Perkembangan Impor Non Migas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan IV Tahun 2014... 54 Tabel 25. Negara Utama Asal Impor Triwulan IV Tahun 2014... 54 Tabel 26. Neraca Perdagangan Triwulan IV Tahun 2014... 55 Tabel 27. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok... 56 Tabel 28. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang... 56 Tabel 29. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika... 57 Tabel 30. Neraca Perdagangan Indonesia-India... 57 Tabel 31. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan IV 2014... 58 Tabel 32. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu... 59 Tabel 33. Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih... 59 Tabel 34. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan IV- 2014 (persen)... 62 Tabel 35. Realisasi PMA PMDN Tahun 2007-2014... 63 Tabel 36. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan IV- 2014 Berdasar Sektor... 64 Tabel 37. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan IV Tahun 2014... 65 Tabel 38. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan IV Tahun 2014 Berdasarkan Lokasi (Rp Miliar)... 65 Tabel 39. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan IV Tahun 2014 Berdasarkan Lokasi (USD Juta)... 66 Tabel 40. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan IV Tahun 2014... 67 Tabel 41. Status Perjanjian Ekonomi Internasional... 68 Tabel 42. Ekspor ASEAN ke Tiongkok... 69 Tabel 43. Impor ASEAN dari Tiongkok... 70 Tabel 44. Ekspor dan Impor Indonesia-ASEAN... 71 Tabel 45. Perdagangan Antar Negara ASEAN Tahun 2011-2013... 72 Tabel 46. Impor Bahan Baku Industri... 92 Tabel 47. Impor Indonesia Menurut Golongan Barang... 92 Tabel 48. Tingkat Inflasi Global (YoY)...111 Tabel 49. Tingkat Inflasi...112 Tabel 50. Inflasi Berdasarkan Komponen (YoY)...112 Tabel 51. Inflasi Berdasarkan Sumbangan (Share)...112 VIII

Tabel 52. Inflasi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (YoY)...112 Tabel 53. Perkembangan Indeks Nilai Tukar...115 Tabel 54. Perkembangan Indeks Saham Global...116 Tabel 55. Indeks Harga Komoditas Internasional...118 Tabel 56. Harga Bahan Pokok Nasional...120 IX

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY)... 4 Gambar 2. Proyeksi Pertumbuhan GDP untuk Negara Berkembang Asia... 10 Gambar 3. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel)... 19 Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2000-2014 (persen)... 21 Gambar 5. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2013 Triwulan IV Tahun 2014... 27 Gambar 6. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari 2014 Januari 2015... 29 Gambar 7. Perkembangan Konsumsi Semen Indonesia Oktober 2013 Desember 2014... 30 Gambar 8. Perkembangan Konsumsi Mobil Oktober 2013-Desember 2014... 31 Gambar 9. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Desember 2014... 49 Gambar 10. Nilai dan Volume Impor Hingga Desember 2014... 52 Gambar 11. Indeks Tendensi Bisnis sampai dengan Triwulan IV 2014... 58 Gambar 12. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia... 82 Gambar 13. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia... 83 Gambar 14. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya... 83 Gambar 15. Target dan Realisasi Pemberian KUR... 84 Gambar 16. Pertumbuhan Industri Pengolahan (YoY, dalam Persen)... 86 Gambar 17. Tingkat Upah Minimum Provinsi Tahun 2013-2015... 87 Gambar 18. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Tahun 2014 (Persen)... 88 Gambar 19. Proporsi Enambelas Subsektor Industri Pengolahan Tahun 2014... 89 Gambar 20. Ekspor Produk Industri... 90 Gambar 21. Realisasi Investasi PMA dan PMDN Sektor Industri Tahun 2010-2014... 93 Gambar 22. Realisasi Proyek Investasi PMA Sektor Industri Tahun 2014... 94 Gambar 23. Realisasi Investasi PMA Sektor Industri Tahun 2014... 95 Gambar 24. Realisasi Proyek Investasi PMDN Sektor Industri Tahun 2014... 96 Gambar 25. Realisasi Investasi PMDN Sektor Industri Tahun 2014... 97 Gambar 26. Penjualan Mobil Di Indonesia Januari-Desember 2014... 98 Gambar 27. Penjualan Motor Di Indonesia Januari-Desember 2014... 99 Gambar 28. Penjualan Semen Di Indonesia Januari-Desember 2014...100 X

Gambar 29. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Tahun 2014...101 Gambar 30. Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri Tahun 2014...102 Gambar 31. Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama Agustus 2014...103 Gambar 32. Indikator Pemebentuk PMI Triwulan IV Tahun 2014...105 Gambar 33. Jumlah Wisatawan Mancanegara Tahun 2013 dan 2014...107 Gambar 34. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Kebangsaan Hingga Triwulan IV Tahun 2014...108 Gambar 35. Tingkat Hunian Di Hotel Bintang 3-5 Jakarta Dan Bali (%) Tahun 2013 dan 2014...109 Gambar 36. Inflasi YoY 66 Kota Oktober-Desember 2014...113 Gambar 37. Inflasi MtM 66 Kota Oktober-Desember 2014...114 Gambar 38. Perkembangan Index Nilai Tukar (1 Januari 2004 = 100)...115 Gambar 39. Perkembangan Indeks Saham Global...117 Gambar 40. Indeks Harga Komoditas Internasional (3 Januari 2012=100)...119 XI

PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Pada bulan Januari 2015, IMF mengkoreksi turun proyeksi perekonomian dunia tahun 2015 sebesar 0,3 persen, yang tumbuh menjadi sebesar 3,5 persen pada tahun 2015. Perekonomian Amerika Serikat tumbuh sebesar 2,6 persen (YOY) pada triwulan IV tahun 2014, melambat dibandingkan triwulan IV tahun 2013 yang tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY). Perekonomian 28 negara Uni Eropa (EU28) diperkirakan tumbuh sebesar 1,3 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2014, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 1,0 persen (YoY). Sepanjang bulan Oktober hingga bulan Desember 2014, pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebesar 7,4 persen (YoY), sedikit menguat dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,3 persen (YoY). 1

PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Pemulihan ekonomi dunia pada penghujung tahun 2014, didorong oleh kelanjutan penurunan harga minyak mentah. Sentimen positif bagi perbaikan ekonomi tersebut juga diimbangi dengan faktor negatif seperti rendahnya ekspektasi terhadap pertumbuhan investasi jangka menengah pada advanced economies maupun emerging economies. Kondisi ekonomi dunia tetap rapuh pasca krisis global, sehingga potensi pertumbuhan lebih rendah akan terjadi di banyak negara. Pertumbuhan ekonomi negara maju diperkirakan mengalami sedikit perbaikan. Hal ini ditandai dengan penurunan tingkat pengangguran, dan apresiasi mata uang dolar Amerika Serikat, serta depresiasi mata uang Euro dan Yen. Selanjutnya, penyesuaian fiskal yang lebih moderat dan kebijakan pelonggaran moneter juga mendukung pemulihan di negara-negara tersebut. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi negara berkembang masih cenderung melambat, dimana potensi pertumbuhan rendah akan terjadi di banyak negara Asia. Hal ini disebabkan oleh lambatnya investasi di Tiongkok, pelemahan permintaan eksternal India, peningkatan ketegangan geopolitik Rusia, dan penurunan ekspor barang komoditas. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF Realisasi Perkiraan Kelompok Negara 2014 2015 2016 Dunia 3,3 3,5 3,7 Negara Maju 1,8 2,4 2,4 Negara Berkembang 4,4 4,3 4,7 ASEAN-5 4,5 5,2 5,3 Amerika Latin dan Karibia 1,2 1,3 2,3 Sub Sahara Afrika 4,8 4,9 5,2 Sumber: World Economic Outlook, January 2015 Pada bulan Januari 2015, IMF mengkoreksi turun proyeksi perekonomian dunia tahun 2015 sebesar 0,3 persen, yang tumbuh menjadi sebesar 3,5 persen pada tahun 2015. Sedangkan perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2016 tetap sebesar 3,7 persen. Proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi negara maju pada tahun 2015 dikoreksi naik sebesar 0,1 persen, menjadi sebesar 2,4 persen, dan tahun 2016 tidak mengalami perubahan tetap tumbuh sebesar 2,4 persen. Proyeksi pertumbuhan perekonomian negara berkembang dikoreksi turun sebesar 0,6 persen pada tahun 2015, dan 0,5 persen pada tahun 2016, menjadi masing-masing tumbuh sebesar 4,3 persen, dan 4,7 persen. Sementara itu, kondisi ekonomi di kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan melambat pada tahun 2015, dan pertumbuhan yang cenderung moderat pada tahun 2016. Pada tahun 2015, eksportir minyak mengharapkan fiscal buffer untuk menghindari pemotongan pengeluaran pemerintah yang cukup tajam, namun ruang 2

fiskal atau moneter untuk menopang aktivitas ekspor terbatas. Proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Amerika Latin dan Karibia pada tahun 2015 dan 2016 dikoreksi turun sebesar 0,9 persen dan 0,5 persen, menjadi sebesar 1,3 persen pada tahun 2015, dan 2,3 persen tahun 2016. Perekonomian di kawasan Sub Sahara Afrika cenderung mengalami perlambatan. Hal ini tercermin melalui turunnya harga minyak, dan komoditas lainnya menyebabkan pelemahan ekonomi diperkirakan masih terus berlanjut, dan berdampak nyata pada terms of trade, pendapatan riil, serta menjadi beban berat bagi perbaikan ekonomi jangka menengah. Proyeksi IMF mengenai pertumbuhan Sub Sahara Afrika dikoreksi turun 0,9 persen pada tahun 2015 dan 0,8 persen pada tahun 2016, menjadi sebesar 4,9 persen pada tahun 2015, dan 5,2 persen tahun 2016. Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat Ekonomi Amerika Serikat kembali menunjukkan rebound pada triwulan III tahun 2014. Bureau Economic Analysis merilis revisi terakhir pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat triwulan III tahun 2014 yang sebelumnya tumbuh sebesar 3,5 persen (YoY) menjadi sebesar 5,0 persen (YoY). Pertumbuhan ini merupakan penanda terbesar penguatan ekonomi sejak semester II tahun 2003. Perbaikan kondisi perekonomian Amerika Serikat disebabkan oleh investasi bisnis, belanja perumahan, dan konsumen semakin meningkat, serta defisit perdagangan berkurang. Perekonomian Amerika Serikat tumbuh sebesar 2,6 persen (YOY) pada triwulan IV tahun 2014, melambat dibandingkan triwulan IV tahun 2013 yang tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY). Namun, pertumbuhan tersebut diperkirakan bersifat jangka pendek karena momentum penurunan harga minyak. Perlambatan ekonomi disebabkan oleh peningkatan defisit neraca perdagangan, dan pengeluaran bisnis yang melemah. Di sisi lain, penguatan konsumsi domestik akan menopang perekonomian Amerika Serikat dalam menghadapi kerentanan ekonomi global. Pada tahun 2014, perekonomian Amerika Serikat tumbuh sebesar 2,4 persen (YoY), sedikit meningkat dibandingkan tahun 2013 sebesar 2,2 persen (YoY). 3

Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY) Sumber: Bureau of Economic Analysis, 2014 Pertumbuhan PDB riil pada triwulan IV tahun 2014 tercermin dari kontribusi positif pada pengeluaran konsumsi pribadi, ekspor, investasi tetap non hunian, investasi tetap hunian, investasi persediaan swasta belanja negara dan pemerintah daerah, serta kontribusi negatif pengeluaran pemerintah pusat dan impor. Departemen Perdagangan Amerika Serikat merilis konsumsi tumbuh 4,3 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2014, setelah tumbuh 3,7 persen (YoY) pada periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan pengeluaran konsumen pada triwulan IV tahun 2014 menjadi yang tercepat sejak tahun 2006, menyumbang dua pertiga dari output Amerika Serikat. Peningkatan konsumsi Amerika Serikat sangat penting dalam meredam perlambatan permintaan eksternal. Konsumsi barang mengalami pertumbuhan 5,4 persen (YoY), dan konsumsi jasa tumbuh melambat 3,7 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2014. Barang tahan lama meningkat cukup signifikan 7,4 persen (YoY), dibandingkan triwulan IV tahun 2013 sebesar 5,7 persen (YoY). Belanja Pemerintah Amerika Serikat terkontraksi sebesar -2,2 persen (YOY) pada triwulan IV tahun 2014, membaik dibandingkan triwulan IV tahun 2013 terkontraksi sebesar -3,8 persen (YOY). Pengeluaran pemerintah pusat terkontraksi sebesar -7,5 persen pada triwulan IV tahun 2014, cenderung membaik dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang terkontraksi sebesar -10,4 persen. Sebaliknya, belanja pemerintah untuk bidang pertahanan triwulan IV tahun 2014 terkontraksi sebesar -12,5 persen, semakin dalam setelah terkontraksi sebesar -11,4 persen (YOY) pada triwulan IV tahun 2013. Pengurangan biaya untuk anggaran pertahanan dilakukan agar kendala fiskal di banyak negara bagian tidak kembali terjadi. Belanja pemerintah non pertahanan mengalami peningkatan dengan tumbuh 4

sebesar 1,7 persen di triwulan IV tahun 2014, setelah terkontraksi -8,6 persen (YOY) pada periode yang sama tahun sebelumnya. Begitu pula dengan belanja pemerintah daerah juga mengalami tumbuh sebesar 1,3 persen (YOY), sedangkan triwulan IV tahun 2013 hanya tumbuh sebesar 0,6 persen (YOY). Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY) 2013 2014 I II III IV I II III IV Pertumbuhan Ekonomi 2.7 1.8 4.5 3.5-2.1 4.6 5.0 2.6 Konsumsi 3.6 1.8 2.0 3.7 1.2 2.5 3.2 4.3 Barang 5.9 1.3 3.5 3.7 1.0 5.9 4.7 5.4 Jasa 2.4 2 1.3 3.7 1.3 0.9 2.5 3.7 Investasi 7.6 6.9 16.8 3.8-6.9 19.1 7.2 7.4 Ekspor -0.8 6.3 5.1 10-9.2 11.1 4.5 2.8 Impor -0.3 8.5 0.6 1.3 2.2 11.3-0.9 8.9 Belanja Pemerintah -3.9 0.2 0.2-3.8-0.8 1.7 4.4-2.2 Belanja Pemerintah Pusat -9.9-3.5-1.2-10.4-0.1-0.9 9.9-7.5 Belanja Pertahanan -10.9-2.1 0.4-11.4-0.4 0.9 16-12.5 Belanja Non-Pertahanan -8.2-5.8-3.9-8.6 6.6-3.8 0.4 1.7 Belanja Pemerintah Daerah 0.3 2.7 1.1 0.6-1.3 3.4 1.1 1.3 Sumber: Bureau of Economic Analysis, 2014 Investasi Amerika Serikat mengalami pertumbuhan sebesar 7,4 persen (YoY) dibandingkan pada triwulan IV tahun 2013 yang tumbuh 3,8 persen. Hal ini disebabkan karena berakhirnya program quantitative easing setelah mendorong perbaikan dalam pasar tenaga kerja Amerika Serikat. Berdasarkan laporan Bureau Economic Analysis, pertumbuhan investasi mencerminkan peningkatan pertumbuhan investasi tetap hunian, invetasi tetap non hunian, investasi struktur non hunian, dan investasi produk kekayaan intelektual. Pada tahun 2015, The Fed akan melaksanakan kebijakan tight monetary policy, seiring dengan penurunan harga minyak dan penguatan mata uang dolar. Rencana The Fed menaikkan suku bunga untuk menjaga momentum perekonomian Amerika Serikat yang terus membaik, dan tren penurunan tingkat pengangguran. Neraca perdagangan Amerikat Serikat pada bulan Desember 2014 masih menunjukkan posisi defisit, mencapai USD 46,6 miliar, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar USD 39,8 miliar. Defisit perdagangan barang naik menjadi sebesar USD 66,0 miliar, sedangkan sektor jasa mengalami peningkatan surplus menjadi sebesar USD 19,5 miliar. Ekspor barang dan jasa turun USD 1,5 miliar menjadi USD 194,9 miliar. Kinerja ekspor barang menurun terutama disebabkan oleh penurunan barang modal, dan industri penyedia bahan baku. Sementara itu, kenaikan ekspor jasa disebabkan oleh peningkatan wisata (untuk semua tujuan termasuk pendidikan), angkutan (termasuk jasa pelabuhan dan tarif 5

penumpang). Impor barang dan jasa meningkat USD 5,3 miliar menjadi USD 241,4 miliar, dengan peningkatan pada impor barang yang disebabkan oleh kenaikan pada industri penyedia bahan baku. Sedangkan impor jasa berupa peningkatan biaya untuk transportasi dan wisata (untuk semua tujuan termasuk pendidikan). Sepanjang tahun 2014, neraca perdagangan Amerika Serikat defisit sebesar USD 505,0 miliar, meningkat dibandingkan tahun 2013 sebesar USD 467,4 miliar. Kinerja ekspor barang dan jasa selama tahun 2014 mencapai sebesar USD 2.345,4 miliar, meningkat sebesar USD 65,2 miliar dari tahun 2013. Peningkatan ekspor ini disebabkan oleh kenaikan ekspor barang modal, barang konsumsi, jasa keuangan, jasa wisata (semua tujuan termasuk pendidikan), dan pendapatan dari hak kekayaan intelektual. Sejalan dengan kinerja ekspor, impor barang dan jasa juga mengalami kenaikan hingga mencapai USD 2.850,5 miliar, atau USD 93.9 miliar lebih tinggi dibandingkan tahun 2013. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya impor barang modal, barang konsumsi, jasa wisata (untuk semua tujuan termasuk pendidikan), jasa angkutan (termasuk jasa pelabuhan dan tarif penumpang), dan jasa bisnis lainnya. Berdasarkan Bureau of Labor Statistics, jumlah pengangguran hingga bulan Desember 2014 turun sebesar 383.000 orang menjadi 8,7 juta orang. Dalam 12 bulan terakhir tingkat pengangguran turun 1,1 persen atau sebesar 1,7 juta orang. Kenaikan jumlah lapangan kerja baru tersebar luas di berbagai sektor, diantaranya pada bisnis jasa dan profesional, konstruksi, jasa makanan dan minuman, manufaktur, serta kesehatan. Kondisi ini menandai momentum rendahnya tingkat pengangguran sejak Oktober tahun 2008. Sementara, penciptaan lapangan kerja hingga 240.000 orang dalam 11 bulan terakhir merupakan yang masa terlama sejak 1994. Penurunan tingkat pengangguran diharapkan akan berimbas pada penguatan perekonomian dalam negeri dalam menghadapi perlambatan permintaan global. Proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat tahun 2015 berdasarkan rilis laporan Januari tahun 2015 adalah tumbuh sebesar 3,6 persen (YoY). Sementara itu, proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dikoreksi naik 0,3 persen menjadi sebesar 3,3 persen (YoY) pada tahun 2016. Perkiraan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diatas 3,0 persen akibat penguatan permintaan domestik karena penurunan harga minyak. IMF menyarankan untuk mempertahankan kebijakan moneter yang akomodatif, dan melakukan penyesuaian fiskal yang lebih moderat untuk mendorong pemulihan ekonomi. Namun demikian, kenaikan suku bunga bertahap diproyeksi dapat menekan pertumbuhan investasi, serta apresiasi dolar dikhawatirkan akan mengurangi ekspor neto. 6

Perkembangan Ekonomi Uni Eropa Berdasarkan publikasi Eurostat, perekonomian 28 negara Uni Eropa (EU28) diperkirakan tumbuh sebesar 1,3 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2014, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 1,0 persen (YoY). Perekonomian negara-negara di kawasan Eropa (EU18, yaitu kawasan yang negaranya memakai Euro sebagai mata uang) diperkirakan tumbuh sebesar 0,9 persen (YoY), sedikit menguat dibandingkan triwulan IV tahun 2013 yang tumbuh sebesar 0,4 persen (YoY). Pada triwulan IV tahun 2014, Kawasan Eropa diperkirakan tumbuh sebesar 0,3 persen (QtQ), sedikit menguat dibandingkan triwulan III tahun 2014 yang tumbuh sebesar 0,2 persen (QtQ). Kondisi yang sama juga terjadi di kawasan Uni Eropa dengan perekonomian yang diperkirakan tumbuh sebesar 0,4 persen (QtQ), sedikit menguat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,3 persen (QtQ). Pemulihan ekonomi Eropa didorong oleh penguatan ekonomi Jerman karena perbaikan kinerja sektor industri, kenaikan permintaan domestik dan konsumsi rumah tangga. Namun demikian, penolakan perpanjangan enam bulan paket bailout sebesar EUR 240 miliar oleh pemerintah Yunani, dan krisis nilai tukar Rusia dapat memberi sentimen negatif bagi perekonomian Eropa. Bank Sentral Eropa (ECB) akan mengeluarkan langkah stimulus lanjutan melalui program quantitative easing dengan membeli obligasi pemerintah sebesar EUR 1 triliun hingga bulan September 2016. Kebijakan ini dilakukan mengingat permasalahan dasar stagnasi pertumbuhan, tingkat utang yang tinggi, dan kekakuan pasar tenaga kerja di sebagian besar wilayah Eropa belum sepenuhnya teratasi. Berdasarkan publikasi Eurostat, Estonia dan Hungaria diperkirakan menjadi negara di kawasan Eropa yang mencapai pertumbuhan ekonomi tertinggi pada triwulan IV tahun 2014, yaitu sebesar 1,1 persen (QtQ) dan 0,9 persen (QtQ). Sementara itu perekonomian Jerman diperkirakan menguat sebesar 0,7 persen (QtQ), dibandingkan triwulan III tahun 2014 yang tumbuh hingga 0,1 persen. Siprus menjadi negara yang diperkirakan mengalami kontraksi ekonomi paling dalam pada triwulan IV tahun 2014 sebesar -0,7 persen (QtQ). Perekonomian Yunani dan Finlandia diperkirakan juga mengalami kontraksi cukup dalam masing-masing sebesar -0,2 persen (QtQ), dan -0,3 persen (QtQ). Sedangkan Italia diperkirakan mengalami stagnasi dengan tidak mengalami pertumbuhan ekonomi pada triwulan III tahun 2014, dibandingkan triwulan sebelumnya. Perekonomian Spanyol dan Portugal berada dalam tren positif dengan tumbuh masing-masing 0,2 persen menjadi sebesar 0,7 persen (QtQ), serta 0,5 persen (QtQ). Pada Desember 2014, indeks harga sektor industri dari keseluruhan industri di kawasan Eropa dan Uni Eropa kembali mengalami perlambatan dengan hanya tumbuh sebesar 2,7 persen (YoY), dan 3,1 persen (YoY). Sementara, produksi industri di kawasan Eropa dan Uni Eropa mengalami penurunan dengan ter- sebesar 0,4 persen (YoY), dan 0,1 persen (YoY). dibandingkan periode waktu yang sama 7

tahun sebelumnya. Produksi industri menurun disebabkan oleh penurunan produksi barang modal sebesar 0,9 persen, barang setengah jadi sebesar 0,6 persen, serta produksi energi turun hingga 4,8 persen dibandingkan November 2013. Sementara itu, produksi sektor industri yang melemah di kawasan Uni Eropa diakibatkan oleh penurunan barang modal sebesar 0,4 persen, produksi energi sebesar 4,4 persen, serta barang setengah jadi yang cenderung stabil dibandingkan bulan November 2013. Perekonomian Eropa secara umum mengalami surplus neraca perdagangan pada bulan Agustus 2014. Kawasan Eropa mengalami surplus sebesar EUR 9,2 miliar, meningkat dibandingkan bulan Agustus 2013 yang besarnya EUR 7,3 miliar. Pada Agustus 2014, Negara-negara Uni Eropa juga mengalami surplus sebesar EUR 8,9 miliar, meningkat signifikan dibandingkan bulan Agustus 2013 yang defisit sebesar EUR 2,3 miliar. Sejalan dengan tren positif neraca perdagangan Eropa, volume perdagangan ritel pada Desember 2014 di kawasan Eropa meningkat sebesar 1,9 persen (YoY) dan 2,5 persen (YoY) di Uni Eropa dibandingkan Agustus 2013. Hal ini disebabkan oleh kenaikan sektor non makanan sebesar 3,6 persen. Sementara, bahan bakar kendaraan bermotor dan sektor makanan, minum, dan tembakau turun masing-masing sebesar 0,2 persen. Di sisi lain, peningkatan volume perdagangan Uni Eropa diakibatkan oleh sektor non makanan naik sebesar 4,9 persen, sektor makanan, minuman, dan tembakau bergerak stabil, serta bahan bakar kendaraan bermotor turun sebesar 0,5 persen. Kondisi fiskal di kawasan Eropa dan Uni Eropa menunjukkan sedikit perbaikan. Rasio defisit anggaran pemerintah terhadap PDB pada triwulan III tahun 2014 di kawasan Eropa menjadi sebesar 2,3 persen, menurun dibandingkan triwulan II tahun 2014 sebesar 2,5 persen. Defisit anggaran pemerintah terhadap PDB di Uni Eropa juga menurun dari triwulan II tahun 2014 sebesar 3,0 persen menjadi 2,9 persen pada triwulan III tahun 2014. Perbaikan fiskal di kawasan Eropa dan Uni Eropa diikuti oleh membaiknya kondisi tingkat utang terhadap PDB. Pada triwulan III tahun 2014, di kawasan Euro tingkat utang mencapai 92,1 persen dari PDB, menurun jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 92,7 persen. Sejalan dengan peningkatan tingkat utang terhadap PDB di kawasan Eropa, Uni Eropa juga mengalami penurunan tingkat utang sebesar 86,0 persen terhadap PDB dibandingkan triwulan II tahun 2014 sebesar 87,0 persen. Pada pertengahan tahun 2014, Yunani, Italia, dan Portugal menjadi negara dengan tingkat utang terhadap PDB tertinggi yaitu masing-masing sebesar 176,0 persen; 131,8 persen; dan 131,4 persen. Sementara itu negara dengan tingkat utang terhadap PDB terendah adalah Estonia sebesar 10,5 persen, Luxemburg sebesar 22,9 persen, dan Bulgaria sebesar 23,6 persen. 8

Perlambatan perekonomian negara-negara di kawasan Eropa tidak secara langsung menyebabkan peningkatan jumlah pengangguran. Tingkat pengangguran di kawasan Eropa pada bulan Desember 2014 mencapai 11,4 persen (YoY), menurun dibandingkan bulan Desember 2013 sebesar 11,8 persen (YoY). Tingkat pengangguran pada bulan Desember 2014 merupakan yang terendah sejak bulan Agustus 2012. Sedangkan, tingkat pengangguran di Uni Eropa pada bulan Desember tahun 2014 sebesar 9,9 persen, menurun dibandingkan bulan Desember tahun 2013 sebesar 10,6 persen. Tingkat pengangguran Uni Eropa nilai dibawah 10,0 persen merupakan pertama kali sejak bulan Oktober 2011. Eurostat mengestimasi jumlah tenaga kerja laki-laki dan perempuan di Uni Eropa sebanyak 24.056 juta orang, dimana 18.129 juta orang berada di kawasan Eropa. Jumlah orang yang menganggur di Uni Eropa turun sebesar 1.710 juta orang, dan 693.000 di kawasan Eropa jika dibandingkan dengan bulan Desember 2013. Tingkat pengangguran tertinggi terdapat di Yunani (25,8 persen pada Oktober 2014), dan Spanyol (23,7 persen). Sementara itu tingkat pengangguran paling rendah adalah Jerman (4,8 persen), dan Austria (4,9 persen). Proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi Uni Eropa pada bulan Januari 2015 dikoreksi turun 0,2 persen menjadi sebesar 1,2 persen pada tahun 2015, dan turun 0,3 persen menjadi sebesar 1,7 persen pada tahun 2016. Pertumbuhan perekonomian cenderung tidak merata di seluruh kawasan Eropa. Hal ini mencerminkan fragmentasi keuangan, neraca sektor publik dan swasta yang terganggu, serta tingkat pengangguran yang masih tinggi di beberapa negara. Di sisi lain, kelanjutan pelemahan investasi mencerminkan dampak perlambatan pertumbuhan di pasar negara berkembang di sektor ekspor. Meskipun demikian, penurunan harga minyak dunia, kinerja kredit yang membaik, kebijakan suku bunga rendah di beberapa negara utama, kebijakan fiskal yang lebih netral, dan depresiasi mata uang Euro dapat mendorong pemulihan ekonomi. Perkembangan Ekonomi Asia Pada bulan Desember 2014, ADB mengeluarkan proyeksi pertumbuhan negaranegara berkembang Asia pada tahun 2014 dengan koreksi turun sebesar 0,1 persen menjadi sebesar 6,1 persen. Hal ini disebabkan oleh karena Tiongkok tumbuh stabil meskipun pada level moderat yang berkelanjutan dan perlambatan ekonomi di negara-negara maju. Pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Selatan dan Pasifik diperkirakan akan tumbuh lebih cepat dibandingkan kawasan lain di Asia. Sementara, pertumbuhan ekonomi di Kawasan Asia Timur, Asia Tengah, dan Asia Tenggara menunjukkan pelemahan. Proyeksi ADB mengenai pertumbuhan negaranegara berkembang di Asia tahun 2015 sebesar 6,2 persen atau dikoreksi turun sebesar 0,2 persen. Hal ini disebabkan penurunan harga minyak mentah yang 9

berkelanjutan, sehingga menyebabkan perlambatan ekonomi negara berkembang Asia yang sebagian besar menjadi negara net import minyak. Gambar 2. Proyeksi Pertumbuhan GDP untuk Negara Berkembang Asia Sumber: Asian Development Bank, 2015 ADB memprediksi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur terkoreksi turun sebesar 0,1 persen pada tahun 2014, dan 0,2 persen tahun 2015 masing-masing sebesar 6,6 persen, dan 6,5 persen. Kondisi ini disebabkan oleh perlambatan ekonomi Tiongkok yang terus berlanjut, serta koreksi di sektor properti dan sektor terkait lainnya. Meskipun demikian, tingkat konsumsi yang tetap kuat dan ekspansi sektor padat karya, dan membaiknya pasar tenaga kerja Tiongkok diharapkan dapat mempertahankan momentum pertumbuhan. Sementara itu, estimasi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan cenderung mendatar tetap sebesar 5,4 persen pada tahun 2014. Pada tahun 2015, prediksi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan tetap sebesar 6,1 persen. Perekonomian kawasan Asia Selatan diperkirakan semakin membaik disebabkan oleh pertumbuhan sektor jasa yang berkelanjutan, dan kemajuan reformasi sosial India dibidang ekonomi untuk mendukung investasi. Disisi lain, pertumbuhan ekonomi di negara Bangladesh, Maladewa, dan Sri Lanka diperkirakan semakin menguat, serta perbaikan bertahap indikator ekonomi makro Pakistan. Perekonomian di kawasan Asia Tengah kembali melemah seiring dengan perlambatan ekonomi Federasi Rusia. Penurunan harga minyak mentah dunia, serta sanksi Amerika Serikat dan Uni Eropa terhadap Rusia, menyebabkan Federasi Rusia memasuki resesi ekonomi. ADB memprediksi perlambatan ekonomi di Kawasan Asia Tengah dengan pertumbuhan dikoreksi turun masing-masing sebesar 0,5 persen menjadi sebesar 5,1 persen pada tahun 2014, dan 5,4 persen tahun 2015. Hal ini disebabkan berkurangnya arus modal masuk berupa remittances, serta permintaan eksternal yang terhenti total di negara Armenia, Kirgiztan, dan Uzbekistan. Hal yang sama juga dirasakan oleh Kazakstan sebagai negara terbesar di 10

Asia Tengah, mengalami perlambatan ekonomi yang ditandai penurunan ekspor minyak dan besi baja. Meskipun demikian, perbaikan sektor konstruksi di Tajikistan dan kenaikan ekspor gas alam di negara Turkmenistan diperkirakan dapat menahan laju perlambatan ekonomi di kawasan Asia Tengah. Kawasan ASEAN mengalami penurunan estimasi pertumbuhan sebesar 0,2 persen, yaitu menjadi 4,4 persen pada tahun 2014. Pada tahun 2015, pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara dikoreksi turun sebesar 0,2 persen, menjadi sebesar 5,1 persen. ADB memangkas pertumbuhan Asia Tenggara karena perlambatan ekonomi melanda sebagian besar negara di kawasan tersebut. Indonesia dan Thailand sebagai perekonomian terbesar di kawasan ASEAN telah membawa pertumbuhan regional melemah dalam dua tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi Indonesia melemah hingga sebesar 5,0 persen pada triwulan IV tahun 2014. Penguatan konsumsi masyarakat, investasi tetap bruto, dan net export berkontribusi lebih sedikit terhadap pertumbuhan PDB. Selain itu, perbaikan investasi, dan pasar ekspor semakin tak menentu. Sementara itu, perekonomian Thailand masih melambat seiring berakhirnya kekacauan politik pada triwulan III tahun 2014. Kinerja ekspor masih melemah, dan perbaikan permintaan domestik terjadi secara bertahap. Di sisi lain, perlambatan ekonomi juga terjadi di negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia, Singapura, dan Vietnam. Perekonomian Tiongkok Sepanjang tahun 2014, Tiongkok dihadapkan pada kondisi ekonomi global yang rumit, dan tugas berat dalam mempertahankan pembangunan dalam negeri, reformasi serta stabilitas. Pemerintah Tiongkok pada tahun 2014 fokus merebut momentum pertumbuhan dengan melaksanakan reformasi lebih mendalam, dan inovasi kontrol ekonomi makro. Dengan demikian, perekonomian dalam negeri Tiongkok menunjukkan momentum pertumbuhan yang baik, stabil, struktur ekonomi dioptimalkan, peningkatan kualitas dan penghidupan masyarakat yang lebih baik. Perekonomian Tiongkok secara bertahap masih melambat seiring dengan reformasi struktural yang kembali dilanjutkan. Sepanjang bulan Oktober hingga Desember 2014, pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebesar 7,4 persen (YoY), sedikit menguat dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,3 persen (YoY). Pertumbuhan ekonomi yang bergerak stabil mencerminkan efek kebijakan yang dimulai pada pertengahan tahun 2013 yaitu mendorong share terus bergeser dari sektor manufaktur ke sektor jasa dari sisi penawaran, dan sektor investasi ke sektor konsumsi di sisi permintaan, serta sebagai langkah cepat untuk mengendalikan akumulasi kredit. Pencapaian dari reformasi struktural yang dicanangkan pemerintah Tiongkok diantaranya optimalisasi sektor industri, dan kenaikan permintaan domestik, serta koservasi dan pengurangan konsumsi energi. Dalam laporan yang dirilis National Bureau of Statistic China, nilai tambah industri tersier pada tahun 2014 menyumbang 48,2 persen dari PDB dan tumbuh 1,3 persen (YoY) 11

dibandingkan tahun sebelumnya. Dalam periode waktu yang sama, pengeluaran konsumsi akhir menyumbang 51,2 persen dari pertumbuhan PDB, dan tumbuh sebesar 3,0 persen (YoY) dibandingkan tahun 2013. Kesenjangan pendapatan antara rumah tangga perkotaan dan pedesaan semakin menyempit. Pada tahun 2014, pertumbuhan riil dari pendapatan tunai per kapita rumah tangga pedesaan adalah 2,4 persen lebih tinggi dari disposable income per kapita rumah tangga perkotaan. Sementara, pendapatan per kapita rumah tangga di perkotaan adalah 2,8 kali dari rumah tangga pedesaan atau berkurang 0,1 persen (YoY) dari tahun sebelumnya. Demikian pula dengan konsumsi energi per unit PDB, menurun sebesar 4,8 persen (YoY). Investasi aset tetap Tiongkok pada tahun 2014 tumbuh 15,7 persen (YoY). Sementara itu, anggaran pemerintah dan pinjaman dalam negeri juga mengalami kenaikan masing-masing sebesar 14,1 persen (YoY), dan 8,6 persen (YoY). Berbeda dengan investasi lainnya, investasi asing mengalami penurunan hingga 6,3 persen (YoY). Kondisi ini sejalan dengan kebijakan pemerintah Tiongkok yang fokus pada perbaikan konsumsi dalam negeri melalui penyaluran kredit, untuk mendorong pertumbuhan UMKM dan sektor pertanian. Sektor properti Tiongkok yang sempat terpuruk akibat perlambatan ekonomi, secara bertahap mulai mengalami perbaikan. Sepanjang tahun 2014, penjualan bangunan perumahan dan bangunan komersial turun masing-masing sebesar 7,8 persen (YoY) dan 6,3 persen (YoY). Meskipun demikian, total investasi di sektor real estate selama tahun 2014 sebesar CNY 9.503,6 miliar, atau tumbuh sebesar 9,9 persen (YoY) diharapkan dapat memberikan sentimen positif dalam perbaikan kinerja sektor properti Tiongkok. Perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada tahun 2014 akibat reformasi struktural tidak menyebabkan kinerja neraca perdagangan mereka memburuk. Perdagangan Tiongkok pada bulan Desember 2014 mencapai surplus sebesar USD 49,6 miliar. Surplus neraca perdagangan Tiongkok menurun dibandingkan bulan November tahun 2014 sebesar USD 54,5 miliar. Kinerja perdagangan Tiongkok pada bulan November 2014 mencapai rekor tertinggi sepanjang tahun 2014, akibat penurunan impor yang tidak terduga. Kinerja Ekspor bulan Desember 2014 mengalami pertumbuhan sebesar 9,7 persen (YoY) dibandingkan tahun sebelumnya atau naik sebesar USD 227,5 miliar. Sementara itu, impor mengalami penurunan sebesar 2,3 persen (YoY) dibandingkan tahun 2013 atau sebesar USD 177,9 miliar. Hal ini disebabkan kenaikan impor bijih besi, dan minyak mentah hingga 30,37 juta ton barel pada bulan Desember 2014 yang tertinggi di dunia. Hal ini menggambarkan penguatan kinerja ekspor, namun besarnya impor menunjukkan bahwa pertumbuhan permintaan dalam perekonomian dalam negeri masih lemah. Sepanjang tahun 2014, surplus perdagangan Tiongkok mencapai USD 382,46 miliar dimana total nilai ekspor sebesar USD 2,3 triliun, dan total nilai impor USD 2,0 triliun. 12

Pelemahan aktivitas manufaktur Tiongkok kembali terjadi, baik penurunan ouput dan permintaan baru pada akhir tahun 2014. Pada bulan Desember 2014, data HSBC menunjukkan Purchasing Manager Index (PMI) mengalami penurunan menjadi 49,6 dari sebesar 50,4 pada bulan Oktober 2014. Hal ini disebabkan volume bisnis melemah akibat perlambatan permintaan domestik, dan kinerja ekspor. Pelemahan volume bisnis menyebabkan produsen mengurangi produksi dalam dua bulan terakhir, dan pengurangan jumlah tenaga kerja. Sejalan dengan itu, penurunan harga saham dalam lima bulan berturut-turut, dan tingkat pembelian sejak bulan April 2014. National Bureau of Statistic China juga merilis data PMI sebesar 50,1 lebih rendah dibandingkan bulan November 2014 sebesar 50,3. Pemerintah Tiongkok mempertahankan pertumbuhan yang stabil pada sektor manufaktur. Beberapa upaya pemerintah untuk meredam perlambatan diantaranya adalah mempercepat proyek infrastruktur berupa pembangunan bandara dan jalur rel kereta api, rumah murah, serta pemangkasan pajak untuk perusahaan skala kecil. Pada kesempatan yang sama, bank sentral Tiongkok juga memangkas giro wajib minimum perbankan, sehingga mendorong penyaluran kredit bagi sektor pertanian, UMKM, dan eksportir. Pada Desember 2014, IMF tidak mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun 2014 yaitu tumbuh sebesar 7,4 persen (YoY). Sementara, perekonomian Tiongkok pada tahun 2015 terkoreksi turun sebesar 0,3 persen atau tumbuh 6,8 persen (YoY). IMF berpendapat pemerintah Tiongkok akan melaksanakan beberapa kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi seperti, keringanan pajak untuk usaha kecil dan menengah, belanja fiskal dan infrastruktur dipercepat, dan pemotongan target rasio wajib minimum. Pada tahun 2015, IMF memperkirakan Pemerintah Tiongkok akan melaksanakan kebijakan untuk antisipasi cepatnya pertumbuhan kredit dan investasi. Asian Development Outlook memperkirakan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada tahun 2014 terkoreksi turun sebesar 0,1 persen atau sebesar 7,4 persen (YoY). ADB berpendapat kebijakan stimulus terus berlanjut untuk menjaga agenda reformasi, dan menjaga momentum pertumbuhan dari perdagangan luar negeri. Sementara, perekonomian Tiongkok tahun 2015 juga dikoreksi turun sebesar 0,2 persen, menjadi sebesar 7,2 persen (YoY). ADB menyarankan pemerintah Tiongkok untuk melaksanakan kebijakan fiskal yang proaktif, dan kebijakan moneter yang akomodatif. Perekonomian Jepang Perekonomian Jepang yang terus stagnan mendorong pemerintah di bawah Perdana Menteri (PM) Jepang, Shinzo Abe telah mencanangkan kebijakan baru yang dikenal sebagai Abenomics. Sejak awal tahun 2013, Jepang memberlakukan perubahan rezim moneter, yaitu bank sentral Jepang menetapkan target inflasi sebesar 2,0 persen. Pemerintah Shinzo Abe mendukung perubahan ini dengan kebijakan fiskal dan reformasi struktural. Kebijakan fiskal yang dilaksanakan pemerintah Jepang yaitu menaikkan pajak penjualan menjadi 8,0 persen pada bulan April 2014, dan 10,0 13

persen pada bulan Oktober 2015. Kebijakan kenaikan pajak penjualan dilaksanakan untuk membayar tingkat utang pemerintah Jepang yang besar, dimana merupakan terburuk diantara negara-negara maju. Sedangkan kebijakan reformasi struktural yang dilakukan pemerintah Jepang salah satunya adalah dengan merelaksasi kekakuan pasar tenaga kerja. Berdasarkan publikasi Cabinet Office, perekonomian Jepang pada triwulan IV tahun 2014 diperkirakan tumbuh sebesar 2,2 persen (YoY). Setelah terkontraksi dua triwulan berturut-turut, perekonomian Jepang pada triwulan IV tahun 2014 mengalami pertumbuhan positif. Meskipun demikian, pertumbuhan melaju lebih rendah dari proyeksi ekonom dan analis. Perekonomian Jepang yang masih melemah disebabkan oleh kontraksi tingkat konsumsi rumah tangga, dan belanja modal perusahaan. Selain itu, dampak pemberlakuan kenaikan pajak penjualan, dan kekakuan tingkat upah dapat menghambat pemulihan ekonomi Jepang. Seiring dengan perbaikan ekonomi Jepang, tingkat pengangguran mengalami penurunan. Tingkat pengangguran Jepang pada bulan Desember 2014 cenderung menurun sebesar 3,4 persen dibandingkan bulan September 2014 sebesar 3,6 persen. Namun demikian, jumlah pengangguran secara tahunan menurun hingga sebesar 6,7 persen (YoY) atau menjadi sebesar 2,1 juta orang dibandingkan bulan Desember 2013. Pemerintah Jepang berada dalam posisi sulit, kenaikan pajak penjualan untuk mengurangi beban utang pemerintah semakin membuat perekonomian Jepang terpuruk. Di sisi lain, kebijakan Abenomics yang pro pengeluaran semakin menambah utang pemerintah. Oleh karena itu, perdana menteri Shinzo Abe memutuskan penundaan kenaikan pajak penjualan hingga bulan April 2016, dan mencari opsi kebijakan fiskal lain untuk memulihkan perekonomian. Sementara itu, Bank of Japan meneruskan kebijakan yang telah dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 melalui stimulus moneter untuk mendorong perbaikan ekonomi dari dampak kenaikan pajak penjualan. Bank of Japan akan meningkatkan pembelian obligasi tahunan pemerintah menjadi sebesar 80,0 triliun dari sebelumnya 50,0 triliun, dan invesment trust real estate Jepang menjadi sebesar 90,0 miliar, setelah sebelumnya 30,0 miliar. Stimulus moneter dilakukan agar memperluas basis moneter, dan mempertahankan pelonggaran sehingga mencapai target inflasi 2 persen. Pada bulan September 2014, Jepang diperkirakan kembali mengalami pelemahan defisit perdagangan dan mata uang. Publikasi Departemen Keuangan Jepang memperkirakan neraca perdagangan defisit meningkat tajam hingga sebesar 49,1 persen (YoY) pada bulan Desember 2014, dibandingkan bulan Desember 2013. Sementara, perdagangan Jepang mengalami defisit mencapai USD 12,7 miliar (YoY) untuk tahun fiskal yang berakhir bulan Desember 2014. Defisit perdagangan tersebut menandai defisit berturut-turut dalam 18 bulan terakhir. Secara umum, nilai ekspor Jepang pada bulan Desember 2014 tumbuh sebesar 12,8 persen (YoY), 14

dibandingkan bulan Desember 2013. Depresiasi mata uang Yen dan penjualan otomotif Jepang mendorong kinerja ekspor membaik. Di lain pihak, impor juga mengalami perlambatan dengan tumbuh sebesar 1,9 persen (YoY), dibandingkan periode waktu yang sama tahun sebelumnya. Kinerja impor yang menguat disebabkan oleh kenaikan impor gas alam. Peningkatan dalam impor bahan bakar fosil untuk mengimbangi kebutuhan energi akibat penutupan pembangkit listrik tenaga nuklir pasca gempa dan tsunami pada bulan Maret 2011. Defisit neraca perdagangan tahunan Jepang juga disebabkan oleh pelemahan nilai Yen. Depresiasi mata uang dapat menarik pembeli asing dan meningkatkan keuntungan eksportir dengan pendapatan dari luar negeri. Namun, mata uang yang terdepresiasi juga mengakibatkan harga impor semakin mahal dan mempengaruhi neraca perdagangan. Pada bulan Desember 2014, mata uang Yen terdepresiasi terhadap Dolar menjadi sebesar 102,3/USD. Pada Desember 2014, IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Jepang pada tahun 2015 dari 0,8 persen menjadi 0,6 persen. Proyeksi pertumbuhan Jepang pada tahun 2016 dari IMF turun dari sebesar 0,9 persen menjadi 0,8 persen. Pada triwulan III tahun 2014, perekonomian Jepang sempat mengalami resesi. Permintaan domestik sektor swasta tidak kunjung membaik seiring penundaan pemberlakuan pajak penjualan. IMF menyarankan pemerintah Jepang melaksanakan easy monetary policy, dan melanjutkan penundaan pemberlakuan pajak penjualan untuk mendorong aktivitas perekonomian, kenaikan harga minyak, dan depresiasi mata uang Yen. IMF memproyeksi penguatan perekonomian Jepang serta pertumbuhan diatas rata-rata pada tahun 2015 dan 2016. Sementara itu, ADB juga menurunkan estimasi pertumbuhan ekonomi Jepang pada 2014 menjadi 0,2 persen, setelah sebelumnya diprediksikan 1,0 persen. Sebaliknya, pada proyeksi ADB pertumbuhan ekonomi Jepang tahun 2015 naik 0,1 persen menjadi sebesar 1,5 persen. ADB memperkirakan perbaikan secara bertahap konsumsi swasta, dan kenaikan pengeluaran pemerintah, meskipun stagnasi pertumbuhan investasi masih terjadi. Pada tahun 2015, perekonomian Jepang diperkirakan menguat, walaupun akan menghadapi berbagai risiko. ADB menyatakan skeptisisme dalam negeri atas keberhasilan reformasi struktural, stimulus fiskal, dan moneter yang sudah dilakukan bisa menggagalkan upaya untuk menghidupkan kembali perekonomian Jepang. Perekonomian Singapura Sebagai negara dengan realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) terbesar ke Indonesia, perekonomian Singapura memberi dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Singapura merilis pertumbuhan ekonomi negara tersebut pada triwulan IV tahun 2014 sebesar 1,5 persen (YoY), menurun dibandingkan triwulan IV tahun 2013 sebesar 4,9 persen (YoY). Pertumbuhan ekonomi Singapura pada triwulan IV tahun 2014 tumbuh 15

sebesar 1,6 persen (QtQ), menurun dibandingkan pada triwulan III tahun 2014 yaitu sebesar 6,9 persen (QtQ). Perekonomian Singapura mulai memasuki jalur pertumbuhan moderat disebabkan oleh pelemahan ekonomi negara maju, kontraksi sektor manufaktur akibat permintaan global yang tidak menentu, pasar properti melambat, pembatasan kredit makroprudensial, dan tenaga kerja asing. Sektor manufaktur Singapura terkontraksi sebesar -2,0 persen (YoY), menurun tajam dibandingkan triwulan IV tahun 2013 yang tumbuh sebesar 7,0 persen (YoY). Sektor manufaktur melemah disebabkan oleh rekayasa transportasi, penurunan elektronik, dan manufaktur umum. Secara triwulanan, sektor manufaktur Singapura terkontraksi sebesar -5,8 persen (QtQ), menurun tajam dibandingkan triwulan III tahun 2014 yang tumbuh sebesar 3,0 persen (QtQ). Sementara, pertumbuhan sektor konstruksi Singapura pada triwulan IV tahun 2014 juga mengalami pelemahan. Pertumbuhan sektor konstruksi hanya sebesar 0,8 persen (YoY), dibandingkan triwulan IV tahun 2013 tumbuh sebesar 7,3 persen (YoY). Pertumbuhan sektor konstruksi yang cenderung moderat didorong oleh aktivitas konstruksi sektor swasta. Sektor kontruksi secara triwulanan tumbuh sebesar 8,0 persen (QtQ), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya hanya tumbuh sebesar 0,1 persen (QtQ). Produksi sektor perdagangan ritel dan grosir pada bulan Desember 2014, tumbuh sebesar 2,6 persen (YoY), dibandingkan periode waktu yang sama tahun sebelumnya. Penguatan di sektor ini disebabkan oleh peningkatan penjualan kendaraan bermotor hingga 41,0 persen. Pertumbuhan sektor jasa makanan dan minuman Singapura bulan Desember 2014 meningkat tumbuh sebesar 1,9 persen (YoY), dibandingkan bulan Desember 2013. Total nilai penjualan jasa makanan dan minuman pada bulan Desember 2014 diperkirakan sebesar USD 686 juta, lebih tinggi dari bulan Desember 2013 sebesar USD 674 juta. Sementara, neraca perdagangan Singapura pada bulan Desember 2014 masih menunjukkan posisi surplus. Neraca perdagangan Singapura pada Desember 2014 mencapai surplus sebesar SGD 4.46 juta, meningkat dibandingkan periode waktu yang sama tahun sebelumnya sebesar SGD 4.22 juta. Berdasarkan Departement of Statistics Singapore, kinerja ekspor terkontraksi sebesar sebesar -0,7 persen (YoY), menurun dibandingkan bulan Desember tahun 2013. Di sisi lain, kinerja impor terkontraksi sebesar -1,4 persen (YoY), dibandingkan periode waktu yang sama tahun sebelumnya. Penurunan kinerja ekspor disebabkan oleh penurunan signifikan ekspor minyak domestik yang terkontraksi hingga sebesar -22,0 persen, dan penguatan ekspor domestik non minyak sebesar 8,7 persen (YoY), serta re ekspor non minyak sebesar 2,3 persen (YoY). 16

Pertumbuhan sektor akomodasi dan jasa makanan Singapura triwulan IV tahun 2014 cenderung melambat hanya sebesar 1,3 persen (YoY), dibandingkan triwulan IV tahun 2013 yang tumbuh sebesar 2,5 persen (YoY). Sektor akomodasi dan jasa makanan secara triwulanan tumbuh sebesar 1,2 persen (QtQ), berbeda dengan triwulan III tahun 2014 yang tumbuh sebesar 1,2 persen (QtQ). Sebaliknya, pertumbuhan sektor industri jasa lainnya pada triwulan IV tahun 2014 meningkat sebesar 2,6 persen, dibandingkan pertumbuhan triwulan IV tahun 2013 sebesar 5,5 persen. Pertumbuhan industri jasa lainnya didukung oleh keuangan, asuransi, dan sektor bisnis. Pada triwulan IV tahun 2014, sektor industri jasa lainnya secara triwulanan menguat sebesar 3,8 persen (QtQ), melemah dibandingkan triwulanan I tahun 2014 sebesar 7,1 persen (QtQ). Dalam publikasi Asian Development Outlook 2014, proyeksi ADB terhadap pertumbuhan ekonomi Singapura tahun 2014 terkoreksi 0,3 persen menjadi sebesar 3,2 persen (YoY). Pada tahun 2015, pertumbuhan ekonomi Singapura dikoreksi turun 0,4 persen atau menjadi 3,5 persen (YoY). PDB akan terus tumbuh dengan kecepatan yang moderat pada tahun 2014 dan 2015. Perekonomian yang sangat bergantung pada perdagangan ini akan mendapat keuntungan dari pemulihan ekonomi global, melalui industri berorientasi eksternal. Perkiraan peningkatan output, dan kenaikan PMI TM (Purchasing Manager Index) diatas 50 basis poin akan menyebabkan penguatan kinerja sektor manufaktur, meskipun kontribusi dari sektor jasa masih cenderung mendatar. Pengetatan pasar tenaga kerja juga masih memberi tekanan pada inflasi dan membebani industri padat karya secara bertahap untuk meredam tekanan harga. Penurunan ekspor barang dalam negeri termasuk minyak yang terus berlangsung, akan membawa surplus neraca perdagangan semakin mengecil hingga akhir tahun 2015. Perkembangan Harga Minyak Mentah Dunia Harga minyak mentah dunia telah mengalami penurunan tajam hingga 60,0 persen dalam enam bulan terakhir. Rata-rata harga minyak mentah dunia pada triwulan IV tahun 2014 sebesar USD 74,6 per barel menurun tajam dibandingkan dengan ratarata harga minyak triwulan III tahun 2014 yang mencapai USD 100,4 per barel. Selanjutnya, pergerakan harga minyak mentah Brent pada triwulan IV tahun 2014 mengalami penurunan drastis hingga USD 76,0 barel dibandingkan triwulan III tahun 2014 sebesar USD 102,1 per barel. Penurunan yang signifikan juga terjadi pada harga minyak mentah Dubai dengan harga sebesar USD 74,6 per barel pada triwulan IV tahun 2014 dibandingkan harga pada triwulanan III tahun 2014 yang mencapai USD 101,6 per barel. Harga minyak mentah WTI pada triwulan III tahun 2014 menurun dibandingkan harga minyak mentah WTI triwulan sebelumnya, pada triwulan IV tahun 2014 menjadi sebesar USD 73,2 per barel, dibandingkan harga minyak mentah WTI pada triwulan III tahun 2014 sebesar USD 97,5 per barel. 17

Perkembangan bulanan harga minyak mentah dunia masih menujukkan tren yang menurun. Harga minyak mentah Brent pada bulan Oktober 2014 mengalami penurunan yang cukup signifikan sebesar USD 10,0 per barel menjadi sebesar USD 87,3 per barel. Pada bulan November dan Desember 2014, harga minyak mentah Brent kembali turun secara signifikan sebesar USD 8,9 per barel, dan USD 16,1 per barel. Demikian pula harga minyak mentah Dubai pada bulan Oktober 2014 turun dari USD 97,0 per barel menjadi sebesar USD 86,6 per barel. Pada bulan November 2014, harga minyak mentah Dubai turun sebesar USD 9,9 per barel dan selanjutnya pada bulan Desember 2014 kembali mengalami penurunan yang cukup tajam sebesar USD 16,2 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah WTI pada bulan Oktober 2014 turun sebesar USD 8,8 per barel menjadi sebesar USD 84,4 per barel. Pada bulan November, dan Desember 2014 turun signifikan sebesar USD 8,6 per barel, dan USD 16,5 per barel. Tabel 3. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barel) Rata-rata Triwulanan Rata-rata Bulanan Harga Minyak Mentah Dunia 2014 2014 Q1 Q2 Q3 Q4 Okt Nov Des Crude Oil (Rata-rata) 103,7 106,3 100,4 74.6 86.1 77.0 60.7 Crude Oil; Brent 107,9 109,8 102,1 76.0 87.3 78.4 62.3 Crude Oil; Dubai 104,4 106,1 101,6 74.6 86.6 76.7 60.5 Crude Oil; WTI 98,7 103,1 97,5 73.2 84.4 75.8 59.3 Indonesian Crude Price Oil 106,5 107,2 99,7 72.9 83.7 75.4 59.6 Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM Pelemahan harga minyak mentah dunia pada triwulan IV tahun 2014 merupakan penurunan terbesar sejak tahun 2008. Secara tahunan, penurunan harga minyak ini menjadi kedua terbesar semenjak diperdagangkan pada pasar berjangka komoditas tahun 1980-an. Harga minyak mentah yang menurun tajam disebabkan oleh kebijakan Menteri Perminyakan UEA yang tidak melakukan pemotongan produksi minyak mentah walaupun harga mencapai USD 40 per barel, dan isu geopolitik di negara produsen minyak seperti Irak dan Libya. Kondisi ini semakin diperparah dengan keputusan OPEC untuk tidak menetapkan patokan harga minyak mentah, dan mempertahankan kuota produksi sebesar 30 juta barel per hari. Sementara itu, potensi kenaikan cadangan minyak mentah terjadi akibat keputusan Amerika Serikat mengimpor lebih sedikit. Kondisi ini dapat mendorong harga minyak mentah semakin terpuruk mengingat Amerika Serikat merupakan konsumen minyak kedua terbesar di dunia. Demikian pula dengan kebijakan efisiensi penggunaan bahan bakar minyak, dan lemahnya permintaan minyak mentah akibat perlambatan ekonomi negara-negara maju akan semakin menekan pasar global. 18

Sama halnya dengan pergerakan harga minyak dunia, harga minyak dalam negeri yaitu Indonesia Crude Oil Price (ICP) pada triwulan IV tahun 2014 juga menurun. Pada triwulan IV tahun 2014, ICP sebesar USD 72,9 per barel atau turun tajam hingga sebesar USD 26,8 per barel dibandingkan dengan ICP triwulan III tahun 2014. Selanjutnya, harga minyak ICP pada bulan Oktober 2014 mengalami penurunan sebesar USD 11,3 per barel atau menjadi sebesar USD 83,7 per barel. Harga minyak ICP pada November 2014 menurun sebesar USD 8,3 per barel, dan bulan Desember 2014 kembali mengalami penurunan sebesar USD 15,8 per barel menjadi USD 59,6 per barel. Pergerakan harga minyak ICP sejalan dengan harga minyak mentah utama di pasar internasional. Pelemahan harga minyak ICP disebabkan oleh kekhawatiran pasar atas kebijakan negara-negara Timur Tengah (Arab Saudi, Irak, Iran, Kuwait) menurunkan harga jual (Official Selling Price) minyak mentahnya, dan apresiasi mata uang dolar Amerika Serikat. Laporan Energy Information Administration menyatakan stok minyak mentah Amerika Serikat naik sebesar 6,2 juta barel dibandingkan bulan sebelumnya. Namun demikian, publikasi OPEC bulan Desember 2014 menyatakan bahwa proyeksi permintaan minyak mentah global tahun 2014 mengalami penurunan menjadi sebesar 91,13 juta barel per hari, atau turun 0,06 juta barel per hari dibandingkan proyeksi sebelumnya. Untuk kawasan Asia Pasifik, penurunan harga minyak mentah disebabkan oleh perlambatan ekonomi Tiongkok, serta menurunnya permintaan, dan penggunaan gasoil India. Gambar 3. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel) Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM 19

PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Perekonomian Indonesia kembali mengalami perlambatan pada triwulan IV tahun 2014 dengan tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY). Perekonomian Indonesia sepanjang tahun 2014 hanya tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY). Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV tahun 2014 surplus sebesar USD 2,4 miliar atau lebih rendah dibandingkan dengan surplus NPI pada triwulan III tahun 2014 yang mencapai USD 6,5 miliar. Sepanjang tahun 2014, neraca pembayaran Indonesia mengalami surplus sebesar USD 15,2 miliar setelah pada tahun 2013 mengalami defisit sebesar USD 7,3 miliar. 20

Perekonomian Indonesia yang diharapkan dapat membaik pada tahun 2014 harus kembali tertahan oleh berbagai faktor global dan domestik. Ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY) atau berada di bawah target pertumbuhan ekonomi pemerintah yang besarnya 5,7 persen (YoY) dan dan merupakan yang terendah sejak tahun 2010. Perlambatan ekonomi Indonesia sudah terjadi sejak tahun 2010 akibat perlambatan ekonomi global, pelemahan harga komoditas internasional, serta beberapa faktor domestik. Memasuki tahun 2015, ekonomi Indonesia diproyeksi akan membaik karena berbagai faktor. Pemerintahan baru sejak Oktober 2014 telah mengambil berbagai kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia seperti dengan menetapkan subsidi tetap untuk bahan bakar minyak, membuka kesempatan investasi yang lebih efisien dengan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, dan menyalurkan pengeluaran fiskal untuk pembangunan infrastruktur. Dengan demikian, pemerintah mentargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7 persen (YoY) pada tahun 2015. Namun, beberapa lembaga internasional tidak terlalu optimis dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih rentan menghadapi perlambatan ekonomi Tiongkok, kebijakan tapering off di Amerika Serikat, dan pelemahan harga komoditas internasional. IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015 sebesar 5,1 persen (YoY). Sementara itu, Bank Dunia memproyeksikan ekonomi Indonesia dapat tumbuh sebesar 5,2 persen (YoY) pada tahun 2015. PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2000-2014 (persen) Sumber: Badan Pusat Statistik Perekonomian Indonesia kembali mengalami perlambatan pada triwulan IV tahun 2014 dengan tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY). Pada triwulan IV tahun sebelumnya, 21

ekonomi Indonesia mampu tumbuh sebesar 5,6 persen (YoY). Dari sisi lapangan usaha, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial yang tumbuh 6,1 persen (YoY) menjadi salah satu faktor yang memicu perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada triwulan IV tahun 2013, lapangan usaha ini mampu tumbuh sebesar 10,7 persen (YoY). Perlambatan ini karena perlambatan pada jasa kesehatan dan kegiatan sosial pemerintah dengan hanya tumbuh sebesar 1,2 persen (YoY), meskipun tumbuh sebesar 13,4 persen (YoY) pada triwulan yang sama tahun sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan ekonomi juga dipicu oleh pertumbuhan Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 3,5 persen (YoY) yang pada triwulan IV tahun sebelumnya dapat tumbuh sebesar 6,1 persen (YoY). Perlambatan ini terjadi karena terjadinya kedua perlambatan pada perdagangan mobil, sepeda motor, dan reparasinya serta perdagangan besar dan eceran, bukan mobil dan sepeda motor yang masing-masing tumbuh sebesar 3,0 dan 3,6 persen (YoY) akibat perlambatan PDB dan kenaikan harga BBM pada triwulan IV tahun 2014. Perlambatan juga terjadi pada Jasa Pendidikan dengan pertumbuhan sebesar 7,1 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2014 meskipun pada triwulan yang sama tahun sebelumnya mampu tumbuh sebesar 9,4 persen (YoY) akibat melambatnya jasa pendidikan pemerintah yang hanya tumbuh sebesar 5,9 persen (YoY). Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan tumbuh sebesar 2,8 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2014 atau melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan III tahun 2014 sebesar 4,6 persen (YoY). Hal ini terjadi akibat menurunnya pertumbuhan tanaman pangan serta jasa pertanian dan perburuan masing-masing sebesar 3,3 dan 2,8 persen (YoY). Perlambatan lapangan usaha ini secara umum juga disebabkan oleh kekeringan di sentra-sentra padi pulau Jawa yang menyebabkan mundurnya masa tanam, kelangkaan pupuk dan benih bersubsidi, penurunan harga komoditas tanaman perkebunan seperti karet dan kelapa sawit di pasar internasional, dan penurunan permintaan luar negeri karena stok berlimpah. Pertumbuhan Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang yang besarnya 2,7 persen (YoY) juga melambat dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2013 yang besarnya 4,5 persen (YoY) akibat pengadaan air swasta yang melambat dengan pertumbuhan sebesar 2,5 persen (YoY). Tabel 4. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan IV Tahun 2014 Menurut Lapangan Usaha (YoY) 22

URAIAN 2012 2013 2014 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5,5 4,2 5,6 2,8 4,2 4,6 3,5 4,6 5,3 5,0 3,6 2,8 Pertambangan dan Penggalian 7,3 5,5 0,6-0,8 0,9 0,7 2,7 2,7-2,0 1,1 0,8 2,2 Industri Pengolahan 5,9 5,4 5,2 6,0 4,7 5,4 3,7 4,2 4,5 4,8 5,0 4,2 Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es 6,5 11,0 12,1 10,4 9,8 4,7 2,4 4,4 3,3 6,5 6,0 6,5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 3,3 3,8 3,6 2,7 3,5 3,6 4,7 4,5 3,6 3,2 2,8 2,7 Konstruksi 6,3 5,8 6,8 7,2 5,4 6,3 6,5 6,2 7,2 6,5 6,5 7,7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,5 5,5 4,5 4,4 3,0 4,8 4,9 6,1 6,1 5,1 4,8 3,5 Transportasi dan Pergudangan 7,2 6,3 7,4 7,5 7,4 8,9 8,3 8,9 8,4 8,5 8,0 7,1 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6,9 6,3 6,1 7,2 7,0 7,0 6,9 6,3 6,5 6,4 5,9 4,9 Informasi dan Komunikasi 12,3 12,4 12,8 11,6 10,6 11,4 10,1 9,5 9,8 10,5 9,8 10,0 Jasa Keuangan dan Asuransi 3,6 5,3 13,2 16,2 13,2 11,0 9,2 3,5 3,2 4,9 1,5 10,2 Real Estate 5,2 6,4 8,5 9,5 8,9 7,7 5,4 4,3 4,7 4,9 5,1 5,3 Jasa Perusahaan 8,0 8,1 7,4 6,3 7,8 7,6 8,2 8,0 10,3 10,0 9,3 9,7 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,4 7,6-2,0 0,8 1,6-2,1 6,4 3,8 2,9-2,5 2,6 6,9 Jasa Pendidikan 8,1 10,7 3,8 10,2 11,7 3,2 8,6 9,4 5,2 5,4 7,3 7,1 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,4 8,2 5,5 9,8 6,9 5,2 8,3 10,7 7,7 8,5 9,9 6,1 Jasa lainnya 6,8 6,0 5,6 4,8 5,6 5,6 6,2 8,2 8,4 9,5 9,5 8,4 PRODUK DOMESTIK BRUTO 6,1 6,2 5,9 5,9 5,6 5,6 5,5 5,6 5,1 5,0 4,9 5,0 Sumber: Badan Pusat Statistik Sementara itu, kinerja lapangan usaha Jasa Keuangan dan Asuransi dengan pertumbuhan sebesar 10,2 persen (YoY) cukup berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV tahun 2014 yang ditopang oleh pertumbuhan sub lapangan usaha Jasa Perantara Keuangan dengan pertumbuhan sebesar 11,9 persen (YoY). Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Jasa Keuangan dan Asuransi pada triwulan IV tahun 2013 yang besarnya hanya mencapai 3,5 persen (YoY). Peningkatan kredit yang disalurkan dan peningkatan premi asuransi mendorong pertumbuhan lapangan usaha ini. Pertumbuhan ekonomi juga didorong oleh pertumbuhan lapangan usaha Informasi dan Komunikasi sebesar 10,0 persen (YoY) atau lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 9,5 persen (YoY). Pertumbuhan lapangan usaha ini didorong oleh informasi dan komunikasi swasta yang tumbuh sebesar 10,0 persen (YoY). Peningkatan industri telekomunikasi disebabkan oleh penambahan jumlah BTS (Base Transceiver Station) 23

dari beberapa operator telekomunikasi, komersialisasi layanan internet mobile generasi keempat long term evolution (4G-LTE), dan modernisasi jaringan di 23 kota besar di Indonesia. Pada triwulan IV tahun 2014, Jasa Perusahaan juga tumbuh tinggi sebesar 9,7 persen (YoY) atau meningkat dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2013 sebesar 8,0 persen (YoY) karena peningkatan belanja iklan dan jasa persewaan. Selain itu, pertumbuhan Industri Pengolahan yang besarnya 4,2 persen (YoY) juga turut mendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV tahun 2014 terutama disebabkan oleh pertumbuhan makanan dan minuman sebesar 7,8 persen (YoY) yang disebabkan oleh permintaan domestik dan luar negeri yang meningkat seiring dengan musim liburan akhir tahun. Tabel 5. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2009-2014 Menurut Lapangan Usaha URAIAN 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,6 3,5 3,9 4,6 4,2 4,2 Pertambangan dan Penggalian 5,4 4,1 4,3 3,0 1,7 0,5 Industri Pengolahan 1,1 3,8 6,3 5,6 4,5 4,6 Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es 10,2 8,1 5,7 10,1 5,2 5,6 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0,1 6,7 4,7 3,3 4,1 3,0 Konstruksi 6,2 6,8 9,0 6,6 6,1 7,0 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 0,5 9,1 9,7 5,4 4,7 4,8 Transportasi dan Pergudangan 3,7 7,1 8,3 7,1 8,4 8,0 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,5 6,3 6,9 6,6 6,8 5,9 Informasi dan Komunikasi 15,8 14,9 10,0 12,3 10,4 10,0 Jasa Keuangan dan Asuransi 4,2 5,7 7,0 9,5 9,1 4,9 Real Estate 2,6 8,7 7,7 7,4 6,5 5,0 Jasa Perusahaan 8,4 8,4 9,2 7,4 7,9 9,8 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 8,7 7,9 6,4 2,1 2,4 2,5 Jasa Pendidikan 8,7 11,8 6,7 8,2 8,2 6,3 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,2 5,9 9,3 8,0 7,8 8,0 Jasa lainnya 3,3 7,9 8,2 5,8 6,4 8,9 PRODUK DOMESTIK BRUTO 4,7 6,4 6,2 6,0 5,6 5,0 Sumber: Badan Pusat Statistik Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2014 dari sisi lapangan usaha ditopang terutama oleh Informasi dan Komunikasi yang tumbuh sebesar 10,0 persen (YoY), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan IV tahun 2013 yang besarnya 10,4 persen (YoY). Selain itu, Jasa Perusahaan yang tumbuh sebesar 9,8 persen (YoY) dan Jasa Lainnya yang tumbuh sebesar 8,9 persen (YoY) juga turut mendorong laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kedua lapangan usaha ini juga mengalami peningkatan karena pada triwulan yang sama pada tahun sebelumnya masing-masing lapangan usaha tumbuh sebesar 7,9 dan 6,4 24

persen (YoY). Kedua lapangan usaha ini didorong oleh kenaikan belanja iklan barang konsumsi dan politik serta beberapa acara internasional yang diselenggarakan di Indonesia dan banyaknya libur nasional selama tahun 2014. Sementara itu, lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian yang beberapa tahun sebelumnya mampu tumbuh hingga 3,0 5,5 persen (YoY) setiap tahunnya hanya mampu tumbuh sebesar 0,5 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2014 terutama akibat menurunnya kegiatan pertambangan minyak, gas, dan panas bumi sebesar 2,4 persen (YoY). Penerapan UU Minerba No. 4/2009 yang melarang ekspor mineral mentah (bijih) efektif sejak awal 2014 juga menyebabkan kinerja produksi Pertambangan dan Penggalian menurun. Lapangan usaha Jasa Keuangan dan Asuransi juga jauh melambat dengan pertumbuhan sebesar 4,9 persen (YoY) meskipun pada tahun sebelumnya mampu tumbuh mencapai 9,1 persen (YoY) karena perlambatan kinerja Jasa Perantara Keuangan. Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan IV Tahun 2014 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) URAIAN 2012 2013 2014 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,2 5,4 5,4 5,4 5,1 5,1 5,0 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 6,2 6,9 7,0 6,7 6,5 6,4 6,7 12,8 23,7 22,8 5,6-0,2 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 7,7 16,8-2,0-0,1 3,0 3,2 12,4 7,9 6,1-1,5 1,3 2,8 Pembentukan Bruto Modal Tetap Domestik 7,0 10,1 9,5 9,8 7,9 5,5 6,0 2,1 4,7 3,7 3,9 4,3 Ekspor Barang dan Jasa 6,8 1,7-2,6 1,1 3,5 2,1 1,3 9,4 3,2 1,4 4,9-4,5 Dikurangi Impor Barang dan Jasa 11,1 15,4 0,5 5,8 2,9 0,9 4,9-0,9 5,0 0,4 0,3 3,2 PRODUK DOMESTIK BRUTO 6,1 6,2 5,9 5,9 5,6 5,6 5,5 5,6 5,1 5,0 4,9 5,0 Sumber: Badan Pusat Statistik Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV tahun 2014 masih ditopang oleh Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga yang tumbuh 5,0 persen (YoY), melambat dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2013 yang tumbuh 5,4 persen (YoY), karena adanya tekanan inflasi akibat kenaikan harga BBM. Pengeluaran konsumsi rumah tangga yang paling tinggi adalah untuk restoran dan hotel yang tumbuh 7,5 persen (YoY), diikuti oleh pertumbuhan transportasi dan komunikasi sebesar 5,8 persen (YoY) serta kesehatan dan pendidikan sebesar 5,7 persen (YoY). Sementara itu, kebijakan efisiensi anggaran pemerintah berpengaruh pada perlambatan pertumbuhan triwulan IV tahun 2014. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah tumbuh 2,8 persen (YoY) meskipun pada triwulan IV tahun 2013, Pengeluaran Konsumsi Pemerintah mampu tumbuh sebesar 7,9 persen (YoY). Perlambatan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada triwulan IV tahun 2014 akibat perlambatan pada konsumsi kolektif yang tumbuh sebesar 3,1 persen (YoY) meskipun pada triwulan yang sama tahun sebelumnya dapat tumbuh mencapai 11,9 persen (YoY). Sementara itu pada triwulan IV tahun 2014, Pengeluaran Konsumsi 25

LNPRT (Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga) tumbuh menurun sebesar 0,2 persen (YoY) atau melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan IV tahun 2013 sebesar 12,8 persen (YoY). Hal ini disebabkan oleh persiapan Pemilu 2014 dan Pemilukada yang berlangsung pada tahun sebelumnya namun tidak berlangsung pada triwulan ini. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan IV tahun 2014 tumbuh sebesar 4,3 persen (YoY) meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan PMTB pada triwulan IV tahun 2013 yang besarnya mencapai 2,1 persen (YoY). Peningkatan PMTB terutama dipengaruhi oleh pertumbuhan produk kekayaan intelektual sebesar 12,2 persen (YoY). Ekspor barang dan jasa masih menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan terkontraksi sebesar -4,5 persen (YoY), jauh lebih buruk dibandingkan triwulan IV tahun 2013 yang pertumbuhannya mencapai 9,4 persen (YoY). Pertumbuhan negatif tersebut terjadi akibat ekspor barang nonmigas yang tumbuh 5,0 persen (YoY) dan migas yang tumbuh 6,0 persen. Impor barang dan jasa tumbuh sebesar 3,2 persen (YoY) atau meningkat dibandingkan triwulan IV tahun 2013 tumbuh sebesar -0,9 persen (YoY). Pertumbuhan impor terjadi akibat meningkatnya pertumbuhan impor migas yang mencapai 11,1 persen (YoY). Tabel 7. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2009-2014 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran URAIAN 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 4,6 4,3 5,1 5,5 5,4 5,1 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 12,4-3,7 5,5 6,7 8,2 12,4 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 11,2 4,0 5,5 4,5 6,9 2,0 Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 3,9 6,7 8,9 9,1 5,3 4,1 Ekspor Barang dan Jasa -2,0 15,3 14,8 1,6 4,2 1,0 Dikurangi Impor Barang dan Jasa -9,3 16,6 15,0 8,0 1,9 2,2 PRODUK DOMESTIK BRUTO 4,7 6,4 6,2 6,0 5,6 5,0 Sumber: Badan Pusat Statistik Secara kumulatif dari sisi pengeluaran, Pengeluaran Konsumsi LNPRT mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2014 dengan pertumbuhan sebesar 12,4 persen atau meningkat 4,2 persen (YoY) dibandingkan dengan tahun 2013 karena meningkatnya pengeluaran Pemilu 2014. Sebaliknya, terjadi perlambatan pada jenis pengeluaran yang lain terutama Pengeluaran Konsumsi Pemerintah dan Ekspor Barang dan Jasa yang masing-masing tumbuh sebesar 2,0 dan 1,0 persen (YoY). Hal ini terjadi akibat ekspor barang migas yang menurun sebesar 3,4 persen (YoY). Pada tahun sebelumnya Pengeluaran Konsumsi Pemerintah dapat tumbuh sebesar 6,9 persen (YoY) sedangkan Ekspor Barang dan Jasa juga dapat tumbuh sebesar 4,2 persen (YoY). Rendahnya daya serap belanja pemerintah dan realisasi social transfer in-kind memicu perlambatan pengeluaran konsumsi pemerintah. Sementara itu, kinerja ekspor barang melambat karena kinerja perekonomian negara tujuan ekspor yang melambat. 26

Indeks Tendensi Konsumen Indeks Tendensi Konsumen (ITK) pada triwulan IV tahun 2014 mencapai 107,6 basis poin yang menunjukkan kondisi ekonomi konsumen meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan ini terjadi karena peningkatan pendapatan rumah tangga dengan nilai indeks sebesar 106,1 basis poin, rendahnya pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari sebesar 106,3 basis poin, serta peningkatan konsumsi beberapa komoditas makanan dan bukan makanan dengan nilai indeks sebesar 113,0 basis poin. Tingkat optimisme konsumen ini lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III tahun 2014 yang mencapai 112,4. Tabel 8. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2013 Triwulan III Tahun 2014 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya Variabel Pembentuk 2013 2014 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Pendapatan rumah tangga 106,0 109,3 112,1 110,8 108,8 110,7 113,5 106,1 Pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari 105,4 108,0 109,7 108,3 110,4 112,6 109,9 106,3 Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan (daging, ikan, susu, buah-buahan, dll) dan bukan makanan (pakaian, perumahan, pendidikan, transportasi, kesehatan, dan rekreasi) 100,8 105,2 115,0 108,5 112,5 108,5 113,2 113,0 Indeks Tendensi Konsumen 104,7 108,0 112,0 109,6 110,0 110,8 112,4 107,6 Sumber: Badan Pusat Statistik Meskipun pada triwulan IV tahun 2014 pertumbuhan ITK menurun 1,8 persen (YoY), masih terdapat optimisme konsumen yang menganggap triwulan IV tahun 2014 lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya akibat kenaikan harga BBM. Kondisi ekonomi konsumen diperkirakan akan membaik pada triwulan I tahun 2015 sehingga dapat mencapai 106,9 yang didorong oleh peningkatan pendapatan masyarakat dan rencana pembelian barang-barang tahan lama. Gambar 5. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2013 Triwulan IV Tahun 2014 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 27

Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia kembali meningkat pada bulan Oktober 2014 yang besarnya mencapai 120,6. Namun pada bulan November 2014, IKK melemah menjadi 120,2 akibat kenaikan harga BBM. Pada bulan Desember 2014, IKK kembali mengalami pelemahan menjadi 116,5 namun masih berada pada level optimis. Pelemahan tersebut terutama didorong oleh melemahnya seluruh indeks pembentuknya baik Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) saat ini maupun Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) terhadap kondisi ekonomi 6 bulan mendatang. IKK kembali menguat pada bulan Januari 2015 dengan indeks sebesar 120,2 yang didorong oleh meningkatnya optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi 6 bulan mendatang. Pada bulan Januari 2015, IEK mencapai 130,7 atau meningkat 7,9 poin dari indeks bulan sebelumnya. Peningkatan IEK didorong oleh peningkatan seluruh indeks pembentuknya, terutama indeks ekspektasi kegiatan usaha dari 121,3 pada bulan Desember 2014 menjadi sebesar 133,9 pada bulan Januari 2015 dan indeks ekspektasi penghasilan dari 133,2 pada bulan Desember 2014 menjadi sebesar 143,4 pada bulan Januari 2015. Selain itu, indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja juga meningkat dari 113,9 pada bulan Desember 2014 menjadi sebesar 114,7 pada bulan Januari 2015. Di sisi lain, IKE pada bulan Januari 2015 adalah sebesar 109,7 lebih rendah dibandingkan dengan IKE pada bulan Desember 2014 yang besarnya 110,2. Pada bulan Januari 2015, indeks ketersediaan lapangan kerja melemah menjadi sebesar 96,5 dari indeks yang besarnya 100,5 pada bulan Desember 2014. Sementara itu, indeks penghasilan saat ini dan indeks ketepatan waktu pembelian barang tahan lama mengalami kenaikan masing-masing sebesar 0,7 dan 1,8 poin. Tabel 9. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Juni 2014 Januari 2015 KETERANGAN 2014 2015 Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 116,3 119,8 120,2 119,8 120,6 120,1 116,5 120,2 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) 111,1 113,9 115,6 115,8 113,3 114,1 110,2 109,7 Penghasilan saat ini 127,8 131,7 132,9 130,6 129,1 128,1 123,8 124,5 Ketersediaan lapangan kerja 96,7 97,5 103,2 104,3 99,5 103,2 100,5 96,5 Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama 108,8 112,5 110,7 112,6 111,2 110,9 106,4 108,2 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 121,4 125,7 124,8 123,7 128,0 126,1 122,8 130,7 Ekspektasi Penghasilan 134,4 136,5 135,7 135,6 135,4 135,5 133,2 143,4 Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja 106,8 110,7 112 114,2 118,7 116,1 113,9 114,7 Ekspektasi Kegiatan Usaha 123,0 130,0 126,6 121,3 129,9 126,6 121,3 133,9 Sumber: Bank Indonesia 28

Trend penurunan IKK terjadi pada bulan Oktober 2014 Desember 2014 namun kembali meningkat pada bulan Januari 2015. Pada bulan Oktober 2014, pertumbuhan IKK sempat mencapai sebesar 10,1 persen (YoY). Pertumbuhan IKK pada bulan November 2014 melambat menjadi sebesar 5,1 persen (YoY). Sementara pada bulan Desember 2014, IKK tidak mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan IKK kembali meningkat pada bulan Januari 2015 dengan pertumbuhan 3,0 persen (YoY). Gambar 6. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari 2014 Januari 2015 Sumber: Bank Indonesia, diolah Perkembangan Konsumsi Semen Konsumsi semen di Indonesia mengalami tren pelemahan pada triwulan IV tahun 2014, meskipun jumlah konsumsi semen pada triwulan IV tahun 2014 yang besarnya 16.916,1 ribu ton meningkat 2.866,4 ribu ton dibandingkan dengan jumlah konsumsi semen pada triwulan III tahun 2014. Sepanjang triwulan IV tahun 2014, konsumsi semen tertinggi terjadi pada bulan November 2014 dengan jumlah konsumsi semen sebesar 5.785,7 ribu ton atau tumbuh 3,9 persen (YoY). Sementara itu, konsumsi semen pada bulan Oktober 2014 yang besarnya 5.785,7 ribu ton atau tumbuh 3,2 persen (YoY) meningkat dibandingkan dengan konsumsi semen pada bulan September 2014. Konsumsi semen pada bulan Desember 2014 yang besarnya 5.371,7 ribu ton menurun dibandingkan dengan bulan sebelumnya dengan tumbuh 1,7 persen (YoY). Perlambatan yang terjadi pada triwulan terakhir tahun 2014 terjadi akibat pengetatan kredit rumah oleh perbankan, penurunan harga-harga komoditas, dan mundurnya beberapa proyek infrastruktur seperti jalan tol. Sepanjang tahun 2014, konsumsi semen Indonesia mencapai 59.909,5 ribu atau tumbuh 3,1 persen (YoY) dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 29

Gambar 7. Perkembangan Konsumsi Semen Indonesia Oktober 2013 Desember 2014 Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Perkembangan Konsumsi Kendaraan Bermotor Pada triwulan IV tahun 2014, konsumsi mobil di Indonesia mengalami tren penurunan dibandingkan dengan jumlah konsumsi pada bulan-bulan sebelumnya. Pada bulan Oktober 2014, konsumsi mobil di Indonesia berjumlah 105,2 ribu unit atau menurun 6.817 unit dibandingkan dengan konsumsi mobil pada bulan Oktober 2014. Pertumbuhan konsumsi mobil pada bulan Oktober 2014 terkontraksi sebesar 6,1 persen (YoY). Pada bulan November 2014, konsumsi mobil mengalami penurunan dengan konsumsi sebesar 91,3 ribu unit. Dengan demikian, pertumbuhan konsumsi mobil pada bulan November 2014 mengalami kontraksi sebesar 18,3 persen (YoY). Pada bulan Desember 2014, konsumsi mobil di Indonesia kembali mengalami penurunan menjadi sebesar 78,8 ribu unit, atau terkontraksi sebesar 19,3 persen (YoY). Pada keseluruhan tahun 2014, konsumsi mobil berjumlah 1.208,0 ribu atau menurun dibandingkan dengan konsumsi mobil pada tahun 2013 yang jumlahnya mencapai 1.229,9 ribu. Penurunan ini merupakan yang pertama kalinya sejak lima tahun terakhir. Namun, diperkirakan konsumsi mobil akan kembali meningkat pada tahun 2015 karena meningkatnya popularitas Low Cost Green Car (LCGC), perkiraan memulihnya ekonomi domestik pada tahun 2015, dan meningkatnya masyarakat kelas menengah di Indonesia. 30

Gambar 8. Perkembangan Konsumsi Mobil Oktober 2013-Desember 2014 Sumber: Gaikindo, diolah Neraca Pembayaran Indonesia Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV tahun 2014 surplus sebesar USD 2,4 miliar atau lebih rendah dibandingkan dengan surplus NPI pada triwulan III tahun 2014 yang mencapai USD 6,5 miliar. Memburuknya kinerja NPI tersebut disebabkan oleh menurunnya surplus neraca transaksi finansial. Pada triwulan IV tahun 2014, surplus neraca transaksi finansial sebesar USD 7,8 miliar, lebih rendah dibandingkan surplus pada triwulan III tahun 2014 yang mencapai USD 13,9 miliar. Di sisi lain, defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan IV tahun 2014 sebesar USD 6,2 miliar (2,8 persen PDB) lebih rendah dibandingkan dengan defisit pada triwulan III tahun 2014 sebesar USD 7,0 miliar (3,0 persen PDB). Sejalan dengan surplus NPI, cadangan devisa Indonesia pada triwulan IV tahun 2014 mencapai USD 111,9 miliar atau setara dengan 6,4 bulan impor. Kinerja defisit neraca transaksi berjalan yang membaik pada triwulan IV tahun 2014 didorong oleh surplus neraca perdagangan barang sebesar USD 2,4 miliar yang hanya surplus sebesar USD 1,6 miliar pada triwulan III tahun 2014. Surplus neraca perdagangan barang dipengaruhi oleh peningkatan ekspor neraca perdagangan nonmigas pada triwulan III tahun 2014 yang besarnya USD 4,9 miliar atau meningkat USD 0,6 miliar dari surplus pada triwulan sebelumnya. Ekspor nonmigas sebesar USD 36,6 persen mendorong peningkatan surplus neraca perdagangan barang. Pertumbuhan ekspor nonmigas ditopang oleh kenaikan permintaan, khususnya minyak nabati dan produk manufaktur, yang terjadi di saat tren penurunan harga komoditas masih berlanjut. Sementara itu, defisit neraca perdagangan migas pada triwulan IV tahun 2014 semakin menyusut dengan defisit sebesar USD 2,8 miliar dibandingkan triwulan III 31

tahun 2014 dengan defisit sebesar USD 3,1 miliar. Pelemahan harga minyak mentah dunia menyebabkan impor migas menurun dan hanya sebesar USD 9,2 miliar. Defisit neraca perdagangan jasa pada triwulan IV tahun 2014 sebesar USD 2,8 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan defisit pada triwulan III tahun 2014 sebesar USD 2,6 miliar. Peningkatan defisit neraca perdagangan jasa dipengaruhi oleh turunnya net penerimaan jasa perjalanan seiring kenaikan jumlah pengeluaran penduduk Indonesia selama berkunjung ke luar negeri. Di sisi lain, surplus neraca transaksi finansial yang menurun disebabkan oleh menurunnya total aliran masuk dana asing dalam bentuk investasi langsung. Surplus investasi langsung sebesar USD 2,6 miliar lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar USD 5,9 miliar akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi. Selain itu, meningkatnya pembayaran utang luar negara kepada afiliasinya, terutama di sektor migas, menjadi faktor penyebab utama berkurangnya arus masuk investasi langsung. Investasi portofolio juga mengalami surplus sebesar USD 1,6 miliar meskipun lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar USD 7,4 miliar. Penurunan surplus ini dipengaruhi oleh faktor global akibat dinamika geopolitik, perlambatan ekonomi Tiongkok, dan normalisasi kebijakan The Fed yang terus berlangsung sehingga meningkatkan risiko pembalikan modal asing dari emerging markets, termasuk Indonesia. Selain itu, adanya faktor domestik terkait kondisi dalam negeri yang diwarnai pelemahan Rupiah akibat faktor global dan adanya kebutuhan valuta asing yang cukup besar untuk pembayaran kewajiban di akhir tahun. Sementara itu, surplus investasi lainnya sebesar USD 3,7 miliar atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III tahun 2014 sebesar USD 1,4 miliar. Hal ini terutama dipengaruhi oleh kebutuhan pembiayaan dalam negeri yang tinggi karena meningkatnya penarikan pinjaman luar negeri korporasi dan penarikan aset penduduk di luar negeri. Sepanjang tahun 2014, neraca pembayaran Indonesia mengalami surplus sebesar USD 15,2 miliar setelah pada tahun 2013 defisit sebesar USD 7,3 miliar. Defisit transaksi berjalan yang menurun menjadi USD 26,2 miliar dibandingkan dengan defisit pada tahun sebelumnya sebesar USD 29,1 miliar. Perbaikan kinerja tersebut terutama dipengaruhi oleh menurunnya impor akibat melemahnya permintaan domestik sebagai dampak dari moderasi pertumbuhan ekonomi. Pemulihan ekonomi AS turut membantu perbaikan tersebut sehingga mendorong perbaikan ekspor manufaktur. Di sisi lain, kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia mendorong surplus neraca transaksi modal dan finansial sebesar USD 43,6 miliar dari sebelumnya USD 22,0 miliar. 32

Tabel 10. Neraca Pembayaran Indonesia 2012 2014 2012 2013 2014 Q1-Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1- Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 I. Transaksi Berjalan -24,4-6,0-10,1-8,6-4,3-29,1-4,2-8,7-6,8-6,2-26,2 A. Barang 8,7 1,6-0,6 0,1 4,7 5,8 3,4-0,1 1,6 2,4 6,9 - Ekspor 187,3 44,9 45,2 43,8 48,1 182,1 43,9 44,5 43,6 43,2 175,3 - Impor -178,7-43,3-45,8-43,7-43,4-176,3-40,6-44,6-42,1-40,9-168,4 1. Barang Dagangan Umum 6,7 1,3-0,8-0,5 4,2 4,1 2,8-0,5 1,2 2,1 5,4 - Ekspor, fob. 185,3 44,6 45,0 43,2 47,5 180,3 43,4 44,2 43,3 42,9 173,8 - Impor, fob. -178,6-43,3-45,8-43,7-43,4-176,2-40,6-44,6-42,1-40,9-168,4 1. Nonmigas 12,0 4,1 1,3 2,1 6,3 13,8 5,6 2,7 4,3 4,9 17,2 a. Ekspor 149,8 36,1 37,0 34,7 38,9 146,7 35,8 36,7 36,0 36,6 145,0 b. Impor -137,8-32,0-35,8-32,6-32,6-132,9-30,2-33,9-31,7-31,7-127,8 2. Migas -5,2-2,9-2,1-2,6-2,1-9,7-2,7-3,2-3,1-2,8-11,8 a. Ekspor 35,6 8,5 7,9 8,5 8,7 33,6 7,6 7,5 7,3 6,4 28,8 b. Impor -40,8-11,3-10,0-11,2-10,8-43,3-10,3-10,7-10,4-9,2-40,6 2. Barang Lainnya 2,0 0,4 0,3 0,6 0,6 1,8 0,5 0,3 0,4 0,3 1,5 - Ekspor, fob. 2,0 0,4 0,3 0,6 0,6 1,8 0,5 0,3 0,4 0,3 1,5 - Impor, fob. -41,0-9,0-7,0-7,0-8,0-31,0-6,0-5,0-6,0-6,0-24,0 B. Jasa - jasa -10,6-2,6-3,6-2,8-3,1-12,1-2,2-2,9-2,5-2,8-10,5 II. Transaksi Modal 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 III. Transaksi Finansial 24,9 0,0 8,7 4,5 8,7 22,0 7,0 14,3 13,7 7,8 43,6 1. Investasi langsung 13,7 3,3 3,3 5,5 0,2 12,2 2,8 3,7 5,4 2,6 15,3 2. Investasi portofolio 9,2 3,8 3,8 1,5 1,8 10,9 8,7 8,3 7,1 1,6 25,8 3. Investasi lainnya 1,9-6,9 1,6-2,2 6,8-0,8-4,4 2,3 1,2 3,7 2,7 IV. Total (I + II + III) 0,5-6,0-1,4-4,1 4,4-7,1 2,8 5,6 6,8 1,6 17,4 V. Selisih Perhitungan Bersih -0,3-0,6-1,0 1,5 0,0-0,2-0,7-1,3-0,4 0,8-2,1 VI. Neraca Keseluruhan (V + VI) 0,2-6,6-2,5-2,6 4,4-7,3 2,1 4,3 6,5 2,4 15,2 - Posisi Cadangan Devisa 112,8 104,8 98,1 95,7 99,4 99,4 102,6 107,7 111,2 111,9 111,9 Dalam Bulan Impor 6,2 5,7 5,4 5,2 5,5 5,5 5.7 6.1 6.3 6,4 6,4 Transaksi Berjalan (%PDB) -2,8-2,7-4,5-3,9-2,1-3,3-2,1-4,1-3,1-2,8-3,0 Sumber: Bank Indonesia Q1- Q4 33

BOX 1 Perubahan Harga BBM Bersubsidi Pemerintah memutuskan untuk meningkatkan harga BBM bersubsidi per tanggal 18 November 2014. Harga premium bersubsidi yang semula besarnya Rp 6.500/liter naik menjadi Rp 8.500/liter dan harga solar yang semula besarnya Rp 5.500/liter menjadi Rp 7.500/liter. Kenaikan harga sebesar Rp 2.000/liter ini merupakan respon atas kebijakan pemerintahan baru yang ingin mengalokasikan belanja negara ke arah yang lebih produktif seperti untuk pembangunan infrastruktur atau kesehatan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang telah tersusun selama ini tidak dapat mendorong pertumbuhan ekonomi karena beban subsidi dan birokrasinya terlalu besar. Dalam APBN 2015 yang besarnya Rp 2.039 triliun, anggaran untuk subsidi mencapai Rp 443 triliun dengan Rp 303 triliun dialokasikan untuk BBM. Akibat kenaikan harga BBM, pemerintah juga memutuskan untuk memberikan kompensasi berupa program pemberian bantuan nontunai dalam bentuk simpanan kepada 15,5 juta keluarga miskin dengan Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) sebesar Rp 200.000/keluarga/bulan. Namun, perubahan harga BBM bersubsidi kembali terjadi pada 1 Januari 2015. Penurunan harga minyak dunia mendorong pemerintah menurunkan harga premium menjadi sebesar Rp 7.600/liter dan solar Rp 7.250/liter. Pemerintah juga mengumumkan untuk menghapus subsidi premium atau BBM RON 88 sehingga harga premium akan mengikuti mekanisme pasar. Selain itu, pemerintah akan memberikan subsidi tetap sebesar Rp 1.000/liter untuk solar. Kebijakan ini merupakan yang pertama kalinya dilakukan di Indonesia. Kebijakan lain yang diterapkan oleh pemerintah adalah mengeluarkan harga dasar BBM setiap awal bulan. Harga dasar yang terdiri dari biaya perolehan, biaya distribusi, biaya penyimpanan, dan margin untuk badan usaha penyalurnya seperti PT Pertamina (Persero) adalah satu dari beberapa komponen untuk menentukan harga jual BBM ke konsumen. Sebagai contoh, untuk harga premium dihitung dengan harga dasar ditambah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditambah Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), ditambah margin usaha. Sementara harga solar dihitung dengan harga dasar ditambah PPN, ditambah PBBKB, dan dikurangi subsidi Rp 1.000/liter. Dengan kebijakan ini, semakin menurunnya harga minyak dunia hingga berada di bawah USD 50/barel menyebabkan pemerintah untuk mengumumkan harga premium baru sebesar Rp 6.600/liter dan solar sebesar Rp 6.400/liter yang berlaku pada tanggal 19 Januari 2015. 34

Perubahan harga BBM bersubsidi membingungkan para pengusaha dan industri yang banyak bergantung pada harga BBM. Dengan terjadinya ketidakpastian harga BBM, harga-harga diperkirakan akan tetap berada pada level yang tinggi. Penurunan harga BBM juga berdampak pada penundaan kenaikan tarif dua golongan listrik rumah tangga (R1) dengan daya 1.300 volt ampere (va) dan 2.200 va oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada bulan Januari 2015. Penundaan ini terjadi seiring dengan penurunan harga BBM jenis solar yang menjadi bahan bakar utama beberapa pembangkit listrik PLN. Selain itu, PT Pertamina juga memutuskan untuk menurunkan harga penjualan Elpiji ukuran 12 kg sebesar Rp 5.700 per tabung menjadi Rp 129.000 per tabung sejak 19 Januari 2015. BOX 2 Perubahan Tahun Dasar PDB Berbasis SNA 2008 Badan Pusat Statistik melakukan perubahan tahun dasar penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB) yang dirilis pada 5 Februari 2015 dari tahun 2000 menjadi tahun 2010. Hal ini dilatarbelakangi oleh perubahan struktur perekonomian nasional dalam 10 tahun terakhir seperti perkembangan teknologi dan telekomunikasi serta pola perubahan transportasi masyarakat yang semakin sering menggunakan pesawat terbang. Selain itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merekomendasikan seluruh negara anggotanya untuk mengimplementasikan System of National Accounts 2008 (SNA 2008) dalam penyusunan PDB melalui kerangka Supply and Use Tables (SUT) yang merupakan kerangka kerja yang menggambarkan keseimbangan aliran produksi dan konsumsi (barang dan jasa) dan penciptaan pendapatan dari aktivitas produksi tersebut dan terdiri dari dua tabel utama yaitu tabel supply dan tabel use. Perubahan tahun dasar PDB juga untuk menjaga konsistensi antara tiga pendekatan PDB dan memperkecil perbedaan antara PDB dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Perubahan tahun dasar PDB diharapkan dapat memberikan gambaran perekonomian nasional terkini, meningkatkan kualitas data PDB yang dihasilkan, dan menjadikan data PDB dapat dibandingkan secara internasional. Tahun 2010 dipilih sebagai tahun dasar karena pada tahun tersebut perekonomian Indonesia relatif stabil. Selain itu, dalam 10 tahun terakhir telah terjadi perubahan struktur ekonomi terutama di bidang informasi dan teknologi serta transportasi yang berpengaruh terhadap pola distribusi dan munculnya produk-produk baru. PBB juga telah merekomendasikan untuk mengganti tahun dasar setiap 5 atau 10 tahun sekali. 35

Dengan menggunakan indikator makro SUT, perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan besaran PDB atas dasar harga berlaku tahun 2010 mencapai Rp 6.446,9 triliun (seri 2000), sedangkan berdasarkan SUT 2010 mencapai Rp 6.864,1 triliun atau terjadi kenaikan 6,47 persen. Perbedaan 6,47 persen disebabkan oleh dampak Implementasi SNA 2008 (coverage/metodologi) sebesar 2,42 persen dan perubahan volume dan harga sebesar 4,05 persen. 36

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Dalam tahun 2014, realisasi pembiayaan utang neto seluruhnya mencapai Rp 248,3 triliun. Jumlah ini mencapai 97,8 persen dari nilai yang ditetapkan pada APBN-P 2014. Pada akhir tahun 2014, total utang pemerintah pusat mencapai Rp 2.604,94 triliun. Penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dari Rp 987,0 triliun pada akhir tahun 2009 menjadi Rp 1.931,2 triliun pada tahun 2014. Pada periode tahun 2014, realisasi pinjaman luar negeri bruto mencapai Rp 48,1 triliun atau 88,9 persen dari target yang ditetapkan di dalam APBN-P 2014. 37

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Pembiayaan Utang Pemerintah Pembiayaan utang pemerintah dapat dilakukan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) atau melalui pinjaman, baik pinjaman luar negeri maupun dalam negeri. Tabel 10 di bawah menunjukkan perkembangan pembiayaan utang pemerintah periode 2009-2013 dan tahun 2014 (APBN-P). Dalam periode 5 tahun tersebut, realisasi pembiayaan utang pemerintah meningkat rata-rata sebesar 26,0 persen. Pada tahun 2009 pembiayaan utang pemerintah mencapai sebesar Rp 87,1 triliun dan terus meningkat menjadi Rp 219,3 triliun pada tahun 2013. Selama tahun 2013, realisasi pembiayaan bersumber dari SBN (neto) sebesar Rp 224,6 triliun, pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp 5,8 triliun, dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp 500 miliar. Selanjutnya pada tahun 2014, dalam APBN-P 2014, utang pemerintah ditargetkan mencapai Rp 253,7 triliun (neto) yang terdiri dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp 265,0 triliun, pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp 13,4 triliun, dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp 2,2 triliun sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini. Tabel 11. Perkembangan Pembiayaan Utang Pemerintah 2009-2013 (Triliun Rupiah) Jenis Pembiayaan Utang Real 2009 Real 2010 Real 2011 Real 2012 Real 2013 APBN 2014 APBN-P 2014 Rata-Rata 2009-2014 I SBN (Neto) 99,5 91,1 119,9 159,7 224,6 205,1 265,0 22,6 II Pinjaman Luar Negeri (Neto) (12,4) (4,6) (17,8) (23,5) (5,8) (20,9) (13,4) (17,3) a. Penarikan (Bruto) 55,6 54,8 33,7 31,4 51,4 37,9 50,7 (2,0) i. Pinjaman Program 28,9 29,0 15,3 15,0 18,4 3,9 16,9 (10,7) ii. Pinjaman Proyek 26,7 17,1 14,3 12,6 33,0 34,0 33,8 5,4 b. Penerusan Pinjaman (3,0) (8,7) (4,2) (3,8) (3,9) (1,2) (3,4) 6,2 c. Pembayaran Cicilan Pokok (68,0) (50,6) (47,3) (51,1) (57,2) (58,8) (64,2) (4,2) III Pinjaman Dalam Negeri (Neto) - 0,4 0,6 0,8 0,5 1,0 2,2 - Jumlah 87,1 86,9 102,7 137,0 219,3 185,1 253,7 26,0 Sumber : Kementerian Keuangan Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang Pada Tabel 11 dapat dilihat pagu dan realisasi pembiayaan utang selama tahun 2014. Dalam APBN-P 2014, target pembiayaan melalui pinjaman (neto) adalah sebesar negatif Rp 11,3 triliun yang terdiri dari pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp 13,4 triliun dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp 2,2 triliun. Sementara itu, target pembiayaan melalui SBN (neto) selama tahun 2014 adalah sebesar Rp 265,0 triliun. Dalam tahun 2014, realisasi pembiayaan utang neto seluruhnya mencapai Rp 248,3 triliun. Jumlah ini mencapai 97,8 persen dari nilai yang ditetapkan pada APBN-P 2014. 38

Tabel 12. Pagu Dan Realisasi Pembiayaan Utang Tahun 2014 (triliun Rupiah) INSTRUMEN Real 2013 APBN 2014 APBN-P 2014 Real 2014 Persentase TOTAL (neto) 219,3 185,1 253,7 248,3 97,8% PINJAMAN (neto) -5,3-19,9-11,3-16,7 148,5% Pinjaman Luar Negeri (neto) -5,8-20,9-13,4-17,4 129,2% - Pinjaman Program 18,4 3,9 16,9 17,8 105,1% - Pinjaman Proyek 36,9 35,2 37,2 30,3 81,5% - Penerusan Pinjaman (SLA) -3,9-1,2-3,4-3,0 89,0% - Pembayaran Cicilan Pokok ULN -57,2-58,8-64,2-62,4 97,3% Pinjaman Dalam Negeri (neto) 0,5 1,0 2,2 0,6 29,4% - Pinjaman Dalam Negeri 0,6 1,3 2,4 0,8 32,2% -Pembayaran Cicilan Pokok PDN 0,1 0,3 0,2 0,1 57,7% SURAT BERHARGA NEGARA (neto) 224,7 205,1 265,0 265,0 100,0% - SBN 327,7 358,0 428,1 428,1 100,0% - Jatuh tempo dan Buyback SBN -103,1-152,9-163,2-163,2 100,0% Sumber : Kementerian Keuangan Berdasarkan komposisinya, selama tahun 2014, realisasi pembiayaan utang melalui SBN (neto) memiliki porsi terbesar, yakni sebesar Rp 265,0 triliun atau mencapai 100,0 persen dari nilai yang ditetapkan dalam APBN-P 2014. Porsi kedua dan ketiga adalah pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri. Sampai dengan akhir tahun 2014, realisasi pinjaman (neto) mencapai negatif Rp 16,7 triliun. Realisasi pinjaman luar negeri mencapai sebesar negatif Rp 17,4 triliun atau 129,2 persen dari nilai yang ditetapkan di dalam APBN-P 2014 yang mencapai negatif Rp 13,4 triliun. Realisasi pinjaman luar negeri tersebut meliputi penarikan pinjaman program sebesar Rp 17,8 triliun dan pinjaman proyek sebesar Rp 30,3 triliun. Sementara itu, selama tahun 2014, realisasi pinjaman dalam negeri mencapai Rp 0,6 triliun atau hanya mencapai sebesar 29,4 persen dari nilai APBN-P 2014 yang ditargetkan sebesar Rp 2,2 triliun. Posisi Utang Pemerintah Posisi utang pemerintah dalam periode tahun 2009-2014 dapat dilihat pada Tabel 12 di bawah. Dalam kurun waktu 2009-2014, total utang pemerintah pusat meningkat rata-rata sebesar 10,4 persen. Pada akhir tahun 2014, total utang pemerintah pusat mencapai Rp 2.604,94 triliun. Total utang pemerintah tersebut 39

terdiri atas dua bagian, yakni utang dalam bentuk pinjaman dan SBN. Sampai dengan akhir 2014, outstanding pinjaman pemerintah mencapai sebesar Rp 673,72 triliun atau naik rata-rata sebesar 2,0 persen dalam kurun 2009-2014. Sementara itu, outstanding SBN sampai dengan akhir tahun 2014 mencapai Rp 1.931,22 triliun, atau meningkat rata-rata sebesar 14,5 persen dalam kurun waktu 2009-2014. Tabel 13. Posisi Utang Pemerintah 2009-2014 Outstanding (dalam IDR triliun) Rata-Rata 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2009-2014 Total Utang Pemerintah Pusat 1.590,64 1.681,66 1.808,95 1.977,71 2.375,49 2.604,94 10,4 a Pinjaman 611,18 617,26 621,29 616,61 714,44 673,72 2,0 1. Pinjaman Luar Negeri 611,18 616,87 620,28 614,81 712,17 670,81 1,9 Bilateral*) 387,92 380,67 381,66 359,80 383,53 332,22-3,1 Multilateral**) 202,37 208,28 212,96 230,23 288,29 292,01 7,6 Komersil***) 20,24 27,34 25,15 24,37 40,00 46,34 18,0 Suppliers***) 0,66 0,57 0,50 0,41 0,35 0,24-18,3 Lain-Lain***) - - - - - - - 2. Pinjaman Dalam Negeri - 0,39 1,01 1,80 2,27 2,91 - b SBN 979,46 1.064,40 1.187,66 1.361,10 1.661,05 1.931,22 14,5 Denominasi Valas 143,15 161,97 195,63 264,91 399,40 456,62 26,1 Denominasi Rupiah 836,31 902,43 992,03 1.096,19 1.261,65 1.474,60 12,0 Catatan: *Termasuk semi commercial **Beberapa termasuk semi concessional ***Seluruhnya termasuk commercial Sumber : Kementerian Keuangan Selanjutnya dari Tabel 13 dapat dilihat persentase pinjaman dan SBN terhadap total utang pemerintah selama 2009-2014. Dalam kurun waktu tersebut, porsi pinjaman dalam struktur utang pemerintah terus mengalami penurunan dari 38,4 persen di tahun 2009 menjadi 25,9 persen pada akhir tahun 2014. Tabel 14. Persentase Pinjaman dan SBN Terhadap Total Utang Pemerintah 2009 2014 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Total Utang Pemerintah Pusat (dalam triliun IDR) 1.590,64 1.681,66 1.808,95 1.975,43 2.375,49 2.604,94 a Pinjaman (dalam triliun IDR) 611,18 617,26 621,29 614,33 714,44 673,72 b SBN (dalam triliun IDR) 979,46 1.064,40 1.187,66 1.361,10 1.661,05 1.931,22 Denominasi Valas 143,15 161,97 195,63 264,91 399,40 456,62 Denominasi Rupiah 836,31 902,43 992,03 1.096,19 1.261,65 1.474,60 Prosentase Pinjaman Terhadap Total Utang 38,4% 36,7% 34,3% 31,1% 30,1% 25,9% Prosentase SBN Valas Terhadap Total Utang 9,0% 9,6% 10,8% 13,4% 16,8% 17,5% Prosentase SBN Domestik Terhadap Total Utang 52,6% 53,7% 54,8% 55,5% 53,1% Sumber: Kementerian Keuangan 56,6% Sebaliknya, porsi SBN dalam struktur utang pemerintah terus mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2009-2014. Sampai dengan akhir tahun 2014, utang pemerintah dalam bentuk SBN mencapai 74,1 persen dari total utang pemerintah. Porsi outstanding SBN domestik terhadap total outstanding utang secara rata-rata berada diatas 50 persen. Sementara itu, porsi outstanding SBN valas 40

terhadap total utang pemerintah juga mengalami peningkatan dari 9,0 persen pada tahun 2009 menjadi 17,5 persen pada akhir tahun 2014. Peningkatan porsi outstanding SBN yang terus meningkat ini harus diwaspadai untuk menghindarkan dari jebakan utang baru. Surat Berharga Negara (SBN) Tabel 14 di bawah menunjukkan posisi outstanding SBN dalam kurun waktu 2009-2014. Dalam kurun waktu tersebut, penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dari Rp 987,0 triliun pada akhir tahun 2009 menjadi Rp 1.931,2 triliun pada tahun 2014. Dalam lima tahun terakhir, pasar keuangan domestik menjadi prioritas penerbitan SBN. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan penerbitan SBN di pasar keuangan domestik dari tahun ke tahun. Selama periode tersebut, penerbitan SBN domestik meningkat rata rata sebesar 12,0 persen. Meningkatnya penerbitan SBN tersebut berdampak pada meningkatnya outstanding SBN domestik. Outstanding SBN domestik meningkat dari Rp 836,3 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp 1.474,6 triliun pada akhir tahun 2014. Sama halnya dengan SBN domestik, penerbitan SBN valas di pasar internasional juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dalam kurun waktu 2009-2014, penerbitan SBN valas meningkat rata-rata sebesar 26,1 persen. Outstanding SBN valas meningkat dari Rp 150,7 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp 456,6 triliun pada akhir tahun 2014. Dalam mata uang asing, sampai dengan akhir tahun 2014, outstanding SBN valas dalam mata uang USD adalah sebesar USD 35,19 miliar, mata uang Yen Jepang sebesar JPY 155,00 miliar dan dalam mata uang euro sebesar EUR 1 miliar. Penerbitan SBN dalam mata uang EUR ini dilakukan Pemerintah untuk pertama kalinya pada bulan tahun 2014 yaitu pada bulan Juli 2014. Alasan yang melatarbelakangi penerbitan SBN EUR ini, antara lain (i) sebagai diversifikasi instrumen dan diversifikasi basis investor, (ii) benchmark yield curve surat utang RI yang baru, dan (iii) pembiayaan tambahan bagi APBN-P 2014. 41

Tabel 15. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara (SBN) 2009 2014 (triliun Rupiah) JENIS SBN 31 Des 2009 31 Des 2010 31-Des-11 31-Des-12 31-Des-13 31-Des-14 I. SBN Rupiah Fixed Rate 353.394 399.724 485.515 576.240 707.391 891.866 ORI 40.149 40.672 31.627 34.153 43.882 54.097 Variable Rate 143.286 142.795 135.063 122.755 122.755 113.344 Zero Coupon 8.686 2.512 2.512 1.263 - - SPN 24.700 29.795 29.900 22.820 34.050 39.950 SBSN 11.869 25.717 38.988 63.035 87.174 110.704 SUP 251.875 248.432 244.636 240.144 234.870 229.054 SBR - - - - - 2.391 SDHI 2.350 12.783 23.783 35.783 31.533 33.197 Total SBN Rupiah 836.309 902.430 992.025 1.096.193 1.261.655 1.474.603 II. SBN Valas INDO 141.032 145.654 169.572 221.927 330.809 363.124 SBSN Valas 6.110 5.844 14.962 25.626 50.584 62.200 RIEURO 15.133 RIJPY 3.570 10.478 11.096 17.355 18.006 16.159 Total SBN Valas 150.712 161.976 195.630 264.907 399.400 456.616 GRAND TOTAL SBN (I+II) 987.021 1.064.406 1.187.655 1.361.100 1.661.055 1.931.218 Asumsi Kurs (IDR/USD) 9.400 8.991 9.068 9.670 12.189 12.440 Asumsi Kurs (IDR/JPY) 102 110 117 112 116 104 Asumsi Kurs (IDR/EUR) 15.133 Nilai SBN Valas - INDO (dalam miliar USD) 14,20 16,20 18,70 22,95 27,14 29,19 - SBSN (dalam miliar USD) 0,65 0,65 1,65 2,65 4,15 5,00 - RIEURO (dalam miliar EURO) 1,00 - RIJPY (dalam miliar JPY) 35,00 95,00 95,00 155,00 155,00 155,00 Komposisi SBN Rupiah (dalam %) 0,85 0,85 0,84 0,81 0,76 0,76 SBN Valas (dalam %) 0,15 0,15 0,16 0,19 0,24 0,24 Sumber: Kementerian Keuangan Untuk alasan pertama, Euro bonds diharapkan dapat membuka basis investor baru bagi pemerintah untuk menerbitkan surat utang di masa depan. Permintaan atas Euro Bonds sangat tinggi yang menunjukkan bahwa kepercayaan asing terhadap Indonesia makin meningkat. Selain itu strategi yang dilakukan pemerintah ketika yield dalam dolar naik, maka pemerintah masuk ke euro dimana yield pada euronya mengalami penurunan. Imbal hasil (yield) Eurobond ini juga jauh lebih rendah, sedangkan harganya juga lebih bagus. Alasan kedua dilakukan bahwa dengan penerbitan Euro Bonds ini, akan diperoleh suatu benchmark yield curve surat utang Indonesia yang baru yang akan menjadi reference bagi para pihak di Indonesia di kemudian hari dalam menerbitkan Euro Bonds. Alasan ketiga tentunya untuk menambah pembiayaan dalam APBN-P 2014. 42

Selanjutnya Tabel 15 menunjukkan target dan realisasi penerbitan SBN 2014 (neto) terkait perannya sebagai instrumen utama pembiayaan APBN. Dalam upaya pemenuhan target pembiayaan SBN neto, penerbitan SBN dilakukan secara periodik. Kenaikan penerbitan SBN dalam lima tahun terakhir antara lain ditujukan untuk refinancing. Refinancing tersebut dilakukan melalui penerbitan utang baru yang mempunyai syarat dan kondisi yang lebih baik. Sampai dengan akhir tahun 2014, realisasi penerbitan SBN neto mencapai Rp 265,0 triliun atau mencapai 100,0 persen persen dari pagu yang ditetapkan dalam APBN-P 2014. Tabel 16. Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Tahun 2014 (Neto) (juta Rupiah) Target Target Nominal Realisasi % Realisasi Uraian APBN-P 2014 sd 31 Desember 2014 SBN Netto 205.068.831 264.983.700 264.978.114 100,00% SBN Jatuh Tempo 2014 164.764.045 163.151.013 163.151.013 100,00% Rencana Buyback 3.000.000 1.350.968 1.350.968 100,00% Kebutuhan Penerbitan 2014 (Gross)* 369.832.876 428.134.713 428.129.127 100,00% SUN 352.588.379 SUN Domestik 284.376.795 - ON 199.870.000 - SPN 48.500.000 - SPNNT 20140303 12.400.000 - SUN RITEL 23.606.795 SUN Valas 68.211.584 SBSN 75.540.748 SBSN Domestik 57.794.345 SBSN Valas 17.746.403 * Menyesuaikan Realisasi Cash Management dan Debt Switch Sumber : Kementerian Keuangan Posisi kepemilikan SBN domestik sampai dengan akhir tahun tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 16 di bawah ini. Dari sisi kepemilikan SBN domestik, sampai dengan akhir tahun 2014, realisasi penerbitan SBN domestik lebih banyak diserap oleh investor nonbank; terutama oleh investor asing, asuransi, reksadana, dan investor lainnya termasuk investor individu. Nilai total SBN domestik yang diserap oleh investor nonbank mencapai Rp 792,7 triliun atau 65,52 persen dari total SBN domestik. Sisanya sebanyak 34,48 persen diserap oleh Investor perbankan sebesar menyerap Rp 420,50 triliun. Dari Tabel 16 dapat dilihat juga bahwa kepemilikan SBN domestik oleh investor nonbank dalam kurun waktu 2009-2014 meningkat rata-rata sebesar 21,1 persen. Peningkatan ini jauh lebih besar dibanding peningkatan kepemilikan SBN domestik 43

oleh investor perbankan yang hanya meningkat rata-rata 8,1 persen dari Rp 254,36 triliun di akhir tahun 2009 menjadi Rp 375,6 triliun pada akhir tahun 2014. Kenaikan kepemilikan SBN domestik oleh investor nonbank tersebut paling banyak disumbang oleh kepemilikan investor asing yang meningkat rata-rata sebesar 33,7 persen dalam kurun waktu 2009-2014. Besarnya kepemilikan asing mengindikasikan bahwa investor asing memiliki kepercayaan terhadap kondisi fundamental perekonomian di dalam negeri. Namun demikian, besarnya kepemilikan asing terhadap SBN tersebut perlu diwaspadai karena sangat rentan terhadap risiko terjadinya sudden reversal yang dapat berdampak sistemik terhadap perekonomian secara nasional. Untuk mengantisipasi terjadinya resiko tersebut, berbagai kebijakan dilakukan pemerintah, antara lain dengan melakukan penyempurnaan terhadap protokol manajemen krisis (crisis management protocol/cmp) di pasar SBN dan mempersiapkan skema mekanisme stabilisasi pasar SBN melalui Bond Stabilisation Framework (BSF). Tabel 17. Posisi Kepemilikan SBN Domestik Tahun 2014 (Triliun Rupiah) 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-Rata Persentase Kepemilikan Bank 254,36 217,27 265,03 299,66 335,43 375,55 8,1 31,04% Bank BUMN Rekap 144,19 131,72 148,64 147,52 Bank Swasta Rekap 59,98 54,93 67,33 81,58 Bank Non Rekap 42,40 26,26 42,84 62,07 BPD Rekap 6,02 1,41 4,32 3,67 Bank Syariah 1,77 2,95 1,90 4,83 Institusi Pemerintah 22,50 17,42 7,84 3,07 44,44 41,63 13,1 3,44% Non Banks 304,89 406,52 450,75 517,53 615,38 792,77 21,1 65,52% Reksadana 45,22 51,16 47,22 43,19 42,50 45,79 0,3 3,78% Asuransi 72,58 79,30 93,09 83,42 129,55 150,60 15,7 12,45% Asing 108,00 195,76 222,86 270,52 323,83 461,35 33,7 38,13% Dana Pensiun 37,50 36,75 34,39 56,46 39,47 43,30 2,9 3,58% Sekuritas 0,46 0,13 0,14 0,30 0,88 0,81 12,0 0,07% Individu 32,48 30,41 2,51% Lain lain 41,12 43,43 53,05 64,64 46,68 60,51 8,0 5,00% Total 581,75 641,21 723,62 820,26 995,25 1.209,95 1,08 1,00 Sumber : Kementerian Keuangan Pinjaman Pembiayaan utang melalui pinjaman terdiri dari pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri. Pinjaman luar negeri meliputi pinjaman program dan pinjaman proyek. Tabel 17 menunjukkan realisasi pembiayaan utang melalui pinjaman pada kurun waktu 2009-2014. Pada periode tahun 2014, realisasi pinjaman luar negeri bruto mencapai Rp 48,1 triliun atau 88,9 persen dari target yang ditetapkan di dalam APBN-P 2014. Realisasi pinjaman luar negeri tersebut meliputi penarikan pinjaman proyek yang mencapai Rp 30,33 triliun atau sebesar 81,5 persen dari pagu APBN-P 2014 dan pinjaman program sebesar Rp 17,8 trilun atau sebesar 105,1 44

persen dari pagu APBN-P 2014. Sedangkan realisasi pinjaman dalam negeri mencapai Rp 0,78 triliun atau sebesar 32,2 persen dari pagu APBN-P 2014. Tabel 18. Realisasi Pembiayaan Utang Melalui Pinjaman 2009-2014 (Triliun Rupiah) JENIS PEMBIAYAAN UTANG Real 2009 Real 2010 Real 2011 Real 2012 Real 2013 APBN-P 2014 Real 2014 % PINJAMAN 58,66 55,19 34,37 31,95 55,90 56,55 48,88 86,4% Pinjaman Luar Negeri 58,66 54,79 33,75 31,02 55,28 54,13 48,10 88,9% - Pinjaman Program 28,94 28,97 15,27 14,98 18,43 16,90 17,77 105,1% - Pinjaman Proyek 29,72 25,82 18,48 16,05 36,85 37,23 30,33 81,5% Pinjaman Dalam Negeri 0,00 0,40 0,62 0,93 0,62 2,42 0,78 32,2% Sumber: Kementerian Keuangan 45

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN DOMESTIK DAN INTERNASIONAL Nilai total ekspor Indonesia pada triwulan IV tahun 2014 adalah sebesar USD 44.374,0 juta atau mengalami pertumbuhan negatif sebesar -8,6 persen (YoY). Pada triwulan IV tahun 2014, total impor Indonesia adalah sebesar USD 43.804,1 juta atau tumbuh sebesar -5,3 persen (YoY). Neraca perdagangan total Indonesia pada triwulan IV tahun 2014 mengalami surplus sebesar USD 569,9 juta. 46

ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Isu Terkini Indonesia Prioritas Investasi Investor Asia-Pasifik Tingginya keyakinan implementasi reformasi oleh pemerintahan baru, Indonesia diproyeksikan menjadi prioritas investasi korporasi Asia-Pasifik sepanjang tahun ini. Laporan Asia Business Outlook Survey 2015 yang dipublikasikan The Economist Corporate Network (TECN) menunjukkan 59,9 persen dari 704 koresponden survei yang merupakan pengambil kebijakan perusahaan setingkat SeniorExecutive memilih Indonesia sebagai tujuan investasi tahun ini. Meski perekonomian Indonesia mengalami turbulensi tajam selama dua tahun terakhir sisi menarik negara ini tidak bisa diacuhkan mengingat Indonesia merupakan mesin perekonomian terbesar di Asia Tenggara dan negara keempat dengan penduduk terpadat dunia, ungkap laporan yang diublikasikan Senin. Perolehan 59,9 persen itu merupakan yang tertinggi kedua di antara negara-negara Asia-Pasifik setelah Tiongkok yang memperoleh 71,0 persen keyakinan investor. Meski diproyeksikan tumbuh melambat tahun ini, agresivitas Tiongkok mempertahankan diri dari hard landing diyakini dapat mempertahankan pertumbuhan negara itu di kisaran 7,0 persen. Adapun, sejauh ini pemerintahan baru dinilai telah menunjukkan komitmen untuk mengimplementasikan perubahan struktural. Kendati demikian, para respoden mengakui dengan implementasi reformasi struktural, salah satu hambatan yang mungkin timbul yaitu meningkatnya biaya tenaga kerja (labour cost) yang mempersempit profit perusahaan. Saat ini Indonesia memiliki labour cost yang lebih rendah dan harga energi menurun, ungkap CEO korporasi manufaktur Siegwerk, Mike Van Brugel mengiringi laporan tersebut. Hambatan berikutnya yang mungkin timbul yaitu reformasi struktural akan memperkuat kompetisi berbagai sektor lokal, seperti perbankan, retail, informasi dan teknologi, dan industri. Apalagi implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan secara langsung meningkatkan persaingan antarnegara-negara di Asia Tenggara. Sumber berita: Harian Bisnis Indonesia, 19 Januari 2015 BKPM: 90 Proyek Investasi Rp 400 Triliun Mandek JAKARTA--Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) mengestimasi total nilai komitmen investasi dari 90 perusahaan yang mandek lantaran terganjal perizinan mencapai Rp 400 triliun. Kepala BKPM mengatakan mandeknya rencana investasi 90 perusahaan antara lain dipicu oleh inkonsistensi perizinan di level pemerintah daerah, pembebasan lahan, pembiayaan, hingga konflik sosial. Adapun nilainya sekitar Rp 400 triliun. Hal ini disebabkan oleh karena perusahaan belum selesaikan 100,0 persen atau kemudian ada masalah terkait dengan Pemda. Kepala BKPM menuturkan salah satu masalah yang dihadapi calon investor tersebut adalah izin domisili yang diterbitkan oleh Pemda. Sebagai contoh, ada kepala daerah yang sudah mengeluarkan izin domisili 47

sebagai persyaratan HGU. HGU sudah keluar, kemudian proses konstruksi sedang berjalan, tiba-tiba domisilinya dicabut lagi oleh kepala daerah tersebut. Menindaklanjuti sumbatan investasi itu, BKPM berkomitmen untuk melakukan pendampingan dan koordinasi dengan kementerian dan pemda terkait. Pada pekan depan, BKPM berjanji akan menangani hambatan investasi ini dengan lebih intensif. Mayoritas investor yang rencana penanaman modalnya mandek adalah investor asing. Adapun sektor yang digarap antara lain sektor infrastruktur, perkebunan, industri manufaktur, dan perikanan. Pada tahun ini, pemerintah menargetkan realisasi penanaman modal langsung sebesar Rp 519 triliun. Target tersebut meningkat 13,8 persen dari target yang dipatok tahun lalu, yakni Rp 456 triliun. Sumber berita: Harian Bisnis Indonesia, 21 Januari 2015 Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pusat (PTSP Pusat) PTSP Pusat berlokasi di BKPM Jakarta, di launching pada 26 Januari 2015. Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) adalah kegiatan penyelenggaraan suatu Perizinan dan Nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat. PTSP Pusat merupakan konsep layanan terintegrasi antara BKPM dengan beberapa Kementerian/Lembaga untuk menciptakan layanan perizinan yang cepat, sederhana, transparan dan terintegrasi. Investor dapat datang ke BKPM untuk mengurus berbagai perizinan investasi yang selama ini diajukan ke berbagai Kementerian/Lembaga. Fasilitas yang diberikan berupa pelayanan perizinan secara online dan tracking system. Perizinan yang dilayani pada tahap awal meliputi bidang usaha Ketenagalistrikan, Usaha Perindustrian, Usaha Pertanian, Usaha Perhubungan (terminal khusus) dan usaha Kawasan Pariwisata. Jenis perizinan yang dapat diajukan di PTSP Pusat dapat di akses pada website www.bkpm.go.id melalui link PTSP PUSAT. 48

Des-13 Jan-14 Feb-14 Mar-14 Apr-14 Mei-14 Jun-14 Jul-14 Agust-14 Sep-14 Okt-14 Nop-14 Des-14 Nilai (USD Juta) Volume (Juta Kg) PERKEMBANGAN PERDAGANGAN Perkembangan Ekspor Gambar 9. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Desember 2014 18.000 75.000 16.000 14.000 12.000 10.000 70.000 65.000 60.000 55.000 50.000 45.000 40.000 35.000 30.000 Volume Value Sumber: BPS, diolah Nilai total ekspor Indonesia pada triwulan IV tahun 2014 adalah sebesar USD 44.374,0 juta atau mengalami pertumbuhan negatif sebesar -8,6 persen (YoY). Adapun pertumbuhan ekspor pada sektor migas sebesar -12,9 persen dan sektor non migas sebesar -7,7 persen. Komoditas hasil minyak dalam sektor migas tumbuh sebesar -31,4 persen, sedangkan ekspor produk pertambangan dalam sektor non migas tumbuh sebesar -33,3 persen. Tabel 19. Perkembangan Ekspor Triwulan IV Tahun 2014 Komoditas 2012 2013 2014 Q3 2014 Q4 2014 Des-14 Nilai Ekspor (USD Juta) 190.031,8 182.567,6 177.084,6 43.881,6 44.374,0 14.890,6 Migas 36.977,2 32.633,0 31.123,8 7.717,1 7.717,1 2.622,6 Minyak Mentah 12.293,4 10.204,7 9.515,4 2.547,1 2.338,8 877,6 Hasil Minyak 4.163,3 4.299,1 3.623,4 862,0 822,8 228,8 Gas 20.520,5 18.129,2 17.197,5 4.308,0 3.768,1 1.246,9 Non Migas 153.054,6 149.934,6 145.960,8 36.164,5 36.656,9 12.268,0 Pertanian 5.569,2 5.728,3 5.770,6 1.568,6 1.548,5 499,2 Industri 116.136,7 113.030,1 117.329,9 28.743,3 29.480,3 9.802,9 Pertambangan 31.348,7 31.176,2 22.860,4 5.852,6 5.628,0 1.965,9 Pertumbuhan Ekspor* (%) -6,6% -3,9% -3,0% 2,1% -8,6% 5,6% Migas -10,8% -11,8% -4,8% 2,6% -12,9% 0,9% 49

Komoditas 2012 2013 2014 Q3 2014 Q4 2014 Des-14 Minyak Mentah -11,1% -17,0% -6,8% -6,4% 0,2% 16,6% Hasil Minyak -12,8% 3,3% -15,7% -16,3% -31,4% 16,2% Gas -10,3% -11,7% -5,5% 14,4% -29,3% 7,7% Non Migas -5,5% -2,0% -2,6% 2,0% -7,7% 6,6% Pertanian 7,8% 2,9% 0,9% -0,3% -0,6% -0,7% Industri -5,0% -2,7% 3,8% 7,4% -0,8% 7,8% Pertambangan -9,6% -56,0% -26,7% -17,9% -33,3% 2,9% Proporsi Ekspor (%) 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% Migas 19,5% 17,9% 17,6% 17,6% 17,4% 17,6% Minyak Mentah 6,5% 5,6% 5,4% 5,8% 5,3% 5,9% Hasil Minyak 2,2% 2,4% 2,0% 2,0% 1,9% 1,5% Gas 10,8% 9,9% 9,7% 9,8% 8,5% 8,4% Non Migas 80,5% 82,1% 82,4% 82,4% 82,6% 82,4% Pertanian 2,9% 3,1% 3,3% 3,6% 3,5% 3,4% Industri 61,1% 61,9% 66,3% 65,5% 66,4% 65,8% Pertambangan 16,5% 17,1% 12,9% 13,3% 12,7% 13,2% Sumber Pertumbuhan (%) Migas -2,1% -2,0% -0,9% 0,5% -2,2% 0,2% Minyak Mentah -0,7% -0,9% -0,4% -0,4% 0,0% 1,0% Hasil Minyak -0,3% 0,1% -0,3% -0,3% -0,6% 0,2% Gas -1,1% -1,2% -0,5% 1,4% -2,5% 0,6% Non Migas -4,5% -1,7% -2,2% 1,6% -6,4% 5,4% Pertanian 0,2% 0,1% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% Industri -3,0% -1,7% 2,5% 4,9% -0,5% 5,1% Pertambangan -1,6% -9,6% -3,4% -2,4% -4,2% 0,4% Sumber: BPS, diolah Keterangan (*): pertumbuhan year-on-year (YoY) Total nilai ekspor non migas Indonesia pada triwulan IV tahun 2014 adalah sebesar USD 36.656,9 juta atau tumbuh negatif sebesar -7,7 persen dibandingkan triwulan IV tahun 2013. Karet dan barang dari karet (HS-40) menjadi barang ekspor dengan pertumbuhan negatif paling besar pada triwulan IV tahun 2014, yaitu sebesar -33,6 persen (YoY). Selanjutnya Bahan bakar mineral (HS-27) dengan pertumbuhan -21,2 persen. Di sisi lain Perhiasan/permata (HS-71) tumbuh positif pada triwulan IV tahun 2014, yaitu sebesar 45,6 persen dan menjadi barang ekspor yang mengalami pertumbuhan terbesar. Tabel 20. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Berdasarkan Golongan Barang Terpilih Triwulan IV Tahun 2014 Nilai Ekspor (USD Juta) Pertumbuhan Proporsi HS Barang Ekspor Q4 2014 2014 Q4 2014 2014 Q4 2014 Q4 2014 (YoY) (YoY) 15 Lemak & minyak hewan/nabati 5.617,3 21.059,5 2,7% 9,5% 15,3% 14,4% 27 Bahan bakar mineral 4.857,1 21.057,8-21,2% -15,0% 13,3% 14,4% 85 Mesin/peralatan listrik 2.435,6 9.745,7-4,8% -6,6% 6,6% 6,7% 40 Karet dan Barang dari Karet 1.500,7 7.100,0-33,6% -24,4% 4,1% 4,9% 50

Nilai Ekspor (USD Juta) Pertumbuhan Proporsi HS Barang Ekspor Q4 2014 2014 Q4 2014 2014 Q4 2014 Q4 2014 (YoY) (YoY) 84 Mesin-mesin/Pesawat Mekanik 1.466,7 5.969,1-4,2% 0,0% 4,0% 4,1% 87 Kendaraan dan Bagiannya 1.428,1 5.213,7 14,8% 14,2% 3,9% 3,6% 71 Perhiasan/Permata 1.164,5 4.648,2 45,6% 68,9% 3,2% 3,2% 38 Berbagai produk kimia 854,8 4.168,1-19,7% 9,2% 2,3% 2,9% 64 Alas kaki 1.142,6 4.108,4 11,6% 6,4% 3,1% 2,8% 44 Kayu, Barang dari Kayu 1.026,3 4.071,0 2,6% 12,0% 2,8% 2,8% Total Nilai Ekspor Non-Migas 36.656,9 145.960,8-7,7% -2,6% 100,0% 100,0% Sumber: BPS, diolah Berdasarkan volumenya, total ekspor non migas Indonesia pada triwulan IV tahun 2014 mengalami pertumbuhan sebesar -29,8 persen (YoY). Bijih, kerak dan abu logam (HS-26) merupakan barang ekspor dengan pertumbuhan negatif paling besar pada triwulan IV tahun 2014 yang pertumbuhannya sebesar -97,9 persen dan memiliki proporsi 0,8 persen dari total volume ekspor non migas. Untuk bahan bakar mineral (HS-27) yang memiliki proporsi terbesar (80,4 persen), volumenya tumbuh negatif sebesar -8,5 persen. Sedangkan Lemak dan minyak hewan/nabati (HS-15) mempunyai pertumbuhan terbesar, yaitu sebesar 14,8 persen. Tabel 21. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Berdasarkan Golongan Barang Terpilih Triwulan IV Tahun 2014 Vol. Ekspor (Juta Kg) Pertumbuhan Proporsi HS Barang Ekspor Q4 2014 2014 Q4 2014 2014 Q4 2014 Q4 2014 (YoY) (YoY) 27 Bahan bakar mineral 101.293,5 408.737,3-8,5% -3,9% 80,4% 80,5% 15 Lemak & minyak hewan/nabati 7.956,3 26.510,7 14,8% 6,2% 6,3% 5,2% 25 Garam, Belerang, Kapur 2.996,5 10.922,6 9,8% -8,2% 2,4% 2,2% 26 Bijih, Kerak, dan Abu logam 968,2 10.347,4-97,9% -92,9% 0,8% 2,0% 44 Kayu, Barang dari Kayu 1.584,1 6.314,1 5,1% 23,5% 1,3% 1,2% 23 Ampas/Sisa Industri Makanan 1.288,1 4.764,3-0,2% 5,0% 1,0% 0,9% 38 Berbagai produk kimia 1.021,6 4.430,6-14,5% -0,4% 0,8% 0,9% 48 Kertas/Karton 1.053,0 4.338,1-6,9% 1,9% 0,8% 0,9% 47 Bubur kayu/pulp 960,5 3.515,9-7,5% -6,1% 0,8% 0,7% 40 Karet dan Barang dari Karet 771,0 3.296,3-12,5% -2,2% 0,6% 0,6% Total Volume Ekspor Non-Migas 126.062,2 507.721,9-29,8% -22,6% 100,0% 100,0% Sumber: BPS, diolah Perkembangan ekspor non migas ke 5 (lima) negara tujuan utama pada triwulan IV tahun 2014 tumbuh sebesar -14,4 persen (YoY). Dari ke lima negara tujuan utama, pertumbuhan positif terjadi pada ekspor non migas ke Amerika Serikat dan Singapura, yaitu sebesar 5,1 persen dan 0,2 persen. Sedangkan pertumbuhan negatif terjadi pada ekspor ke Tiongkok (-39,5 persen), India (-9,6 persen), dan Jepang (-6,4 persen). 51

Des-13 Jan-14 Feb-14 Mar-14 Apr-14 Mei-14 Jun-14 Jul-14 Agust-14 Sep-14 Okt-14 Nop-14 Des-14 Nilai (USD Juta) Volume (Juta Kg) Tabel 22. Perkembangan Ekspor Non Migas ke Negara Tujuan Utama Triwulan IV Tahun 2014' Nilai Ekspor (USD Juta) Pertumbuhan Proporsi No Negara Tujuan Ekspor Q4 2014 2014 Q3 2014 Q4 2014 2014 (YoY) (YoY) Q4 2014 2014 1 Jepang 3.606,6 3.851,6 14.566,5-6,4% -9,5% 10,5% 10,0% 2 Amerika Serikat 3.829,1 3.987,7 15.718,4 5,1% 4,2% 10,9% 10,8% 3 Singapura 2.569,0 2.474,8 10.311,3 0,2% -0,7% 6,8% 7,1% 4 Tiongkok 4.933,8 3.877,7 17.788,7-39,5% -16,4% 10,6% 12,2% 5 India 2.759,5 3.190,5 11.630,0-9,6% -10,6% 8,7% 8,0% Total 5 Negara Tujuan Utama 17.698,0 17.382,3 70.014,8-14,4% -7,7% 47,4% 48,0% Total Pasar Ekspor Lainnya 18.466,6 19.274,6 75.946,0-0,6% 2,5% 52,6% 52,0% Total Ekspor Non Migas 36.164,5 36.656,9 145.960,8-7,7% -2,6% 100,0% 100,0% Sumber: BPS, diolah Perkembangan Impor Gambar 10. Nilai dan Volume Impor Hingga Desember 2014 18000 15000 16000 14000 12000 10000 12500 10000 7500 5000 2500 8000 0 Volume Nilai Sumber: BPS, diolah Pada triwulan IV tahun 2014, total impor Indonesia adalah sebesar USD 43.804,1 juta atau tumbuh sebesar -5,3 persen (YoY). Impor barang konsumsi, bahan baku dan barang modal masing-masing tumbuh sebesar -4,4 persen, -4,9 persen dan -7,7 persen pada triwulan yang sama. Impor hasil minyak (USD 7.012,3 juta) pada triwulan IV tahun 2014 lebih besar dibandingkan impor minyak mentah (USD 2.755,6 juta) dan gas (USD 672,2 juta). Impor sektor migas tumbuh sebesar -3,9 persen dan impor sektor non migas tumbuh sebesar 0,1 persen. 52

Tabel 23. Perkembangan Impor Triwulan IV Tahun 2014 Komoditas 2012 2013 2014 Q3 2014 Q4 2014 Des-14 Nilai Impor (USD Juta) 191.691,0 186.631,3 178.216,7 44.421,0 43.804,1 14.434,5 Barang Konsumsi 13.408,6 13.139,9 12.671,6 3175,8 3197,7 1142,6 Bahan Baku 140.127,6 141.956,9 136.237,6 33993,7 33411,4 11092,9 Barang Modal 38.154,8 31.534,5 29.307,5 7251,5 7195 2199 Migas 42.564,3 45.266,8 43.470,3 11.223,9 10.440,1 3.389,5 Minyak Mentah 10.803,2 13.585,8 13.072,5 3404,2 2755,6 956,6 Hasil Minyak 28.679,4 28.568,0 27.373,0 7020,1 7012,3 2218,9 Gas 3.081,6 3.113,0 3.024,8 799,6 672,2 214 Non Migas 149.126,7 141.364,5 134.746,4 33.197,1 33.364,0 11.045,0 Pertumbuhan Impor (%) 8,0% -2,6% -4,5% -3,3% -5,3% 2,8% Barang Konsumsi 0,1% -2,0% -3,6% -5,5% -4,4% 11,3% Bahan Baku 7,0% 1,3% -4,0% -2,0% -4,9% 3,3% Barang Modal 15,2% -17,4% -7,1% -8,0% -7,7% -3,5% Migas 4,6% 6,3% -4,0% -2,6% -3,9% -2,4% Minyak Mentah -3,1% 25,8% -3,8% 1,2% -17,1% 0,8% Hasil Minyak 1,9% -0,4% -4,2% -5,2% -6,5% -3,0% Gas 118,2% 1,0% -2,8% 6,4% -17,3% -9,9% Non Migas 9,1% -5,2% -4,7% -3,5% 0,1% 4,5% Proporsi Impor (%) 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% Barang Konsumsi 7,0% 7,0% 7,1% 7,1% 7,3% 7,9% Bahan Baku 73,1% 76,1% 76,4% 76,5% 76,3% 76,8% Barang Modal 19,9% 16,9% 16,4% 16,3% 16,4% 15,2% Migas 22,2% 24,3% 24,4% 25,3% 23,8% 23,5% Minyak Mentah 5,6% 7,3% 7,3% 7,7% 6,3% 6,6% Hasil Minyak 15,0% 15,3% 15,4% 15,8% 16,0% 15,4% Gas 1,6% 1,7% 1,7% 1,8% 1,5% 1,5% Non Migas 77,8% 75,7% 75,6% 74,7% 76,2% 76,5% Sumber Pertumbuhan (%) Barang Konsumsi 0,0% -0,1% -0,3% -0,4% -0,3% 0,9% Bahan Baku 5,1% 1,0% -3,1% -1,6% -3,8% 2,5% Barang Modal 3,0% -2,9% -1,2% -1,3% -1,3% -0,5% Migas 1,0% 1,5% -1,0% -0,7% -0,9% -0,6% Minyak Mentah -0,2% 1,9% -0,3% 0,1% -1,1% 0,1% Hasil Minyak 0,3% -0,1% -0,6% -0,8% -1,0% -0,5% Gas 1,9% 0,0% 0,0% 0,1% -0,3% -0,1% Non Migas 7,1% -3,9% -3,5% -2,6% 0,1% 3,4% Sumber: BPS, diolah Keterangan (*):pertumbuhan year-on-year (YoY) 53

Pertumbuhan impor non migas pada triwulan IV tahun 2014 (YoY) sebesar 0,1 persen disumbangkan oleh peningkatan impor besi dan baja (HS-72) yang tumbuh 9,8 persen dengan proporsi 6,6 persen; plastik dan barang dari plastik (HS-39) dengan pertumbuhan 7,9 persen dengan proporsinya 6,1 persen; serta serealia (HS-23) yang mencatatkan pertumbuhan 1,8 persen dengan proporsinya 3,1 persen. Proporsi terbesar impor non migas Indonesia adalah berasal dari mesin/peralatan mekanik (HS- 84) yaitu sebesar 19,2 persen, dengan pertumbuhan nilai impor sebesar 12,8 persen. Tabel 24. Perkembangan Impor Non Migas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan IV Tahun 2014 Nilai Impor (Juta USD) Pertumbuhan Proporsi HS Barang Impor Q4 2014 2014 Q4 2014 2014 Q4 2014 Q4 2014 (YoY) (YoY) 84 Mesin dan peralatan mekanik 6.279,8 25.834,8-12,8% -5,3% 18,8% 19,2% 85 Mesin dan peralatan listrik 4.188,2 17.226,5-0,2% -5,4% 12,6% 12,8% 72 Besi dan baja 2.191,2 8.354,4 9,8% -12,6% 6,6% 6,2% 39 Plastik dan Barang dari Plastik 2.020,2 7.794,3 7,9% 2,0% 6,1% 5,8% 29 Bahan kimia organik 1.711,7 7.078,9-1,2% 1,0% 5,1% 5,3% 87 Kendaraan bermotor dan bagiannya 1.403,4 6.253,5-23,1% -21,0% 4,2% 4,6% 73 Barang dari besi dan baja 1.077,9 4.293,0-1,2% -9,6% 3,2% 3,2% 10 Serealia 1.047,7 3.605,9 1,8% -0,4% 3,1% 2,7% 23 Sisa Industri Makanan 734,2 3.273,8-15,6% 7,6% 2,2% 2,4% 52 Kapas 652,3 2.499,6-0,7% -2,2% 2,0% 1,9% Total Nilai Impor Non-Migas 33.364,0 134.746,4 0,1% -4,7% 100,0% 100,0% Sumber: BPS, diolah Nilai impor dari 6 (enam) negara utama asal impor Indonesia pada triwulan IV tahun 2014 mengalami penurunan sebesar -2,3 persen (YoY). Impor yang mengalami penurunan terbesar adalah impor dari Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat yang masing-masing turun sebesar -11,2 persen, -9,9 persen, -9,9 persen dengan proporsi nilai impor sebesar 5,7 persen, 12,7 persen dan 5,9 persen. Negara di kawasan ASEAN merupakan negara asal impor Indonesia yang terbesar dengan proporsi sebesar 21,7 persen. Pada triwulan IV tahun 2014, nilai impor dari negara di kawasan ASEAN mencatatkan pertumbuhan sebesar 1,0 persen. Tabel 25. Negara Utama Asal Impor Triwulan IV Tahun 2014 Nilai impor (USD Juta) Pertumbuhan Proporsi No Negara Asal Impor Q4 2014 2014 Q3 2014 Q4 2014 2014 (YoY) (YoY) Q4 2014 2014 1 ASEAN 7.235,5 7.235,5 28.942,0 1,0% -4,5% 21,7% 21,5% 2 Uni Eropa 3.167,2 3.167,2 12.668,8-1,7% -6,0% 9,5% 9,4% 3 Jepang 4.232,2 4.232,2 16.928,8-9,9% -11,1% 12,7% 12,6% 4 Tiongkok 7.150,2 7.150,2 28.600,8-3,1% -3,3% 21,4% 21,2% 54

Nilai impor (USD Juta) Pertumbuhan Proporsi No Negara Asal Impor Q4 2014 2014 Q3 2014 Q4 2014 2014 Q4 2014 2014 (YoY) (YoY) 5 Amerika Serikat 1.983,9 1.983,9 7.935,6-9,9% -10,6% 5,9% 5,9% 6 Korea Selatan 1.885,6 1.885,6 7.542,4-11,2% -14,4% 5,7% 5,6% Total Negara Asal Utama 25.597,3 26.157,1 105.649,0-2,3% -4,0% 78,4% 78,4% Negara Lainnya 7.599,8 7.206,9 29.097,4-5,6% -6,3% 21,6% 21,6% Total Impor Non Migas 33.197,1 33.364,0 134.746,4-3,1% -4,5% 100,0% 100,0% Sumber: BPS, diolah Perkembangan Neraca Perdagangan Neraca perdagangan total Indonesia pada triwulan IV tahun 2014 mengalami surplus sebesar USD 569,9 juta, hal itu disebabkan karena neraca perdagangan sektor non migas mengalami surplus sebesar USD 3.292,9 juta dibandingkan defisit neraca perdagangan sektor migas pada triwulan yang sama sebesar USD 2.723,0 juta. Namun secara keseluruhan, neraca perdagangan total Indonesia pada tahun 2014, mengalami defisit sebesar USD 1.111,0 juta. Hal ini disebabkan karena neraca perdagangan sektor migas mengalami defisit sebesar USD 12.347,1 juta, lebih besar dari surplus neraca perdagangan sektor non migas yang sebesar USD 11.236,1 juta. Impor migas yang menyebabkan neraca perdagangan defisit disebabkan antara lain oleh masih tingginya impor hasil minyak. Tabel 26. Neraca Perdagangan Triwulan IV Tahun 2014 Q3 2014 Q4 2014 2014 Q4 2014 (YoY) Pertumbuhan 2014 (YoY) Ekspor Total (USD Juta) 43.881,6 44.374,0 177.105,7-8,6% -3,0% Ekspor Migas 7.717,1 7.717,1 31.123,2-12,9% -4,8% Ekspor Non Migas 36.164,5 36.656,9 145.982,5-7,7% -2,6% Impor Total (USD Juta) 44.421,0 43.804,1 178.216,7-5,3% -4,5% Impor Migas 11.223,9 10.440,1 43.470,3-3,9% -2,2% Impor Non Migas 33.197,1 33.364,0 134.746,4 0,1% -3,8% Neraca Perdagangan (USD Juta) -539,4 569,9-1.111,0-75,2% -72,0% Migas -3.506,8-2.723,0-12.347,1 36,2% 5,2% Non Migas 2.967,4 3.292,9 11.236,1-48,4% 14,0% Sumber: BPS, diolah Neraca perdagangan Indonesia-Tiongkok pada triwulan IV tahun 2014 mengalami defisit sebesar USD 3.754,1 juta, hal itu disebabkan karena neraca perdagangan sektor non migas mengalami defisit sebesar USD 4.1697,6 juta lebih besar dari surplus neraca perdagangan sektor migas pada triwulan yang sama sebesar USD 415,5 juta. 55

Tabel 27. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Pertumbuhan Q3 2014 Q4 2014 2014 Q4 2014 (YoY) 2014 (YoY) Ekspor Total (USD Juta) 3.910,2 4.365,8 17.606,2-35,0% -22,1% Ekspor Migas 306,2 488,1 1.147,4 58,9% -13,0% Ekspor Non Migas 3.604,0 3.877,7 16.458,9-39,5% -22,7% Impor Total (USD Juta) 7.312,3 8.119,9 30.624,3 9,2% 2,6% Impor Migas 60,6 72,6 162,8 25,2% -41,7% Impor Non Migas 7.251,7 8.047,3 30.461,6 9,1% 3,0% Neraca Perdagangan (USD Juta) -3.402,1-3.754,1-13.018,1 422,4% 79,6% Migas 245,5 415,5 984,6 66,7% -5,3% Non Migas -3.647,6-4.169,6-14.002,7 330,8% 68,9% Sumber: BPS, diolah Perdagangan Indonesia-Jepang periode triwulan IV tahun 2014 menunjukkan kinerja yang baik karena menunjukkan surplus neraca perdagangan selama triwulan IV tahun 2014, yaitu sebesar USD 1.860,3 juta. Adapun surplus ini disebabkan karena neraca perdagangan sektor migas mencatatkan surplus sebesar USD 1.958,6 juta lebih besar dari defisit neraca perdagangan sektor non migas pada triwulan yang sama sebesar USD 98,4 juta Tabel 28. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Q3 2014 Q4 2014 2014 Q4 2014 (YoY) Pertumbuhan 2014 (YoY) Ekspor Total (USD Juta) 5.473,9 5.823,8 23.165,7-15,0% -14,5% Ekspor Migas 1.867,3 1.972,2 8.599,9-27,9% -21,8% Ekspor Non Migas 3.606,6 3.851,6 14.565,7-6,4% -9,5% Impor Total (USD Juta) 4.353,2 3.963,6 17.007,6-15,9% -11,8% Impor Migas 29,0 13,6 69,4 10,8% -69,9% Impor Non Migas 4.324,1 3.950,0 16.938,2-15,9% -11,1% Neraca Perdagangan (USD Juta) 1.120,7 1.860,3 6.158,1-13,0% -21,1% Migas 1.838,3 1.958,6 8.530,5-28,0% -20,8% Non Migas -717,6-98,4-2.372,4-83,1% -20,0% Sumber: BPS, diolah Neraca perdagangan Indonesia-Amerika pada triwulan IV tahun 2014 mengalami surplus sebesar USD 2.290,7 juta, hal itu disebabkan karena neraca perdagangan sektor migas mengalami surplus sebesar USD 216,1 juta dan neraca perdagangan sektor non migas juga mendorong surplus pada triwulan yang sama sebesar USD 2.074,7 juta. 56

Tabel 29. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Q3 2014 Q4 2014 2014 Q4 2014 (YoY) Pertumbuhan 2014 (YoY) Ekspor Total (USD Juta) 4.175,1 4.217,2 16.529,9 5,4% 5,3% Ekspor Migas 207,7 229,5 673,1 11,0% 10,4% Ekspor Non Migas 3.967,3 3.987,7 15.856,8 5,1% 5,1% Impor Total (USD Juta) 1.874,8 1.926,5 8.170,1-13,4% -9,9% Impor Migas 16,6 13,4 67,7-42,2% -64,2% Impor Non Migas 1.858,2 1.913,1 8.102,4-13,1% -8,7% Neraca Perdagangan (USD Juta) 2.300,3 2.290,7 8.359,8 29,0% 26,2% Migas 191,2 216,1 605,4 17,7% 43,8% Non Migas 2.109,1 2.074,7 7.754,4 30,3% 25,0% Sumber: BPS, diolah Perdagangan Indonesia-India juga menunjukkan kinerja yang baik karena menunjukkan surplus neraca perdagangan selama triwulan IV tahun 2014, yaitu sebesar USD 2.395,9 juta. Adapun surplus ini disebabkan karena neraca perdagangan sektor non migas mendorong surplus sebesar USD 2.451,7 juta lebih besar dari defisit neraca perdagangan sektor migas pada triwulan yang sama sebesar USD 55,8 juta. Tabel 30. Neraca Perdagangan Indonesia-India Q3 2014 Q4 2014 2014 Q4 2014 (YoY) Pertumbuhan 2014 (YoY) Ekspor Total (USD Juta) 3.356,6 3.196,3 12.249,0-9,5% -6,0% Ekspor Migas 3,3 5,9 25,2 13,4% 19,9% Ekspor Non Migas 3.353,4 3.190,4 12.223,7-9,6% -6,0% Impor Total (USD Juta) 948,4 800,4 3.952,1-5,0% -0,3% Impor Migas 67,4 61,6 388,2-6,8% 99,0% Impor Non Migas 881,0 738,7 3.563,9-4,8% -5,4% Neraca Perdagangan (USD Juta) 2.408,2 2.395,9 8.296,9-11,0% -8,5% Migas -64,2-55,8-363,0-8,5% 108,7% Non Migas 2.472,4 2.451,7 8.659,9-10,9% -6,3% Sumber: BPS, diolah Kondisi Bisnis Indonesia Triwulan IV Tahun 2014 Secara umum kondisi bisnis di Indonesia pada triwulan IV tahun 2014 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dengan nilai ITB (Indeks Tendensi Bisnis) sebesar 104,07. Tingkat optimisme pelaku bisnis pada triwulan IV tahun 2014 lebih rendah dibandingkan triwulan III-2014 (107,24). Peningkatan kondisi bisnis pada triwulan IV tahun 2014 terjadi hampir pada semua sektor kecuali sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan dengan nilai ITB 97,61 dan sektor Pertambangan dan Penggalian dengan nilai ITB sebesar 92,06. Sektor yang memiliki nilai ITB tertinggi 57

Indeks adalah sektor Keuangan, real Estat, dan Jasa Perusahaan dengan nilai ITB sebesar 107,22. Adapun perkiraan ITB triwulan I tahun 2015 adalah sebesar 103,42. Gambar 11. Indeks Tendensi Bisnis sampai dengan Triwulan IV 2014 108 106 106,92 107,43 106,12 105,64 107,24 104 102 103,89 104,22 104,83 103,88 102,34 104,72 102,23 104,07 103,42 100 98 sumber : BPS, diolah Triwulan Catatan: ITB berkisar antara 0 sampai dengan 200 dengan indikasi sebagai berikut: a. Nilai ITB < 100 menunjukkan kondisi pada triwulan berjalan menurun di banding triwulan sebelumnya b. Nilai ITB=100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan tidak mengalami perubahan (stagnan) dibanding triwulan sebellumnya c. Nilai ITB > 100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan lebih baik (menigkat)dibanding triwulan sebelumnya d. * Angka perkiraan No Tabel 31. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan IV 2014 Sektor dalam ITB ITB Trw III- 2014 ITB Trw IV- 2014 Variabel pembentuk ITB Trw IV-2014 Pendapatan Usaha Penggunaan Kapasitas Produksi/ Usaha Rata Rata Jam Kerja 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 105,85 97,61-97,61-2 Pertambangan dan Penggalian 99,77 92,06 90,63 87,50 95,18 3 Insdustri Pengolahan 106,62 103,08 105,92 103,83 100,40 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 103,92 104,40 107,82 104,83 101,36 5 Konstruksi 107,47 105,04 108,52 103,41 102,84 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 111,61 104,22 107,22 104,79 101,47 7 Pengangkutan dan Telekomunikasi 108,25 105,92 107,73 105,42 104,63 8 Keuangan, real Estat,dan Jasa Perusahaan 112,43 107,22 109,33 109,05 104,69 9 Jasa Jasa 107,59 104,50 106,06 105,65 102,72 Indeks Tendensi Bisnis 107,24 104,07 106,78 103,85 101,91 Sumber: BPS diolah 58

Perkembangan Harga Domestik Sejak bulan Oktober 2014 hingga 5 Februari 2015, lima komoditas tertentu mengalami fluktuasi harga yang cukup besar. Harga beras medium sempat mengalami penurunan yang cukup signifikan (3,2 persen) pada bulan Januari 2015. Komoditas tepung terigu menunjukkan puncak harga terendah pada 5 Februari 2015. Tabel 32. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu KOMODITI Okt-14 Nop-14 Des-14 Jan-15 05 Feb 2015 Beras Medium (Rp/Kg) 9.887 9.043 9.343 9.646 9.746 Gula Pasir (Rp/Kg) 11.141 11.422 11.216 11.167 11.162 HARGA Minyak Goreng Kemasan (Rp/620 ml) 14.821 14.635 15.006 15.110 15.149 Minyak Goreng Curah (Rp/Kg) 11.370 11.356 11.300 11.331 11.268 Tepung Terigu (Rp/Kg) 8.827 8.814 8.827 8.838 8.800 Beras Medium (Rp/Kg) 10,8% -8,5% 3,3% 3,2% -0,2% INFLASI PERIODIK Gula Pasir (Rp/Kg) 5,1% 2,5% -1,8% -0,4% -0,2% Minyak Goreng Kemasan (Rp/620 ml) -0,2% -1,3% 2,5% 0,7% -0,1% Minyak Goreng Curah (Rp/Kg) 5,2% -0,1% -0,5% 0,3% -0,2% Tepung Terigu (Rp/Kg) -0,2% -0,1% 0,1% 0,1% 0,2% Sumber: Kementerian Perdagangan, diolah Perkembangan Harga Komoditi Internasional Pada bulan Desember 2014, sebagian besar harga komoditas internasional terpilih mengalami penurunan daripada bulan sebelumnya. Sebagai contoh harga minyak kelapa sawit mengalami penurunan yaitu sebesar USD 59,3; lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai USD 75,8. Sementara pada bulan yang sama, harga kakao mengalami pertumbuhan positif, yaitu sebesar 1,2 persen dibandingkan bulan sebelumnya. ENERGI Tabel 33. Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih KOMODITAS Sept-14 Okt-14 Nov-14 Des-14 2014 Coal, Australia 65,9 63,7 62,6 62,2 841,4 Crude oil, West Texas 93,2 84,4 75,8 59,3 1.117,4 PERTANIAN Cocoa 321,9 310,1 290,9 294,5 3.674,1 Coffee, robusta 221,6 230,8 227,2 219,7 2.659,7 Palm oil 709,0 722,0 731,0 685,0 9.849,3 Soybeans 432,0 424,0 449,0 444,0 5.899,3 Shrimp, Mexico 1.807,8 1.603,9 1.609,4 1.609,4 20.698,6 59

KOMODITAS Sept-14 Okt-14 Nov-14 Des-14 2014 Woodpulp 875,0 875,0 875,0 875,0 10.523,0 Rubber*, Singapore 164,4 162,0 163,6 160,3 2.349,2 LOGAM & MINERAL Copper 6.872,2 6.737,5 6.712,9 6.446,5 62.464,0 Iron ore 82,4 81,0 74,0 68,0 940,2 Nickel 18.034,8 15.812,4 15.807,1 15.962,1 155.139,0 Tin 2.109,1 1.983,0 2.003,3 1.983,0 20.309,3 Zinc 229,5 2.276,8 2.253,2 2.175,8 1.922,6 INFLASI PERIODIK ENERGI Coal, Australia -4,4% -3,4% -1,8% -0,5% -17,1% Crude oil, West Texas Int. -3,3% -9,5% -10,2% -21,8% -4,9% PERTANIAN Cocoa -1,6% -3,7% -6,2% 1,2% 25,5% Coffee, robusta 0,3% 4,2% -1,6% -3,3% 6,8% Palm oil -7,4% 1,8% 1,2% -6,3% -4,2% Soybeans -6,1% -1,9% 5,9% -1,1% -8,7% Shrimp, Mexico 0,0% -11,3% 0,3% 0,0% 24,6% Woodpulp 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 6,6% Rubber*, Singapore, RSS3-11,1% -1,5% 1,0% -2,0% -30,0% LOGAM & MINERAL Copper -1,9% -2,0% -0,4% -4,0% -29,0% Iron ore -11,1% -1,7% -8,6% -8,1% -42,1% Nickel -3,0% -12,3% 0,0% 1,0% -14,0% Tin -5,1% -6,0% 1,0% -1,0% -24,0% Zinc -1,4% 892,3% -1,0% -3,4% -16,1% Sumber: World Bank, diolah 60

PERKEMBANGAN INVESTASI DAN KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Pada sisi penggunaan pertumbuhan komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar tumbuh 4,27 persen (YoY) dibanding triwulan IV tahun 2013. Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan IV tahun 2014 sebesar Rp 41.7480, lebih besar dari realisasi triwulan IV tahun 2013 atau tumbuh sebesar 22,7 persen. Neraca perdagangan ASEAN-5 dengan Tiongkok pada triwulan IV tahun 2014 mengalami defisit sebesar USD 788,7 juta. 61

PERKEMBANGAN INVESTASI Perkembangan Investasi Berdasar perhitungan PDB dengan menggunakan tahun dasar tahun 2010, perekonomian Indonesia pada triwulan IV tahun 2014 tumbuh sebesar 5,01 persen dibanding triwulan IV tahun 2013 (YoY) dengan pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha Jasa Keuangan dan Assuransi yang tumbuh sebesar 10,2 persen. Pertumbuhan ekonomi tahun 2014 sebesar 5,02 persen, melambat dibanding tahun 2013 yang tumbuh sebesar 5,58 persen. Sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai lapangan usaha Informasi dan Komunikasi (10,02 persen). Secara spasial, struktur pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2014 masih didominasi oleh kelompok provinsi di pulau Jawa, dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 57,39 persen, diikuti pulau Sumatera sebesar 23,16 persen dan pulau-pulau lainnya kurang dari 10 persen. Pada sisi penggunaan pertumbuhan komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar tumbuh 4,27 persen (YoY) dibanding triwulan IV tahun 2013. Sementara pertumbuhan triwulan IV tahun 2014 dibanding triwulan III tahun 2014 (QtQ) tumbuh 2,99 persen. Tahun 2014, pertumbuhan PMTB (YoY) sebesar 4,12 persen. Untuk komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto/PMTB, pertumbuhan triwulan IV tahun 2014 (YoY) sebesar 4,27 persen secara lebih detil didorong oleh pertumbuhan produk kekayaan intelektual yang tumbuh sebesar 12,19 persen, dan Bangunan dengan pertumbuhan 7,06 persen. Adapun sumbangan terbesar dalam komponen PMTB pada triwulan IV tahun 2014 secara detil yaitu pada Bangunan dengan sumbangan 23,70 persen. Tabel 34. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan IV- 2014 (persen) Q4- Q4-2013* Q3-2014 2014 2014 2014** Y-o-Y (QtQ) (Y-o-Y) (QtQ) (Y-o-Y) Pertumbuhan PDB 5,58 3,16 5,01-2,06 5,02 Pertumbuhan PMTB (YoY)(PDB Konstan) 5,28 2,47 4,27 2,99 4,12 a. Bangunan 6,74 3,10 7,06 4,07 5,51 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 0,37-4,68-9,07 1,64-4,61 c. Kendaraan -5,64-4,20-7,39-2,98-8,66 d. Peralatan Lainnya 0,32 6,70 3,51 3,41 1,69 e. CBR 7,29 16,24 3,94 15,32 3,35 f. Produk Kekayaan Intelektual 16,54 0,83 12,19-25,57 39,22 Share (%, atas dasar Harga Berlaku) 62

2013* Q3-2014 Q4-2014 Q4-2014 2014** Share PMTB terhadap PDB 33,17 32,12 31,82 34,35 32,57 a. Bangunan 24,21 23,55 23,70 26,17 24,37 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 3,79 3,60 3,25 3,16 3,32 c. Kendaraan 1,69 1,81 1,42 1,44 1,48 d. Peralatan Lainnya 0,43 0,42 0,42 0,45 0,42 e. CBR 2,24 1,97 1,86 2,24 1,94 f. Produk Kekayaan Intelektual 0,82 0,78 1,17 0,89 1,04 Sumber data: BPS. Ketetangan : *) angka sementara **) angka sangat sementara Realisasi Investasi Triwulan IV Tahun 2014 Tabel 35. Realisasi PMA PMDN Tahun 2007-2014 Pertumbuhan TAHUN PMDN PMA (YoY) (Rp Miliar) (USD juta) PMDN PMA 2007 34.878,7 10.341,4 68,9% 72,6% 2008 20.363,4 14.871,4-41,6% 43,8% 2009 37.799,8 10.815,2 85,6% -27,3% 2010 60.626,3 16.214,8 60,4% 49,9% 2011 76.001,1 19.474,2 25,4% 20,1% 2012 92.182,0 24.564,7 21,3% 26,1% 2013 128.150,6 28.617,5 39,0% 16,5% 2014 156.126,2 28.529,7 21,8% -0,3% 2014 Trw IV 41.748,0 6.784,5 22,7% -8,50% Sumber: BKPM, diolah Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan IV tahun 2014 sebesar Rp 41.748,0 lebih besar dari realisasi triwulan IV tahun 2013 atau tumbuh sebesar 22,7 persen. Untuk Penanaman Modal Asing (PMA), realisasi triwulan IV tahun 2014 sebesar USD 6.784,5 juta, dan mengalami pertumbuhan sebesar minus 8,5 persen dibandingkan triwulan IV tahun 2013. Dilihat per tahun, realisasi PMDN tahun 2014 mengalami pertumbuhan sebesar 21,8 persen dibanding tahun 2013, sedangkan realisasi PMA mengalami sedikit penurunan pertumbuhan di banding tahun 2013, yaitu sebesar minus 0,3 persen. Realisasi Per Sektor Realisasi per sektor untuk PMA pada triwulan IV tahun 2014 sebesar USD 6.784,5 juta atau mengalami penurunan sebesar minus 9,0 persen dibandingkan triwulan III tahun 2014. Penurunan terjadi di ketiga kelompok sektor, dengan penurunan terbesar pada sektor sekunder sebesar 16,5 persen. Secara tahunan, pada tahun 2014, realisasi investasi PMA pertumbuhannya sedikit menurun sebesar minus 0,3 persen dibanding 63

tahun 2013. Realisasi per sektor untuk PMDN tumbuh sebesar 0,4 persen dibandingkan dengan triwulan III tahun 2014. Kenaikan ini didorong oleh pertumbuhan sektor primer sebesar 32 persen dan sektor tersier 1,2 persen. Pertumbuhan realisasi PMDN tahun 2014 sebesar 21,8 persen dibanding tahun 2013. Adapun dilihat secara sumbangannya, pada triwulan IV tahun 2014, untuk PMA sektor sekunder memberikan sumbangan terbesar dengan share 42,3 persen dan pemberi sumbangan terbesar untuk PMDN yaitu sektor tersier sebesar 44,9 persen. Tabel 36. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan IV- 2014 Berdasar Sektor PMA Jumlah (juta US $) PMDN Jumlah (Rp. Miliar) Primer Sekunder Tersier Primer Sekunder Tersier 2007 599,3 4.697,0 5.045,1 10.341,4 4.377,4 26.289,8 4.211,5 34.878,7 2008 335,6 4.515,2 10.020,5 14.871,4 1.757,7 15.914,8 2.690,8 20.363,4 2009 462,6 3.831,1 6.521,2 10.815,0 4.415,9 19.434,4 13.949,5 37.799,8 2010 3.013,6 3.357,6 9.843,6 16.214,8 12.327,4 25.485,3 22.813,6 60.626,3 2011 4.870,3 6.779,5 7.824,9 19.474,7 16.306,9 39.048,0 20.645,7 76.000,6 2012 5.933,1 11.770,0 6.861,7 24.564,7 20.369,1 49.888,9 21.924,0 92.182,0 2013 6.471,8 15.858,8 6.286,9 28.617,5 25.715,5 51.171,1 51.263,9 128.150,6 2014 6.991,3 13.019,4 8.519,0 28.529,6 16.520,6 59.034,7 80.571,0 156.126,3 2014 trw IV 1.491,2 2.869,4 2.423,9 6.784,5 5.828,9 17.193,4 18.725,7 41.748,0 Pertumbuhan Y- o-y (2014 trw IV/2013 trw IV) Pertumbuhan Q-o-Q 2014 trw IV/2014 trw III Pertumbuhan (Y-o-Y) tahun 2014 8,2% -16,3% -7,0% -8,5% -43,9% 33,5% 74,0% 22,7% -4,4% -16,5% -1,4% -9,0% 32,0% -7,9% 1,2% 0,4% 8,0% -17,9% 35,5% -0,3% -35,8% 15,4% 57,2% 21,8% Share 2014 24,5% 45,6% 29,9% 100,0% 10,6% 37,8% 51,6% 100,0% Share trw IV- 22,0% 42,3% 35,7% 100,0% 14,0% 41,2% 44,9% 100,0% 2014 Sumber: BKPM, diolah Dilihat per sektor/bidang usaha, pada triwulan IV tahun 2014 realisasi PMA pada lima besar sektor/bidang dan persentasenya terhadap total realisasi secara berurutan adalah sektor Industri Logam, Mesin dan elektronik dengan persentase 13,7 persen, Pertambangan 12,9 persen, Konstruksi 11,3 persen, Industri Makanan 8,7 persen dan industri Tanaman Pangan 8,6 persen. Untuk PMDN, terbesar secara berurutan adalah Transportasi, gudang, dan komunikasi 14,1 persen, Industri Makanan 13,6 persen, Tanamam Pangan, Perkebunan 11,2 persen, Konstruksi 10,7 dan Industri Kimia dan farmasi 10,3 persen. 64

Tabel 37. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan IV Tahun 2014 PMA PMDN Sektor/Bidang Usaha US$ Juta % Thd Total Sektor/Bidang Usaha Ind. Logam, Mesin & 929,3 13,7% 1 Transportasi, Gudang & Elektronik Komunikasi Rp. % Thd MIliar Total 5.890,4 14,1% Pertambangan 872,4 12,9% 2 Industri Makanan 5.662,1 13,6% Konstruksi 766,0 11,3% 3 Tanaman Pangan & 4.693,6 11,2% Perkebunan Industri Makanan 592,5 8,7% 4 Konstruksi 4.460,9 10,7% Tanaman Pangan dan 583,9 8,6% 5 Ind. Kimia dan Farmasi 4.287,6 10,3% Perkebunan Gabungan Lainnya 3.040,4 44,8% Gabungan Lainnya 16.753,4 40,1% JUMLAH/TOTAL 6.784,5 100% JUMLAH/TOTAL 41.748,0 100% Sumber: BKPM, diolah Realisasi Per Lokasi Tabel 38. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan IV Tahun 2014 Berdasarkan Lokasi (Rp Miliar) TAHUN LOKASI TOTAL Sumatera Jawa Bali & Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku Papua 2007 10.754,5 18.668,9 15,7 1.558,0 3.881,6 0,0 0,0 34.878,7 2008 4.840,1 7.819,6 29,0 1.821,4 1.147,5 0,0 294,7 15.952,3 2009 12.230,7 25.766,5 50,8 2.934,4 1.187,4 0,0 41,0 42.210,8 2010 4.224,2 35.140,4 2.119,3 14.575,6 4.337,6 0,0 229,3 60.626,3 2011 16.334,4 37.176,3 356,9 13.467,4 7.227,6 13,6 1.424,9 76.001,1 2012 14.256,2 52.692,9 3.167,8 16.739,7 4.901,0 323,9 100,5 92.182,0 2013 22.913,8 66.495,7 4.400,2 28.713,6 3.624,2 1.114,9 888,2 128.150,6 2014 29.561,1 97.057,1 468,9 21.419,5 7.113,4 156,3 349,9 156.126,3 2014 trw IV 8.419,4 25.747,6 231,3 4.103,8 3.131,2 41,0 73,7 41.748,0 Pertumbuhan (Y-o-Y) Trw IV 2014/Trw IV 2013 Pertumbuhan Trw IV 2014/Trw IIII 2014 36,2% 77,8% -77,5% -63,7% 405,8% -67,0% -74,9% 22,7% -9,7% 22,0% 328,3% -46,7% 1,3% -23,7% -69,7% 0,4% Pertumbuhan 2014/2013 29,0% 46,0% -89,3% -25,4% 96,3% -86,0% -60,6% 21,8% Share trw IV- 2014 20,2% 61,7% 0,6% 9,8% 7,5% 0,1% 0,2% 100,0% Share 2014 18,9% 62,2% 0,3% 13,7% 4,6% 0,1% 0,2% 100,0% Sumber: BKPM, diolah Berdasar lokasinya, pada triwulan IV tahun 2014 dibanding triwulan III tahun 2014, pertumbuhan realisasi PMDN terbesar terjadi di Bali dan Nusa Tenggara dengan pertumbuhan sebesar 328 persen. Diikuti pulau Jawa sebesar 22 persen, dan Sulawesi 1,3 persen. Dilihat dari sumbangannya, Sumatera Jawa dan Kalimantan memberikan 65

sumbangan terbesar pada triwulan IV tahun 2014 yaitu 61,7 persen, 20,2 persen dan 9,8 persen Pertumbuhan realisasi PMDN per lokasi pada tahun 2014 dibanding tahun 2013 tumbuh sebesar 21,8 persen. Untuk PMA pertumbuhan triwulan IV tahun 2014 dibandingkan triwulan sebelumnya mengalami penurunan sebesar minus 9 persen dengan pertumbuhan positif hanya terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Lokasi lainnya yaitu Jawa. Bali, Sulawesi, Maluku dan Papua mengalami pertumbuhan negatif. Pertumbuhan tahun 2014 sedikit mengalami perlambatan, yaitu minus 0,3 persen. Secara sumbangan, pada triwulan IV 2014 pulau Jawa, Kalimantan dan Sumatera memberikan sumbangan terbesar yaitu 56,3 persen, 14,7 persen dan 13,7 persen. Tabel 39. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan IV Tahun 2014 Berdasarkan Lokasi (USD Juta) LOKASI TAHUN Bali & Nusa TOTAL Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Maluku Papua Tenggara 2007 1.398,5 8.503,5 56,7 300,6 79,6 0,0 2,5 10.341,4 2008 1.009,9 13.566,8 95,5 115,2 65,4 0,0 18,7 14.871,5 2009 776,2 9.370,6 233,8 284,4 141,6 5,9 2,8 10.815,3 2010 747,1 11.498,8 502,7 2.011,4 859,1 248,9 346,8 16.214,8 2011 2.076,3 12.324,8 952,7 1.918,7 715,3 141,4 1.345,0 19.474,2 2012 3.729,3 13.659,9 1.126,6 3.208,7 1.507,1 98,8 1.234,5 24.564,9 2013 3.395,3 17.326,4 888,9 2.773,4 1.498,2 321,2 2.414,2 28.617,5 2014 3.844,5 15.436,7 993,2 4.673,7 2.055,7 111,8 1.414,0 28.529,6 2014 trw IV 929,3 3.816,9 206,5 998,1 486,7 14,7 332,4 6.784,5 Pertumbuhan (Y-o-Y) Trw IV 2014/Trw IV 2013 Pertumbuhan Trw IV 2014/Trw IIII 2014 Pertumbuhan (Y-o-Y) tahun 2014 43,5% -22,3% -46,8% 31,9% 101,6% -68,8% -21,4% -8,5% 8,4% -2,4% -11,7% 13,1% -59,0% -65,2% -2,6% -9,0% 13,2% -10,9% 11,7% 68,5% 37,2% -65,2% -41,4% -0,3% Share 2014 13,5% 54,1% 3,5% 16,4% 7,2% 0,4% 5,0% 100,0% Share trw IV- 2014 13,7% 56,3% 3,0% 14,7% 7,2% 0,2% 4,9% 100,0% Sumber: BKPM, diolah Berdasar lokasi menurut provinsi, pada triwulan IV tahun 2014 untuk PMDN, lima besar lokasi investasi yang diminati, 4 (empat) provinsi diantaranya terletak di Pulau Jawa, dengan kontribusi realisasi PMDN terbesar yaitu Jawa Timur sebesar 20,3 persen. 66

PMA Lokasi (Propinsi) Tabel 22. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan IV-2014 US$ Juta % Thd Total Lokasi (Propinsi) PMDN Rp. Miliar Jawa Barat 1.896,3 28,0% Jawa Timur 8.460,4 DKI Jakarta 922,9 13,6% DKI Jakarta 7.271,3 Banten 512,6 7,6% Jawa Barat 4.888,7 Sulawesi Tengah 378,7 5,6% Jawa Tengah 3.376,2 Sumatera Selatan 374,2 5,5% Sumatera Selatan 3.048,5 % Thd Total 20,3% 17,4% 11,7% 8,1% 7,3% Gabung Lainnya 2.699,8 39,8% Gabung Lainnya 14.703,0 35,2% Jumlah 6.784,5 100,00% Jumlah 41.748,0 100,00% Sumber: BKPM, diolah Untuk PMA, lima lokasi dengan realisasi paling besar berturut-turut adalah Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten,, Sulawesi Tengah dan Sumatera Selatan; dengan sumbangan realisasi PMA terbesar berasal dari Jawa Barat sebesar 28 persen. Realisasi per Negara Realisasi investasi PMA dilihat dari negara asal PMA, pada triwulan IV tahun 2014 lima besar negara asal investasi PMA merupakan negara-negara di Asia, yaitu: 1) Singapura, dengan nilai investasi sebesar USD 932,6 juta atau 14 persen dari total realisasi investasi PMA; 2) Malaysia dengan nilai USD 792,4 juta (12 persen); 3) Jepang dengan nilai realisasi investasi USD 663,8 juta (10 persen); 4) Tiongkok dengan nilai realisasi investasi USD 471,3 juta (7 persen) serta 5) Korea Selatan dengan realisasi investasi USD 374,6 juta (6 persen) dari total realisasi investasi PMA. Tabel 40. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan IV Tahun 2014 PMA Sumber: BKPM, diolah Negara US$ Juta % Thd Total Singapura 932,6 14% Malaysia 792,4 12% Jepang 663,8 10% Tiongkok 471,3 7% Korea Selatan 374,6 6% Gabung Lainnya 3.549,8 52% Jumlah 6.784,5 100,00% 67

Perkembangan Kerjasama Ekonomi Internasional Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia Perkembangan perjanjian ekonomi internasional yang dilakukakan Indonesia dijelaskan pada tabel di bawah. Tabel 41. Status Perjanjian Ekonomi Internasional No. PERJANJIAN EKONOMI STATUS 1 ASEAN Free Trade Area Signed and In Effect 2 ASEAN-Australia and New Zealand Free Trade Agreement Signed and In Effect 3 Comprehensive Economic Partnership for East Asia Proposed/Under consultation and (CEPEA/ASEAN+6) study 4 ASEAN-People's Republic of China Comprehensive Economic Signed and In Effect Cooperation Agreement 5 ASEAN- Republic of Korea Comprehensive Economic Cooperation Signed and In Effect Agreement 6 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Signed and In Effect 7 ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect 8 ASEAN-EU Free Trade Agreement Under Negotiation 9 Japan-Indonesia Economic Partnership Agreement Signed and In Effect 10 Indonesia-Chile Free Trade Agreement Joint Study Group 11 East Asia Free Trade Area (ASEAN+3) Proposed/Under consultation and study 12 Republic of Korea-Indonesia Free Trade Agreement The 4th round of negotiation 13 United States-Indonesia Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study 14 Trade Preferential System of the Organization of the Islamic Conference (FA) signed/fta Under Negotiation 15 Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing Countries Signed but not yet In Effect 16 ASEAN-Pakistan Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study 17 Indonesia - EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement The 5rd Round of Negotiations (IE - CEPA) 18 Indonesia - Australia CEPA (IA-CEPA = Indonesia-Australia The 2nd round of negotiation Comprehensive Economic Partnership Agreement) 19 Indonesia - India CECA (II-CECA = Indonesia-India Comprehensive Launching of negotiation Economic Cooperation Agreement) 20 Indonesia - Pakistan PTA (PTA = Preferential Trade Agreement) The 6th round of negotiation 21 Indonesia - Iran PTA (PTA = Preferential Trade Agreement) The 1st round of negotiation 22 Indonesia-Turki Free Trade Agreement Joint Study Group 23 Indonesia - Tunisia JSG Ongoing Joint Study Group 24 Indonesia - Mesir Establishment of JSG Joint Study Group 25 Regional Comprehensive Economic Partnership The 3rd round of negotiation Sumber: aric database, ADB; Ditjen KPI, Kemendag Perkembangan Ekspor Impor dalam Kerangka ASEAN-Tiongkok FTA Neraca perdagangan ASEAN-5 dengan Tiongkok pada triwulan IV tahun 2014 mengalami defisit sebesar USD 788,7 juta. Indonesia, Singapura dan Thailand yang mengalami defisit perdagangan dengan Tiongkok masing-masing sebesar USD 3.283,8 juta, USD 3.565,9 dan USD 61,0 juta. Sementara itu, negara lainnya (Malaysia dan 68

Filipina) mengalami surplus perdagangan dengan Tiongkok masing-masing sebesar USD 5.216,1 juta dan USD 905,9 juta. Ekspor ASEAN Ke Tiongkok Nilai ekspor ASEAN-5 ke Tiongkok pada triwulan IV tahun 2014 tumbuh negatif sebesar 26,9 persen (YoY). Namun secara keseluruhan, nilai ekspor ASEAN-5 ke Tiongkok pada tahun 2014 tumbuh positif sebesar 74,9 persen. Pertumbuhan ekspor Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand mengalami penurunan ke Tiongkok pada triwulan IV tahun 2014 masing-masing sebesar -60,2 persen, -19,0 persen, -16,7 persen dan -35,2 persen (YoY). Tabel 42. Ekspor ASEAN ke Tiongkok Nilai Ekspor ASEAN ke Pertumbuhan Tiongkok (juta USD) Proporsi* Q4 2014 2014 Q4 2014 (YoY) 2014 (YoY) 2014 ASEAN (5) 34.427,6 161.533,8-26,9% 74,9% 8,2% Indonesia 3.398,5 22.629,4-60,2% 41,3% 1,2% Animal or Vegetable Fats Oils 666,4 2.978,9-12,1% 122,0% 0,2% Mineral Products 2.059,3 10.498,4-58,4% 14,2% 0,5% Plastics, Rubber and Articles 275,6 1.373,7-45,7% 43,8% 0,1% Machiney, Electrical Equipment 397,3 1.558,0-7,0% 78,9% 0,1% Malaysia 12.849,2 54.169,3-19,0% 72,9% 2,8% Animal or Vegetable Fats Oils 663,1 2.678,0-21,2% 56,9% 0,1% Mineral Products 1.826,8 6.975,6-14,9% 85,4% 0,4% Plastics, Rubber and Articles 800,6 3.611,3-29,3% 68,6% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 9.558,7 36.092,4-3,7% 80,2% 1,8% Singapura 6.345,1 29.201,8-16,7% 89,5% 1,5% Mineral Products 867,3 4.746,3-29,7% 104,4% 0,2% Products of Chemcial or Allied 956,0 4.440,8-14,1% 95,9% 0,2% Plastics, Rubber and Articles 990,9 4.479,0-6,9% 119,8% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 3.530,9 13.181,3 3,9% 85,4% 0,7% Thailand 6.684,2 34.985,6-35,2% 75,9% 1,8% Animal or Vegetable Fats Oils 7,4 26,5 0,5% -96,9% 0,0% Products of Chemcial or Allied 706,9 3.056,4-9,9% 81,1% 0,2% Plastics, Rubber and Articles 2.168,4 8.966,7-17,7% 85,4% 0,5% Machiney, Electrical Equipment 3.801,5 14.447,1 8,8% 107,8% 0,7% Philipina 5.150,7 20.547,7 7,8% 111,9% 1,0% Mineral Products 921,9 3.789,5 43,0% 179,8% 0,2% 69

Nilai Ekspor ASEAN ke Tiongkok (juta USD) Pertumbuhan Proporsi* Q4 2014 2014 Q4 2014 (YoY) 2014 (YoY) 2014 Plastics, Rubber and Articles 68,6 321,7-32,9% 62,4% 0,0% Base Metals and Articles 305,6 800,0 97,3% 77,8% 0,0% Machiney, Electrical Equipment 3.854,5 14.448,0 10,4% 109,0% 0,7% Sumber: Statistik Tiongkok, CEIC Keterangan (*): terhadap total impor Tiongkok Impor ASEAN Dari Tiongkok Impor ASEAN-5 dari Tiongkok pada triwulan IV tahun 2014 adalah sebesar USD 35.216,3 juta atau turun sebesar -28,3 persen (YoY). Seluruh negara dalam ASEAN-5 secara merata mengalami penurunan nilai impor dari Tiongkok. Impor dari Tiongkok ke Indonesia pada triwulan IV tahun 2014 menurun sebesar -29,7 persen, ke Malaysia sebesar -39,1 persen, ke Singapura sebesar -22,7 persen, ke Thailand sebesar -22,3 persen dan ke Philipina sebesar -23,6 persen. Tabel 43. Impor ASEAN dari Tiongkok Nilai Impor ASEAN dari Tiongkok (juta USD) Pertumbuhan Proporsi* Q4 2014 2014 Q4 2014 (YoY) 2014 (YoY) 2014 ASEAN (5) 35.216,3 172.715,7-28,3% -4,8% 7,4% Indonesia 6.682,3 35.412,3-29,7% -4,2% 1,5% Mineral Products 451,7 2.301,9-8,5% -16,1% 0,1% Textiles and Textile Articles 1.152,8 4.758,2 0,4% 7,9% 0,2% Base Metals and Articles 1.596,4 4.870,9 62,7% 25,1% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 3.481,4 12.708,0 6,5% 2,1% 0,5% Malaysia 7.633,0 41.206,3-39,1% -10,3% 1,8% Textiles and Textile Articles 1.150,3 4.583,9-12,0% -13,8% 0,2% Base Metals and Articles 2.118,4 6.441,4 63,6% 20,6% 0,3% Machiney, Electrical Equipment 3.745,0 14.276,2 0,5% 1,4% 0,6% Optical, Photographic, Muscial Instruments 619,4 2.501,9-15,2% 0,6% 0,1% Singapura 9.911,0 44.266,5-22,7% -3,5% 1,9% Mineral Products 1.199,6 4.007,3 6,0% 11,2% 0,2% Base Metals and Articles 1.293,6 4.509,8 20,4% 10,2% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 5.862,8 20.007,9 19,0% 7,7% 0,9% Vehicles, Aircraft, Vessels & Transport 1.555,0 5.191,3-16,8% -11,5% 0,2% Thailand 6.745,2 30.876,2-22,3% -5,7% 1,3% Products of Chemcial or Allied Industries 889,3 3.302,1 28,2% 15,1% 0,1% 70

Nilai Impor ASEAN dari Tiongkok (juta USD) Pertumbuhan Proporsi* Textiles and Textile Articles 735,6 2.537,0 21,5% 8,8% 0,1% Base Metals and Articles 1.381,9 4.611,9 32,6% 14,0% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 3.738,4 12.648,4 20,2% 1,9% 0,5% Philipina 4.244,8 20.954,4-23,6% 5,6% 0,9% Products of Chemcial or Allied 439,6 1.536,7 28,4% 17,8% 0,1% Industries Textiles and Textile Articles 810,4 2.820,3-17,4% -15,9% 0,1% Base Metals and Articles 1.212,8 3.950,1 71,9% 50,6% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 1.781,9 6.206,5 27,5% 25,5% 0,3% Sumber: Statistik Tiongkok, CEIC Keterangan (*): terhadap total ekspor Tiongkok Perkembangan Ekspor dan Impor dalam Kerangka ASEAN FTA Ekspor Impor Indonesia- ASEAN Nilai ekspor Indonesia ke ASEAN pada bulan Desember 2014 adalah sebesar USD 3.245,2 juta, lebih tinggi daripada bulan November 2014. Secara akumulasi, total nilai ekspor Indonesia-ASEAN selama tahun 2014 mencapai USD 39.822,1 juta atau turun - 2,0 persen (YoY). Negara tujuan ekspor Indonesia yang mengalami pertumbuhan negatif tertinggi adalah negara Laos dengan pertumbuhan -22,3 persen dan proporsi total ekspor sebesar 0,0 persen. Sedangkan nilai impor Indonesia dari ASEAN pada bulan Desember 2014 adalah sebesar USD 3.906,5 juta dan sepanjang tahun 2014 adalah sebesar USD 50.726,0 juta. Nilai impor Indonesia yang lebih tinggi daripada nilai ekspornya membuat neraca perdagangan Indonesia-ASEAN sepanjang tahun 2014 mengalami defisit sebesar USD 10.903,8 juta dengan defisit terbesar terjadi pada perdagangan antara Indonesia dengan Singapura, yaitu sebesar USD 8.378,8 juta. Tabel 44. Ekspor dan Impor Indonesia-ASEAN Nilai (juta USD) Pertumbuhan Proporsi Nov-14 Des-14 Jan-Des 2014 Jan-Des 2014/ Jan-Des 2013 Jan-Des 2014 Total Ekspor 2.949,0 3.245,2 39.822,1-2,0% 100,0% Thailand 411,2 494,9 5.829,8-3,8% 14,6% Singapura 1.179,0 1.365,8 16.806,9 0,7% 42,2% Philipina 305,0 251,0 3.887,8 1,9% 9,8% Malaysia 712,1 777,6 9.758,9-8,5% 24,5% Myanmar 60,4 44,9 566,9 1,9% 1,4% Cambodia 37,4 32,0 415,8 33,1% 1,0% Brunei 7,8 8,3 100,3-18,3% 0,3% 71

Nilai (juta USD) Pertumbuhan Proporsi Nov-14 Des-14 Jan-Des 2014 Jan-Des 2014/ Jan-Des 2013 Jan-Des 2014 Laos 0,4 0,9 4,5-22,3% 0,0% Vietnam 235,8 269,7 2.451,2 2,1% 6,2% Total Impor 3.955,7 3.906,5 50.726,0-5,8% 100,0% Thailand 739,4 752,2 9.781,0-8,6% 19,3% Singapura 1.962,3 1.846,9 25.185,7-1,5% 49,7% Philipina 48,5 55,9 699,7-10,0% 1,4% Malaysia 818,1 963,9 10.855,4-18,5% 21,4% Myanmar 5,4 9,1 122,1 66,9% 0,2% Cambodia 0,9 0,6 18,7 4,8% 0,0% Brunei 1,6 1,3 594,3-7,9% 1,2% Laos 0,1 0,0 51,3 579,4% 0,1% Vietnam 379,4 276,7 3.417,8 25,5% 6,7% Sumber: BPS, diolah Perdagangan Antar Negara ASEAN Perdagangan antar negara ASEAN cenderung menurun pada tahun 2013, yaitu dengan pertumbuhan total ekspor sebesar -4,7 persen dibanding tahun 2012 dan pertumbuhan total impor sebesar -7,9 persen. Pertumbuhan ekspor ke ASEAN terbesar pada tahun 2013 dialami oleh Malaysia yang tumbuh hingga 5,1 persen, diikuti oleh Thailand yang tumbuh 4,6 persen. Proporsi ekspor terbesar pada tahun 2013 dialami oleh Singapura sebesar 42,5 persen, diikuti oleh Malaysia (21,2 persen), Thailand (19,6 persen) dan Indonesia (13,4 persen). Sedangkan pertumbuhan impor terbesar pada tahun 2013 berturut-turut dialami oleh Singapura (31,4 persen), Malaysia (22,2 persen), Indonesia (21,8 persen) dan Thailand (17,7 persen). Sementara itu Singapura, Thailand dan Malaysia mendapatkan surplus perdagangan paling positif dengan ASEAN, yaitu masing-masing sebesar USD 50,9 miliar; USD 15,3 miliar; dan USD 8,9 miliar. Tabel 45. Perdagangan Antar Negara ASEAN Tahun 2011-2013 Proporsi Ekspor ke ASEAN Proporsi Impor dari ASEAN NERACA (USD Juta) 2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013 Indonesia 13,9% 13,2% 13,4% 19,8% 20,0% 21,8% -9.201,3-11.991,0-13.400,8 Kamboja 0,3% 0,3% 0,4% 0,9% 0,9% 1,1% -1.415,8-1.500,7-1.538,8 Malaysia 18,5% 19,2% 21,2% 20,1% 20,3% 22,2% 4.002,0 6.153,6 8.967,3 Filipina 2,8% 3,1% 2,8% 5,8% 5,6% 5,7% -6.405,1-5.149,5-5.556,5 Singapura 42,1% 40,9% 42,5% 30,2% 29,6% 31,4% 49.404,6 50.030,8 50.890,9 Thailand 17,9% 17,9% 19,6% 15,2% 15,8% 17,7% 15.080,8 14.109,6 15.317,6 Vietnam* 4,5% 5,5% 8,1% 7,7% -7.254,2-3.393,8 Ket: *) Tahun 2014 belum ada datanya Sumber: UNCOMTRADE 72

PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER DAN SEKTOR KEUANGAN Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada Oktober-Desember 2014 masing-masing sebesar 4,83 persen, 6,23 persen, dan 8,36 persen. Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap USD pada akhir triwulan IV tahun 2014 sebesar Rp 12.226,00 per USD, melemah sebesar 3,44 persen dibandingkan triwulan sebelumnya. Rata-rata IHSG pada triwulan IV tahun 2014 sebesar 5.155,46. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) tercatat sebesar 19,7 persen, meningkat dibandingkan dengan CAR pada triwulan III tahun 2014 yang sebesar 19,5 persen. Rasio kredit bermasalah (non performing loan/npl) terus mengalami peningkatan, menjadi sebesar 2,36 persen pada triwulan IV tahun 2014 Penyaluran KUR sepanjang tahun 2014 mencapai lebih dari Rp 40,29 triliun, jumlah ini melampaui target penyaluran KUR tahun 2014 sebesar Rp 37 triliun. 73

PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER Perkembangan Moneter Global Perkembangan perekonomian global pada triwulan IV tahun 2014 terus berlanjut meskipun melambat. Aktivitas ekonomi Amerika Serikat perlahan mulai pulih, namun terjadi perlambatan ekonomi di kawasan Eropa dan Jepang. Perekonomian AS, yang menjadi motor pemulihan ekonomi global terpantau terus menunjukkan perbaikan dan berada dalam siklus yang meningkat. Sejalan dengan itu, normalisasi kebijakan moneter The Fed terus berlangsung dengan kemungkinan kenaikan Fed Fund Rate (FFR) mulai triwulan II-2015 sehingga mendorong apresiasi dolar AS yang kuat terhadap hampir seluruh mata uang dunia dan meningkatkan risiko pembalikan modal asing dari emerging markets, termasuk Indonesia. Perekonomian Eropa menunjukkan perlambatan dan mencapai deflasi 0,2 persen pada bulan Desember 2014. Hal tersebut tercermin dari permintaan domestik yang masih relatif lemah dan menurunnya ekspor akibat ketegangan geopolitik Ukraina- Rusia. Selain itu, deflasi di wilayah Eropa juga dipicu oleh turunnya harga energi dunia yang terus berlanjut. Perekonomian Rusia melemah hingga akhir triwulan IV tahun 2014. Melemahnya ekonomi Rusia dikarenakan ekonomi Rusia yang sangat tergantung pada ekspor energi dilanda anjloknya harga minyak dan sejumlah sanksi negara-negara Barat. Sanksi yang diterapkan karena dukungan Rusia terhadap kelompok separatis di Ukraina timur yang dekat dengat Presiden Vladimir Putin. Rusia kemudian memblokir sebagian besar makanan impor dari Barat untuk membalas kebijakan tersebut. Atas hal tersebut, Rubel kehilangan setengah nilainya terhadap USD tahun ini. Kementerian pembangunan ekonomi Rusia menyatakan sektor manufaktur, konstruksi, pertanian dan pelayanan mengalami kontraksi hingga Desember 2014. Perkembangan Moneter Domestik Pada akhir triwulan IV tahun 2014, nilai tukar Rupiah semakin terdepresiasi terhadap USD seiring dengan penguatan USD yang memberikan tekanan terhadap hampir seluruh mata uang dunia. Depresiasi Rupiah terhadap dolar AS karena kuatnya apresiasi USD terhadap hampir seluruh mata uang utama sejalan dengan rilis data perbaikan ekonomi AS dan rencana kenaikan suku bunga Fed Fund Rate. Nilai tukar Rupiah pada akhir tahun 2014 mengalami depresiasi terhadap USD, namun mencatat apresiasi terhadap mata uang mitra dagang utama lainnya, termasuk Yen Jepang dan Euro. Stabilitas sistem keuangan tetap terkendali, ditopang oleh ketahanan perbankan yang tetap terjaga dan kinerja pasar keuangan yang membaik di tahun 2014. Pada November 2014, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih tinggi, sebesar 19,6 persen, jauh di atas ketentuan minimum 8 persen, sedangkan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan stabil di kisaran 74

2,0 persen. Pertumbuhan kredit diprakirakan sebesar 11,9 persen (YoY) pada November 2014, lebih rendah dari pertumbuhan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 22,2 persen (YoY). Bank Indonesia menilai perlambatan kredit tersebut sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada November 2014 tercatat sebesar 13,8 persen (YoY) relatif tidak berubah dari tahun lalu. Di sisi lain, kondisi likuiditas perbankan membaik seiring dengan operasi keuangan pemerintah yang lebih ekspansif. Kedepan, sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan DPK dan kredit diperkirakan akan meningkat sehingga mencapai, masing-masing, sebesar 14-16 persen dan 15-17 persen. Sementara itu, kinerja pasar modal juga membaik, tercermin pada IHSG yang meningkat 22,3 persen dibandingkan tahun lalu. Di sisi lain, yield SBN menunjukkan penurunan. Inflasi Inflasi Global Pada triwulan IV tahun 2014, pergerakan inflasi global cukup variatif (Lampiran 1). Inflasi di Indonesia dan Brazil, cenderung meningkat selama periode Oktober- Desember 2014. Jika Indonesia dan Brazil merupakan dua negara yang mengalami peningkatan inflasi, maka beberapa negara seperti India, Singapura, Thailand, Kawasan Euro, AS, Inggris, dan Jepang memiliki kecenderungan penurunan inflasi pada periode yang sama. Sementara itu, jika dibandingkan dengan triwulan III tahun 2014, Indonesia mengalami peningkatan inflasi cukup besar. Jika triwulan sebelumnya inflasi tahunan Indonesia menembus 4,53 persen pada bulan September, maka di triwulan IV, inflasi menyentuh 8,36 persen pada bulan Desember 2014 sebagai dampak kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Pada akhir periode triwulan IV tahun 2014, Rusia merupakan negara dengan tingkat inflasi tertinggi dibanding negara-negara lain dengan nilai inflasi sebesar 11,40 persen pada akhir triwulan. Sedangkan Singapura merupakan negara yang mengalami tingkat inflasi terendah bahkan deflasi selama dua bulan pada triwulan IV 2014 yakni sebesar 0,10 persen, -0,30 persen, dan -0,30 persen pada periode Oktober-Desember 2014. Selain Singapura, zona Euro juga tercatat mengalami deflasi pada bulan Desember 2014 sebesar 0,2 persen. Inflasi Domestik Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada Oktober-Desember 2014 masing-masing sebesar 4,83 persen, 6,23 persen, dan 8,36 persen (Lampiran 2). Pada periode yang sama inflasi bulanan (MtM) Indonesia masing-masing sebesar 0,47 persen, 1,50 persen, dan 2,46 persen. Sedangkan inflasi tahun kalender Indonesia pada triwulan IV tahun 2014 sebesar 4,19 persen, 5,75 persen, dan 8,36 persen. 75

Inflasi pada triwulan IV tahun 2014 terpantau meningkat dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya. Kenaikan inflasi terutama disebabkan pengaruh kenaikan harga BBM bersubsidi dan dampak gejolak harga pangan domestik pada akhir tahun 2014. Kenaikan harga BBM bersubsidi telah mendorong kenaikan harga-harga, baik oleh dampak langsung maupun dampak lanjutan (second round effect). Selain BBM, penyesuaian harga barang administered lainnya juga terjadi sepanjang 2014, seperti TTL dan LPG. Pada bulan Desember 2014 terjadi inflasi sebesar 2,46 persen. Inflasi bulanan Indonesia di bulan Desember 2014 merupakan inflasi tertinggi selama periode Oktober-Desember. Inflasi yang cukup tinggi pada bulan Desember 2014 terjadi karena pengaruh kenaikan harga BBM pada November lalu. Momentum hari raya natal dan tahun baru juga menciptakan tekanan inflasi akibat gejolak harga makanan dan administered prices. Pada bulan Desember 2014, inflasi berdasarkan kelompok pengeluaran untuk kelompok bahan makanan sebesar 3,22 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 1,96 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 1,45 persen, kelompok sandang 0,64 persen, serta kelompok kesehatan 0,74 persen. Selanjutnya kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,36 persen, kemudian kelompok transport, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 5,55 persen. Pada triwulan IV tahun 2014, secara tahunan terjadi kecenderungan peningkatan angka inflasi inti, inflasi harga bergejolak, dan inflasi barang/jasa yang harganya diatur pemerintah. Secara tahunan pada bulan Desember 2014 terjadi inflasi inti sebesar 4,93 persen, bernilai lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi inti pada bulan Oktober dan Desember 2014. Secara tahunan komponen inflasi pangan yang harganya mudah bergejolak pada bulan Oktober-Desember 2014 masing-masing sebesar 4,89 persen, 7,96 persen, dan 10,88 persen. Sementara itu, inflasi barang/jasa yang harganya diatur pemerintah pada bulan Oktober-Desember 2014 masing-masing sebesar 7,57 persen, 11,39 persen, dan 17,57 persen secara tahunan. Secara bulanan (MtM) pada bulan Desember 2014 terjadi inflasi inti sebesar 1,02 persen, bernilai lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi inti pada bulan Oktober dan November 2014 sebesar 0,27 persen dan 0,40 persen. Adapun tingkat inflasi inti tahunan (YoY) bulan Oktober dan November masing-masing sebesar 4,02 persen dan 4,21 persen. Secara umum pada bulan Desember 2014 inflasi tahunan dan bulanan 66 kota di Indonesia cukup cenderung lebih tinggi dibandingkan inflasi tahunan dan bulanan pada bulan Oktober dan November 2014. Pada bulan Desember 2014 terjadi inflasi sebesar 2,46 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 119,00. Dari 66 kota, tercatat seluruh kota mengalami 76

inflasi secara tahunan (YoY). Pada bulan Desember, inflasi bulanan (MtM) tertinggi terjadi di Jayapura sebesar 4,26 persen dengan IHK sebesar 120,20. Sedangkan inflasi terendah terjadi di Serang sebesar 0,95 persen dengan IHK 111,34 dan di Banjarmasin sebesar 1,63 persen dengan IHK sebesar 115,97. Adapun Sibolga merupakan satu-satunya wilayah yang mengalami deflasi pada bulan Desember, yaitu sebesar 1,61 persen. Nilai Tukar Mata Uang Dunia Berdasarkan nilainya pada akhir bulan, selama triwulan IV tahun 2014 secara bulanan (MtM) kebanyakan nilai tukar terhadap US dollar mengalami tren pelemahan (Lampiran 3). Indonesia, India, dan Tiongkok merupakan negara yang mengalami apresiasi secara bulanan pada bulan Oktober 2014. Selanjutnya, seluruh negara mengalami depresiasi hingga akhir Desember 2014. Jika dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2014 (YtD), Indonesia, India dan Thailand merupakan tiga negara yang mengalami apresiasi terhadap US Dollar. Pada akhir triwulan IV, Rusia menjadi mata uang yang terdepresiasi paling dalam secara bulanan pada bulan Desember 2014. Secara tahunan (YoY), seperti halnya secara MtM dan YtD, nilai tukar mata uang kebanyakan mengalami tren depresiasi terhadap US Dollar pada triwulan IV tahun 2014. Nilai pelemahan terbesar dialami oleh mata uang Rubel Rusia diikuti mata uang Yen Jepang dan Euro. Berdasarkan data Bloomberg, terlihat jelas bahwa secara umum nilai tukar US Dollar mengalami apresiasi secara bulanan pada periode Oktober-Desember 2014. Tren penguatan dolar AS sejalan dengan normalisasi kebijakan bank sentral AS sehingga memberikan tekanan pelemahan terhadap hampir semua mata uang dunia, termasuk Rupiah. Pada bulan Desember 2014, secara bulanan nilai tukar Rubel Rusia, Real Brazil, dan Ringgit Malaysia mengalami pelemahan terbesar terhadap US Dollar dibanding mata uang lainnya, yakni sebesar 22,78 persen, 3,59 persen, dan 3,37 persen. Pada bulan Desember, Thailand merupakan negara yang mengalami depresiasi terkecil terhadap US Dollar yakni sebesar 0,18 persen. Secara tahunan, pelemahan nilai tukar Rubel Rusia terhadap US dollar pada akhir Desember 2014 merupakan yang terbesar dibanding mata uang lainnya, yakni sebesar 84,78 persen, diikuti mata uang Yen Jepang dan Euro sebesar 13,74 persen dan 13,59 persen. Sedangkan nilai tukar Baht Thailand dan Rupiah Indonesia secara tahunan merupakan nilai tukar yang terdepresiasi paling kecil dibandingkan negaranegara lainnya terhadap US Dollar, yakni sebesar 0,63 persen dan 1,78 persen. Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap US dollar pada akhir triwulan IV tahun 2014 sebesar Rp 12.226,00 per US Dollar, melemah sebesar 3,44 persen dibandingkan triwulan sebelumnya. Nilai tukar Rupiah terhadap US dollar pada akhir bulan 2014 mencapai Rp12.388,00 per US Dollar. Secara bulanan (MtM) dan dibandingkan 77

dengan nilainya secara tahunan (YoY), nilai tukar Rupiah pada akhir Desember 2014 melemah sebesar 1,49 persen dan 1,78 persen. Pelemahan Rupiah tersebut dipengaruhi oleh faktor sentimen, baik yang bersumber dari eksternal maupun domestik. Tekanan terhadap Rupiah terutama masih dipengaruhi oleh faktor eksternal yang dipicu kekhawatiran terhadap normalisasi kebijakan bank sentral AS. Kekhawatiran tersebut sejalan dengan terus berlanjutnya perbaikan ekonomi di AS, sehingga mendorong permintaan terhadap USD yang selanjutnya menopang penguatan USD. Sementara itu, faktor internal meliputi meningkatnya kebutuhan USD dalam negeri untuk pembayaran utang korporasi, impor barang, dan libur panjang. Selain itu, defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan yang cukup besar merupakan faktor internal yang turut memperlemah nilai tukar rupiah di bulan Desember 2014. Indeks Harga Saham Pada posisi akhir bulan, Indonesia, Singapura, dan Tiongkok merupakan negara yang bursa sahamnya mengalami penguatan secara bulanan (MtM) selama triwulan IV tahun 2014. Adapun negara Rusia, Malaysia, dan Hongkong merupakan negara yang mengalami tren pelemahan sepanjang triwulan IV tahun 2014. Sedangkan negara-negara lainnya mengalami indeks harga saham yang fluktuatif (Lampiran 4). Dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2014 (YtD), negara yang bursa sahamnya mengalami penguatan adalah Indonesia, Tiongkok, Singapura, India, Thailand, Amerika Serikat, serta negara kawasan Eropa. Negara yang mengalami pelemahan antara lain Rusia, Brazil, dan Malaysia sedangkan bursa saham negaranegara lain bergerak variatif selama bulan Oktober-Desember 2014. Pada akhir Desember 2014, mayoritas indeks saham mengalami pelemahan. Indeks saham yang mengalami pelemahan terbesar adalah RTS, yakni sebesar 18,84 persen. Sebaliknya, indeks saham yang mengalami penguatan terbesar adalah SSEA, yakni sebesar 20,57 persen. Secara tahunan (YoY), pada akhir Desember 2014, indeks SSEA, BSE, dan IHSG merupakan tiga saham yang memiliki peningkatan terbesar dibandingkan indeks saham lainnya, di mana masing-masing sebesar 52,87 persen, 29,89 persen, dan 22,29 persen. Pada tanggal 31 Desember 2014, Indeks DJIA dan S&P 500 ditutup pada level 17.823,07 dan 2.058,9. Jika dibandingkan secara tahunan (YoY), terlihat bahwa bursa saham Wall Street memiliki tren positif selama triwulan IV tahun 2014. Namun, bursa Wall Street mengalami pelemahan secara bulanan (MtM) di akhir Desember dipicu oleh pelemahan volume perdagangan akibat pelemahan bursa global dan kemerosotan sektor utilitas di Amerika. Rata-rata IHSG pada triwulan IV tahun 2014 sebesar 5.155,46. Nilai rata-rata IHSG tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan ketiga tahun 2014. Jika dibandingkan dengan awal tahun 2014 (YtD), indeks saham Indonesia juga mengalami penguatan 78

selama bulan Oktober-Desember 2014. Hal yang sama juga terjadi jika dibandingkan secara tahunan (YoY) dimana IHSG mengalami penguatan selama triwulan IV tahun 2014. Jika dilihat secara bulanan (MtM), indeks saham Indonesia mengalami tren positif hingga akhir Desember 2014 dengan level 5.226,95. Penguatan IHSG selama triwulan keempat tahun 2014 dipengaruhi oleh meningkatnya transaksi perdagangan barang saat natal dan menjelang tahun baru. Indeks Harga Komoditas Internasional Mayoritas komoditas mengalami harga yang berfluktuatif selama bulan Oktober- Desember tahun 2014 (Lampiran 5). Gandum merupakan komoditas yang mengalami tren harga positif secara bulanan selama triwulan IV tahun 2014. Sedangkan harga komoditas minyak mentah (Brent Oil) merupakan satu-satunya komoditas yang mengalami tren negatif secara bulanan selama triwulan IV tahun 2014. Jika dilihat dari posisinya pada akhir bulan, secara bulanan (MtM) pergerakan seluruh komoditas bervariatif selama bulan Oktober-Desember 2014. Jika dibandingkan posisinya pada awal tahun 2014 (YtD), seluruh komoditas mengalami tren negatif dari bulan Oktober-Desember 2014. Sama halnya secara tahunan (YoY), yang menunjukkan perubahan indeks harga yang negatif selama bulan Oktober-Desember 2014 pada seluruh komoditas global. Hal tersebut terlihat dalam indeks harga beras, gula, gandum, kacang kedelai, jagung, minyak mentah, gas alam, emas, tembaga dan perak. Pada akhir Desember 2014, harga logam mulia emas dan perak mengalami penurunan harga dibandingkan harga awal tahun 2014. Sebaliknya, jika dibandingkan dengan bulan November, komoditas emas dan perak mengalami peningkatan indeks harga yang tipis, yakni sebesar 0,73 persen dan 0,28 persen. Peningkatan harga emas yang tipis pada akhir bulan disebabkan oleh kekhawatiran investor pada tingkat suku bunga ke depan akibat ketidakpastian perekonomian global. Pada akhir Desember 2014, gas alam merupakan komoditas yang mengalami penurunan harga terbesar dibandingkan bulan November 2014. Penurunan harga komoditas gas alam pada bulan Desember sebesar 28,10 persen. Selanjutnya disusul oleh penurunan harga minyak mentah, gula, beras, dan tembaga. Sedangkan gandum, jagung, perak, kacang kedelai, dan emas merupakan komoditas yang mengalami peningkatan harga secara bulanan. Secara tahunan (YoY), pada akhir Desember 2014 penurunan indeks harga minyak mentah (Brent Oil) merupakan yang terbesar dibanding indeks harga lainnya, yakni sebesar 48,26 persen. Disusul oleh komoditas gas alam yang mengalami penurunan 32,75 persen. Penurunan harga minyak mentah maupun gas alam disebabkan oleh peningkatan cadangan minyak mentah dan juga gas alam yang ditemukan di 79

Amerika diiringi menurunnya permintaan energi dari beberapa negara importir minyak. Harga Bahan Pokok Nasional Selama periode Oktober-Desember 2014, minyak goreng kemasan, beras medium, susu kental manis, mie instan, cabe merah, kacang hijau, dan kacang tanah mengalami kenaikan harga secara bulanan (MtM). Minyak goreng curah merupakan satu-satunya komoditas yang mengalami penurunan harga secara bulanan, sedangkan harga bahan pokok lainnya bergerak secara variatif (Lampiran 6). Jika dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2014 (YtD), selama bulan Oktober-Desember 2014 kebanyakan harga kebutuhan pokok nasional mengalami tren positif. Harga komoditas gula pasir dan bawang merah mengalami tren negatif, sedangkan harga bahan pokok lainnya bervariatif. Secara tahunan (YoY), selama triwulan IV tahun 2014, mayoritas harga bahan pokok nasional meningkat. Sebaliknya, bahan pokok nasional yang harganya memiliki tren negatif adalah daging ayam broiler, gula pasir, dan bawang merah. Adapun bahan pokok yang mengalami fluktuasi harga secara tahunan antara lain telur ayam kampung, cabai merah keriting, cabai merah biasa, dan ketela pohon. Selama bulan Oktober hingga Desember 2014, mayoritas harga bahan pokok nasional mengalami peningkatan. Sebaliknya, terdapat lima komoditas yang mengalami penurunan harga, yaitu minyak goreng curah, daging ayam kampung, telur ayam kampung, bawang merah, dan ketela pohon. Pada akhir Desember 2014, peningkatan harga cabai merah biasa dan cabai merah keriting merupakan peningkatan yang terbesar dibanding bulan November, yakni sebesar 30,53 persen dan 40,42 persen. Peningkatan harga cabai merah ini dipicu oleh peningkatan permintaan menjelang akhir tahun dengan ketersediaan cabai yang terbatas karena terjadi gagal panen di beberapa sentra penghasil cabai. Sedangkan minyak goreng curah merupakan satu-satunya kebutuhan pokok nasional yang mengalami pelemahan, yakni sebesar 0,45 persen. Pelemahan harga minyak goreng curah karena terjadinya penurunan harga bahan baku dari minyak goreng curah, yaitu kelapa sawit. Respon Kebijakan Moneter Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 11 Desember 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,75 persen, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 8,00 persen dan 5,75 persen. Tingkat suku bunga tersebut masih konsisten untuk memastikan tekanan inflasi jangka pendek pasca kebijakan realokasi subsidi BBM yang ditempuh Pemerintah akan tetap terkendali dan temporer sehingga akan kembali menuju ke sasaran 4±1 persen pada 2015. 80

Bank Indonesia menilai kebijakan tersebut juga sejalan dengan langkah-langkah stabilisasi yang ditempuh selama ini untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan untuk memastikan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tetap terjaga. Kebijakan moneter yang cenderung ketat tetap dilanjutkan untuk mengendalikan inflasi dan defisit transaksi berjalan, sementara kebijakan makroprudensial yang akomodatif ditempuh agar pengetatan moneter tersebut tidak menimbulkan risiko terhadap stabilitas sistem keuangan. Kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk mendukung penyaluran program sosial Pemerintah dan memperluas Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT). Selain itu, koordinasi kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah juga terus diintensifkan untuk menjaga stabilitas ekonomi makro, khususnya dalam mengendalikan tekanan inflasi pasca kebijakan realokasi subsidi BBM dan defisit transaksi berjalan, serta mempercepat kebijakan reformasi struktural untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkelanjutan. Ke depan, kebijakan Bank Indonesia pada tahun 2015 tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas ekonomi makro dan stabilitas sistem keuangan melalui penguatan bauran kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Di bidang moneter, kebijakan akan tetap secara konsisten diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya dan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang sehat, melalui kebijakan suku bunga dan stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya. Di bidang makroprudensial, relaksasi ketentuan makroprudensial akan dilakukan secara selektif guna memperluas sumber-sumber pendanaan bagi perbankan sekaligus mendukung pendalaman pasar keuangan dan mendorong penyaluran kredit ke sektor-sektor produktif yang prioritas. Sementara itu, di bidang sistem pembayaran, kebijakan diarahkan untuk mengembangkan industri sistem pembayaran domestik yang lebih efisien. Berbagai kebijakan tersebut akan disertai dengan peningkatan koordinasi dengan Pemerintah dan institusi terkait sehingga stabilitas makroekonomi tetap terjaga, dengan struktur perekonomian yang semakin kuat dan mendukungpertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. 81

SEKTOR PERBANKAN Pada triwulan IV tahun 2014, ketahanan permodalan perbankan masih kuat ditopang oleh meningkatnya modal. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) tercatat sebesar 19,7 persen, meningkat dibandingkan dengan CAR pada triwulan III tahun 2014 yang sebesar 19,5 persen. Tingginya modal perbankan tersebut memberikan ruang bagi perbankan untuk menyerap risiko di tengah kondisi melambatnya perekonomian. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (non performing loan/npl) terus mengalami peningkatan, meskipun dalam tingkat yang masih rendah, dari 2,31 persen pada triwulan III tahun 2014 menjadi sebesar 2,36 persen pada triwulan IV tahun 2014 (Gambar 11). Gambar 12. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia Sumber: Bank Indonesia Catatan: Angka triwulan IV 2014 merupakan angka bulan November 2014 Perlambatan perekonomian domestik berimplikasi pada menurunnya pertumbuhan kredit industri perbankan. Pertumbuhan kredit perbankan pada triwulan IV tahun 2014 sebesar 11,41 persen (YoY) menurun dari pertumbuhan kredit triwulan III tahun 2014 sebesar 13.47 persen (YoY) (Gambar 12). Perlambatan pertumbuhan kredit disumbang oleh perlambatan pertumbuhan Kredit Investasi (KI), dan Kredit Modal Kerja (KMK). KI mengalami penurunan menjadi 12,55 persen dari 15,34 persen, sementara KMK menurun menjadi 10,67 persen (YoY) dibandingkan triwulan III tahun 2014 yang sebesar 12,6 persen (YoY) (Gambar 13). Namun demikian, pertumbuhan Kredit Konsumsi (KK) mengalami sedikit peningkatan dari 10,36 persen (YoY) menjadi 11,68 persen (YoY). 82

Gambar 13. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia Sumber: Bank Indonesia Catatan: Angka triwulan IV 2014 merupakan angka bulan Desember 2014 Di tengah melambatnya perekonomian domestik, Dana Pihak Ketiga (DPK) industri perbankan tetap mengalami pertumbuhan, meskipun sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV tahun 2014, pertumbuhan DPK mengalami sedikit penurunan dari 12,42 tahun (YoY) pada triwulan sebelumnya menjadi 12,06 persen (YoY). Sejalan dengan itu, Loan to Deposit Ratio (LDR) juga mengalami penurunan dari 90,63 persen (YoY) pada triwulan sebelumnya menjadi 88,65 persen (YoY). Gambar 14. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya Sumber: Bank Indonesia Catatan: Angka triwulan IV 2014 merupakan angka bulan Desember 2014 83

KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) Penyaluran KUR sepanjang tahun 2014 mencapai lebih dari Rp 40,29 triliun, jumlah ini melampaui target penyaluran KUR tahun 2014 sebesar Rp 37 triliun (Gambar 14). Jumlah debitur KUR mencapai 2,44 juta dengan rata-rata KUR sebesar Rp 15,48 juta per debitur. Sebagian besar KUR disalurkan untuk sektor perdagangan, restoran dan hotel (56,88 persen volume KUR; 62,87 persen debitur) dan sektor pertanian (20,81 persen volume KUR; 21,41 persen debitur). Berdasarkan sebaran wilayahnya penyaluran KUR untuk UMKM dan Koperasi masih terkonsentrasi di pulau Jawa (55,11 persen volume KUR; 62,90 persen debitur) dan pulau Sumatera (21,77 persen volume KUR; 16,22 persen debitur). Gambar 15. Target dan Realisasi Pemberian KUR Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Catatan : Angka triwulan IV merupakan angka bulan Desember 2014 Secara keseluruhan, tingkat kredit macet (non-performing loan) KUR masih berada dibawah 5 persen, yaitu sebesar 3,3 persen. Hal ini menujukkan bahwa kualitas penyaluran KUR masih terjaga. Namun, kualitas ini tidak merata karena tingkat NPL KUR di 16 bank penyalur KUR yang menyalurkan 47,1 persen dari volume KUR melebihi angka 5 persen. Dengan demikian, kualitas penyaluran KUR masih perlu ditingkatkan. Penyaluran KUR juga perlu diarahkan untuk lebih banyak membiayai UMKM dan koperasi di sektor-sektor produktif, khususnya pertanian dan industri pengolahan. 84

PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI DAN PARIWISATA Laju pertumbuhan sektor industri pengolahan yang diukur dalam PDB atas dasar harga berlaku pada tahun 2014 mencapai Rp 2.215,7 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 1.856,3 triliun. Pada Januari-Desember 2014, jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi Indonesia mencapai 9,4 juta orang atau naik 7,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2013 yang berjumlah 8,8 juta orang. 85

Laporan Perkembangan Sektor Industri Triwulan IV Tahun 2014 Pertumbuhan Industri Pengolahan Gambar 16. Pertumbuhan Industri Pengolahan (YoY, dalam Persen) Sumber: BPS 2015, diolah *) Menggunakan Tahun Dasar 2010 berbasis SNA 2008 Laju pertumbuhan sektor industri pengolahan yang diukur berdasarkan tumbuhnya besaran industri pengolahan dalam PDB atas dasar harga berlaku pada tahun 2014 mencapai Rp 2.215,7 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 1.856,3 triliun. Sedangkan laju pertumbuhan sektor industri pengolahan nonmigas dalam PDB atas dasar harga berlaku pada tahun 2014 mencapai Rp 1.884,0 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 1.637,4 triliun. Laju pertumbuhan sektor industri pengolahan pada tahun 2014 dibandingkan dengan 2013 mengalami pertumbuhan 4,63 persen (YoY) dan laju pertumbuhan triwulan IV tahun 2014 dibanding triwulan IV tahun 2013 mencapai 4,24 persen (YoY). Secara umum, sektor yang dapat diperdagangkan (tradable goods) tumbuh lebih rendah ketimbang sektor yang tidak dapat diperdagangkan (non-tradable goods). Pada tahun 2014, tradable goods seperti pertanian, pertambangan dan penggalian, dan industri pengolahan tumbuh berturut-turut 4,18 persen, 0,55 persen, dan 4,63 persen. Sedangkan non-tradable goods seperti informasi dan komunikasi, 86

transportasi dan pergudangan, dan konstruksi tumbuh berturut-turut 10,02 persen, 8,0 persen dan 6,97 persen. Tumbuh jauh lebih tinggi. Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan tahun 2014 banyak tertekan oleh naiknya harga listrik dan tingginya Upah Minimum Provinsi (UMP). Subsektor industri yang banyak tertekan oleh naiknya UMP adalah subsektor yang karakteristiknya padat karya seperti Subsektor tekstil dan pakaian jadi dan furnitur. Melanjutkan kenaikan UMP tahun 2013 sebesar 18,3 persen, rerata kenaikan UMP tahun 2014 sebesar 16,6 persen. Tren kenaikan UMP dalam dua tahun terakhir ini memang jauh lebih tinggi bila dibandingkan inflasi ataupun rerata UMP sebelumnya. Kenaikan tahun 2012 hanya sebesar 10,3 persen. Fenomena ini disebabkan, salah satunya, implementasi UU Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan dimana formula penentuan UMP tergantung besaran angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL). KHL didefinisikan sebagai standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu) bulan di provinsi tertentu. Kenaikan UMP tanpa disertai kenaikan produktifitas akan berdampak pada menurunnya daya saing industri nasional. Memasuki tahun 2015, sebagian besar provinsi telah menetapkan UMP tahun 2015, sebanyak 29 dari 33 provinsi telah menetapkan tingkat UMP dengan kenaikan berkisar antar 7,4 hingga 28,0 persen, dengan rerata tidak tertimbang (simple average) sebesar 14,5 persen (Gambar 16). Tingkat UMP 2015 tertinggi di Indonesia adalah di DKI Jakarta yang mencapai Rp 2.700.000 per bulan atau meningkat 10,6 persen dibandingkan 2014. Gambar 17. Tingkat Upah Minimum Provinsi Tahun 2013-2015 Sumber: Kementerian Tenaga Kerja 2015, diolah 87

Berdasarkan klasifikasi terbaru BPS menggunakan tahun dasar 2010 berbasiskan SNA 2008, pertumbuhan sektor industri pengolahan tahun 2014 sebesar 4,63 persen (YoY) didukung oleh enam belas subsektor industri pengolahan (d/h. sembilan subsektor). Keenambelas subsektor seluruhnya mencatatkan pertumbuhan positif, kecuali subsektor industri batubara dan migas (bamigas). Pertumbuhan tertinggi dicapai subsektor makanan dan minuman (mamin); subsektor pengolahan tembakau; subsektor mesin dan peralatan; dan subsektor lainnya yang berturut-turut tumbuh 9,54 persen, 8,85 persen, 8,80 persen dan 7,30 persen (Gambar 17). Sementara subsektor bamigas mencatatkan pertumbuhan - 2,11 persen. Gambar 18. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Tahun 2014 (Persen) Sumber: BPS 2015, diolah Sepanjang tahun 2014 industri pengolahan banyak mengalami tantangan terutama akibat melemahnya nilai rupiah. Depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika banyak mempengaruhi daya beli bahan baku bagi subsektor yang banyak mengimpor bahan baku, seperti: kendaraan roda empat, motor listrik dan perlengkapannya, komponen elektronik, bahan kimia organik, alas kaki, serat buatan dan susu. Di lain pihak, depresiasi rupiah juga mempengaruhi industri yang banyak mengekspor output seperti industri makanan olahan, furnitur, barang dari kayu, kertas, dan barang dari karet. 88

Selain permasalahan tersebut di atas, ketatnya likuiditas di sektor industri akibat meningkatnya suku bunga acuan juga semakin memberatkan hampir seluruh sektor industri. Kenaikan suku bunga acuan yang biasanya diikuti oleh suku bunga investasi dan suku bunga modal kerja jelas mempengaruhi perusahaan pendatang baru (new entrant) maupun perusahaan yang sudah eksis (incumbent). Gambar 19. Proporsi Enambelas Subsektor Industri Pengolahan Tahun 2014 Sumber: BPS 2015, diolah 89

Dari sisi kontribusi industri pengolahan, subsektor mamin, subsektor bamigas, subsektor alat angkut, dan subsektor barang logam, komputer, elektronik, optik dan peralatan listrik secara berurutan menduduki 4 peringkat kontributor terbesar yang berturut-turut menyumbang sebesar 25,3 persen, 15,0 persen, 9,3 persen, dan 8,9 persen (Gambar 18). Kontribusi empat subsektor tersebut secara kumulatif menyumbang total 58 persen. Beberapa subsektor yang mengalami peningkatan peranan bagi industri pengolahan nonmigas pada tahun 2014 dibandingkan dengan tahun 2013 adalah subsektor industri mamin dari 24,5 persen menjadi 25,3 persen; subsektor kimia, farmasi, obat tradisional dari 7,8 persen menjadi 8,1 persen, subsektor mesin dan perlengkapan dari 1,3 persen menjadi 1,5 persen, dan subsektor pengolah tembaku dari 4,1 persen menjadi 4,3 persen. Subsektor kimia, farmasi dan obat tradisional secara mengejutkan tumbuh positif dan meningkatkan kontribusinya pada sektor industri secara keseluruhan ditengah kelangkaan gas alam untuk pabrik pupuk. Permasalahan keterbatasan energi, contohnya PT Inalum yang terpaksa menjual sebagian listriknya ke PLN untuk disalurkan bagi sektor konsumtif bukan untuk sektor produktif menjadi pekerjaan rumah pemerintah yang berat jika ingin tetap berpihak pada sektor industri pengolahan. Beberapa subsektor yang mengalami penurunan peranan adalah subsektor tekstil dan pakaian jadi dari 6,5 persen menjadi 6,3 persen, subsektor alat angkutan dari 9,6 persen menjadi 9,3 persen, subsektor industri logam, komputer, barang elektronik, optik dari 9,3 persen menjadi 8,9 persen. Sektor tekstil terutama pada sektor hulu, meningkatnya harga energi jelas menjadi penghambat pertumbuhan dimana sektor tekstil hulu, seperti pemintalan dan tenun memiliki komponen energi yang besar (kurang lebih 20 persen dari beban biaya). Permasalahan lain disebabkan karena ketergantungan pada bahan baku impor yang tinggi disertai dengan melemahnya nilai tukar rupiah, contohnya pada industri komputer, barang elektronik dan optik. Sedangkan subsektor lainnya tidak secara drastis mengalami perubahan kontribusi terhadap sektor industri secara total. Nilai ekspor produk industri Indonesia pada triwulan IV tahun 2014 mencapai USD 29,48 miliar atau mengalami penurunan sebesar -0,8 persen dibandingkan triwulan IV tahun 2013 (YoY), namun mengalami peningkatan sebesar 2,49 persen dibandingkan triwulan III-2014 (QtQ). Secara kumulatif nilai ekspor industri Indonesia pada tahun 2014 mencapai USD117,3 miliar atau meningkat 3,8 persen dibandingkan tahun 2013 (YoY). Gambar 20. Ekspor Produk Industri 90

Sumber: BPS 2015, diolah Dalam mengantisipasi target pertumbuhan ekspor sebesar tiga kali lipat hingga tahun 2019 yang dicanangkan oleh Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, produk industri harus mampu tumbuh rerata 25 persen per tahun selama lima tahun berturut-turut. Melihat capaian tahun 2014 dimana produk ekspor Indonesia hanya tumbuh 3,8 persen, maka upaya ekstra di segala aspek wajib untuk dilakukan sejak 2015, yaitu pembangunan di bidang infrastruktur keras (jalan, energi, dan pelabuhan), infrastruktur lunak (pemerintah dan kualitas kepemerintahan), serta infrastruktur basah (sumberdaya manusia). 91

Tabel 46. Impor Bahan Baku Industri Sumber: BPS 2015, diolah Pada triwulan IV tahun 2014 berdasarkan harmonized system (HS), lima barang bahan baku yang paling banyak diimpor adalah HS 84, 85, 72, 39, dan 29. Melanjutkan pelemahan pada triwulan III-2014, mesin dan peralatan mekanik masih mengalami penurunan, begitu pula dengan bahan kimia organik. Sedangkan untuk mesin dan peralatan listrik, besi dan baja, serta plastik dan bahan dari plastik mengalami peningkatan volume impor bahan baku (Gambar 20). Tabel 47. Impor Indonesia Menurut Golongan Barang Sumber: BPS 2015, diolah Impor bahan baku/penolong merupakan komponen terbesar dari keseluruhan total impor. Impor bahan baku/penolong pada tahun 2014 sebesar USD136,2 miliar, impor barang konsumsi sebesar USD 12,7 miliar, dan impor barang modal sebesar USD 29,3 miliar. Selama Januari-Desember 2014 nilai impor barang konsumsi, bahan baku/penolong, dan barang modal mengalami penurunan masing 3,59 persen, 4,05 persen, dan 7,07 persen (YoY). 92

Penanaman Modal Dalam dan Luar Negeri Sejak tahun 2010 sampai dengan 2014, investasi industri yang berasal dari PMDN mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Namun investasi PMA mengalami hal yang sebaliknya. Hingga akhir tahun 2014, telah direalisasikan 1.326 proyek investasi PMDN sektor industri dengan nominal investasi sebesar Rp59,0 trilyun, meningkat dari 1.225 proyek senilai Rp51,2 trilyun di 2013. Sedangkan untuk PMA, telah direalisasikan sejumlah 4.509 proyek investasi PMA dengan nominal investasi sebesar US$13,0 miliar. Walaupun secara jumlah proyek PMA meningkat 35,7 persen dibandingkan 2013, total nilai investasi PMA menyusut 17,9 persen. Gambar 22 menunjukkan perkembangan Realisasi Investasi PMA dan PMDN Sektor Industri. Gambar 21. Realisasi Investasi PMA dan PMDN Sektor Industri Tahun 2010-2014 Sumber: BKPM 2015, diolah Adapun jumlah investasi industri yang berasal dari PMA yang terealisasi selama 2014 terbesar adalah pada subsektor industri makanan sebanyak 1.054 unit proyek, disusul Industri logam, mesin dan elektronik sebanyak 986 unit dan subsektor industri kimia dan farmasi sebanyak 578 proyek. 93

Gambar 22. Realisasi Proyek Investasi PMA Sektor Industri Tahun 2014 Sumber: BKPM 2015, diolah Dari keseluruhan PMA sektor industri, 24 persen dari investasi tersebut atau sebesar USD 3,1 miliar diinvestasikan pada subsektor industri makanan, disusul dengan investasi pada industri Logam, mesin dan elektronik sebesar USD 2,5 miliar, industri kimia dan farmasi sebesar USD 2,3 miliar serta industri kendaraan bermotor dan alat transportasi lain sebesar USD 2,1 miliar. 94

Gambar 23. Realisasi Investasi PMA Sektor Industri Tahun 2014 Sumber: BKPM 2015, diolah Penanaman Modal Dalam Negeri untuk sektor industri, selama tahun 2014 telah direalisasikan sebanyak 493 unit proyek pada subsektor industri makanan dan 169 unit industri karet dan plastik, menjadikan kedua subsektor tersebut sebagai subsektor dengan jumlah investasi proyek PMDN terbesar. Mengikuti di tempat ketiga dan keempat adalah subsektor industri logam, mesin dan elektronika dan subsektor industri kimia dan farmasi yang mencapai berturut-turut 160 dan 142 proyek PMDN di tahun 2014. 95

Gambar 24. Realisasi Proyek Investasi PMDN Sektor Industri Tahun 2014 Sumber: BKPM 2015, diolah Sejalan dengan jumlah investasi proyek PMDN tersebut, industri makanan juga turut menerima nominal investasi terbesar dibanding sektor lainnya, yakni sebesar 33,0 persen atau sebesar Rp19,6 triliun, disusul oleh investasi PMDN untuk industri kimia dan farmasi sebesar Rp13,3 triliun. Pada tahun 2014 terlihat bahwa industri makanan serta industri kimia dan farmasi merupakan dua subsektor industri yang menerima investasi terbesar baik dari sisi PMA maupun PMDN. 96

Gambar 25. Realisasi Investasi PMDN Sektor Industri Tahun 2014 Sumber: BKPM 2015, diolah 97

Data Penjualan Komoditas Industri Utama Gambar 26. Penjualan Mobil Di Indonesia Januari-Desember 2014 Sumber: GAIKINDO 2015, diolah Melanjutkan tren peningkatan penjualan pada bulan Agustus dan September, pada bulan Oktober 2014 penjualan seluruh jenis mobil mengalami kenaikan menjadi sebesar 105.356 unit. Hal ini disebabkan karena berlangsungnya pemilu aman dan damai serta terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden yang diinginkan oleh pasar. Namun, pada bulan November, penjualan mobil turun drastis menjadi 91.628 unit (Gambar 27). Penjualan ini sama dengan penjualan mobil di bulan Juli 2014. Hal ini disebabkan karena pada tanggal 18 November 2014 harga BBM mengalami kenaikan menjadi Rp8.500/liter. Di bulan Desember, permintaan mobil masih mengalami penurunan menjadi sebesar 78.802 unit. Secara akumulatif, penjualan mobil pada triwulan IV tahun 2014 sebesar 275.426, nilai tersebut turun dibandingkan triwulan III tahun 2014 sebesar 290.873 atau turun sebesar 5 persen (QtQ). Pada tahun 2014, penjualan seluruh jenis mobil di Indonesia terus menunjukkan tren penurunan di setiap triwulan. Triwulan II tahun 2014 mengalami penurunan sebesar 4,56 persen dan triwulan III tahun 2014 sebesar 7,23 persen. Dalam Gambar 27 tampak bahwa penjualan mobil memiliki tren musiman yang jelas. Januari-Maret selalu menunjukkan grafik yang meningkat, hal ini mengindikasikan bahwa proses pengadaan kendaraan di kantor pemerintah 98

maupun swasta umumnya dilakukan di awal tahun, terutama Februari-Maret. Kemudian kembali meningkat pada bulan Juni-Juli, kemudian kembali mengalami koreksi di bulan Ramadhan. Hal ini karena pada bulan Ramadhan hanya memiliki sedikit hari kerja. Dibandingkan dengan 2010 dan 2012, pada semester II tahun 2014 mengalami anomali dimana penjualan turun drastis hingga dibawah penjualan 2012. Walaupun pemilu 2014 dapat dikatakan berjalan dengan aman dan lancar, kenaikan harga BBM pada bulan November jelas memukul angka penjualan mobul. Secara akumulatif penjualan semester II tahun 2014 telah merefleksikan antisipasi masyarakat terhadap kenaikan harga BBM ini. Gambar 27. Penjualan Motor Di Indonesia Januari-Desember 2014 Sumber: ASTRA 2015, diolah Gambar 28 menunjukkan pertumbuhan penjualan motor di Indonesia berdasarkan sumber ASTRA 2015. Berbeda dengan angka penjualan mobil yang kurang lebih mencerminkan daya beli masyarakat menengah ke atas, angka penjualan motor dapat mengindikasikan daya beli masyarakat menengah ke bawah. Pada triwulan IV tahun 2014, penurunan terus terjadi dari bulan Oktober hingga Desember. Hal ini sama seperti penurunan jumlah penjualan mobil yang disebabkan oleh kenaikan harga BBM. Secara akumulatif, penjualan motor pada triwulan IV tahun 2014 sebesar 1.814.363 unit, nilai tersebut turun dibandingkan triwulan III tahun 2014 sebesar 1.850.626 unit atau turun sebesar 2 persen (QtQ). Pada tahun 2014, penjualan seluruh motor di Indonesia cenderung sama dengan pertumbuhan penjualan mobil bahwa mengalami penurunan yang sangat drastis pada bulan Juli yaitu sebesar 29 persen dan pada bulan November yaitu sebesar 14 persen. 99

Penurunan ini juga jauh dibawah penurunan yang terjadi pada tahun 2010 dan 2012. Gambar 28 menunjukkan bahwa, berbeda dengan daya beli masyarakat menengah ke atas yang mengalami perbaikan dari tahun 2010 hingga tahun 2014, daya beli masyarakat menengah ke bawah tampak stagnan. Rerata penjualan motor perbulan berkisar diangka 600.000 per bulan, sejak tahun 2010 hingga tahun 2014. Pertumbuhan ekonomi sebesar 4 hingga 5 persen dalam kurun waktu 2010-2014 dan meningkatnya gini ratio di Indonesia menjadi 0,41 (2014) dari 0,38 (2010) menunjukkan pembangunan ekonomi yang inklusif dan belum dinikmati oleh seluruh golongan masyarakat secara merata. Gambar 28. Penjualan Semen Di Indonesia Januari-Desember 2014 Sumber: Asosiasi Semen Indonesia (ASI) 2015, diolah Pada Gambar 29, penjualan semen di Indonesia mengalami penurunan pada akhir tahun yaitu sebesar 2.290 juta ton dari bulan sebelumnya yaitu sebesar 2.477 juta ton. Secara akumulatif, penjualan semen pada triwulan IV tahun 2014 sebesar 7,2 juta ton, nilai tersebut meningkat dari triwulan III tahun 2014 sebesar 6,3 juta ton atau sebesar 15 persen (QtQ). Dalam Gambar 29 tampak tren musiman yang kuat dengan kecenderungan selalu meningkat dari Januari hingga Desember, dengan disertai satu lembah yang curam di pertengahan tahun yaitu libur lebaran, dimana hari kerja pada bulan relatif pendek. Sejak tahun 2010, penjualan semen di Indonesia selalu mengalami 100

penurunan di triwulan III, namun pada tahun 2014, terdapat kenaikan drastis pada bulan Agustus dan September yaitu sampai mencapai pertumbuhan sebesar 19 persen. Secara umum, data penjualan semen mengalami kenaikan yang gradual dari tahun ke tahun. Tahun 2014, secara umum menunjukkan angka yang lebih tinggi dari 2012 dan tahun 2010. Hal ini mengindikasikan bahwa semen yang merupakan bahan dasar kegiatan pembangunan ekonomi masih sejalan dengan pembangunan ekonomi yang positif dan stabil. Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri Pada triwulan IV tahun 2014, posisi tertinggi suku bunga modal kerja dan suku bunga investasi adalah bulan Desember yaitu berturut-turut sebesar 13,41 dan 13,13 persen. Namun pada akhir tahun, suku bunga pinjaman baik untuk modal kerja dan investasi mengalami penurunan menjadi sebesar 13,36 dan 13,11 persen. Gambar 29. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Tahun 2014 Sumber: Bank Indonesia 2015, diolah Walaupun demikian, posisi pinjaman baik untuk kredit modal kerja ataupun investasi sektor industri masih belum menunjukkan perlambatan yang berarti. 101

Posisi terakhir pada bulan Desember 2014, pinjaman modal kerja rupiah dan valas perbankan untuk sektor industri terus mengalami pertumbuhan dan berada pada Rp 474,16 triliun dan posisi pinjaman kredit investasi sebesar Rp 180,81 triliun. Sejak 1 Januari 2014 kredit modal kerja dan kredit investasi cenderung mengalami pertumbuhan, hanya saja terjadi sedikit penurunan pada bulan Agustus dan Desember. Tenaga Kerja Sektor Industri Gambar 30. Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri Tahun 2014 Sumber: BPS 2014, diolah Data jumlah tenaga kerja sektor industri yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik dua kali dalam setahun, setiap bulan Februari dan Agustus, menunjukkan tren pertumbuhan yang fluktuatif. Penyerapan tenaga kerja di sektor industri pada bulan Februari 2012 sebanyak 14,39 juta orang mengalami kenaikan sebesar 8,48 persen pada periode selanjutnya di bulan Agustus 2012 (15,61 juta orang). Penyerapan tenaga kerja sektor industri pada bulan Februari 2013 sebanyak 15,0 juta orang sehingga mengalami penurunan sebesar 3,91 persen dari periode sebelumnya, dan masih mengalami penurunan sebesar 0,27 persen pada bulan Agustus 2013 dengan peyerapan tenaga kerja tercatat sebesar 14,96 juta orang. Tahun 2014 (Februari) penyerapan tenaga kerja sektor industri mengalami kenaikan sebesar 2,87 persen 102

dari periode sebelumnya menjadi sebesar 15,39 juta orang. Namun pada bulan Agustus 2014 penyerapan tenaga kerja sektor industri kembali mengalami penurunan sebesar 0,84 persen menjadi sebesar 15,26 juta orang. Menurunnya pertumbuhan jumlah tenaga kerja ini seiring dengan melambatnya laju pertumbuhan industri pengolahan nonmigas triwulan III tahun 2014 sebesar 4,99 persen. Gambar 31. Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama Agustus 2014 Sumber: BPS 2014, diolah Lapangan pekerjaan sektor industri pada Agustus 2014 masih menjadi salah satu penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Sektor Industri secara tradisional merupakan penyumbang tenaga kerja terbesar keempat dibawah Sektor Pertanian, Sektor Perdagangan, dan Sektor Jasa Kemasyarakatan. Proporsi masingmasing sektor penyerap tenaga kerja sebagai berikut: Sektor Industri menyumbang 13 persen (15,26 juta orang) turun sebanyak 130 ribu lapangan pekerjaan dari periode Februari 2014, Sektor Pertanian menyumbang 34 persen (38,97 juta orang) juga turun 1,86 juta, Sektor Jasa Kemasyarakatan menyumbang 16 persen (18,42 juta orang), Sektor Keuangan menyumbang 3 persen (3,03 juta orang), Sektor Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi menyumbang 4 persen (5,11 juta orang), Sektor Perdagangan menyumbang 22 persen (24,83 juta orang), Sektor 103

Konstruksi menyumbang 6 persen (7,28 juta orang), sedangkan Sektor Lainnya menyumbang sebesar 2 persen (1,73 juta orang). Promt Manufacturing Index (PMI) Promt Managers Index (PMI) 1 merupakan sebuah komposit indikator yang dibuat oleh Bank Indonesia untuk memberikan potret atau gambaran umum tentang kondisi sektor industri di Indonesia. PMI diperoleh dari lima komponen penyusun, yakni (i) volume produksi (output), (ii) volume pemesanan, (iii) persediaan barang jadi (inventori), (iv) penerimaan pemesanan barang input, dan (v) tenaga kerja. Angka indeks diatas 50 persen mengindikasikan ekspansi usaha dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dan indeks dibawah 50 persen mengindikasikan adanya kontraksi. Hasil perhitungan PMI merupakan hasil pre-assesment dari benchmarking Purchasing Managers Index (PMI TM ) yang telah dilakukan di lebih 30 negara oleh Markit Group dan Institute of Supply Management (ISM). Volume produksi pada triwulan IV tahun 2014 mengalami ekspansi (53,65 persen), walaupun tidak setinggi triwulan II tahun 2014. Sebanyak 31,39 persen dari seluruh responden mengaku mengalami peningkatan produksi dan 24,09 persen mengalami penurunan volume produksi. Volume pemesanan pada triwulan IV-2014 kembali mengalami kontraksi yang cukup dalam -46,79 persen seperti periode triwulan II dan III-2014. Sebanyak 16,06 persen mengaku mengalami penurunan produksi dibandingkan triwulan sebelumnya. Mayoritas dari responden (74,31 persen) menyatakan bahwa volume pesanan triwulan IV tahun 2014 sama dengan periode sebelumnya. Sedangkan pada persediaan barang jadi sama halnya dengan volume produksi juga menunjukkan signal ekspansi (53,65 persen). Sebanyak 7,45 persen mengaku memiliki persediaan barang jadi yang meningkat dibandingkan periode sebelumnya; walaupun 85,26 persen responden mengaku memiliki persediaan barang jadi sama seperti triwulan sebelumnya. Indeks Penerimaan Pesanan Barang Input pada triwulan IV-2014 menunjukkan nilai yang lebih rendah dari sebelumnya melanjutkan tren penurunan dalam pemesanan barang input. 1 Purchasing Manager Index di Indonesia dilakukan oleh Markit, konsultan keuangan di bidang finansial yang memiliki klien lebih dari 30 negara di dunia. Metode pencarian data menggunakan metode stratified random sampling dengan memperhatikan ukuran perusahaan dan jenis subsektor industri. Pengambilan data dilakukan bulanan dengan responden sebesar 300 perusahaan. 104

Gambar 32. Indikator Pemebentuk PMI Triwulan IV Tahun 2014 Sumber: Bank Indonesia 2015, diolah Sama dengan kondisi triwulan III tahun 2014 yang mengalami kontraksi, Indeks Tenaga Kerja pada triwulan IV tahun 2014 melanjutkan kontraksi. Indeks tenaga kerja mencapai 49,2 persen, sedangkan pada periode sebelumnya mencapai 49,0 persen. Sebanyak 12,55 persen dari responden menyatakan bahwa pada triwulan IV tahun 2014 mempekerjakan lebih sedikit tenaga kerja dibandingkan periode sebelumnya. Sedangkan berturut-turut 10,95 persen dan 76,50 persen menyatakan akan mempekerjakan lebih banyak dan tetap dalam jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. 105

Sumber: Bank Indonesia 2015, diolah 106

Jumlah Wisatawan Gambar 33. Jumlah Wisatawan Mancanegara Tahun 2013 dan 2014 Sumber: Kemenpar 2015, diolah Pada Januari-Desember 2014, jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi Indonesia mencapai 9,4 juta orang atau naik 7,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2013 yang berjumlah 8,8 juta orang. Periode triwulan IV tahun 2014, jumlah wisatawan sempat mengalami penurunan yang cukup signifikan pada bulan November, namun pada bulan Desember terjadi peningkatan kembali yang sangat signifikan. Pada bulan Desember terjadi peningkatan yang sangat signifikan, salah satunya, karena pada bulan tersebut terjadi libur panjang. Hingga akhir tahun 2014 jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Rata-rata kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) per bulan hingga akhir tahun 2014 sekitar 786.284 orang. 107

Gambar 34. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Kebangsaan Hingga Triwulan IV Tahun 2014 Sumber: Kemenpar 2015, diolah Hingga periode triwulanan IV tahun 2014, wisatawan mancanegara yang paling banyak mengunjungi Indonesia adalah wisatawan berkebangsaan Singapura sebanyak 1.519.223 orang. Selain wisatawan berkebangsaan Singapura, terdapat empat kebangsaan lainnya yang banyak mengunjungi Indonesia secara berurutan yaitu Malaysia, Australia, Tiongkok, dan Jepang. Empat kebangsaan yang paling banyak mengunjungi Indonesia tersebut masing-masing berjumlah lebih dari 400 ribu orang dan kebangsaan lainnya seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, Inggris, India masing-masing berjumlah kurang dari 400 ribu orang. Jika dibandingkan dengan tahun 2013 pada periode yang sama, jumlah wisatawan mancanegara yang berkebangsaan Singapura, Malaysia, Australia, Tiongkok, Jepang, dan lainnya mengalami peningkatan. Wisatawan mancanegara yang mengunjungi Indonesia tersebut terhitung melalui 19 pintu masuk utama seperti Soekarno Hatta, Ngurah Rai, dan Kualanamu International Airport dengan jumlah kunjungan terbanyak melalui Ngurah Rai baik di tahun 2013 maupun tahun 2014 pada periode triwulan I hingga akhir periode triwulan IV. 108

Gambar 35. Tingkat Hunian Di Hotel Bintang 3-5 Jakarta Dan Bali (%) Tahun 2013 dan 2014 Sumber: CEIC 2015, diolah Selama tahun 2014 jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Namun, pada bulan November 2014 mengalami penurunan. Berdasarkan hal tersebut, tingkat hunian hotel berbintang baik bintang lima, empat, maupun tiga mengalami penurunan. Penurunan yang terjadi dilihat pada dua wilayah yang potensial dalam bidang pariwisata yaitu Jakarta dan Bali. Bandara di Bali dan Jakarta merupakan pintu masuk utama wisatawan mancanegara yang terbanyak disinggahi ketika para wisatawan mancanegara datang ke Indonesia. Pada bulan November 2014, terdapat fenomena kenaikan harga BBM yang berpengaruh terhadap banyak sektor termasuk pariwisata. Statistik tingkat hunian di hotel merupakan statistik dari jumlah wisatawan yang menhuni hotel baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Tingkat hunian pada tahun 2014 dapat dikatakan hampir sama dengan tingkat hunian pada tahun 2013. 109

LAMPIRAN 1. INFLASI GLOBAL 2. INFLASI DOMESTIK 3. NILAI TUKAR MATA UANG 4. INDEKS SAHAM 5. HARGA BAHAN POKOK NASIONAL 110

Lampiran 1: Inflasi Global Tabel 48. Tingkat Inflasi Global (YoY) Okt-14 Nov-14 Des-14 Indonesia 4,83 6,23 8,36 BRIC Brazil 6,59 6,56 6,41 Russia 8,3 9,1 11,4 India 4,98 4,12 4,12 Tiongkok 1,6 1,4 1,5 ASEAN-4 Singapura 0,1-0,3-0,3 Malaysia 2,8 3 3 Thailand 1,48 1,26 0,6 Negara Maju Kawasan Euro 0,4 0,3-0,2 AS 1,7 1,3 0,8 Inggris 1,3 1,0 0,5 Jepang 2,9 2,4 2,4 Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan. 111

Lampiran 2: Inflasi Domestik Tabel 49. Tingkat Inflasi Okt-14 Nov-14 Des-14 Year-on-Year 4,83 6,23 8,36 Month-to-month 0,47 1,50 2,46 Tahun kalender 4,19 5,75 8,36 Sumber: BPS, diolah kembali Komponen Tabel 50. Inflasi Berdasarkan Komponen (YoY) YoY MtM Okt-14 Nov-14 Des-14 Okt-14 Nov-14 Des-14 Inti 4,02 4,21 4,93 0,27 0,40 1,02 Bergejolak 4,89 7,96 10,88 0,24 2,37 3,53 Diatur pemerintah 7,57 11,39 17,57 1,34 4,20 6,10 Sumber: BPS, diolah kembali Tabel 51. Inflasi Berdasarkan Sumbangan (Share) Komponen Okt-14 Nov-14 Des-14 UMUM (headline) 0,47 1,50 2,46 Inti 0,16 0,24 0,60 Bergejolak 0,05 0,44 0,64 Diatur Pemerintah 0,26 0,82 1,22 Sumber: BPS, diolah kembali Kelompok Pengeluaran Tabel 52. Inflasi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (YoY) YoY MtM Okt-14 Nov-14 Des-14 Okt-14 Nov-14 Des-14 UMUM (headline) 4,83 6,23 8,36 0,47 1,50 2,46 Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 2,25 6,58 12,14 0,16 4,29 5,55 Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga 4,13 4,13 4,44 0,23 0,08 0,36 Kesehatan 5,08 5,17 5,71 0,60 0,43 0,74 Sandang 2,80 2,67 3,08 0,21-0,08 0,64 Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan bakar 6,37 6,18 7,36 1,04 0,49 1,45 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 6,36 6,79 8,11 0,43 0,71 1,96 Bahan Makanan 5,19 7,97 10,57 0,25 2,15 3,22 Sumber: BPS, diolah kembali 112

Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan) Gambar 36. Inflasi YoY 66 Kota Oktober-Desember 2014 Inflasi YOY 66 Kota Oktober-Desember 2014 Watampone Parepare Makassar Palu Banda Aceh Merauke Jayapura Lhokseumawe Sibolga Manokwari 17,00% Pematang Siantar Ternate Medan Ambon Padang Sidempuan Mamuju Gorontalo Kendari 12,00% Padang Pekanbaru Dumai Palopo 7,00% 2,00% Jambi Palembang Bengkulu Bandar Lampg Pangkal Pinang Manado Tarakan Samarinda Balikpapan Banjarmasin Palangkaraya Sampit -3,00% -8,00% Batam Tanjung Pinang Jakarta Bogor Sukabumi Bandung Cirebon Singkawang Pontianak Kupang Maumere Bima Bekasi Depok Tasikmalaya Purwokerto Surakarta Mataram Semarang Denpasar Tegal Cilegon Yogyakarta Tangerang Jember Serang Sumenep Surabaya Madiun Malang Kediri Probolinggo Sumber: BPS, diolah kembali Oktober November Desember 113

Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan) Gambar 37. Inflasi MtM 66 Kota Oktober-Desember 2014 Inflasi MTM 66 Kota Oktober-Desember 2014 Parepare Makassar Palopo Gorontalo Kendari Banda Aceh Lhokseumawe Sibolga Manokwari Sorong Jayapura 5.00% Pematang Siantar Ternate Ambon Mamuju 4.00% Medan Padang Sidempuan Padang 3.00% 2.00% 1.00% Pekanbaru Dumai Jambi Palembang Bengkulu Watampone Palu Manado Tarakan Samarinda Balikpapan Banjarmasin Palangkaraya Sampit Singkawang Pontianak Kupang 0.00% -1.00% -2.00% -3.00% -4.00% Bandar Lampg Pangkal Pinang Batam Tanjung Pinang Jakarta Bogor Sukabumi Bandung Cirebon Bekasi Depok Tasikmalaya Maumere Bima Mataram Denpasar Tegal Cilegon Yogyakarta Tangerang Jember Serang Sumenep Surabaya Madiun MalangKediri Probolinggo Purwokerto Surakarta Semarang Sumber: BPS, diolah kembali Oktober November Desember 114

01/04/2008 01/06/2008 01/08/2008 01/10/2008 01/12/2008 01/02/2009 01/04/2009 01/06/2009 01/08/2009 01/10/2009 01/12/2009 01/02/2010 01/04/2010 01/06/2010 01/08/2010 01/10/2010 01/12/2010 01/02/2011 01/04/2011 01/06/2011 01/08/2011 01/10/2011 01/12/2011 01/02/2012 01/04/2012 01/06/2012 01/08/2012 01/10/2012 01/12/2012 01/02/2013 01/04/2013 01/06/2013 01/08/2013 01/10/2013 01/12/2013 01/02/2014 01/04/2014 01/06/2014 01/08/2014 01/10/2014 01/12/2014 Apr-08 Jun-08 Agu-08 Okt-08 Des-08 Feb-09 Apr-09 Jun-09 Agu-09 Okt-09 Des-09 Feb-10 Apr-10 Jun-10 Agu-10 Okt-10 Des-10 Feb-11 Apr-11 Jun-11 Agu-11 Okt-11 Des-11 Feb-12 Apr-12 Jun-12 Agu-12 Okt-12 Des-12 Feb-13 Apr-13 Jun-13 Agu-13 Okt-13 Des-13 Feb-14 Apr-14 Jun-14 Agu-14 Okt-14 Des-14 4/1/2008 6/1/2008 8/1/2008 10/1/2008 12/1/2008 2/1/2009 4/1/2009 6/1/2009 8/1/2009 10/1/2009 12/1/2009 2/1/2010 4/1/2010 6/1/2010 8/1/2010 10/1/2010 12/1/2010 2/1/2011 4/1/2011 6/1/2011 8/1/2011 10/1/2011 12/1/2011 2/1/2012 4/1/2012 6/1/2012 8/1/2012 10/1/2012 12/1/2012 2/1/2013 4/1/2013 6/1/2013 8/1/2013 10/1/2013 12/1/2013 2/1/2014 4/1/2014 6/1/2014 8/1/2014 10/1/2014 12/1/2014 Lampiran 3: Nilai Tukar Mata Uang Tabel 53. Perkembangan Indeks Nilai Tukar Rata-rata Oktober-14 November-14 Desember-14 Negara Triwulanan QtQ PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY Indonesia 12.085-0,85% -0,85% 7,19% 12.206 1,00% 0,29% 2,01% 12.388 1,49% 1,78% 1,78% 12.226 3,44% BRIC Brazil 2,4778 1,26% 4,90% 10,63% 2,5654 3,54% 8,61% 9,82% 2,6576 3,59% 12,51% 12,51% 2,57 10,86% Rusia 43,0095 8,61% 30,91% 34,02% 49,467 15,01% 50,56% 49,36% 60,736 22,78% 84,86% 84,78% 51,07 36,30% India 61,365-0,64% -0,87% -0,21% 62,0325 1,09% 0,21% -0,67% 63,0437 1,63% 1,84% 2,01% 62,15 1,97% Cina 6,113-0,43% 0,95% 0,32% 6,145 0,52% 1,48% 0,84% 6,2055 0,98% 2,48% 2,50% 6,15 0,04% ASEAN-4 Singapura 1,2855 0,76% 1,78% 3,52% 1,3044 1,47% 3,28% 3,89% 1,3255 1,62% 4,95% 4,95% 1,31 3,80% Malaysia 3,2895 0,27% 0,34% 4,25% 3,3832 2,85% 3,19% 4,94% 3,4973 3,37% 6,67% 6,76% 3,39 5,63% Thailand 32,60 0,52% -0,38% 4,57% 32,85 0,77% 0,39% 2,50% 32,91 0,18% 0,57% 0,63% 32,79 1,86% Negara Maju Kawasan Euro 0,7983 0,83% 9,84% 8,44% 0,8033 0,63% 10,53% 9,17% 0,8266 2,90% 13,73% 13,59% 0,81 5,58% Inggris 0,6252 1,36% 3,58% 0,27% 0,6389 2,19% 5,85% 4,57% 0,6419 0,47% 6,35% 6,27% 0,64 5,22% Jepang 112,32 2,44% 6,72% 14,19% 118,63 5,62% 12,71% 15,80% 119,78 0,97% 13,81% 13,74% 116,91 10,80% Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan. 250 Indonesia+BRIC Gambar 38. Perkembangan Index Nilai Tukar (1 Januari 2004 = 100) Indonesia+ASEAN Indonesia + Negara Maju 200 150 140 150 140 150 100 50 130 120 110 100 90 80 70 130 120 110 100 90 80 60 70 0 60 USD-INR USD-CNY USD-IDR USD-BRL USD-RUB USD-IDR USD-MYR USD-SGD USD-THB USD-IDR USD-JPY USD-EUR USD-GBP USD-CNY 115

Lampiran 4: Indeks Saham Global Tabel 54. Perkembangan Indeks Saham Global Negara Oktober-14 November-14 Desember-14 Rata-rata PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY Triwulan INDEKS SAHAM Indonesia (IHSG) 5089,547-0,93% 19,08% 12,83% 5149,888 1,19% 20,49% 20,99% 5226,947 1,50% 22,29% 22,29% 5155,46 BRIC Brazil (BVSP) 53604-1,05% 3,65% -0,81% 54886 2,39% 6,13% 4,94% 50354-8,26% -2,63% -2,63% 52948,00 Russia (RTS) 1091,44-2,87% -24,35% -26,27% 974,27-10,74% -32,47% -30,55% 790,71-18,84% -45,19% -45,19% 952,14 India (BSE) 27865,83 4,64% 31,81% 31,66% 28693,99 2,97% 35,73% 38,01% 27499,42-4,16% 30,08% 29,89% 28019,75 China (SSEA) 2420,178 2,38% 14,38% 13,01% 2682,835 10,85% 26,79% 20,82% 3234,677 20,57% 52,87% 52,87% 2779,23 ASEAN-4 Singapura (STI) 3274,25-0,08% 3,37% 1,98% 3350,5 2,33% 5,78% 5,48% 3365,15 0,44% 6,24% 6,24% 3329,97 Malaysia (KLSE) 1855,15 0,56% -0,63% 2,67% 1820,89-1,85% -2,47% 0,45% 1761,25-3,28% -5,66% -5,66% 1812,43 Thailand (SET) 1584,16-0,10% 21,98% 9,79% 1593,91 0,62% 22,73% 16,25% 1497,67-6,04% 15,32% 15,32% 1558,58 Negara Maju Amerika Serikat (DJIA) 17390,52 2,04% 4,91% 11,87% 17828,24 2,52% 7,55% 10,83% 17823,07-0,03% 7,52% 7,52% 17680,61 Amerika Serikat (S&P 500) 2018,05 2,32% 9,18% 14,89% 2067,56 2,45% 11,86% 14,49% 2058,9-0,42% 11,39% 11,39% 2048,17 Kawasan Euro (STOXX 50) 3113,32-3,49% 0,14% 1,48% 3250,93 4,42% 4,57% 5,32% 3146,43-3,21% 1,20% 1,20% 3170,23 Jepang (Nikkei 225) 16413,76 1,49% 0,75% 14,56% 17459,85 6,37% 7,17% 11,48% 17450,77-0,05% 7,12% 7,12% 17108,13 Hong Kong (Hang Seng) 23998,06 4,64% 2,97% 3,41% 23987,45-0,04% 2,92% 0,44% 23605,04-1,59% 1,28% 1,28% 23863,52 Sumber: Bloomberg (diolah kembali), posisi akhir bulan 116

01/12/2011 01/01/2012 01/02/2012 01/03/2012 01/04/2012 01/05/2012 01/06/2012 01/07/2012 01/08/2012 01/09/2012 01/10/2012 01/11/2012 01/12/2012 01/01/2013 01/02/2013 01/03/2013 01/04/2013 01/05/2013 01/06/2013 01/07/2013 01/08/2013 01/09/2013 01/10/2013 01/11/2013 01/12/2013 01/01/2014 01/02/2014 01/03/2014 01/04/2014 01/05/2014 01/06/2014 01/07/2014 01/08/2014 01/09/2014 01/10/2014 01/11/2014 01/12/2014 01/12/2011 01/01/2012 01/02/2012 01/03/2012 01/04/2012 01/05/2012 01/06/2012 01/07/2012 01/08/2012 01/09/2012 01/10/2012 01/11/2012 01/12/2012 01/01/2013 01/02/2013 01/03/2013 01/04/2013 01/05/2013 01/06/2013 01/07/2013 01/08/2013 01/09/2013 01/10/2013 01/11/2013 01/12/2013 01/01/2014 01/02/2014 01/03/2014 01/04/2014 01/05/2014 01/06/2014 01/07/2014 01/08/2014 01/09/2014 01/10/2014 01/11/2014 01/12/2014 01/02/2011 01/04/2011 01/06/2011 01/08/2011 01/10/2011 01/12/2011 01/02/2012 01/04/2012 01/06/2012 01/08/2012 01/10/2012 01/12/2012 01/02/2013 01/04/2013 01/06/2013 01/08/2013 01/10/2013 01/12/2013 01/02/2014 01/04/2014 01/06/2014 01/08/2014 01/10/2014 01/12/2014 Lampiran 4: Indeks Saham Global (lanjutan) Gambar 39. Perkembangan Indeks Saham Global 220,00 INDEKS SAHAM BRIC & INDONESIA 240,00 INDEKS SAHAM ASEAN-4 240,00 INDEKS SAHAM NEGARA MAJU 200,00 220,00 220,00 180,00 160,00 140,00 120,00 100,00 200,00 180,00 160,00 140,00 120,00 100,00 200,00 180,00 160,00 140,00 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 80,00 60,00 40,00 80,00 60,00 40,00 BRAZIL RUSSIA INDIA CHINA INDONESIA INDONESIA MALAYSIA SINGAPURA THAILAND BRAZIL RUSSIA INDIA CHINA INDONESIA MALAYSIA SINGAPURA THAILAND HONGKONG JEPANG KOREA DOW JONES S&P500 EUROSTOXX Sumber: Bloomberg, diolah kembali Sumber: Bloomberg, diolah kembali Sumber: Bloomberg, diolah kembali 117

Lampiran 5: Indeks Harga Komoditas Internasional Tabel 55. Indeks Harga Komoditas Internasional Oktober-14 November-14 Desember-14 PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY Rata-rata Triwulan Beras 83,40-5,81% -22,60% -20,10% 85,69 2,75% -20,47% -22,71% 79,82-6,85% -25,92% -25,92% 82,97 Gula 65,44 3,62% -2,25% -12,45% 63,61-2,81% -5,00% -9,10% 59,24-6,86% -11,52% -11,52% 62,76 Gandum 81,05 11,46% -12,02% -20,22% 87,86 8,40% -4,63% -11,87% 89,76 2,17% -2,56% -2,56% 86,23 Kacang Kedelai 85,90 14,59% -20,27% -18,26% 83,40-2,91% -22,59% -23,98% 83,67 0,32% -22,34% -22,34% 84,32 Jagung 65,75 16,72% -10,93% -14,31% 65,67-0,13% -11,04% -11,65% 67,06 2,12% -9,15% -9,15% 66,16 Minyak Mentah (Brent Oil) 76,57-9,31% -22,51% -21,11% 62,56-18,30% -36,69% -36,05% 51,13-18,28% -48,26% -48,26% 63,42 Gas Alam 83,90-6,59% -9,87% -2,71% 87,07 3,79% -6,46% -3,43% 62,60-28,10% -32,75% -32,75% 77,86 Emas 71,40-3,29% -2,59% -11,55% 71,59 0,26% -2,33% -6,12% 72,11 0,73% -1,62% -1,62% 71,70 Tembaga 87,62 0,88% -9,31% -8,88% 82,05-6,35% -15,07% -11,64% 81,46-0,72% -15,68% -15,68% 83,71 Perak 54,91-5,46% -16,85% -26,44% 52,84-3,76% -19,97% -22,59% 52,99 0,28% -19,75% -19,75% 53,58 3 Januari 2012=100 Sumber: Bloomberg (diolah kembali), posisi akhir bulan. 118

01/01/2013 01/02/2013 01/03/2013 01/04/2013 01/05/2013 01/06/2013 01/07/2013 01/08/2013 01/09/2013 01/10/2013 01/11/2013 01/12/2013 01/01/2014 01/02/2014 01/03/2014 01/04/2014 01/05/2014 01/06/2014 01/07/2014 01/08/2014 01/09/2014 01/10/2014 01/11/2014 01/12/2014 01/01/2013 01/02/2013 01/03/2013 01/04/2013 01/05/2013 01/06/2013 01/07/2013 01/08/2013 01/09/2013 01/10/2013 01/11/2013 01/12/2013 01/01/2014 01/02/2014 01/03/2014 01/04/2014 01/05/2014 01/06/2014 01/07/2014 01/08/2014 01/09/2014 01/10/2014 01/11/2014 01/12/2014 140 130 120 110 100 90 80 70 60 50 40 Gambar 40. Indeks Harga Komoditas Internasional (3 Januari 2012=100) 120 110 100 90 80 70 60 50 40 RICE SUGAR WHEAT SOYBEAN CORN Sumber: Bloomberg, diolah kembali BRENT OIL COPPER NAT GAS GOLD SILVER Sumber: Bloomberg, diolah kembali 119

Komoditas Lampiran 6: Harga Bahan Pokok Nasional Tabel 56. Harga Bahan Pokok Nasional Oktober-14 November-14 Desember-14 PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY 120 Rata-rata Triwulan Minyak Goreng Kemasan 14.864,52 0,10% 7,22% 7,99% 14.906,42 0,28% 7,52% 7,74% 15.002,60 0,65% 8,21% 8,04% 14.924,51 Minyak Goreng Curah 11.375,70-0,59% 3,42% 9,27% 11.352,29-0,21% 3,21% 6,89% 11.301,74-0,45% 2,75% 4,62% 11.343,25 Daging Sapi 100.147,62 0,25% 3,07% 7,48% 99.796,64-0,35% 2,71% 7,87% 100.535,83 0,74% 3,47% 6,65% 100.160,03 Daging Ayam Broiler 27.564,34-12,18% -7,07% -8,26% 27.016,89-1,99% -8,92% -4,65% 27.715,05 2,58% -6,56% -2,38% 27.432,09 Daging Ayam Kampung 60.979,92 0,29% 3,79% 6,59% 59.801,67-1,93% 1,78% 5,11% 59.942,12 0,23% 2,02% 4,06% 60.241,24 Telur Ayam Ras 19.931,24-2,46% 1,23% 3,68% 19.775,63-0,78% 0,44% 7,29% 20.518,28 3,76% 4,21% 7,93% 20.075,05 Telur Ayam Kampung 41.467,50 2,39% 11,96% 12,11% 41.187,53-0,68% 11,20% 10,30% 41.347,47 0,39% 11,64% -25,46% 41.334,17 Tepung Terigu 8.826,48-0,18% 5,13% 7,60% 8.815,10-0,13% 4,99% 7,32% 8.827,95 0,15% 5,14% 6,65% 8.823,17 Kedelai Impor 11.195,50-0,84% 5,52% 5,53% 11.237,73 0,38% 5,92% 5,93% 11.305,41 0,60% 6,55% 6,10% 11.246,22 Kedelai lokal 10.782,99-0,57% -0,21% 1,50% 10.858,86 0,70% 0,49% 2,30% 11.003,29 1,33% 1,83% 4,21% 10.881,71 Beras Medium 8.929,67 0,03% 3,01% 5,80% 9.066,84 1,54% 4,59% 6,01% 9.339,57 3,01% 7,74% 8,50% 9.112,03 Gula Pasir 11.141,47-0,73% -5,81% -9,54% 11.155,78 0,13% -5,69% -7,63% 11.216,25 0,54% -5,18% -5,81% 11.171,17 Susu Kental Manis 10.038,21 0,02% 9,67% 11,31% 10.123,68 0,85% 10,61% 11,73% 10.186,89 0,62% 11,30% 11,78% 10.116,26 Mie Instant 1.972,50 0,54% 10,38% 12,61% 1.979,37 0,35% 10,77% 11,95% 2.004,80 1,28% 12,19% 12,57% 1.985,56 Cabe Merah Keriting 32.551,71 41,15% -3,15% -8,54% 53.778,72 65,21% 60,00% 63,23% 70.199,87 30,53% 108,85% 132,34% 52.176,77 Cabe Merah Biasa 30.831,97 35,90% -10,64% -16,00% 50.371,70 63,37% 45,99% 55,52% 70.732,88 40,42% 105,00% 114,81% 50.645,52 Bawang Merah 19.892,81-0,43% -38,05% -24,06% 19.217,50-3,39% -40,15% -33,65% 19.686,03 2,44% -38,70% -37,44% 19.598,78 Ikan Teri Asin 64.471,95-0,82% 7,98% 7,17% 63.995,84-0,74% 7,18% 8,36% 64.552,44 0,87% 8,12% 8,83% 64.340,08 Kacang Hijau 19.040,16 0,02% 10,07% 12,53% 19.095,85 0,29% 10,39% 12,24% 19.225,98 0,68% 11,14% 11,74% 19.120,66 Kacang Tanah 19.103,20 1,36% 1,75% 4,75% 19.133,58 0,16% 1,92% 9,92% 19.687,80 2,90% 4,87% 5,03% 19.308,19 Ketela Pohon 5.221,06 0,50% 10,59% 12,94% 5.146,85-1,42% 9,02% -7,64% 5.163,94 0,33% 9,38% 10,33% 5.177,28 Sumber: Kementerian Perdagangan (diolah kembali), posisi akhir bulan

Untuk memberikan hasil laporan terbaik, kami mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembaca. Kritik dan saran harap dikirimkan ke alamat surat elektronik berikut leonard@bappenas.go.id sidqy@bappenas.go.id psumadi@bappenas.go.id winny@bappenas.go.id mesdin@bappenas.go.id Laporan Perekonomian Indonesia Triwulan IV Tahun 2013 94

Laporan Perekonomian Indonesia Triwulan IV Tahun 2013 94