BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) merupakan tuberkulosis yang

BAB I PENDAHULUAN. Multi-Drug Resistance Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) adalah jenis

J U R N A L M E T A M O R F O S A Journal of Biological Sciences ISSN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gram-positif yang tahan asam dengan pertumbuhan lamban yaitu Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis.

DESAIN PRIMER SECARA IN SILICO UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

DESAIN DNA PROBE SECARA IN SILICO SEBAGAI. PENDETEKSI DAERAH RRDR GEN rpob. Mycobacterium tuberculosis UNTUK METODE REAL-

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan

Identifikasi Mutasi Gen rpob Pada Daerah Hulu RRDR Mycobacterium Tuberculosis Multidrug Resistent Isolat P10

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lampiran 1. Surat Persetujuan Komisi Etik

ABSTRACT. Keywords : Mycobacterium tuberculosis, Resistance, Isoniazid, Rifampin, Streptomycin, Ethambutol. xviii

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar atau sekitar 80%, menyerang

1 Universitas Kristen Maranatha

Identifikasi Faktor Resiko 1

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (World

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan masih ada sekitar 99%. Metagenomik muncul sebagai metode baru

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pengobatan. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini pembangunan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan. kepada orang lain (Adnani & Mahastuti, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh

2 Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Udayana, Bali-Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed

DESAIN PRIMER UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN inha ISOLAT 134 MULTIDRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS (MDR-TB) DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION

Jonner Nainggolan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Cenderawasih Jayapura,

MUTASI C825T GEN katg ISOLAT L5 MULTIDRUG RESISTANT Mycobacterium tuberculosis TESIS RINA BUDI SATIYARTI NIM: Program Studi Kimia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Identifikasi Mutasi Gen rpob Ser531Leu Mycobacterium tuberculosis Yang Berhubungan Dengan Resistensi Rifampisin

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. terutama di Asia dan Afrika. Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis complex (Depkes RI, 2008). Tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri dari

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

Penyakit Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit. infeksi yang memberikan dampak morbiditas dan mortalitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTANCE DI KOTA SURABAYA TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG. Mycobacterium non tuberculosis pertama kali. ditemukan pada abad ke 19 ketika penyakit mirip

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB dapat menyebar melalui droplet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (M.Tb),

Skripsi MADE RAI DWITYA WIRADIPUTRA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan. oleh mikroorganisme patogen.menurut WHO tahun 2012,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sampai saat ini penyakit Tuberkulosis Paru ( Tb Paru ) masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

STUDI PENGARUH MUTASI GEN rpob PADA KODON 513: ANALISIS PADA ISOLAT PAPUA

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk percikan dahak (droplet nuclei) ( Lippincott, 2011). 39 per penduduk atau 250 orang per hari. Secara Global Report

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

OPTIMASI PCR (Polymerase Chain Reaction) FRAGMEN 724 pb GEN katg MULTI DRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUK AMPLIFIKASI

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

KERANGKA ACUAN PROGRAM TB PARU UPTD PUSKESMAS BANDA RAYA KECAMATAN BANDA RAYA

BAB I PENDAHULUAN. jiwa dan diantaranya adalah anak-anak. WHO (2014) mengestimasi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru (pulmonary tuberculosis), selain paru-paru bakteri ini juga dapat menyerang bagian organ lain di dalam tubuh (extrapulmonary tuberculosis). TB dapat menyebar di udara saat orang yang terjangkit mengalami batuk, sehingga droplet akan mudah terbawa oleh udara (WHO, 2015). WHO (2015) melaporkan bahwa lima negara yang memiliki jumlah terbesar kasus TB pada tahun 2014 adalah India, Indonesia, Cina, Nigeria dan Afrika Selatan. India, Indonesia dan Cina menyumbang total 43% dalam kasus global pada tahun 2014. Diperkirakan pada tahun 2014 Indonesia mengalami peningkatan jumlah kasus TB dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya, yaitu sekitar 1 juta kasus baru setiap tahunnya. Tuberkulosis dapat disembuhkan dengan melakukan pemberian obat antituberkulosis (OAT) yang tepat. Namun saat ini ditemukan adanya galur M. tuberculosis yang resisten terhadap beberapa jenis OAT, galur ini disebut galur Multi Drug Resistant TB (MDR-TB). MDR-TB adalah resistensi yang terjadi terhadap dua jenis OAT lini pertama yang efektif yaitu isoniazid dan rifampisin (WHO, 2015). WHO memperkirakan pada tahun 2013, di Indonesia terdapat kasus MDR-TB sebanyak 6.800 kasus baru setiap tahun. Diperkirakan 2% terjadi dari kasus TB baru dan 12% dari kasus TB dengan pengobatan ulang, selain itu 1

2 lebih dari 55% pasien dengan MDR-TB belum terdiagnosis ataupun mendapat pengobatan yang tepat (Kementrian Kesehatan RI, 2015). Angka kematian akibat tuberkulosis yang akan berkembang menjadi MDR-TB diperkirakan sejumlah 480.000 kasus, sehingga menjadi masalah serius yang penting untuk ditangani (WHO, 2014). Rifampisin merupakan OAT lini pertama yang bersifat bakterisidal terhadap M. tuberculosis (Katzung, 2006). Karakteristik penting dari rifampisin yaitu dapat melawan secara aktif pertumbuhan basil M. tuberculosis dan memperlambat metabolisme basil (Silva dan Palomina, 2011). Mekanisme rifampisin adalah menghambat sintesis RNA M. tuberculosis dengan cara mengikat sub unit β RNA polimerase. Jika terjadi perubahan asam amino penyusun protein yang mengkode sub unit β RNA polimerase, maka akan mengakibatkan terjadinya perubahan konformasi ikatan obat rifampisin yang dapat mempengaruhi afinitasnya. Hal ini akan menyebabkan proses transkripsi masih dapat berlangsung karena kerja rifampisin menjadi tidak optimal, sehingga M. tuberculosis menjadi resisten (Katzung, 2006; Silva dan Palomina, 2011). Dilaporkan dari beberapa penelitian yang dilakukan mengenai resistensi rifampisin, bahwa 90% penderita TB yang resisten terhadap rifampisin juga resisten terhadap isoniazid. Berdasarkan alasan ini, maka resistensi rifampisin merupakan surrogate marker untuk MDR-TB (Lewis et al., 2002; Syaifudin dkk., 2007; Silva dan Palomina, 2011). Penelitian lain menyatakan bahwa 96,1% mutasi yang terjadi pada rifampisin ditemukan di daerah Rifampicin Resistance Determining Region (RRDR), yaitu pada fragmen 81 pb yang mencakup kodon

3 507-533 pada gen rpob (Ramaswamy dan Musser, 1998). Sun et al (2009) melaporkan bahwa mutasi pada daerah RRDR terjadi perubahan asam amino pada kodon H526D/Y/R/L, S531L, D516V dan L533P. Frekuensi mutasi yang sering terjadi pada RRDR telah dilaporkan sebanyak 46,1% pada kodon 526 dan 38,2 % pada kodon 531, sedangkan sisanya 6,9 % pada kodon 516 dan 2,9 % pada kodon 533 (Sun et al., 2009). Pada studi tersebut disimpulkan bahwa keempat kodon tersebut merupakan titik mutasi mayor yang sering terjadi pada daerah RRDR gen rpob M. tuberculosis untuk resistensi rifampisin. Penelitian yang dilakukan oleh Titov et al (2006) di Belarus juga melaporkan bahwa frekuensi mutasi yang terjadi pada kodon 526 sebanyak 45,4%, pada kodon 531 sebanyak 29% dan kodon 516 sebanyak 9,1 %. Penelitian ini membandingkan penelitian yang dilakukan oleh Hirano et al (1999), khususnya untuk mutasi yang sering terjadi pada kodon 516 dari isolat beberapa negara di Asia. Penelitian ini menyatakan bahwa telah ditemukan mutasi dengan frekuensi tertinggi untuk kodon 516 yaitu sebanyak 14,4% dan merupakan mutasi tertinggi pada kodon 516 untuk beberapa negara di Asia (Hirano et al., 1999). Penelitian lain yang dilakukan oleh Yasmin et al (2014), Valim et al (2000) dan Khosravi et al (2012) beberapa mutasi yang sering terjadi pada daerah RRDR juga ditemukan pada kodon L511P, S512A/T, Q513P, F514V, M515I, Q517P, L521P, S522L, L524W dan T525P. Selain itu pada penelitian yang dilakukan oleh Mani et al (2001), mutasi di daerah RRDR juga ditemukan pada kodon N518H dan pada penelitian Wang et al (2013) juga ditemukannya mutasi baru, yaitu mutasi delesi pada kodon 519. Penelitian terbaru yang dilakukan di Bali, dari 6

4 isolat diketahui terjadi perubahan asam amino pada kodon Q510R, D516Y, H526L dan S531L, (Pradnyaniti, 2013; Rusyanthini, 2013, Wijaya, 2013). Dalam mengatasi resistensi yang terjadi pada kasus MDR-TB, maka diperlukan metode deteksi yang cepat untuk memberikan terapi yang tepat bagi pasien sesegera mungkin, untuk mendeteksi terjadinya mutasi pada daerah RRDR gen rpob M. tuberculosis. Sebelumnya metode yang sering digunakan untuk melakukan deteksi yaitu metode PCR konvensional. Namun metode PCR konvensional tidak sepenuhnya efisien, maka dari itu diperlukan adanya pengembangan variasi metode PCR untuk meningkatkan efisiensi deteksi, salah satunya yaitu metode real-time PCR (Turner et al., 2005). Menurut penelitiaan yang dilakukan oleh Siregar et al (2012) mengenai pengembangan real-time PCR, perbandingan metode real-time PCR dengan metode PCR konvensional berdasarkan hasil analisis memiliki tingkat kepercayaan 95% dan sensitivitas antara PCR real-time dengan metode konvensional tidak berbeda secara signifikan. Walaupun demikian, tidak seperti metode PCR konvensional lainnya, metode PCR real-time memiliki keunggulan dapat mendeteksi patogen secara kualitatif maupun kuantitatif, sedangkan metode PCR konvensional hanya memiliki kemampuan mendeteksi patogen secara kualitatif saja (Ramirez et al., 2010; Siregar et al., 2012). Metode real-time PCR menggunakan beberapa komponen seperti halnya PCR konvensional, salah satu komponen yang membantu proses deteksi yaitu DNA probe. DNA probe adalah agen pendeteksi dalam real-time PCR, berupa molekul asam nukleat yang memiliki afinitas kuat dan dapat berikatan spesifik dengan

5 target DNA atau RNA sekuens (Walker dan Rapley, 2005). Salah satu probe yang biasanya sering digunakan pada metode real-time PCR yaitu TaqMan probe. TaqMan probe adalah jenis probe hidrolisis, probe ini merupakan oligonukleotida standar yang dapat berikatan secara kovalen dengan reporter pada ujung 5 dan quencher pada ujung 3. TaqMan probe dirancang spesifik untuk mengikat DNA target dengan reporter pewarna fluoresen di salah satu ujung dan quencher sebagai pemadam fluoresen pada ujung yang lainnya (Dorak, 2007). Keunggulan dari TaqMan probe yaitu desain dan sintesisnya lebih mudah dibandingkan jenis probe lainnya (Navaro et al., 2015). Pemilihan probe merupakan langkah awal untuk memperoleh probe terbaik yang digunakan untuk metode real-time PCR, yakni menggunakan metode in silico dengan bantuan perangkat lunak komputer yang akan menghasilkan beberapa desain DNA probe (Ram et al., 2008). Pada penelitian ini difokuskan untuk mendesain atau merancang sebuah DNA probe wild-type sensitif yang nantinya akan menghasilkan beberapa pilihan DNA probe, sehingga memudahkan untuk memilih DNA probe berdasarkan kriteria probe terbaik secara umum. Hasil rancangan DNA probe akan diseleksi untuk mendapatkan DNA probe terbaik berdasarkan pustaka yang sesuai dengan kriteria pelabelan TaqMan probe. TaqMan probe yang terpilih akan digunakan untuk metode real-time PCR dan diharapkan dapat membantu proses deteksi adanya mutasi di daerah RRDR pada kasus resistensi gen rpob M. tuberculosis. Keuntungan dari desain DNA probe menggunakan metode in silico, yaitu lebih ekonomis dan cepat (Zhang et al., 2007). Metode in silico dapat digunakan untuk mengetahui struktur sekunder dan polimofisme nukleotida tunggal pada situs

6 penempelan primer maupun probe (D haene et al., 2010). Hal ini akan memudahkan peneliti untuk mengetahui lebih dini bahwa DNA probe yang didesain telah memenuhi kriteria probe terbaik dan dapat mendeteksi adanya mutasi pada daerah RRDR gen rpob M. tuberculosis dengan tepat menggunakan metode real-time PCR. Daerah mutasi yang dipilih dalam melakukan perancangan DNA probe pada penelitian ini adalah daerah RRDR gen rpob M. tuberculosis yang mencakup kodon 511, 512, 513, 514, 515, 516, 517, 518 dan 519. Pemilihan kodon pada daerah RRDR gen rpob M. tuberculosis sebagai target perancangan DNA probe berdasarkan ditemukannya mutasi dan merupakan kodon yang memiliki frekuensi mutasi yang sering terjadi serta berkaitan dengan beberapa kasus resistensi rifampisin (Valim et al., 2000; Sun et al., 2009; Yasmin et al., 2014). Perancangan DNA probe dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Clone Manager Suite 6 yang memberikan variasi rancangan DNA probe. Hasil rancangan akan dianalis berdasarkan kriteria probe terbaik secara umum yang meliputi, panjang nukleotida DNA probe optimum 18-30 basa dengan kandungan GC sebesar 40-60%, nilai T m ºC probe harus lebih besar dibandingkan dengan nilai T m ºC primer, tidak terdapat daerah yang komplemen terhadap probe yang menyebabkan terbentuknya struktur hairpin dan struktur dimer, runs dan repeats disarankan kurang dari 4 basa (Walker dan Rapley, 2005; McPherson dan Moller, 2006). DNA Probe terbaik yang diperoleh pada analisis tahap awal akan dianalisis kembali berdasarkan kesesuaian DNA probe tersebut dengan kriteria pelabelan TaqMan probe untuk metode real-time PCR, yang meliputi posisi basa G yang

7 disarankan berada pada urutan basa ke-3 dari ujung 5 dan jumlah basa C harus lebih banyak dibandingkan dengan basa G (McPherson dan Moller, 2006; Rychlik, 2010) 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disusun beberapa rumusan masalah sebagai berikut: 1.2.1 Bagaimanakah urutan DNA probe yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya mutasi yang terjadi pada daerah RRDR gen rpob M. tuberculosis? 1.2.2 Bagaimanakah kesesuaian hasil rancangan DNA probe terbaik berdasarkan kriteria TaqMan probe untuk metode real-time PCR? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Untuk mendapatkan urutan DNA probe yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya mutasi yang terjadi pada daerah RRDR gen rpob M. tuberculosis. 1.3.2 Untuk mengetahui kesesuaian hasil rancangan DNA probe terbaik berdasarkan kriteria TaqMan probe untuk metode real-time PCR. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai rancangan DNA probe terbaik yang digunakan untuk mendeteksi adanya mutasi pada daerah RRDR gen rpob M. tuberculosis, yang nantinya dapat membantu proses diagnosis lebih cepat dan efektif, sehingga dapat menentukan strategi terapi yang lebih

8 tepat. Selain itu hasil DNA probe terbaik yang dirancang dapat digunakan sebagai data refrensi DNA probe untuk metode real-time PCR.