STUDI UJI KOMPATIBILITAS POLEN PEPAYA IPB 1, IPB 3, DAN IPB 6 PADA STIGMA IPB 9 FARMITA ARISTA WULANDARI A

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

STUDI PERKECAMBAHAN POLEN PEPAYA SECARA IN VITRO. Cenra Intan Hartuti Tuharea A

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi

Hasil penelitian menunjukkan tanaman betina menghasilkan bunga betina dan tanaman hermafrodit menghasilkan bunga hermafrodit, dan ekspresi seks

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pepaya

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

TEKNIK PERSILANGAN BUATAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca. Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

BAB II. PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN BENIH SECARA GENERATIF

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Pepaya

EVALUASI KETAHANAN POPULASI F1 DOUBLE CROSS

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA TERHADAP SHELF-LIFE DAN KARAKTERISTIK BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SELAMA PENYIMPANAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA Daerah Asal dan Penyebaran Pepaya Taksonomi dan Botani Pepaya

Mengenal Morfologi Bunga untuk Meningkatkan Kualitas Benih Pepaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Buah per Tandan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah,

KAJIAN METAXENIA PADA BUAH PEPAYA GENOTIPE IPB 9 NURUL FEBRIYANTI A

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam

METODE UJI TOLERANSI PADI (Oryza sativa L.) TERHADAP SALINITAS PADA STADIA PERKECAMBAHAN RATIH DWI HAYUNINGTYAS A

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kaktus

PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH DAN KOMPATIBILITAS POLEN BEBERAPA GENOTIPE PEPAYA SECARA IN VITRO ARI SULISTIYANI RAHAYU A

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

Sesuai Prioritas Nasional

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hikam (2007), varietas LASS merupakan hasil rakitan kembali varietas

PENGARUH CARA PANEN DAN PEMBERIAN GIBERELIN TERHADAP MUTU BUAH DAN PERTUMBUHAN TRUBUS BARU MANGGIS (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Toba), jambe (jawa), dan bua (Maluku). Sementara dalam bahasa Inggris, pinang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

PENGARUH PERENDAMAN TANGKAI BUNGA DALAM CaCl 2 TERHADAP KUALITAS PASCAPANEN BUNGA POTONG ANGGREK Dendrobium Woxinia

PROSES PEMBENTUKAN BIJI PADA ANGIOSPERMAE

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

Lampiran 1. Bagan penelitian Ulangan I Ulangan II Ulangan III Ulangan IV

PENGARUH PERENDAMAN BUAH DALAM LARUTAN CaCl 2 TERHADAP KUALITAS TOMAT (Lycopersicon esculentum) Oleh : Mawardi A

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%)

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan,

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar

UJI DAYA HASIL LANJUTAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI KABUPATEN SAROLANGUN, JAMBI

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

TINJAUAN PUSTAKA. dan kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Sumber Benih

PENGUJIAN SIFAT BENIH PEPAYA (Carica papaya L.) DENGAN PENYIMPANAN SUHU DINGIN. Oleh Rika Rahmi Wulandari A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi)

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

Sistem Reproduksi Tanaman HUBUNGANNYA DENGAN PEMULIAAN TANAMAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

STUDI UJI KOMPATIBILITAS POLEN PEPAYA IPB 1, IPB 3, DAN IPB 6 PADA STIGMA IPB 9 FARMITA ARISTA WULANDARI A24080058 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

RINGKASAN FARMITA ARISTA WULANDARI. Studi Uji Kompatibilitas Polen Pepaya IPB 1, IPB 3, dan IPB 6 pada Stigma IPB 9. (Dibimbing oleh WINARSO DRAJAD WIDODO dan KETTY SUKETI). Uji perkecambahan polen pepaya dilakukan untuk mengetahui viabilitas polen yang akan mendukung uji kompatibilitas polen pepaya IPB1, IPB3, dan IPB 6 pada stigma IPB 9. Variabel - variabel yang diamati pada uji perkecambahan polen pepaya meliputi diameter polen, panjang tabung polen, dan daya berkecambah polen. Uji kompatibilitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kecocokan antara polen bunga hermaprodit tiga genotipe pepaya yaitu IPB 1, IPB 3, dan IPB 6 terhadap stigma pepaya genotipe IPB 9. Percobaan dilakukan dengan cara mengecambahkan polen empat genotipe pepaya pada media Brewbaker dan Kwack yang sudah diberi ekstrak stigma IPB 9 selama dua jam. Kompatibilitas polen terhadap stigma diamati dengan menghitung jumlah tabung polen yang mengarah ke stigma IPB 9. Percobaan perkecambahan polen pepaya dilakukan pada bulan Maret - Juni 2012, sedangkan percobaan uji kompatibilitas polen dilakukan pada bulan Juli - September 2012 di Laboratorium Kultur Jaringan dan Laboratorium Mikroteknik, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan diperoleh dari Kebun Percobaan Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB Tajur dan Pasir Kuda. Hasil analisis menunjukkan bahwa diameter polen, panjang tabung polen, dan daya berkecambah polen terbesar dimiliki oleh polen pepaya genotipe IPB 9 yaitu 0.035 mm, 0.458 mm, dan 57.7%. Uji kompatibilitas polen pada empat genotipe pepaya menunjukkan bahwa empat polen genotipe pepaya kompatibel terhadap stigma pepaya genotipe IPB 9. Persentase kompatibilitas terbesar diperoleh pepaya genotipe IPB 6 (42.95%), sedangkan yang terkecil pada pepaya genotipe IPB 1 (14.36%). Hasil uji kompatibilitas ini dapat digunakan sebagai acuan untuk memperbaiki kualitas buah pepaya melalui efek metaxenia dengan cara penyerbukan silang.

ii STUDI UJI KOMPATIBILITAS POLEN PEPAYA IPB 1, IPB 3, DAN IPB 6 PADA STIGMA IPB 9 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor FARMITA ARISTA WULANDARI A24080058 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

iii Judul : STUDI UJI KOMPATIBILITAS POLEN PEPAYA IPB 1, IPB 3, DAN IPB 6 PADA STIGMA IPB 9 Nama : FARMITA ARISTA WULANDARI NIM : A24080058 Menyetujui, Dosen Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Winarso Drajad Widodo, MS Dr. Ir. Ketty Suketi, MSi NIP. 1962 0831 198703 1 001 NIP. 1961 0913 198601 2 001 Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr NIP. 1961 1101 198703 1 003 Tanggal Lulus :

iv RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Ambender, Kecamatan Pegantenan, Kabupaten Pamekasan, Madura, Provinsi Jawa Timur pada tanggal 8 Mei 1989. Penulis merupakan anak pertama bapak Jakfar dan ibu Sundari. Penulis lulus dari SDN Pegantenan 1 pada tahun 2002, kemudian melanjutkan studi ke SLTPN 2 Pamekasan dan lulus pada tahun 2005. Setelah lulus dari SLTPN penulis melanjutkan ke SMAN 1 Pamekasan dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Program Studi Agronomi dan Hortikultura melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis aktif di beberapa organisasi mahasiswa, diantaranya sebagai pengurus Koperasi Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRON) IPB divisi Marketing (2008-2009) dan sebagai anggota Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD) Fakultas Pertanian divisi Syiar (2011-2012).

v KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Studi Uji Kompatibilitas Polen Pepaya IPB 1, IPB 3, dan IPB 6 pada Stigma IPB 9. Skripsi ini disusun sebagai persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S1) di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih juga tidak lupa disampaikan penulis kepada: 1. Dosen pembimbing skripsi Dr. Ir. Winarso Drajad Widodo, MS dan Dr. Ir Ketty Suketi, MSi yang telah memberikan bimbingan serta pengarahan dalam penulisan skripsi ini. 2. Dosen pembimbing akademik Dr. Ir. Faiza Chairani Suwarno, MS yang telah membimbing dan memberikan arahan selama penulis menjadi mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura. 3. Dr. Dewi Sukma, SP, MSi sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran yang membangun. 4. Ayah Jakfar, ibu Sundari atas semua doa, dukungan, dan biaya pendidikan selama penulis menuntut ilmu. 5. Adikku Fardila Desinta Diandari dan Aldi Fardiansyah Pradana yang memberikan motivasi kepada penulis. 6. Sahabat terbaikku Ratih Larasati, Dinda Rizki Amalia, Fitria Puspa Juwita dan Hesti Yulianingrum serta semua pihak yang selalu membantu penulis dalam menyelesaikan kesulitan selama menempuh pendidikan dan penelitian. Bogor, Maret 2013 Penulis

1 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... viii ix x PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Botani Pepaya... 3 Bunga Pepaya... 4 Polen Pepaya... 5 Perkecambahan Polen Pepaya... 5 Biologi Pembuahan Pepaya... 7 Kompatibilitas... 8 Efek Metaxenia... 9 Media Perkecambahan Polen... 11 BAHAN DAN METODE... 13 Waktu dan Tempat... 13 Bahan dan Alat... 13 Metode Penelitian... 13 Analisis Data... 14 Pelaksanaan Penelitian... 14 Pengamatan dan Pengumpulan Data... 15 HASIL DAN PEMBAHASAN... 17 Deskripsi Kuantitatif... 17 Diameter Polen Pepaya... 18 Panjang Tabung Polen Pepaya... 19 Daya Berkecambah Polen Pepaya... 21 Kompatibilitas Polen dan Stigma Pepaya... 22 Korelasi antar Peubah... 24 KESIMPULAN DAN SARAN... 26 Kesimpulan... 26 Saran... 26 DAFTAR PUSTAKA... 27 LAMPIRAN... 30

2 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Diameter polen, panjang tabung polen, dan daya berkecambah polen pepaya... 17 2. Uji kompatibilitas polen empat genotipe pepaya terhadap stigma pepaya IPB 9... 24 3. Uji korelasi antar peubah pada uji perkecambahan polen pepaya... 25

3 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Diameter polen empat genotipe pepaya selama empat jam pada uji perkecambahan polen... 18 2. Pertumbuhan panjang tabung polen empat genotipe pepaya selama empat jam pada uji perkecambahan polen... 20 3. Perbandingan pertumbuhan panjang tabung polen empat genotipe pepaya pada 0.5 jam uji perkecambahan polen (perbesaran 400x)... 20 4. Perbandingan pertumbuhan panjang tabung polen empat genotipe pepaya pada 1.5 jam uji perkecambahan polen (perbesaran 400x)... 21 5. Daya berkecambah polen empat genotipe pepaya selama empat jam pada uji perkecambahan polen... 22 6. Perkecambahan polen pada uji kompatibilitas polen pepaya IPB 1, IPB 3, dan IPB 6 pada stigma IPB 9... 23

4 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Sidik ragam diameter polen pepaya... 31 2. Sidik ragam panjang tabung polen pepaya... 31 3. Sidik ragam daya berkecambah polen pepaya... 31 4. Sidik ragam uji kontras ortogonal diameter polen pepaya... 32 5. Sidik ragam uji kontras ortogonal panjang tabung polen pepaya... 32 6. Sidik ragam uji kontras ortogonal daya berkecambah polen pepaya... 33

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pepaya merupakan tanaman yang tumbuh cepat seperti tanaman herba dari keluarga Caricaceae. Di Australia, kultivar daging buah merah dan merah muda dikenal sebagai pepaya untuk membedakan dari kultivar daging buah kuning yang dikenal sebagai paw paw, meskipun kedua nama tersebut mengacu pada jenis tanaman yang sama. Terlepas dari warna dagingnya, di negara lain Carica papaya umumnya dikenal sebagai pepaya (Villegas, 1997). Dari sisi pengobatan, akar pepaya biasa digunakan untuk menyembuhkan sakit ginjal dan kandung kemih. Daunnya bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit malaria, kejang perut, dan sakit panas. Selain itu daun pepaya bermanfaat untuk menambah nafsu makan dan menyembuhkan penyakit beri - beri. Daun pepaya juga dapat digunakan untuk ransum ayam (Sobir, 2009). Tanaman pepaya dapat digolongkan dalam kelompok tanaman menyerbuk silang (cross pollinated crop), contohnya pepaya Boyolali, Dampit, Jingga, Wulung Bogor, dan beberapa tipe pepaya besar lainnya. Selain itu terdapat beberapa pepaya yang bersifat menyerbuk sendiri (self pollination crop), seperti pepaya Hawai (tipe buah kecil). Oleh karena itu dalam merakit varietas pepaya diperlukan metode yang disesuaikan dengan tujuan dan tipe penyerbukan (Sujiprihati dan Suketi, 2009). Pepaya mempunyai beberapa keistimewaan dibandingkan tanaman buah - buahan lainnya, yaitu mudah dibudidayakan, cepat berproduksi, buahnya tersedia sepanjang tahun, dan tidak memerlukan lahan luas sehingga dapat ditanam di pekarangan rumah. Namun demikian sifat pohon pepaya yang heterogen (pohon jantan, betina dan hermaprodit) membuat buah pepaya menjadi beragam dan sifat penyerbukannya yang terbuka sangat memungkinkan terjadinya fenomena metaxenia (Widodo et al., 2010). Perbaikan kualitas buah pada pepaya dapat dilakukan dengan memanfaatkan efek metaxenia pada jaringan tetua betina khususnya pada endosperm buah (Sulistyo et al., 2006).

2 Biologi polen mencakup pemahaman yang komprehensif tentang aspek - aspek struktural dan fungsional dari polen. Fungsi utama dari polen adalah untuk melepaskan gamet jantan pada kantung embrio dalam proses pembuahan, pembentukan biji, dan perkembangan buah. Fungsi ini tergantung pada keberhasilan sejumlah proses secara berurutan yaitu perkembangan polen, fase bebas terdispersi, penyerbukan, interaksi polen - stigma, dan pembuahan (Shivanna dan Sawhney, 1997). Kompatibilitas adalah kesesuaian antara organ jantan dan betina sehingga penyerbukan yang terjadi dapat diikuti dengan proses pembuahan. Tanaman dikatakan bersifat kompatibel jika terjadi pembuahan setelah penyerbukan. Ketidaksesuaian antara organ jantan dan betina disebut inkompatibilitas. Ketidaksesuaian dikendalikan oleh faktor lingkungan, genetik, dan fisiologis (Poespodarsono, 1998). Keberhasilan pembentukan buah pepaya dapat diperkirakan dengan menggunakan viabilitas polen sebagai indikator, yang tercermin oleh perkecambahan polen dan kecepatan pertumbuhan tabung polen. Ukuran buah tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan viabilitas polen (Suketi et al., 2011). Untuk itu perlu dilakukan percobaan perkecambahan pada beberapa kategori ukuran buah untuk viabilitas polen dengan mengamati beberapa variabel seperti diameter polen, panjang tabung polen, dan daya berkecambah polen. Viabilitas polen tersebut nantinya akan mendukung uji kompatibilitas yang dilakukan pada empat genotipe pepaya dengan sumber polen IPB 1, IPB 3, dan IPB 6 terhadap stigma IPB 9. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kompatibilitas polen IPB 1, IPB 3, dan IPB 6 terhadap stigma IPB 9.

3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Pepaya Pepaya dalam taksonomi tumbuhan termasuk dalam genus Carica. Genus Carica merupakan salah satu dari empat genus yang ada dalam famili Caricaceae. Sampai saat ini Caricaceae diperkirakan terdiri dari 31 spesies dalam tiga genera (yaitu Carica, Jacaratia dan Jarilla) dari Amerika tropis dan satu genus Cylicomorpha dari Afrika ekuatorial. Genus Carica memiliki 21 spesies, namun hanya tiga spesies yang memiliki nilai penting secara hortikultura yaitu Carica papaya L., C. candarmensis hook dan C. monoica (Nakasone dan Paull, 1998). Secara umum tanaman pepaya (Carica papaya) dibedakan menjadi dua jenis yaitu dioecious dan gynodioecious. Pepaya dioecious memiliki bunga jantan dan betina pada pohon yang terpisah. Pepaya gynodioecious memiliki bunga betina pada beberapa pohon dan bunga biseksual (hermaprodit) pada pohon yang lain. Produksi buah tanaman pepaya dapat terjadi setelah penyerbukan silang (outcrossing), penyerbukan sendiri (selfing) atau parthenocarpy (bentuk reproduksi aseksual di mana buah dapat dihasilkan tanpa proses pembuahan), tergantung pada jenis tanaman pepaya (dioecious atau gynodioecious) dan jenis kultivar pepaya tersebut (Villegas, 1997). Pepaya IPB 1 (Arum Bogor) memiliki keunggulan pada bentuknya yang kecil, umur berbunga 121 HST, warna kulit buah hijau terang, warna daging buah jingga kemerahan, bentuk tengah buah tidak beraturan, bentuk pangkal buah agak masuk kedalam, tekstur kulit buah licin, bobot per buah 0.63 kg, padatan terlarut total (PTT) 12 Brix, dan kekerasan 0.832 mm/s. Pepaya IPB 3 (Carisya) yang juga merupakan pepaya kecil mempunyai ciri - ciri umur berbunga 130 HST, warna kulit buah hijau, warna daging buah jingga kemerahan, bentuk tengah buah angular, bentuk pangkal buah tegak, tekstur kulit buah intermediate, bobot per buah 0.53 kg, PTT 14 Brix, dan kekerasan 0.852 mm/s. Pepaya IPB 6 (Sukma) mempunyai buah yang berukuran besar dan daya simpan yang lama (lebih dari satu minggu). Ciri - ciri lainnya adalah warna kulit buah hijau, warna daging buah kuning orange dan lembut, bentuk tengah buah angular, bentuk pangkal buah tegak, tekstur kulit buah licin, bobot per buah ± 2.8 kg, dan

4 PTT 8-9 Brix. Pepaya IPB 9 (Calina) memiliki daging buah yang lebih tebal, manis, dan produktivitasnya tinggi. Umur berbunga 114 HST, warna kulit buah hijau terang, warna daging buah jingga kemerahan, bentuk tengah buah angular, bentuk pangkal buah agak kedalam, tekstur kulit buah intermediate, bobot per buah 1.24 kg, PTT 11 Brix, dan kekerasan 0.823 mm/s (PKBT IPB, 2010). Bunga Pepaya Bunga pepaya dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk dasar yang mencerminkan jenis kelamin seluruh tanaman yaitu betina, jantan, dan biseksual (hermaprodit). Pada bunga pepaya, bunga jantan lebih kecil dan lebih banyak dan muncul pada tangkai yang terjumbai sepanjang 60-90 cm. Bunga hermaprodit berada diantara dua bentuk kelamin tunggal. Jenis kelamin bunga secara fungsional dapat berubah atau terbalik, bergantung pada kondisi lingkungan terutama temperatur (Villegas, 1997). Pembiakan pepaya umumnya dilakukan secara generatif karena benihnya yang mudah didapat dan murah. Pembiakan secara generatif pada pepaya menghasilkan segregasi keturunan terutama dalam hal ekspresi seks tanaman. Ekspresi seks tanaman pepaya ditentukan oleh faktor genetik : M 1 adalah dominan untuk sifat jantan, M 2 adalah dominan untuk sifat hermafrodit, m adalah gen resesif betina. Gen dominan (M 1 dan M 2 ) merupakan gen letal, sehingga embrio hasil rekombinasi genetik yang mengandung M 1 M 1, M 1 M 2, dan M 2 M 2 tidak terbentuk. Dengan demikian, genotipe tanaman betina adalah homosigot mm, tanaman jantan M 1 m dan tanaman hermafrodit M 2 m yang keduanya heterosigot (Samson, 1992). Menurut Suketi (2011) hasil pengamatan bunga pepaya betina dan hermaprodit genotipe IPB 1 menggunakan scanning electron microscope (SEM) menunjukkan bahwa bentuk stigma bunga pepaya hermaprodit agak mengerucut tidak seperti bentuk stigma bunga pepaya betina yang lebih membuka dan mendatar. Bentuk jaringan papila stigma bunga hermaprodit dan betina memperlihatkan kesamaan. Perbedaan keragaan bentuk tangkai kepala putik ialah jumlah lekukan yang lebih dari lima. Sementara diduga jumlah lekukan ini menentukan bentuk rongga buah dan banyaknya lekukan pada buah. Bentuk

rongga dan lekukan buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 1 bervariasi, dari berjumlah lima sampai lebih dari lima. 5 Polen Pepaya Polen (pollen) adalah sel yang hidup dan mempunyai inti (nucleus) serta protoplasma, yang terbungkus oleh dinding sel. Dinding sel itu terdiri atas dua lapis, yaitu lapisan dinding dalam (intine) yang tipis serta lunak seperti selaput dan lapisan dinding luar (exine) yang tebal dan keras untuk melindungi seluruh isi butir polen. Pada permukaan dinding luar yang keras itu terdapat lubang - lubang kecil yang dapat dipergunakan oleh polen apabila akan berkecambah. Setiap butir polen yang masak berisi dua buah inti yaitu inti vegetatif dan inti generatif (Darjanto dan Satifah, 1990). Penyerbukan silang mengakibatkan pepaya tidak dapat menghasilkan keturunan yang sama dengan induknya, sehingga banyak terjadi variasi. Kultivar pepaya dapat dikembangkan dan dipertahankan dengan melakukan penyerbukan sendiri secara terus - menerus pada tanaman berbunga hermaprodit. Kultivar pepaya terdiri dari tanaman hermaprodit yang relatif murni dan banyak dikembangkan di Asia Tenggara yaitu kelompok pepaya Solo diantaranya Kapoho Solo, Sunrise, Sunset, dan Eksotika (Villegas, 1997). Hoekstra (1983) menyatakan bahwa persaingan antar polen tergantung dari kualitas polen yang ditentukan secara genetik. Polen yang secara genetik bersifat superior akan lebih cepat membentuk tabung polen dan bergerak menuju sel telur daripada polen inferior. Sel telur yang dibuahi lebih awal akan lebih dahulu berkembang menjadi embrio daripada yang dibuahi kemudian. Perkecambahan Polen Pepaya Polen yang menempel di atas stigma dalam keadaan normal akan berkecambah, yaitu menyerap air dan zat - zat lain yang terdapat pada permukaan stigma, sehingga dapat mengembung. Dengan melalui salah satu pori dari lapisan dinding luar yang telah pecah, maka lapisan dinding dalam bersama protoplasma tumbuh memanjang keluar dan menjadi tabung polen (pollen tube) yang mengandung satu inti vegetatif dan satu inti generatif. Pada saat itu inti generatif

6 membelah diri menjadi dua. Dengan demikian tabung polen berisi satu inti vegetatif (tube nucleus) dan dua inti generatif (sperm nuclei) (Darjanto dan Satifah, 1990). Perkecambahan polen pada umumnya memerlukan suhu yang berkisar antara 15ºC - 35ºC. Pada suhu yang lebih tinggi akan terjadi banyak penguapan air dan banyak polen yang akan mengering. Pada suhu antara 40ºC - 50ºC banyak polen yang mati. Sebaliknya pada suhu yang terlalu rendah, misalnya dibawah 10ºC tidak ada polen yang dapat berkecambah. Pada umumnya suhu optimum yang diperlukan untuk pertumbuhan tabung polen berkisar pada 25ºC (Darjanto dan Satifah, 1990). Perkecambahan polen pada media Brewbaker yang dimodifikasi pada 22-26 C erat kaitannya dengan perkecambahan secara in vitro. Perkecambahan polen secara in vitro yang teramati pada suhu 5 C tidak mengalami perkecambahan dan pada suhu 40 C pertumbuhan tabung polen semakin menurun. Kelembaban relatif tinggi (70-80%) mempercepat proses dibandingkan dengan kelembaban relatif rendah (30-40%) (Cohen et al., 1989). Perkecambahan polen Carica papaya L., dari keluarga Caricaceae yang disimpan pada suhu rendah menunjukkan persentase perkecambahan yang lebih baik dibandingkan dengan polen yang disimpan pada +4 C dan segar. Pembekuan kering polen (-60 C) menunjukkan persentase perkecambahan tertinggi. Penurunan suhu penyimpanan dan kelembaban isi cenderung meningkatkan kelangsungan hidup (Perveen et al., 2007). Polen yang disimpan selama 300 hari dapat mempengaruhi pembuahan normal, yaitu menunjukkan tidak ada penurunan serta menghasilkan buah dan biji setara dengan kontrol. Sampel polen menunjukkan toleransi yang tinggi untuk pembekuan langsung pada suhu ultra low, viabilitas yang tidak terkontrol adalah ketika pencairan ke suhu lingkungan dan pembekuan kembali ke suhu cryogenic. Kelangsungan hidup dinilai setelah setiap durasi penyimpanan. Metode preservasi akan menguntungkan untuk pemuliaan pepaya dan sumber gen yang terlibat dalam melestarikan sumber daya genetik spesies Carica (Ganeshan, 1986). Menurut Tuharea (2009) berdasarkan hasil pengamatan tipe perkecambahan polen pepaya dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori, yaitu polen

7 berkecambah normal, polen tidak berkecambah dan polen abnormal. Polen tidak berkecambah karena tidak mampu membentuk tabung polen. Polen kategori normal mempunyai panjang tabung lebih besar dibandingkan diameternya. Polen yang termasuk dalam kategori abnormal diantaranya tabung polen pecah karena terjadi absorbsi yang terlalu cepat dan tabung polen menggulung dan pecah di ujung (coiling). Biologi Pembuahan Pepaya Polen yang menempel pada stigma akan berkecambah dan membentuk tabung polen. Dalam tabung polen terdapat dua inti sperma (inti generatif) dan satu inti vegetatif. Tabung polen akan terus memanjang masuk ke dalam saluran tangkai putik (canalis stylinus) menuju ke ovarium dan kantung embrio. Kedua inti sperma akan melakukan peleburan terhadap satu inti sel telur dan dua inti polar dalam kantung embrio menghasilkan zigote dan endosperm. Peleburan dua inti sperma dengan satu inti sel telur dan dua inti polar disebut pembuahan. Selanjutnya zigote yang terbentuk akan tumbuh menjadi embrio, sedangkan endosperm akan menjadi jaringan yang berisi zat makanan untuk pertumbuhan embrio. Sebelum tumbuh menjadi embrio, umumnya zigote akan beristirahat selama beberapa waktu sehingga dalam satu sampai dua minggu pertama setelah penyerbukan belum dapat diketahui apakah penyerbukan tersebut gagal atau akan berlangsung dengan pembuahan. Kegagalan penyerbukan dapat disebabkan oleh polen dan sel telur yang steril serta inkompatibilitas antara polen dan stigma (Darjanto dan Satifah, 1990). Pengumpulan benang sari dari bunga jantan dilakukan beberapa jam sebelum bunga jantan tersebut mekar karena pada saat itu kepala sari (anther) masih penuh berisi polen dengan viabilitas yang tinggi. Enam variabel yang dipertimbangkan dalam model (kompetisi tabung polen) yaitu waktu terjadinya penyerbukan, banyaknya jumlah polen yang menempel dalam satu kali penyerbukan, panjang style, laju pertumbuhan tabung polen, variasi dalam tingkat pertumbuhan, dan jumlah bakal biji yang tersedia (Darjanto dan Satifah, 1990). Beberapa tabung polen yang diamati membutuhkan waktu 30 menit untuk mencapai ovarium dari proses perkecambahannya. Tingkat pertumbuhan polen

8 melewati 4 mm dari jaringan stylus karena itu setidaknya 0.133 mm/menit kecepatan yang dibutuhkan untuk polen trinukleate (Hoekstra, 1983). Pada Carica papaya, sel sporogenous pertama yang muncul dalam bakal biji muda sebagai integumen mulai dibedakan. Terdapat satu atau dua lapisan jaringan parietalis. Sel induk megaspora terbentuk simultan dengan pengembangan dua integumen. Melalui dua divisi meiosis sel induk megaspora menghasilkan baris aksial dari empat megaspora, yaitu chalazal yang berkembang menjadi 7-8 sel nukleas yang normal (megagametophyte), tiga megaspora lainnya hancur. Dalam kondisi steril tabung polen memasuki ovule sekitar 10 hari setelah penyerbukan. Pembuahan terjadi sekitar 13-15 hari setelah penyerbukan. Zigote bertahan sekitar 5-8 hari setelah membelah diri. Pembentukan terjadi tidak teratur dalam embrio muda. Terdapat fase lag yang pasti dalam perkembangan embrio dari spesies Carica papaya, sedangkan perkembangan endosperm sangat pesat bersamaan dengan diferensiasi dari kulit biji. Tabung polen tetap berada di dalam kantung embrio sampai setidaknya 64 hari setelah penyerbukan (Foster, 1943). Kompatibilitas Kompatibilitas adalah kesesuaian antara organ jantan dan betina sehingga penyerbukan yang terjadi dapat diikuti dengan proses pembuahan. Tanaman dikatakan bersifat kompatibel jika terjadi pembuahan setelah penyerbukan. Ketidaksesuaian antara organ jantan dan betina disebut inkompatibilitas. Ketidaksesuaian dikendalikan oleh faktor lingkungan, genetik, dan fisiologis (Poespodarsono, 1998). Tanaman dikatakan bersifat kompatibel apabila polen yang viabel yang mewakili organ reproduktif jantan dapat membuahi pistil yang merupakan organ reproduksi betina dari bunga yang sama atau bunga dari tanaman yang sama, atau disebut juga tanaman tersebut mampu membentuk biji yang viabel dari hasil penyerbukan sendiri dan dari penyerbukan silang (Cronn, 2007). Menurut Zapata dan Arroyo (1987) informasi tentang kompatibilitas organ reproduktif antar tanaman juga diperlukan untuk menentukan sistem perkawinan tanaman tersebut. Untuk menentukan tingkat kompatibilitas tersebut, dapat

9 dilakukan dengan menghitung indeks inkompatibilitas (index of self-incompatibility) yaitu perbandingan persentase antara buah yang dihasilkan dari penyerbukan sendiri (selfing) dengan buah yang dihasilkan dari penyerbukan silang (crossing). Pada uji perkecambahan Nicotiana alata pada stigmanya (eksudat), peningkatan hidrasi dan perkecambahan polen pada eksudat diamati saat 50 menit, 3 jam, dan 4.5 jam setelah diinjeksi media cair. Polen yang paling dekat dengan permukaan media cair terhidrasi dan berkecambah terlebih dahulu. Tabung polen muncul dari celah yang paling dekat dengan permukaan media cair tumbuh ke arah media cair. Pertumbuhan tabung di eksudat pada lima jam setelah injeksi media cair menunjukkan arah pertumbuhan tabung polen ditentukan oleh kedua posisi dari aperture germinal dan sumbu polaritas ujung. Polen didalam eksudat antara dua permukaan dengan media cair dan eksudat menunjukkan pertumbuhan tabung menuju permukaan terdekat (Lush et al., 1998). Efek Metaxenia Xenia adalah efek dari gen gamet jantan (polen) pada perkembangan buah atau biji. Metaxenia adalah efek dari polen pada bentuk buah dan karakteristik buah lainnya. Metaxenia dan xenia mungkin dapat digunakan untuk mempercepat proses produksi dan meningkatkan hasil buah dalam penanaman kultivar campuran tanaman mentimun (Olfati et al., 2010). Menurut Swingle (1928) metaxenia merupakan pengaruh langsung dari polen pada bagian buah yaitu lapisan luar embrio dan endosperma buah. Pengaruh langsung dari bunga jantan terhadap perkembangan buah terjadi dengan sangat tepat, nyata terlihat, dan sangat bervariasi tergantung pada kesuburan dari polen yang digunakan untuk menyerbuki bunga betina. Setiap genotipe bunga jantan yang digunakan akan menunjukkan pengaruh yang berbeda satu sama lain pada varietas tanaman yang sama dan pengaruh yang ditimbulkan akan tetap sama walaupun penyerbukan dilakukan pada tahun yang berbeda. Pada tanaman kurma dimana serbuk sari dapat mempengaruhi ukuran, bentuk biji, warna biji, ukuran buah, kecepatan pertumbuhan buah, dan saat kematangan buah kurma.

10 Menurut Widodo et al. (2010) buah pepaya dari tiap perlakuan mempunyai warna yang berbeda yaitu buah pepaya selfing IPB 9 mempunyai warna daging buah orange kemerahan, sedangkan buah IPB 9 yang diserbuki dengan polen IPB I, IPB 3, dan IPB 4 mempunyai warna daging buah orange. Penampilan warna daging buah setiap perlakuan meskipun tidak dilakukan analisis statistik merupakan fenomena metaxenia yang paling kelihatan. Warna daging buah dapat mempengaruhi selera konsumen, dimana konsumen akan lebih manyukai dan memilih buah pepaya dengan warna yang merah. Dengan demikian, warna daging buah IPB 9 hasil selfing menunjukkan warna yang paling baik. Dapat disimpulkan juga bahwa semua sumber polen selain IPB 9 membawa warna yang cenderung kekuningan. Berdasarkan masa panen, buah pepaya IPB 9 yang diserbuki dengan polen IPB 3 mempunyai masa panen relatif lebih cepat yaitu berkisar 16-18 MSP. Buah pepaya selfing IPB 9 dan IPB 9 yang diserbuki dengan polen IPB 1 dan IPB 4 mempunyai masa panen rata - rata 20 MSP. Hal ini diduga merupakan salah satu pengaruh dari sumber polen berbeda yang digunakan untuk penyerbukan. Pada penelitian ini juga diketahui tidak ada pengaruh sumber polen yang berbeda pada ukuran buah pepaya IPB 9 yang terbentuk. Menurut Sulistyo et al. (2006) hasil penyerbukan silang pepaya dengan tetua betina IPB 1, IPB 5, dan PB 201 dengan sumber polen (tetua jantan) IPB 1, IPB 5, IPB 6, IPB 10, PB 174, PB 201, Str 6-4 diketahui bahwa hanya pada IPB 1 terdapat efek metaxenia. Efek tersebut ditemukan pada karakter padatan terlarut total (PTT) dan tebal daging buah. Polen yang berasal dari genotipe IPB 10, PB 201, IPB 5, dan IPB 6 dapat meningkatkan rasa manis (PTT) pada IPB 1 jika dibandingkan dengan buah hasil menyerbuk sendiri. Polen yang berasal dari genotipe IPB 5, IPB 10, Str 6-4, dan IPB 6 mengakibatkan tebal daging buah pada IPB 1 bertambah, walaupun sumber polen tidak mengakibatkan perubahan warna pada daging buah. Hasil penelitian Suketi (2011) pada panjang dan diameter buah pepaya hermaprodit IPB 3 yang bunganya diserbuki genotipe lain (IPB 2, IPB 4, IPB 7, IPB 8, IPB 9, dan IPB 10) menghasilkan pertumbuhan yang beragam. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tidak ada efek metaxenia pada karakter fisik dan kimia buah.

11 Menurut Mizrahi et al. (2004) yang melakukan uji metaxenia pada penyerbukan Hylocereus polyrhizus oleh Selenicereus spp membuktikan keberadaan metaxenia, yaitu pengaruh polen pada jaringan buah kaktus. Efek polen dapat mempengaruhi kandungan padatan terlarut total sari buah dan saat kematangan buah sehingga dalam pelaksanaannya dapat memperpanjang vaselife buah H. polyrhizus. Media Perkecambahan Polen Perkecambahan polen dipengaruhi sepenuhnya oleh faktor pertumbuhan yang diperoleh pada ekstrak air dari jaringan tanaman salah satunya adalah ion kalsium. Ion lainnya seperti K +, Mg ++, dan Na + terbukti dapat mendukung peran dan penyerapan atau pengikatan kalsium. Komposisi media kultur yang terbukti manfaatnya dalam berbagai studi pertumbuhan polen adalah media dengan komposisi aquades, sukrosa 10%, 100 ppm H 3 BO 4, 300 ppm Ca(NO 3 )4H 2 O, 200 ppm MgSO 4 7H 2 O dan 100 ppm KNO 3 (Brewbaker and Kwack, 1963). Uji perkecambahan Nicotiana alata terhadap stigmanya diinkubasi pada 25 C - 30 C menggunakan media Aqueous yang dicampur dengan minyak zaitun menjadi dasar media pertumbuhan tabung polen dikembangkan untuk Nicotiana alata (12.5% PEG 6000, 0.15 M sukrosa, 1.0 mm CaCl 2, 1.0 mm KCl, 0.8 mm MgSO 4, 1.6 mm H 3 BO 3, 0.03% kasein hidrolisat asam, dan 25 mm Mes (Mesitil C 6 H 2 (CH 3 ) 3 ), dan ph 5.9). Media minyak zaitun : emulsi media (1:1) dibuat dengan sonikasi (penerapan energi ultra suara untuk memisahkan partikel - partikel yang menempel dalam sampel) selama 20 menit. Untuk memastikan bahwa Ca 2+ tidak hadir sebagai kontaminan dalam larutan buffer PEG (polyethylene glycol), EGTA (ethylene glycol tetraacetic acid) ditambahkan ke media pada konsentrasi (1 mm). Penambahan Ca 2+ ke PEG buffer yang mengandung 1 mm EGTA mengurangi hambatan pertumbuhan tabung polen (Lush et al., 1998). Sebuah media sederhana yang dapat diandalkan untuk perkecambahan polen Cajanus cajan dikembangkan dengan memodifikasi media Brewbaker dan Kwack. Percobaan terahir dari perkecambahan polen Cajanus cajan di media buatan tidak berhasil. Sebuah media yang mengandung PEG 4000 menunjukkan

12 perkecambahan lebih dari 90% untuk Cajanus cajan. Hasil pengamatan diketahui bahwa ada perbedaan genotipik di tingkat EACA (Epsilon-aminocaproic acid) diperlukan dalam perkecambahan polen in vitro. Dengan demikian media lengkap untuk genotipe Cajanus cajan terdiri dari sukrosa 37.5% + 15% PEG 4000 + 250 mg/l asam borat + 300 mg/l kalsium nitrat + 100 mg/l kalium nitrat + 200 mg/l magnesium sulfat + 1% agar + EACA (0, 100, 250, 500, 750 atau 1000 mg/l) (Jayaprakash dan Sarla, 2001).

13 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan perkecambahan polen dilaksanakan pada bulan Maret - Juni 2012 dan percobaan kompatibilitas polen dilaksanakan pada bulan Juli - September 2012 di Laboratorium Kultur Jaringan dan Laboratorium Mikroteknik, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Polen diperoleh dari Kebun Percobaan Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB Tajur dan Kebun Percobaan Pasir Kuda. Stigma diperoleh dari Kebun Percobaan PKHT IPB. Bahan dan Alat Bahan untuk percobaan perkecambahan polen adalah bunga hermaprodit dari genotipe pepaya IPB 1, IPB 3, IPB 6, dan IPB 9, sedangkan untuk percobaan kompatibilitas polen adalah stigma bunga betina pepaya genotipe IPB 9. Media yang digunakan untuk perkecambahan polen adalah Brewbaker dan Kwack. Alat - alat yang digunakan diantaranya microtube, kaca preparat, gelas obyek, pinset, dan mikroskop Olympus BX51 Spesial yang telah dilengkapi software foto, pengukuran langsung diameter dan panjang tabung polen. Metode Penelitian Rancangan yang digunakan dalam percobaan perkecambahan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan dalam percobaan ini terdiri dari empat genotipe dengan 10 kali ulangan sehingga terdapat 40 satuan percobaan. Percobaan kompatibilitas polen empat genotipe pepaya dilakukan sebanyak lima kali ulangan sehingga terdapat 20 satuan percobaan. Satu kaca preparat merupakan satu unit ulangan, kemudian dihitung persentase kompatibilitasnya yang mengacu pada percobaan sebelumnya yang dilakukan Lush et al. (1998) dan Rahayu (2013) dengan rumus yaitu: Σ tabung polen yang mendekati stigma Σ tabung polen yang menjauhi stigma + Σ tabung polen yang mendekati stigma x 100%

14 Analisis Data Data percobaan perkecambahan polen dianalisis dengan uji F dan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%, kemudian dilanjutkan dengan uji kontras ortogonal untuk mengetahui hubungan kategori ukuran buah dengan variabel yang diamati. Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel yang diamati. Analisis nilai korelasi dilakukan dengan menggunakan software SAS pada taraf 5%. Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian yang meliputi persiapan bahan perkecambahan polen, persiapan media perkecambahan polen, dan perkecambahan polen mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suketi et al. (2011) yaitu perkecambahan polen pepaya pada genotipe pepaya IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 4, IPB 5, IPB 7, IPB 8, IPB 9, dan IPB 10. Sedangkan percobaan kompatibilitas polen mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Lush et al. (1998) pada Nicotiana alata dan Rahayu (2013) pada pepaya IPB 3, IPB 4, IPB 6, dan IPB 9. Persiapan Bahan Perkecambahan Polen Pepaya Bunga pepaya yang digunakan pada percobaan ini adalah bunga pepaya hermaprodit. Bunga hermaprodit yang digunakan adalah bunga pada fase satu hari sebelum antesis yang diambil pada saat pagi hari dengan ciri - ciri bunga telah mulai menguning tetapi belum mekar. Bunga yang telah diambil dibuang mahkotanya dan diambil polennya dengan pinset atau kawat kemudian diletakkan pada media perkecambahan. Persiapan Media Perkecambahan Polen Pepaya Media perkecambahan yang digunakan adalah Brewbaker dan Kwack dengan komposisi 5 ml H 3 BO 4, 6.25 ml Ca(NO 3 ) 2 4H 2 O, 10 ml MgSO 4 7H 2 O, 5 ml KNO 3, 5% sukrosa dan aquades. Bahan kimia yang telah diukur dan ditakar kemudian dicampur dan diukur phnya. Campuran dari media tersebut kemudian dimasukkan ke dalam botol kultur jaringan dan ditutup rapat. Media disimpan dalam lemari es untuk menjaga kualitas dan kesterilannya.

15 Perkecambahan Polen Pepaya Polen pepaya yang telah dikecambahkan dalam microtube kemudian dipindah ke dalam kaca preparat yang kemudian diamati dengan mikroskop Olympus BX51 Spesial setiap 30 menit selama empat jam. Satu kaca preparat merupakan satu unit percobaan. Percobaan Kompatibilitas Polen Pepaya Percobaan kompatibilitas polen dilakukan dengan meletakkan stigma pepaya (bunga betina) genotipe IPB 9 pada kaca preparat dengan cara menggerus stigma pepaya IPB 9 kemudian ditetesi aquades komposisi 1:1 dan diambil ekstraknya. Polen dari masing-masing pepaya genotipe IPB 1, IPB 3, IPB 6 dan IPB 9 (bunga hermaprodit) yang telah dicampur dengan media perkecambahan diteteskan ke sekeliling stigma pada preparat. Kaca preparat akan diamati dengan mikroskop setelah dua jam untuk mengetahui apakah arah perkecambahan tabung polen mengarah atau menjauhi stigma. Pengamatan dan Pengumpulan Data Uji Perkecambahan Polen Pepaya Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Suketi et al. (2011), dan Rahayu (2013) variabel - variabel yang diamati pada uji perkecambahan polen pada media Brewbaker dan Kwack adalah diameter polen, panjang tabung polen, dan daya berkecambah polen. Variabel - variabel tersebut diamati selama empat jam setiap 30 menit dengan menggunakan mikroskop Olympus BX51 Spesial. Diameter Polen Pepaya Pengamatan diameter polen menggunakan perbesaran 400x kemudian difoto dan diukur dengan menggunakan software perlengkapan foto dan pengukuran diameter polen pada mikroskop Olympus BX51 Spesial. Pertumbuhan Panjang Tabung Polen Pepaya Pertumbuhan panjang tabung polen menggunakan perbesaran yang sama dengan pengukuran diameter polen yaitu sebesar 400x.

Daya Berkecambah Polen Pepaya Perhitungan daya berkecambah mengacu pada perhitungan yang dilakukan oleh Ruchjaningsih (1995) pada polen tanaman kentang kultivar Granola dan Red Pontiac, Suketi et al. (2011), dan Rahayu (2013) pada perkecambahan Carica papaya L. yaitu: DB = t x 100% Keterangan: t + m t = polen berkecambah normal m = polen yang tidak berkecambah (tidak mampu membentuk tabung polen) dan polen abnormal. Daya berkecambah diamati dengan menggunakan metode seperti yang dilakukan oleh Wahyudin (1999), Suketi et al. (2011), dan Rahayu (2013) yaitu dengan menggunakan metode bidang pandang. Semua area gelas obyek diamati dengan menggeser meja preparat ke samping selebar diameter bidang pandang mikroskop dengan bantuan mistar pada meja preparat di mikroskop. Perhitungan dilakukan pada seluruh area gelas obyek. 16 Uji Kompatibilitas Polen Pepaya Percobaan kali ini analisis kompatibilitas polen bunga hermaprodit IPB 1, IPB 3, dan IPB 6 pada stigma bunga betina IPB 9 dilakukan dengan melihat arah perkecambahan tabung polen terhadap stigma setelah dua jam, kemudian dilanjutkan dengan menghitung persentase kompatibilitas. Hal tersebut mengacu pada penelitian sebelumnya oleh Lush et al. (1998) dan Rahayu (2013).

17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kuantitatif Proses pembuahan terjadi jika pertumbuhan tabung polen dapat mencapai sel telur, untuk itu perlu diketahui viabilitas polen yang diamati dari beberapa variabel seperti diameter polen, panjang tabung polen, dan daya berkecambah polen. Hasil percobaan perkecambahan polen dianalisis menggunakan RAL dengan uji lanjut DMRT (Lampiran 1, Lampiran 2, dan Lampiran 3) dan uji kontras ortogonal (Lampiran 4, Lampiran 5, dan Lampiran 6) untuk mengetahui pengaruh kategori ukuran buah terhadap variabel yang diamati. Hasil analisis percobaan perkecambahan polen pepaya dari empat genotipe yaitu IPB 1, IPB 3, IPB 6, dan IPB 9 selama empat jam dapat dilihat pada Tabel 1 diperoleh hasil bahwa diameter polen, panjang tabung polen dan daya berkecambah polen terbesar dimiliki oleh polen pepaya IPB 9 (kategori buah sedang) yaitu 0.035 mm, 0.458 mm dan 57.7%. Diameter polen terkecil dihasilkan oleh genotipe IPB 3 (kategori buah kecil) yaitu 0.030 mm, sedangkan panjang tabung polen dan daya berkecambah polen terkecil dihasilkan oleh genotipe IPB 6 (kategori buah besar) yaitu 0.180 mm dan 5.5%. Tabel 1. Diameter polen, panjang tabung polen, dan daya berkecambah polen pepaya Genotipe Diameter Polen (mm) Panjang Tabung Polen (mm) Daya Berkecambah Polen(%) IPB 1 (kecil) 0.031a 0.402a 33.2b IPB 3 (kecil) IPB 6 (besar) 0.030a 0.034a 0.324ab 0.180b 35.3b 5.5c IPB 9 (sedang) 0.035a 0.458a 57.7a Uji Kontras Kecil vs sedang Kecil vs besar Sedang vs besar tn tn tn tn tn * * * * Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata, sedangkan angka dengan huruf yang berbeda berbeda nyata * = berpengaruh nyata pada uji F (α=5%) tn = tidak berpengaruh nyata pada uji F (α=5%)

18 Hasil penelitian Suketi et al. (2011) menunjukkan tidak ada hubungan antara kategori pepaya berdasarkan ukuran buah dengan viabilitas polen yang diukur dari daya berkecambah polen dan panjang tabung polen pada pepaya genotipe IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 4, IPB 5, IPB 7, IPB 9, dan IPB 10. Setiap genotipe yang diuji menunjukkan karakteristik viabilitas polen yang berbeda dengan genotipe lainnya. Diameter Polen Pepaya Diameter polen pada genotipe IPB 1, IPB 3, IPB 6, dan IPB 9 tidak berbeda. Diameter polen juga tidak dipengaruhi oleh kategori ukuran buah, sehingga kategori ukuran buah dan genotipe pepaya tidak bisa dijadikan tolok ukur untuk menentukan besarnya diameter polen (Tabel 1). Hasil tersebut berbeda dengan penelitian Suketi et al. (2011) yaitu genotipe berpengaruh nyata terhadap diameter polen. Diameter polen kategori sedang (IPB 5, IPB 9, dan IPB 10) berbeda nyata dengan diameter polen kategori besar ( IPB 2, IPB 7, dan IPB 8). Diameter polen kategori kecil (IPB 1, IPB 3, dan IPB 4) tidak berbeda nyata dengan kategori pepaya besar. Diameter polen pada empat genotipe bervariasi pada beberapa jam pengamatan. Peningkatan diameter polen cukup tinggi dihasilkan oleh genotipe pepaya IPB 3 pada tiga jam pengamatan dan menurun kembali setelah 3.5 jam pengamatan (Gambar 1). Variasi yang terjadi pada diameter polen disebabkan perbedaan viabilitas polen tiap satuan percobaan dan terjadinya peningkatan pertumbuhan tabung polen sehingga diameter polen semakin menurun. Diameter Polen (mm) 0,06 0.06 0.05 0,05 0.04 0,04 0,03 0.03 0,02 IPB 1 0.02 0,01 IPB 3 0.01 IPB 6 0 0,5 0.5 1 1.5 1,5 2 2.5 2,5 3 3.5 3,5 4 Waktu (jam) Gambar 1. Diameter polen empat genotipe pepaya selama empat jam pada uji perkecambahan polen

19 Panjang Tabung Polen Pepaya Hasil analisis yang diperoleh pada percobaan ini adalah pertumbuhan panjang tabung polen terbesar dihasilkan pada perkecambahan polen genotipe pepaya IPB 9 (kategori buah sedang) yaitu 0.458 mm dan pertumbuhan panjang tabung polen terkecil dihasilkan oleh genotipe IPB 6 (kategori buah besar) yaitu 0.180 mm dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil penelitian Suketi et al. (2011) tentang viabilitas dan pertumbuhan tabung polen menunjukkan bahwa panjang tabung polen untuk pepaya kategori buah kecil (IPB 1, IPB 3, dan IPB 4) lebih panjang dari kategori buah lainnya yaitu sebesar 1,030.67±19.14 µm, sementara jarak antara stigma dan bakal buah pendek (14.85±19.14 mm) sehingga diduga proses pembuahan akan terjadi lebih cepat dibandingkan pada kategori buah pepaya lainnya. Perbedaan hasil dari percobaan sebelumnya disebabkan oleh viabilitas polen yang rendah karena kondisi tanaman yang tidak optimum dan bunga yang tidak tepat pada fase satu hari sebelum antesis sehingga menyebabkan pertumbuhan panjang tabung polen pada pepaya genotipe IPB 1 dan IPB 3 (kategori buah kecil) lebih rendah dibanding pepaya genotipe IPB 9 (kategori buah sedang) yang viabilitas polennya masih tinggi (Tabel 1). Hasil sidik ragam yang disajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa panjang tabung polen pada genotipe IPB 1 tidak berbeda dengan IPB 3 dan IPB 9 tetapi panjang tabung polen IPB 1 berbeda dengan IPB 6. Panjang tabung polen dipengaruhi oleh kategori ukuran buah perbandingan kategori pepaya sedang (IPB 9) dengan pepaya besar (IPB 6). Menurut Suketi et al. (2011) panjang tabung polen untuk pepaya kategori kecil (IPB 1, IPB 3, dan IPB 4) tidak berbeda dengan pepaya ketegori buah besar (IPB 2, IPB 7, dan IPB 8) dan kategori buah sedang (IPB 5, IPB 9, dan IPB 10). Pertumbuhan tabung polen cenderung meningkat sampai empat jam pengamatan pada empat genotipe, tetapi pada pepaya genotipe IPB 1 menurun pada tiga jam pengamatan ditunjukkan oleh Gambar 2. Penurunan pertumbuhan panjang tabung polen disebabkan viabilitas polen yang rendah pada satuan percobaan tersebut, karena pada setiap satuan percobaan tidak selalu berasal dari satu bunga yang sama sehingga viabilitasnya berbeda. Perbandingan pertumbuhan

panjang tabung polen pada empat genotipe pepaya bervariasi pada saat 0.5 dan 1.5 jam ditunjukkan oleh Gambar 3 dan Gambar 4. 20 Panjang tabung polen (mm) 0.5 0,5 0.4 0,4 0.3 0,3 0.2 0,2 0.1 0,1 IPB 1 IPB 3 IPB 6 IPB 9 0 0,5 0.5 1 1,5 1.5 2 2.5 2,5 3 3.5 3,5 4 Waktu (jam) Gambar 2. Pertumbuhan panjang tabung polen empat genotipe pepaya selama empat jam pada uji perkecambahan polen IPB 1 IPB 3 IPB 6 IPB 1 Gambar 3. Perbandingan pertumbuhan panjang tabung polen empat genotipe pepaya pada 0.5 jam uji perkecambahan polen (perbesaran 400x)

21 IPB 1 IPB 3 IPB 6 IPB 9 Gambar 4. Perbandingan pertumbuhan panjang tabung polen empat genotipe pepaya pada 1.5 jam uji perkecambahan polen (perbesaran 400x) Daya Berkecambah Polen Pepaya Hasil analisis ragam yang disajikan pada Tabel 1 menunjukkan hasil bahwa pada empat genotipe polen yaitu daya berkecambah polen genotipe IPB 1 tidak berbeda dengan IPB 3, tetapi daya berkecambah polen IPB 1 berbeda dengan IPB 6 dan IPB 9. Daya berkecambah polen dipengaruhi oleh kategori buah, sehingga kategori buah kecil, sedang dan besar dapat dijadikan tolok ukur untuk menentukan besarnya daya berkecambah polen. Menurut Suketi et al. (2011) daya berkecambah polen merupakan salah satu tolok ukur untuk mengetahui viabilitas polen. Daya berkecambah polen pepaya setiap kategori buah pada 0.5, 1.5, 2.5, dan 4 jam pengamatan mengalami peningkatan yang beragam. Pada pepaya kategori buah kecil, daya berkecambah polen genotipe IPB 3, IPB 1 dan IPB 4 selama empat jam berturut-turut sebesar 62.66%, 50.68%, dan 55.46%. Daya berkecambah polen pepaya kategori buah sedang (genotipe IPB 9) adalah 58.95%. Peningkatan daya berkecambah polen terbesar diperoleh pada genotipe IPB 9. Hal tersebut disebabkan oleh viabilitas polen yang tinggi karena pada saat

22 pengambilan bunga hermaprodit mendekati atau tepat pada fase satu hari sebelum antesis dan kondisi tanaman yang masih optimum. Pepaya genotipe IPB 1 dan IPB 3 cenderung mempunyai peningkatan daya berkecambah yang sama, hal tersebut disebabkan keduanya merupakan genotipe kategori buah berukuran kecil dengan kondisi tanaman yang sudah tidak optimum. Pepaya genotipe IPB 6 mempunyai peningkatan daya berkecambah yang rendah disebabkan bunga yang tidak tepat satu hari sebelum antesis sehingga viabilitasnya rendah (Gambar 5). Daya Berkecambah (%) 70 60 50 40 30 20 10 0 IPB 1 IPB 3 IPB 6 IPB 9 0,5 0.5 1 1,5 1.5 2 2,5 2.5 3 3,5 3.5 4 Waktu (jam) Gambar 5. Daya berkecambah polen empat genotipe pepaya selama empat jam pada uji perkecambahan polen Kompatibilitas Polen dan Stigma Pepaya Menurut Lush et al. (1998) yaitu hidrasi polen dan pertumbuhan tabung polen dalam sistem kultur dengan melihat arah pertumbuhannya pada stigma Nicotiana alata. Perkecambahan tabung polen pada stigma dipantau dengan memeriksa butiran yang dilepaskan dengan cara meletakkan stigma dalam minyak mineral dan pewarnaan untuk mengetahui keberadaan tabung polen dalam stigma. Perkecambahan pertama kali terdeteksi pada butiran yang dilepas pada stigma 30 menit setelah polinasi. Tabung pertama pada stigma itu juga terdeteksi setelah 30 menit, tetapi periode utama penetrasi ke stigma terjadi antara dua dan empat jam setelah polinasi. Mayoritas (90%) dari tabung polen tumbuh menuju langsung ke stigma.

23 Percobaan kompatibilitas polen dilakukan dengan menggunakan polen dari bunga hermaprodit pada masing - masing genotipe meliputi IPB 1, IPB 3, IPB 6, dan IPB 9 dan stigma dari bunga betina IPB 9. Uji kompatibilitas yang dilakukan pada empat genotipe pepaya diperoleh hasil bahwa semua genotipe kompatibel pada stigma IPB 9. Sifat kompatibel tersebut dapat dilihat dari arah perkecambahan tabung polen yang diamati setelah dua jam. Arah perkecambahan tabung polen dari setiap genotipe sumber polen mendekati atau mengarah pada stigma IPB 9 dapat dilihat pada Gambar 6. IPB 1 IPB 3 IPB 6 IPB 9 Gambar 6. Perkecambahan polen pada uji kompatibilitas polen pepaya IPB 1, IPB 3, dan IPB 6 pada stigma IPB 9 Keterangan : = tabung polen mengarah pada stigma = ekstrak stigma Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa uji kompatibilitas yang dilakukan pada empat genotipe pepaya terhadap stigma pepaya IPB 9 menunjukkan bahwa persentase kompatibilitas terbesar diperoleh dari polen pepaya IPB 6 (kategori buah besar) dengan persentase kompatibilitas 42.95%, sedangkan yang terkecil adalah IPB 1 (kategori buah kecil) dengan persentase sebesar 14.36%. Hasil tersebut berbeda dengan percobaan sebelumnya yang dilakukan oleh Rahayu (2013) yaitu polen pepaya genotipe IPB 3 lebih kompatibel pada stigma pepaya

genotipe IPB 9 (13.04%). Persentase kompatibilitas paling rendah ditunjukkan oleh polen genotipe IPB 4 pada stigma genotipe IPB 6 (2.8%). 24 Tabel 2. Uji kompatibilitas polen empat genotipe pepaya terhadap stigma pepaya IPB 9 Genotipe Σd Σj Kompatibilitas (%) IPB 1 (buah kecil) 1.2 8.4 14.36% IPB 3 (buah kecil) 1.2 7.6 20.53% IPB 6 (buah besar) 1.2 5.6 42.95% IPB 9 (buah sedang) 1.2 8.6 28.92% Keterangan : Σd = jumlah tabung polen yang mendekati stigma Σj = jumlah tabung polen yang menjauhi stigma Persentase kompatibilitas empat genotipe dikategorikan rendah karena tidak mencapai lebih dari atau sama dengan 50% (Tabel 2). Kecilnya persentase tersebut disebabkan perbedaan genotipe pada sumber polen dan stigma sehingga pertumbuhan tabung polen tidak mengarah atau menembus stigma. Genotipe pepaya IPB 9 memiliki persentase kompatibilitas yang rendah disebabkan karena kedua gamet jantan dan betina masa antesisnya tidak tepat. Persentase kompatibilitas yang kecil juga disebabkan jumlah polen yang berada di sekeliling stigma tidak dapat dikontrol sehingga berpengaruh terhadap penggunaan rumus perhitungan persentase kompatibilitas polen. Menurut Suwarno (2008) inkompatibilitas dapat disebabkan oleh ketidakmampuan tabung polen dalam (a) menembus kepala putik, atau (b) tumbuh normal sepanjang tangkai putik namun tidak mampu mencapai ovule karena pertumbuhan yang terlalu lambat. Mekanisme ini mencegah penyerbukan sendiri (selfing) dan mendorong adanya penyerbukan silang (crossing). Korelasi antar Peubah Analisis korelasi antar peubah yaitu daya berkecambah, diameter polen, dan panjang tabung polen dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari masing - masing peubah terhadap peubah yang lain jika mengalami perubahan. Hasil analisis korelasi antar peubah adalah diameter polen berkorelasi negatif dengan panjang tabung polen dengan nilai koefisien korelasi (KK) sebesar -0.746. Nilai negatif menunjukkan bahwa semakin besar diameter polen maka panjang tabung

25 polennya semakin pendek. Diameter polen juga berkorelasi positif dengan daya berkecambah dengan nilai koefisien korelasi 0.698. Karakter antar sifat yang bernilai positif menunjukkan bahwa semakin besar diameter polen, maka karakter daya berkecambah polen semakin meningkat. Daya berkecambah berkorelasi negatif dengan panjang tabung polen dengan nilai koefisien korelasi -0.306. Nilai negatif menunjukkan bahwa semakin besar daya berkecambah maka pertumbuhan panjang tabung polen semakin kecil (Tabel 3). Tabel 3. Uji korelasi antar peubah pada uji perkecambahan polen pepaya Daya Berkecambah Polen Diameter Polen Panjang Tabung Polen Keterangan : Daya Berkecambah Polen - 0.698* -0.306* Diameter Polen Panjang Tabung Polen - -0.746* - * = Berkorelasi nyata pada uji F (α=5%) Hasil yang berbeda pada korelasi panjang tabung polen terhadap daya berkecambah dan diamater polen dihasilkan pada percobaan Rahayu (2013) yaitu panjang tabung polen pepaya yang berkorelasi positif dengan diameter polen pepaya (KK = 21.14). Semakin besar diameter polen pepaya maka laju pertumbuhan tabung polen pepaya akan semakin cepat dan panjang tabung polen pepaya juga akan meningkat. Daya berkecambah polen pepaya juga berkorelasi positif dengan panjang tabung polen pepaya (KK = 22.65). Semakin besar persentase daya berkecambah suatu polen maka semakin cepat laju pertumbuhan tabung polennya dan panjang tabung polen juga akan meningkat. Besarnya koefesien korelasi berkisar antara +1 sampai dengan -1. Koefesien korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Nilai koefiseien korelasi yang semakin tinggi menunjukkan bahwa tingkat validasi suatu percobaan akan semakin rendah (Smartstat, 2010). Hasil dari percobaan kompatibilitas polen pepaya pada stigma tidak mendekati +1 dan -1 meskipun melebihi +0.5 dan -0.5 yang menunjukkan bahwa tingkat validasi percobaan cukup tinggi.