UPAYA MENINGKATKAN SIKAP KRITIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING DALAM SETTING TEAM-ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI)

dokumen-dokumen yang mirip
UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD 6

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DEVELOPMENT

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Peningkatan Hasil Belajar, Pembelajaran Kooperatif, Team Assisted Individualization

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. 1.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. pelaksanaan pembelajaran dapat digunakan dengan revisi kecil.

Riwa Giyantra *) Armis, Putri Yuanita **) Kampus UR Jl. Bina Widya Km. 12,5 Simpang Baru, Pekanbaru

III. METODE PENELITIAN. Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMA PGRI 1

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGASI PADA MATERI GEOMETRI

Oleh: Ririne Kharismawati* ) Sehatta Saragih** ) Kartini*** ) ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian ini yaitu siswa kelas X-2 dengan jumlah siswa 25 orang terdiri dari 10

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

Tingkat kemampuan A B C D 1 Apersepsi 10 2 Motivasi 12 3 Revisi 12

Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Kartu Arisan Pada Materi Barisan dan Deret Aritmetika

Hasna Putri Azizah, Budi Utami* dan Haryono. Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MAHASISWA MELALUI WHAT S ANOTHER WAY? PADA MATA KULIAH ILMU BILANGAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. dalam tugas yang metode solusinya tidak diketahui sebelumnya.

PENERAPAN MODEL TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION

Meningkatkan Self Regulated Learning Siswa Melalui Pendekatan Problem Based Learning dengan Setting Numbered Heads Together

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 4 No. 9 ISSN X

MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN HASIL BELAJAR EKONOMI MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No 3 Tahun 2014

PENINGKATAN KREATIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI COOPERATIVE TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Sri Andayani 5. Kata kunci: model pembelajaran TAI (Team-Assisted-Individualization), hasil belajar. Guru SDN Gadingrejo 01 Umbulsari Jember

Magister Pendidikan Sains, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, 57126, Indonesia

JURNAL DAYA MATEMATIS, Volume 3 No. 3 November 2015

PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA DI KELAS V

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

BAB III METODE PENELITIAN

PROSIDING ISBN :

Desi Suryaningsih et al., Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan...

Keywords: TAI (Team Assisted Individualization), increase, math, learning outcomes

Nur Cholisah Matematika, FMIPA, UNESA Kampus Ketintang Surabaya 60231, telp (031) , Ps. 304,

III. METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X-3 SMAN 2 Kalianda semester

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN SOAL OPEN ENDED MENANTANG SISWA BERPIKIR TINGKAT TINGGI. Endah Ekowati 1 dan Kukuh Guntoro 2.

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Matematika dapat membekali siswa untuk memiliki kemampuan

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI KUBUS DAN BALOK SISWA KELAS VIII-G SMP NEGERI 10 MALANG DENGAN MENERAPKAN PEMBELAJARAN PROBLEM POSING

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X2 SMA Negeri 15 Bandar

BAB III METODE PENELITIAN. (PTK). Penelitian Tindakan kelas merupakan terjemahan dari Classroom

BAB VI PENUTUP. 1. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Barisan dan Deret dengan. penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assited

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN NKRI MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN MODEL THINK-PAIR-SHARE. Erly Pujianingsih

UNION: Jurnal Pendidikan Matematika Vol 3 No 2, Juli 2015

BAB IV HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Heri Hermawan, Baharuddin Paloloang, dan Sukayasa. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako

Mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia 2. Dosen Pembimbing Penelitian, P.Kimia, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION AND TEAM ACCELERATED INSTRUCTION

Syifa ur Rokhmah. Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Negeri Malang

BAB IV HASIL PENELITIAN. Pada bab ini akan di paparkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR PENJUMLAHAN PECAHAN MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI PADA SISWA KELAS V SDN INPRES CENGGU

PROSIDING ISSN:

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMBUKTIAN MATEMATIS DAN RASA INGIN TAHU SISWA KELAS XI MIPA SMA NEGERI 6 SEMARANG MELALUI MODEL PBL

PENINGKATAN PENALARANMATEMATIKA MELALUI STRATEGITHINK PAIR SHARE BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING 1. PENDAHULUAN

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Pembelajaran pada siklus I dilaksanakan sebanyak 1 x pertemuan, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN

PROSIDING ISBN :

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

Oleh ; Ria Fajrin Rizqy Ana Dosen STKIP PGRI Tulungagung

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan Classroom Action Research atau yang lebih

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL STAD BAGI SISWA KELAS VIID SMP NEGERI 2 CILONGOK SEMESTER II TAHUN 2016/2017

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DENGAN MEDIA KONKRET DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA PADA SISWA KELAS IV SDN 1 PANJER TAHUN AJARAN 2014/1015

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. X, No. 1, Tahun 2012 Yolanda Dian Nur Megawati & Annisa Ratna Sari Halaman

III. METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA3 SMA Perintis I Bandar Lampung

PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TEKNIK THINK PAIR SHARE DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS IV SD

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ke-20 telah terjadi perubahan paradigma dalam dunia sains,

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)

PENINGKATAN KETERLIBATAN DAN MINAT BELAJAR MELALUI PEMBELAJARAN STAD TERMODIFIKASI PERMAINAN ULAR TANGGA

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 4, No.2, pp , May 2015

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan terjemahan dari Classroom Action

BAB III METODE PENELITIAN. evaluasi dan refleksi (Aqip, 2006) seperti gambar berikut.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Aidha Yuliandary, Zainuddin, dan Mustika Wati Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Unlam Banjarmasin

PENERAPAN PEMBELAJARAN MODEL COOPERATIVE SCRIPT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA POKOK BAHASAN EVOLUSI DI KELAS XII IPA3 SMA NEGERI 2 JEMBER

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAKE AND GIVE

UPAYA MENINGKATKAN MINAT BELAJAR MATEMATIKA SISWA MENGGUNAKAN METODE PENEMUAN TERBIMBING DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) NEGERI 1 YOGYAKARTA

Almiati SMK Negeri 8 Semarang. Abstrak

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR

Penelitian Tindakan Kelas Rumpun Bidang Fisika, Biologi, Kimia dan IPA

Asmarita 1, Sehatta Saragih 2, Zuhri D 3 Contact :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu Pelaksanaan September Oktober November Ket 1 Penulisan Proposal 5 September 2012

Departement of Mathematic Education Mathematic and Sains Education Major Faculty of Teacher Training and Education Riau University

Transkripsi:

UPAYA MENINGKATKAN SIKAP KRITIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING DALAM SETTING TEAM-ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) Chairun Nisa Zarkasyi 1) 1) SMA Negeri 1 Gamping, Yogyakarta chaniza301292@gmail.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan sikap kritis siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan problem posing dalam setting Team-Assisted Individualization (TAI) di kelas XII IPA 1 SMAN 1 Gamping tahun pelajaran 2015/2016. Waktu pelaksanaan penelitian ini yaitu pada bulan Oktober November 2015 di kelas XII IPA 1 SMAN 1 Gamping. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan sebanyak dua siklus, dimana setiap siklusnya terdiri dari tahap perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observation), dan refleksi (reflection). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap kritis siswa secara bertahap mengalami kenaikan dari kategori sedang dengan rata-rata 134,09 menjadi kategori tinggi dengan rata-rata 163,25. Dengan demikian, untuk meningkatkan sikap kritis siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan problem posing dalam setting TAI dapat dilakukan dengan cara: (a) mengembangkan kemampuan yang dimiliki setiap individu, (b) menyusun Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang memfasilitasi siswa untuk dapat mengkonstruksi pengetahuan dengan cara menyusun pertanyaan-pertanyaan yang relevan, (c) mendorong siswa untuk dapat saling belajar dengan kelompok yang heterogen, dan (d) mendorong siswa untuk berani menyampaikan pendapat dalam menyelesaikan masalah. Kata Kunci: pendekatan problem posing; sikap kritis; Team-Assisted Individualization 1. PENDAHULUAN Matematika dipelajari di setiap satuan pendidikan dengan tujuan tertentu. Menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, salah satu tujuan mata pelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa mampu menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Selanjutnya, dalam Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL- SP) menyatakan bahwa siswa SMA harus memiliki kompetensi diantaranya, membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif dan inovatif, serta menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif dalam pengambilan keputusan. Makna yang terkandung dari peraturan di atas yaitu terdapat beberapa sikap yang perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran matematika, salah satunya sikap kritis. Sikap kritis merupakan sikap yang menunjukkan kemampuan seseorang dalam melakukan pemikiran kritis. Menurut Santrock (2008: 35) pemikiran kritis adalah pemikiran reflektif dan produktif, serta melibatkan evaluasi bukti. Sejalan dengan pendapat tersebut, Ennis (1985: 54) Konferensi Nasional Penelitian Matematika dan Pembelajarannya (KNPMP I) 430

berpendapat bahwa berpikir kritis adalah berpikir secara masuk akal dan reflektif dalam memutuskan apa yang harus dipercaya atau dilakukan. Slavin (2006: 269) berpendapat bahwa dalam berpikir kritis terdapat kemampuan mengidentifikasi informasi yang menyesatkan, memberikan bukti, dan mengidentifikasi asumsi dan kesalahan dalam argumen. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Krulik & Rudnick (1999: 139) yang menyatakan bahwa berpikir kritis sebagai berpikir yang menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari situasi atau masalah. Di dalamnya termasuk mengumpulkan, mengorganisasi, mengingat, dan menganalisis informasi. Berpikir kritis mencakup kemampuan dalam membaca yang disertai pemahaman dan mengidentifikasi apa yang perlu dan tidak perlu. Berpikir kritis juga berarti mampu membuat kesimpulan dari sekumpulan data dan menyatakan inkonsistensi serta kontradiksi dari sekelompok data. Judge, Jones & McCreery (2009: 5) mengatakan bahwa berpikir kritis merupakan salah satu dari ketrampilan berpikir secara jelas dan rasional. Selanjutnya dijelaskan bahwa kemampuan berpikir kritis mencakup kemampuan reflektif dan independen sehingga seseorang dengan ketrampilan berpikir kritis akan mampu untuk (1) memahami hubungan antara beberapa ide, (2) megidentifikasi, mengkonstruksi, dan mengevaluasi alasan, (3) mengenali ketidakkonsistenan dan kesalahan dalam bernalar, (4) menyelesaikan masalah secara sistematis, dan (5) mengidentifikasi relevansi dan pentingnya suatu ide. Sikap kritis dapat diukur berdasarkan beberapa indikator. Menurut Critical Thinking Skills Tests, indikator seseorang mempunyai sikap kritis ditunjukkan dengan adanya kecenderungan untuk (1) mencari kebenaran (truthseeking), (2) berpikiran terbuka (open-mindedness), (3) melakukan analisis (analyticity), (4) sistematis (systematicity), (5) keyakinan terhadap alasan (confidence in reasoning), (6) rasa ingin tahu (inquisitiveness) dan (7) kedewasaan membuat keputusan (maturity of judgment). Pembelajaran matematika di sekolah hendaknya memfasilitasi siswa untuk mengembangkan sikap kritis. Berdasarkan angket sikap kritis yang diberikan kepada siswa kelas XII IPA 1 SMAN 1 Gamping pada bulan Oktober 2015, skor sikap kritis siswa kelas XII IPA 1 SMAN 1 Gamping masuk kedalam kategori sedang dengan rata-rata 134,09. Dimana penjabaran mengenai sikap kritis sebagai berikut. Tabel 1. Kondisi Awal Sikap Kritis Siswa Kelas XII IPA 1 SMAN 1 Gamping Variabel Interval Kriteria Kondisi Awal Afektif: Sikap Kritis 211 < X Sangat Tinggi 0% 158 < X 211 Tinggi 9% 106 < X 158 Sedang 78% 53 < X 106 Rendah 13% X 53 Sangat Rendah 0% Rata-rata = 134,09 Sedang Konferensi Nasional Penelitian Matematika dan Pembelajarannya (KNPMP I) 431

Selain sikap kritis siswa yang masuk kriteria sedang, saat pembelajaran di kelas, siswa kelas XII IPA 1 SMAN 1 Gamping tampak kurang berpartisipasi dan perhatian dalam pembelajaran matematika. Dalam setiap presentasi kelompok, hanya siswa-siswa tertentu yang aktif dalam pembelajaran, sedangkan yang lain cenderung tidak pasif. Padahal, sebagaimana diketahui, presentasi kelompok dan penyampaian pendapat akan menunjang sikap kritis siswa. Permasalahan-permasalahan di atas mengisyaratkan perlunya menciptakan proses pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menantang, memotivasi, dan berpusat pada siswa sehingga siswa dapat mengembangkan sikap kritis. Di sinilah pentingnya penggunaan metode pembelajaran yang kiranya dapat memberikan ruang kepada siswa untuk berkreasi dan meningkatkan sikap kritis siswa dalam proses belajar mengajar. Hal ini bisa dilakukan pada setiap mata pelajaran, termasuk di dalamnya mata pelajaran Matematika. Tujuan mengembangkan sikap kritis akan terwujud apabila guru memperhatikan pemilihan metode yang digunakan dalam pembelajaran matematika. Metode pembelajaran yang dapat digunakan sebagai salah satu solusi yang dibutuhkan adalah pembelajaran dengan pendekatan problem posing. Menurut Silver (Mahmudi, 2008: 4) problem posing meliputi beberapa pengertian, yaitu (1) perumusan soal atau perumusan ulang soal yang telah diberikan dengan beberapa perubahan agar lebih mudah dipahami siswa, (2) perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka penemuan alternatif penyelesaian, dan (3) pembuatan soal dari suatu situasi yang diberikan. Selain itu, problem posing juga diartikan sebagai tugas yang meminta siswa untuk mengajukan atau membuat soal atau masalah matematika berdasar informasi yang diberikan (Siswono, 2010: 5). Dengan demikian, problem posing dapat diartikan sebagai pembentukan soal yang betul-betul baru atau memodifikasi soal-soal yang telah diberikan dengan mengubah atau menambah informasi pada soal tersebut. Salah satu cara untuk meningkatkan sikap kritis adalah dengan mendorong siswa menggunakan pertanyaan-pertanyaan sendiri terhadap suatu masalah. Dengan membuat soal sendiri berdasarkan ide-ide baru, siswa mulai menciptakan kreasi pertanyaan yang dapat mengasah kemampuan berpikir matematisnya. Pernyataan-peryataan di atas menguatkan bahwa pendekatan problem posing mempunyai peranan yang strategis untuk meningkatkan sikap kritis siswa. Siswa harus menguasai materi secara mendetail dan runtut. Melalui pendekatan problem posing, siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan pengetahuannya melalui pengajuan soal-soal. Siswa yang mempunyai daya ingin tahu tinggi dan tertantang akan berusaha menciptakan soal untuk meningkatkan pengetahuannya. Sehingga siswa melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tingkat berpikirnya masing-masing. Sikap kritis siswa saat pembelajaran berbeda-beda. Akibatnya, siswa dengan karakteristik kemampuan yang sama cenderung mengelompok menjadi Konferensi Nasional Penelitian Matematika dan Pembelajarannya (KNPMP I) 432

satu. Apabila hal ini berlangsung secara kontinu maka yang memiliki sikap kritis akan semakin kritis dan yang kurang memiliki sikap kritis akan semakin kurang kritis. Siswa yang memiliki sikap kritis di atas rata-rata tidak dapat saling bertukar pikiran dengan siswa yang kurang memiliki sikap kritis. Padahal, sikap kritis akan semakin berkembang apabila ada interaksi antarsiswa yang saling membantu dan mendukung. Langkah untuk menyikapi kondisi karakteristik siswa tersebut adalah dengan pendekatan problem posing yang perlu dikombinasikan dengan pembelajaran kooperatif agar dapat menfasilitasi siswa untuk saling bertukar pikiran dengan siapapun. Dengan demikian, siswa yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata akan dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan memahami materi. Kompetisi yang dilakukan tidak kompetisi secara individual, melainkan kompetisi secara berkelompok. Hal ini akan semakin mendorong siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan. Terdapat berbagai macam model pembelajaran kooperatif. Untuk menyelesaikan masalah yang dijabarkan sebelumnya, peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team-Assisted Individualization (TAI) yaitu bentuk belajar kooperatif yang memanfaatkan potensi individu dengan didahului belajar individual. Slavin (2008: 15), menjelaskan bahwa TAI mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama (Slavin, 2008: 190). Dengan pembelajaran tipe TAI diharapkan dapat bermanfaat mengembangkan sikap kritis siswa satu sama lain. Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran dengan pendekatan problem posing dalam setting TAI dipandang dapat meningkatkan sikap kritis siswa. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meningkatkan sikap kritis siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan problem posing dalam setting TAI di kelas XII IPA 1 SMAN 1 Gamping tahun pelajaran 2015/2016. 2. METODE PENELITIAN Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan sebanyak dua siklus, dimana setiap siklusnya terdiri dari tahap perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observation), dan refleksi (reflection). Keempat tahapan tersebut dirancang berdasarkan Kemmis, McTaggart, & Nixon (2014:19). Penelitian ini fokus pada upaya untuk meningkatkan sikap kritis siswa kelas XII IPA 1 SMAN 1 Gamping tahun pelajaran 2015/2016 melalui pembelajaran dengan pendekatan pendekatan problem posing dalam setting TAI pada materi barisan dan deret. Penelitian ini dilaksanakan pada 31 Oktober 21 November 2015 di pada siswa kelas XII IPA 1 SMAN 1 Gamping yang terdiri dari 32 siswa dengan 13 laki-laki dan 19 perempuan. Konferensi Nasional Penelitian Matematika dan Pembelajarannya (KNPMP I) 433

Teknik pengumpulan data dalam penelitian menggunakan angket sikap kritis untuk mengukur tingkat sikap kritis siswa, tes prestasi untuk mengukur pencapaian kompetensi siswa, dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan. Setelah data terkumpul, selanjutnya data dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Kriteria keberhasilan tindakan yang digunakan dalam penelitian yaitu PTK dinyatakan berhasil apabila memenuhi kriteria sebagai berikut. a. Rata-rata skor sikap kritis siswa lebih dari sama dengan 158 dan minimal masuk ke kategori tinggi. b. Persentase keterlaksanaan pembelajaran di kelas 95%. 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, dua pertemuan pada setiap siklusnya dan tiga pertemuan untuk pelaksanaan tes. Berikut ini merupakan deskripsi pelaksanaan tindakan dalam tiap siklus. a. Siklus I Siklus I diawali dengan kegiatan perencanaan meliputi penyusunan perangkat pembelajaran (RPP dan LKS) dan instrumen penelitian (tes prestasi dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran). Pada tahap pelaksanaan, peneliti sebagai guru telah berusaha melaksanakan tindakan sesuai dengan perencanaan yang telah direncanakan. Pada pertemuan pertama, guru memulai pembelajaran dengan memberikan apersepsi kepada siswa. Kemudian guru membagikan LKS dan meminta siswa mengerjakan secara individu terlebih dahulu. Guru membatasi waktu pengerjaan LKS selama 15 menit. Selanjutnya guru mempersilahkan siswa untuk berkumpul dengan kelompoknya. Kelompok yang dibentuk berdasarkan nilai UAS sebelumnya. Kelompok yang dibentuk beranggotakan 4 siswa sehingga terdapat 8 kelompok. Siswa berdiskusi menyelesaikan masalah yang terdapat pada LKS. Guru selanjutnya memberikan kesempatan siswa presentasi hasil diskusi dalam kelompoknya. Siswa masih kurang aktif dalam pembelajaran karena hanya satu kelompok saja yang melakukan presentasi hasil diskusi, tidak bertanya ketika mengalami kesulitan, dan malu menyampaikan pendapat. Di akhir pembelajaran, guru tidak sempat memberikan kuis kepada siswa dalam bentuk menyusun pertanyaaan dan penyelesaiannya dikarenakan pengerjaan LKS memakan waktu yang terlalu lama melebihi alokasi waktu yang sudah direncanakan. Pada pertemuan kedua, hampir semua langkah-langkah pembelajaran yang telah direncanakan dalam RPP terlaksana, hanya saja guru lupa menyampaikan langkah-langkah pembelajaran saat di awal pembelajaran dan lupa memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, sehingga siswa tidak ada yang bertanya. Selanjutnya, pada saat penyusunan soal dalam rangka problem posing, siswa kesulitan menyusun pertanyaan karena tingkat kesulitan materi yang tinggi. Konferensi Nasional Penelitian Matematika dan Pembelajarannya (KNPMP I) 434

Refleksi yang dilakukan pada siklus I fokus terhadap masalah yang muncul selama tindakan. Berdasarkan siklus I terdapat beberapa permasalahan yang ditemukan dalam pembelajaran antara lain. 1). Siswa masih belum bisa memanfaatkan waktu secara efektif dan efisien dalam pengerjaan LKS. 2). Siswa masih malu-malu dalam bertanya. 3). Siswa masih ragu dalam menyampaikan pendapat. 4). Siswa sulit untuk memberikan masukan kepada kelompok yang presentasi. 5). Pelaksaan penyusunan soal belum terlaksana pada pertemuan pertama karena waktu banyak tersita untuk mengerjakan LKS. Selanjutnya langkah-langkah yang tepat untuk menyelesaikan masalah di atas antara lain: 1). Guru harus memperbaiki penyusunan LKS agar siswa tidak bingung menyelesaikannya dan mengoptimalkan waktu pengerjaan. 2). Guru dapat memberikan tugas untuk mempelajari/meringkas materi dipelajari selanjutnya agar di kelas siswa sudah lebih siap belajar. 3). Guru lebih lagi memperhatikan perkembangan siswa dalam belajar, sehingga dapat memotivasi siswa untuk berani bertanya dan menyampaikan pendapat. 4). Guru lebih memperhatikan langkah-langkah pembelajaran sehingga tidak ada langkah pembelajaran yang terlewatkan. b. Siklus II Pelaksanaan tindakan dilanjutkan ke siklus II karena harapan mengenai peningkatan sikap kritis siswa belum sepenuhnya tercapai. Secara umum, tahap perencanaan siklus II sama dengan perencanaan pada siklus I. Akan tetapi terdapat beberapa perbaikan dan tambahan kegiatan berdasarkan hasil refleksi pada siklus I. Dalam pelaksanaan siklus II guru melaksanakan tindakan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun. Pertemuan pertama dilaksanakan sesuai perencanaan yang telah disusun. Pada saat presentasi hasil diskusi, siswa sudah mulai aktif dalam pembelajaran dilihat dari terdapat tiga kelompok yang mempresentasikan hasil diskusinya. Selain itu, siswa juga mulai berani bertanya ketika mengalami kesulitan dan dan berani menyampaikan pendapat. Hal ini dikarenakan siswa diberi kesempatan untuk berlatih mengajukan pertanyaan melalui LKS. Selain itu, materi yang dipelajari pada pertemuan ini berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, yaitu deret aritmetika dan geometri serta penggunaannya dalam kehidupan seharihari. Materi yang demikian akan tampak konkret dan bermakna bagi siswa. Selanjutnya pada pertemuan kedua, siswa mempelajari mengenai deret geometri yang tak hingga. Semua langkah-langkah pembelajaran yang telah direncanakan dalam RPP sudah terlaksana dengan baik. Siswa mulai menunjukkan sikap kritisnya dalam proses pembelajaran dan proses menyusun pertanyaan. Dalam siklus kedua ini, terdapat beberapa kegiatan yang perlu diperhatikan guru, yaitu: Konferensi Nasional Penelitian Matematika dan Pembelajarannya (KNPMP I) 435

1). Dalam menyusun LKS, LKS yang baik adalah LKS yang memberikan kesepatan siswa untuk mengkonstruk pemahamannya, tidak hanya sekadar merangkum materi dalam buku atau pengerjakan soal. 2). Guru dapat memberikan tugas untuk mempelajari/meringkas materi dipelajari selanjutnya agar di kelas siswa sudah lebih siap belajar. 3). Guru lebih lagi memperhatikan perkembangan siswa dalam belajar, sehingga dapat memotivasi siswa untuk berani bertanya dan menyampaikan pendapat. 4). Guru dapat melatih siswa untuk menyusun pertanyaan sebagai pengecekan keyakinannya terhadap materi yang dipelajari. Hal ini akan mendukung pengembangan sikap kritis. Selanjutnya akan disajikan beberapa data yang diperoleh dari penelitian. Berikut ini hasil tes materi deret aritmetika dan geometri yang dicapai oleh siswa. Tabel 2. Hasil Tes Prestasi Siklus Rata-Rata Ketuntasan (%) Siklus 1 Tes 1 21,88 0 Siklus 1 Tes 2 76,99 66 Siklus II Tes 1 32,88 0 Siklus II Tes 2 76,13 69 Berdasarkan data di atas diperoleh bahwa ketuntasan belajar siswa masih belum mencapai 75%. Akan tetapi terdapat peningkatan yang cukup signifikan yaitu pada akhir siklus I sebesar 66% dan siklus II 69%. Selanjutnya hasil skor sikap kritis siswa disajikan sebagai berikut. Tabel 3. Hasil Sikap Kritis Siswa Kriteria Kondisi Akhir Akhir Target Awal Siklus 1 Siklus II Sangat Tinggi 0% 13% 6% 16% Tinggi 9% 41% 28% 47% Sedang 78% 47% 59% 38% Rendah 13% 0% 6% 0% Sangat Rendah 0% 0% 0% 0% Rata-Rata 134,09 158,00 148,22 163,25 Kategori Sedang Tinggi Sedang Tinggi Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa terjadi peningkatan rata-rata skor sikap kritis siswa. Rata-rata skor sikap kritis yang awalnya 134,09 meningkat pada siklus I menjadi 148,22 dan pada akhir siklus II meningkat menjadi 163,25. Menurut hasil observasi yang dilakukan masing-masing sebanyak dua pertemuan pada siklus I dan II oleh observer, pelaksanaan pembelajaran matematika menggunakan pendekatan problem posing dalam setting TAI sudah terlaksana dengan sangat baik sesuai dengan kriteria yang digunakan. Berdasarkan hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran yang nampak pada Tabel 4, pada akhir siklus I masih belum memenuhi 95% karena baru mencapai Konferensi Nasional Penelitian Matematika dan Pembelajarannya (KNPMP I) 436

89%. Sedangkan pada akhir siklus II, persentase keterlaksanaan pembelajaran telah mencapai target, yaitu 98 %. Artinya, pembelajaran telah berjalan berdasarkan langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan problem posing dalam setting TAI. Tabel 4. Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran menggunakan Pendekatan Problem Posing dalam Setting TAI Aktivitas Guru Aktivitas Siswa Rata-rata Siklus I 92 % 80 % 89 % 92 % 92 % Siklus II 100 % 92 % 98 % 100% 100 % Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan problem posing dalam setting TAI di kelas XII IPA 1 SMAN 1 Gamping telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur. Secara umum, pembelajaran diawali dengan mengerjakan LKS secara individu, kemudian berdiskusi kelompok, presentasi hasil diskusi, dan menyusun pertanyaan. Berdasarkan data hasil penelitian di atas, pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing dalam setting TAI dipandang dapat meningkatkan sikap kritis siswa kelas XII IPA 1 SMAN 1 Gamping setelah dua siklus. Hal tersebut didasarkan pada komponen indikator keberhasilan, yang dilihat dari berdasarkan rata-rata skor sikap kritis siswa sudah mencapai kategori tinggi dengan skor rata-rata 163,25. Sikap kritis siswa secara bertahap mengalami kenaikan dari kondisi awal yang berkategori sedang dengan rata-rata 134,09, kemudian mengalami peningkatan pada siklus I yaitu dengan kategori yang sama namun rata-rata menjadi 148, 22, kemudian pada akhir siklus II sudah mencapai target berkategori tinggi dengan rata-rata 163,25. Perbedaan capaian pada akhir siklus I dan II disebabkan karena pada siklus I pembelajaran belum sepenuhnya menggunakan pendekatan problem posing dalam setting TAI karena hanya terlaksana 89%. Sedangkan pada siklus II, pembelajaran dengan pendekatan problem posing dalam setting TAI telah terlaksana 98%. Apabila dianalisis secara mendalam, pada akhir siklus I, rata-rata skor sikap kritis siswa hanya meningkat 14,13. Hal ini disebabkan pada pertemuan pertama pada siklus I siswa belum melaksanakan problem posing dengan menyusun pertanyaan dikarenakan terlalu lama mengerjakan LKS. Untuk itu, guru perlu merevisi penyusunan LKS untuk pertemuan kedua agar tidak terlalu lama dalam proses menyelesaikannya. LKS tidak hanya merangkum apa yang ada di buku atau mengerjakan soal, melainkan bagaimana memandu siswa untuk mengkonstruk pengetahuan. Proses penyusunan pertanyaan menjadi penting karena dalam menyusun pertanyaan terdapat proses menerima dan menantang yang akan memacu sikap kritis. Menurut Jensen (2008: 280) salah satu ketrampilan yang harus ditekankan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis antara lain mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan berkualitas tinggi. Sikap kritis dapat dikembangkan apabila ada proses kognitif yang menerima dan menantang. Brown dan Walter (Abdussakir, 2009) yang Konferensi Nasional Penelitian Matematika dan Pembelajarannya (KNPMP I) 437

menyatakan pembuatan soal atau pertanyaan dalam pembelajaran matematika melalui dua tahap kegiatan kognitif, yaitu accepting (menerima) dan challenging (menantang). Accepting terjadi ketika siswa membaca situasi atau informasi yang diberikan guru dan challenging terjadi ketika siswa berusaha untuk mengajukan soal berdasarkan situasi atau informasi yang diberikan. Sehubungan dengan hal tersebut, As ari (Abdussakir, 2009) menegaskan bahwa proses kognitif accepting memungkinkan siswa untuk menempatkan suatu informasi pada suatu jaringan struktur kognitif sehingga struktur kognitif tersebut makin kaya, sementara proses kognitif challenging memungkinkan jaringan struktur kognitif yang ada menjadi semakin kuat hubungannya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat English (Siswono, 2000: 8) yang mengungkapkan pendekatan pembuatan soal dapat membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap matematika, sebab ide-ide matematika siswa dicobakan untuk memahami masalah. Dengan demikian, pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing akan menambah kemampuan dan penguatan konsep yang selanjutnya akan berperan aktif dalam pengembangan sikap kritis siswa. Selain terkait proses penyusunan pertanyaan, yang membedakan siklus I dan siklus II sehingga menghasilkan hasil akhir sikap kritis yang berbeda adalah karena pada siklus I siswa masih malu-malu untuk bertanya dan menyampaikan pendapat. Kemudian pada pertemuan selanjutnya, guru mulai gencar memotivasi siswa untuk berani bertanya dan menyampaikan pendapat sehingga memacu siswa untuk mengembangkan sikap kritisnya. Terkait kemampuan kognitif, persentase siswa yang tuntas setelah siklus I adalah 66% dengan rata-rata 76,99 dan persentase siswa yang tuntas setelah siklus II adalah 69% dengan rata-rata 76,13. Berdasarkan data tersebut, pada siklus I persentase siswa yang tuntas lebih tinggi daripada pada siklus II, namun rata-ratanya justru lebih rendah. Hal ini dikarenakan tingkat kesulitan materi pada siklus I yaitu notasi sigma dan induksi matematis lebih sulit daripada materi pada siklus II yaitu deret aritmetika dan geometri. Selain itu, pada siklus I, instrumen tes menggunakan bentuk uraian, sehingga dapat berpeluang mengakibatkan bias dalam penilaian. 4. SIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk meningkatkan sikap kritis siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan problem posing dalam setting TAI dapat dilakukan dengan cara: (a) mengembangkan kemampuan yang dimiliki setiap individu, (b) menyusun Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang memfasilitasi siswa untuk dapat mengkonstruksi pengetahuan dengan cara menyusun pertanyaan-pertanyaan yang relevan, (c) mendorong siswa untuk dapat saling belajar dengan kelompok yang heterogen, dan (d) mendorong siswa untuk berani menyampaikan pendapat dalam menyelesaikan masalah. Konferensi Nasional Penelitian Matematika dan Pembelajarannya (KNPMP I) 438

5. DAFTAR PUSTAKA Abdussakir. (2009). Pembelajaran Matematika dengan Problem Posing. Diakses dari http://abdussakir.wordpress.com/2009/02/13/pembelajaran matematika-dengan-problem-posing/ Ennis, R. H. (1985). Goals for A Critical Thinking Curriculum. In Costa, A. L. (Eds.). Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria, VA: ASCD. Jensen, Eric. (2008). Brain based learning. (Terjemahan Narulita Yusron). California: Corwin Press. Judge, B., Jones, P. & McCreery. (2009). Critical Thinking Skills for Education Students. Exeter: Learning Matters Ltd. Kemmis, S., McTaggart, R., & Nixon, R. (2014). The Action Research Planner doing Critical Participatory Action Research. Singapura: Springer. Krulik, S. & Rudnick, J.A. (1999). Innovative Task to Improve Critical and Creative Thinking Skill. In Lee V. S. & Frances R. C. (Eds.). Developing Mathematical Reasoning in Grades K-12. Reston, VA: NCTM. Mahmudi, Ali. (2008). Pembelajaran Problem Posing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. Makalah Seminar Nasional Matematika. Diselenggarakan oleh Jurusan Matematika FMIPA UNPAD Bekerjasama dengan Departemen Matematika UI, 13 Desember 2008 (hal 1-10). Diakses dari http://staff.uny.ac.id /sites/default/files/penelitian/ali Mendiknas. (2006). Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.. (2006). Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP). Santrock, John W. (2008). Psikologi Pendidikan. (Terjemahan Tri Wibowo). New York: McGraw-Hill Company. Siswono, Tatag Yuli Eko. (2000). Pengajuan Soal (Problem Posing) oleh Siswa dalam Pembelajaran Geometri di SLTP. Makalah Seminar Nasional Matematika. Diselenggarakan oleh ITS Surabaya, 2 November 2000 (hal 7-12). Diakses dari http://s3.amazonaws.com/academia.edu. documents/31423364/paper00_posing2.pdf. (2010). Mengevaluasi Hasil Belajar Matematika Siswa dalam Berpikir Kreatif. Makalah Seminar Nasional. Diselenggarakan oleh Universitas Nusantara PGRI Kediri, 10 April 2010 (hal 1-13). Diakses dari http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/31599049/makalah _UNPKediri.pdf Slavin, R. E. (2006). Educational Psychology: Theory and Practice. Boston, MA: Pearson.. (2008). Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. (Terjemahan Narulita Yusron). Bandung: Penerbit Nusa Media. Konferensi Nasional Penelitian Matematika dan Pembelajarannya (KNPMP I) 439