BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke kota

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. tinggal. Dimana tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan dasar yang akan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengenai penyesuaian tarif sewa Rusunawa Tambak. Berdasarkan latar belakang

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik (Juniarko dkk, 2012;

- 2 - untuk masyarakat secara luas.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan. Perkembangan pembangunan secara tidak langsung merubah struktur

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PERUMAHAN

RUMAH SUSUN MILIK DI JAKARTA DENGAN PENENKANAN DESAIN MODERN-GREEN Sevi Maulani, 2014 BAB I PENDAHULUAN

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PERUMAHAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penetapan tarif sewa Rusunawa Tamanan Banguntapan. Berdasarkan latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal semakin tinggi. Menurut Susanti

BAB I PENDAHULUAN. dan pangan adalah papan berupa rumah tempat tinggal. Sebagaimana yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Proyek

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan derap laju pembangunan. Berbagai permasalahan tersebut antara lain

2 dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 3. Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

2017, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta. Keadaan geografis suatu wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Provinsi DIY dan

UKDW. Pengertian Rusunawa Apartemen sejahtera Bentuk bangunan rusunawa Rusunawa Juminahan Konstruksi bangunan Rusunawa Sanitasi bangunan rusunawa

BAB I PENDAHULUAN. Tabel Jumlah Penduduk per Kabupaten di DIY Tahun Kabupaten / Kota Gunung-

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

APARTEMEN DI BEKASI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV. A. Pelaksanaan Pasal 24 huruf a, b, dan c Undang-undang Nomor 20 Tahun tentang Rumah Susun Oleh Pemerintah Kabupaten Sleman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN STUDENT APARTMENT DI KABUPATEN SLEMAN, DIY

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan akan tempat tinggal semakin terasa mendesak dikarenakan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN PERUMAHAN MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH

BAB I PENDAHULUAN. Apartemen di D.I. Yogyakarta. Tabel 1. 1 Jumlah Penduduk DIY menurut Kabupaten/Kota Tahun (000 jiwa)

I. PENDAHULUAN. Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan

4.3 Pengaruh Ketimpangan Wilayah Terhadap Kondisi Hunian BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

PERATURAN WALIKOTAYOGYAKARTA NOMOR 70 TAHUN 2014 TENTANG TARIF SEWA SATUAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA COKRODIRJAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mewujudkan ketahanan pangan, penciptaan lapangan kerja,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Kabupaten Wonogiri di bagian tenggara, Kabupaten Klaten di bagian timur laut,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TARIF SEWA RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA TAHUN 2012 DI KABUPATEN SIDOARJO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STRATEGI PENCAPAIAN KETAHANAN PANGAN PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI PROVINSI DIY. Oleh : Suhadi Purwantoro, M.Si. Jurusan Pendidikan Geografi FISE UNY

C. Kajian Optimalisasi Penghunian Rumah Susun Sewa

BAB I PENDAHULUAN. yang tentu saja akan banyak dan bervariasi, sampah, limbah dan kotoran yang

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 41 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. berpenghasilan rendah (MBR) dapat juga dikatakan sebagai masyarakat miskin atau

BAB I PENGANTAR. Kota Tangerang terletak antara Lintang Selatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan tingkat jumlah penduduk yang cukup pesat. Keberhasilannya

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PRASARANA SARANA DAN UTILITAS UMUM (PSU)

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta (DIY) di bagian selatan dibatasi Samudera Indonesia,

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 46 TAHUN : 2004 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 9 TAHUN 2004 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. hak bagi setiap orang. Karena setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 11 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 136 TAHUN 2016 T E N T A N G

PERATURAN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENGANUGERAHAN ADIUPAYA PURITAMA KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang banyak dan terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk

Mengatasi Backlog Perumahan Bagi Masyarakat Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pangan merupakan salah satu hak manusia yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, terjadi perkembangan penduduk di. Indonesia yang demikian pesat. Hasil proyeksi yang dilakukan oleh Badan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. Kota dengan segala macam aktivitasnya menawarkan berbagai ragam

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk memikirkan dan melakukan upaya-upaya bagaimana

2018, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi di Indonesia terutama di kota besar terjadi sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke kota besar dengan tujuan mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Kebutuhan tempat tinggal semakin meningkat seiring pertumbuhan penduduk diperkotaan tidak diimbangi dengan ketersediaan lahan atau tanah untuk tempat tinggal sehingga menimbulkan permasalahan bagi pemerintah dan bagi masyarakat itu sendiri. Namun selain permasalahan minimnya lokasi terdapat permasalahan lain mengenai pentingnya pembangunan rumah susun yaitu latar belakang ekonomi yang menentukan kemampuan masyarakat dalam hal kepemilikan tempat tinggal. Oleh karena itu solusi dalam penangulangannya bagi pemerintah adalah dengan pembangunan rumah susun baik itu rumah susun umum ataupun rumah susun khusus. Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia pada 5 tahun terahir sangatlah pesat, itu terbukti dari data statistik jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 yaitu 238 juta jiwa dan pada tahun 2015 jumlah penduduk Indonesia menjadi 258 juta jiwa. Ini berarti setiap tahunnya terjadi pertumbuhan penduduk yang cukup signifikan di Indonesia. Data pertumbuhan jumlah penduduk 1

Indonesia juga berbanding lurus dengan kebutuhan pimer manusia khususnya tempat tinggal. Permintaan yang semakin tinggi namun tidak diimbangi dengan pertambahan lahan bagi tempat tinggal ini berarti tren pembangunan rumah yang semula melebar atau horizontal berubah menadi vertikal atau pembangunan rumah dengan sistem rumah susun, perkembangan rumah susun sendiri baik komersil maupun rumah susun umum masih terfokus pada daerah perkotaan, Ini karena permintaan akan tempat tinggl di perkotaan yang semakin meningkat sedangkan ketersediaan lahan yang semakin sedikit atau bahkan tidak ada dan mengharuskan pembangunan properti degan sistem rumah susun di Indonesia. Perkembanga properti dengan sistem rumah susun di Indonesia sangatlah diperlukan dan salah satu jalan keluar untuk menangani pemaslahahan di perkotaan mengenai kebutuhan akan tempat tinggal. Sejak tahun 2010, Indonesia terus mengalami kekurangan pasokan perumahan yang bisa akan terus bertambah seiring pertumbuhan penduduk. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), backlog atau kekurangan pasokan perumahan di Indonesia pada 2010 mencapai 13,6 juta. Fenomena ini diproyeksikan bertambah menjadi 15 juta pada tahun 2014. Ini berarti pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk melakukan penangulangan akan kekurangan perumahan bagi warga Indonesia sekaligus peluang bagi penggembang properti di Indonesia, lebih dari itu menurut Badan Pusat Statistik ( BPS ) penduduk DIY pada tahun 2012 menurut BPS sebanyak 3.514.762 jiwa dengan komposisi 2

penduduk laki-laki sebanyak 1.737.506 jiwa dan perempuan sebanyak 1.777.256 jiwa. Dari data di atas, persebaran penduduk DIY menurut Kabupaten/Kota tahun 2012 terbanyak berada di Kabupaten Sleman yaitu sebanyak 1.114.833 jiwa atau sebesar 31,71%. Wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak kedua yaitu Kabupaten Bantul sebanyak 927.956 jiwa atau sebesar 26,40 %, disusul oleh Kabupaten Gunungkidul pada urutan ketiga dengan jumlah penduduk sebanyak 684.740 jiwa atau sebesar 19,48%. Selanjutnya, wilayah dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Kulon Progo dengan jumlah penduduk masingmasing sebanyak 394.012 jiwa dan 393.221 jiwa atau sebesar 11,21% dan 11,18 %. Namun dengan permasalahan lahan di daerah perkotaan maka salah satu opsi bagi pengembang maupun pemerintah untuk memberikan solusi kekurangan lahan dalam pembangunan pemukiman adalah dengan solusi pembangunan rumah susun baik komersil maupun rumah susun umum. 1 Untuk mengatasi permasalahan itu maka pemerintah perlu mengeluakan peraturan guna dijadikan landasan hukum dalam pembangunan rumah susun di Indonesia yaitu pada Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun kemudian peraturan pelaksanaanya pada peraturan pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang pelaksanaan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 namun karena perkembangan zaman dirasa peraturan tersebut 1 Badan Pusat Statistik Nasional, http://www.bps.go.id/subjek/view/id, 29 Maret 2016, (21.30). 3

sudah tidak relefan lagi dengan keadaan saat ini maka dari itu Pemerintah beserta DPR membentuk Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun untuk menjadi dasar hukum bagi pembangunan rumah susun di Indonesia. Di dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang rumah susun dijelaskan mengenai definisi dari rumah susun kemudian ketentuan umum, asas-asas, tujuan, persyaratan dan mekanisme, serta hal-hal yang berkitan dengan rumah susun kemudian di jelaskan pada Pasal 24 huruf a,b, dan c Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun bahwa pengembang rumah susun wajib melaksanakan persyaratan pembangunan rumah susun meliputi persyaratan administratif, persyaratan teknis, dan persyaratan ekologis. Dikarenakan kebutuhan akan tempat tinggal bagi masyarakat Kabupaten Sleman dan karena kuarangnya ketersediaan lahan serta agar terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Maka salah satu solusi bagi pemerintah daerah adalah dengan pembangunan rumah susun, baik rumah susun umum ataupun rumah susun khusus. Dari data di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 25 rumah susun termasuk rumah susun kusus yang dikelola bukan oleh pemerintah daerah yang tersebar di 3 kabupaen dan Kota Yogyakarta, serta rumah susun terbanyak berada di Kabupaten Sleman yaitu berjumlah 7 unit dengan pertumbuhan dari tahun 2012 hingga 2015 sebanyak 6 unit dan di 4

wilayah lain seperti Kota Yogyakarta hanya 3 unit serta Kabupaten Bantul 4 unit, maka dari itu pertumbuhan paling banyak di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam hal rumah susun berada di Kabupaten Sleman. 2 Kabupaten Sleman merupakan kawasan perkotaan yang memiliki laju pertumbuhan penduduk tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari data yang di publikasi Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta pertumbuhan penduduk di Kabupaten Sleman pada tahun 2010-2015 sebesar 1,96 persen per tahun. Hal ini berarti bahwa terdapat peningkatan jumlah penduduk yang tinggl di Kabupaten Sleman. Implikasi peningkatan jumlah penduduk terutama pada peningkatan kebutuhan fasilitas, salah satunya perumahan. Perumahan merupakan kelompok rumah yang dilengkapi prasarana dan sarana lingkungan dengan fungsi sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian. Sementara rumah merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga. Menurut Subhan rumah memiliki fungsi psikologis sebagai tempat berlindung. Selain itu, rumah dipandang sebagai tempat berinteraksi dengan lingkungan disekitarnya. Oleh karena itu, rumah menjadi kebutuhan dasar yang harus terpenuhi. Susanto dan Sugiyanto mengatakan bahwa peningkatan jumlah penduduk menjadi permasalahan bagi sebagian daerah. Jumlah penduduk yang meningkat 2 http://www.rusunawa.slemankab.go.id, 30 Maret 2017, (23.17) 5

menyebabkan peningkatan kebutuhan rumah. Akan tetapi, ketersediaan lahan yang ada umumnya semakin terbatas. Keterbatasan lahan selanjutnya berdampak pada tingginya harga tanah sehingga sulit dijangkau oleh sebagian masyarakat. Pemenuhan kebutuhan rumah menjadi permasalahan bagi sebagian masyarakat, terutama masyarakat yang berpenghasilan rendah. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 Ayat 1 tentang hak asasi manusia menjelaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan. Pernyataan ini berarti bahwa bertempat tinggal merupakan hak yang harus terpenuhi untuk setiap orang. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menjelaskan bahwa pemerintah turut menjamin hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah mengembangkan rumah susun dalam bentuk rumah sederhana sewa sebagai upaya memenuhi kebutuhan rumah layak dan terjangkau bagi masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun pemerintah menyelenggarakan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Selain itu, penyelenggaraan rusunawa diperuntukan bagi masyarakat yang belum memiliki tempat tinggal tetap. Lux dan Sunega mengatakan bahwa rumah sewa dapat menjadi alternatif bagi 6

masyarakat yang tidak memiliki rumah pribadi, berpenghasilan rendah, atau terdiskriminasi dari pasar perumahan. Pembangunan rumah susun sederhana sewa di Kabupaten Sleman telah dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 2005. Tujuan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah yang belum memiliki tempat tinggal tetap menurut Peraturan Bupati Sleman No 43 Tahun 2013 Tentang Pemanfaatan Rumah Susun Sederhana Sewa. Hingga saat ini, Kabupaten Sleman telah mendirikan 7 rusunawa dengan jumlah blok 11 twin blok rusunawa yang tersebar di Kecamatan Depok dan Kecamatan Mlati. Rusunawa telah dihuni sejumlah 849 kepala keluarga dari data UPT Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sleman. Oleh karena itu sesuai dengan Pasal 24 huruf a,b,dan c Undangundang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun mengenai persyaratan pembangunan rumah susun oleh pelaku pembagunan rumah susun, dan dikarenakan jumlah pertumbuhan pembangunan ruma susun terbanyak di Kabupaten sleman. Maka peneliti ingin meneliti mengenai apakah pelaku pembangunan rumah susun dalam hal ini Pemerintah daerah Kabupaten Sleman telah melaksanakan pembangunan rumah susun sesuai apa yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun atau belum. 7

B. Rumusan Permasalahan 1. Apakah pembangunan rumah susun oleh pemerinath daerah Kabupaten Sleman sudah dilaksanakan sesuai dengan Pasal 24 huruf a,b, dan c Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun? 2. Faktor-faktor apa yang menjadi penghambat pemerintah daerah Kabupaten Sleman dalam pelaksanaan ketentuan pasal 24 huruf a,b, dan c Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 Pasal 24 huruf a,b, dan c. dalam peaksanaanya oleh pelaku pembangunan rumah susun dalam hal ini pemerintah daerah Kabupaten Sleman., 2. Untuk mengetaui penghambat dalam melaksanakan kewajiban tersebut di Kabuaten Sleman. D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teori Memberikan informasi pengembangan ilmu mengenai Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 pasal 24 huruf a,b, dan c oleh pelaku pembangunan rumah susun dalam hal ini pemerintah daerah Kabupaten Sleman sudah terlaksana atau belum dan untuk mengetaui 8

apa saja penghambat dalam melaksanakan kewajiban tersebut di Kabuaten Sleman. 2. Secara Praktisi Untuk mengetahui bagaimana kinerja baik pemerintah maupun pelaku pembangunan rumah susun mengenai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 pasal 24 huruf a, b, dan c dan serta mengenai bagaimana jalan keluar bagi hambatan hambatan yang dihadapi 9